Anda di halaman 1dari 12

Menu

Cari

SINAUKOMUNIKASI

Menjadi pembelajar sepanjang hayat

TAGGED WITH TEORI TENTANG “DIRI” DARI GEORGE HERBERT MEAD

INTERAKSI SIMBOLIK

Interaksionisme simbolik merupakan salah satu model metodologi penelitian kualitatif berdasarkan
pendekatan fenomenologis atau persepektif interpretif. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa dua
pendekatan utama dalam tradisi fenomenologis adalah interaksionisme simbolik dan etnometodologi.
Interaksi simbolik memiliki perspektif teoritik dan orientasi metodologi tertentu. Pada awal
perkembangannya interaksi simbolik lebih menekankan studinya tentang perilaku manusia pada
hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan masyarakat atau kelompok. Aliran-aliran
interaksionisme simbolik tersebut adalah Mahzab Chicago, Mahzab Lowa, Pendekatan Dramaturgis dan
Etnometodologi. Sebagian pakar berpendapat, teori interaksi simbolik, khususnya dari George Herbert
Mead, seperti teori etnometodologi dari Harold Garfinkel, serta teori fenomenologi dari Afred Schutz
berada di bawah payung teori tindakan sosial yang dikemukakan oleh filosof dan sekaligus sosiolog
Jerman Max Weber (1864-1920), meskipun Weber sendiri sebenarnya bukanlah seorang interpretivis
murni. Proposisi paling mendasar dari interaksi simbolik adalah perilaku dan interaksi manusia itu dapat
dibedakan karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya.

AKAR TEORI INTERAKSI SIMBOLIK.

Menurut banyak pakar pemikiran George Herbert Mead, sebagai tokoh sentral teori ini, berlandaskan
pada beberapa cabang filsafat antara lain pragmatisme, dan behaviorisme.

v Pragmatisme

Dirumuskan oleh John Dewey, Wiliam James, Charles Peirce, Josiah Royce, aliran filsafat ini memiliki
beberapa pandangan yaitu :
Realitas yang sejati tidak pernah ada di dunia nyata, melainkan secara aktif diciptakan ketika kita
bertindak di dan terhadap dunia.

Percaya bahwa manusia mengingat dan melandaskan pengetahuan mereka tentang dunia pada apa yang
terbukti berguna bagi mereka.

Manusia mendefinisikan objek fisik dan objek sosial yang mereka temui berdasarkan kegunaannya bagi
mereka, termasuk tujuan mereka.

Bila kita ingin memahami orang yang melakukan tindakan (aktor), kita harus mendasarkan pemahaman
itu pada apa yang sebenarnya mereka lakukan di dunia.

v Behaviorisme

Menurut Mead, manusia harus dipahami berdasarkan pada apa yang mereka lakukan. Namun, manusia
punya kualitas lain yang membedakannya dengan hewan lain. Kaum behavioris berkilah bahwa satu-
satunya cara sah secara ilmiah untuk memahami semua hewan, termasuk manusia, adalah dengan
mengamati perilaku mereka secara langsung dan seksama. Mead menolak gagasan itu, menurutnya
pengamatan atas perilaku luar manusia semata menafikan kualitas penting manusia yang berbeda
dengan kualitas alam. Pandangan behavirisme terbagi menjadi dua yaitu :

Behaviorisme Radikal John Watson.

a. Behaviorisme radikal mereduksi perilaku manusia kepada mekanisme yang sama dengan yang
ditemukan pada tingkat hewan lebih rendah (inframanusia).

b. Manusia sebagai makhluk yang pasif, tidak berfikir, yang perilakunya ditentukan oleh rangsangan di
luar dirinya.

c. Menolak gagasan bahwa manusia memiliki kesadaran, bahwa terjadi suatu proses mental
tersembunyi yang berlangsung pada diri individu di antara datangnya stimulus dan bangkitnya perilaku.

2. Behaviorisme Sosial George Herbert Mead.


a. Behaviorisme sosial merujuk pada deskripsi perilaku pada tingkat yang khas manusia.

b. Konsep dasarnya ialah tindakan sosial (social act), yang juga mempertimbangkan aspek tersembunyi,
yang membedakan perilaku manusia dengan perilaku hewan.

c. Menganggap perilaku manusia sebagai perilaku sosial., sebab substansi dan eksistensi perilaku
manusia hanya dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan basis sosialnya.

Dapat disimpulkan, bahwa Mead telah memperluas teori behavioristik ini dengan memasukkan apa yang
terjadi antara stimulus dan respon itu. Ia berhutang budi pada behaviorisme tetapi sekaligus juga
memisahkan diri darinya, karena bagi Mead, manusia jauh lebih dinamis dan kreatif.

v Teori Evolusi Darwin

Teori Darwin menekankan pandangan bahwa semua perilaku organisme, termasuk perilaku manusia,
bukanlah perilaku acak, melainkan dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka
masing-masing. Organisme juga dapat mempengaruhi lingkungan, sehingga juga mengubah pengaruh
lingkungan terhadap organisme. Aspek pandangan lain Darwin yang dianggap berpengaruh tersebut
adalah :

Sebagaimana alam yang harus dipelajari dalam keadaan alami, manusia pun harus dipelajari dalam
keadaan alami (naturalistik).

Bila manusia memang punya kualitas-kualitas khas yang membedakan mereka dengan hewan, seperti
punya kebebasan dan berfikir, mereka harus dipelajari dan diidentifikasi dalam keadaan seperti itu.

Keunikan manusia itu bukan hanya otaknya yang jauh lebih berkembang daripada otak hewan lainnya,
pita suaranya dan otot wajahnya yang memungkinkannya menciptakan berbagai macam suara,
melainkan juga implikasi dari kemajuan fisiknya tersebut yaitu kemampuan mereka untuk berbahasa dan
berfikir.

ASUMSI-ASUMSI INTERAKSI SIMBOLIK

Rumusan yang paling ekonomis dari asumsi-asumsi interaksionisme simbolik datang dari karya Herbert
Blumer yaitu :
Manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki benda-benda itu bagi mereka.

Makna-makna itu merupakan hasil dari interaksi sosial dalam masyarakat manusia.

Makna-makna dimodifikasikan dan ditangani melalui suatu proses penafsiran yang digunakan oleh setiap
individu dalam keterlibatannya dengan tanda-tanda yang dihadapinya.

INTI TEORI INTERAKSI SIMBOLIK

Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau
pertukaran simbol yang diberi makna. Interaksionisme simbolik juga telah mengilhami perspektif-
perspektif lain, seperti “teori penjulukan” (labeling theory) dalam studi tentang penyimpangan perilaku
(deviance), perspektif dramaturgis dari Erving Goffman, dan etnometodologi dari Harold Garfinkel.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek.
Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan
manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain
yang menjadi mitra mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan bahkan
diri mereka sendirilah menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai
kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya, atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanya
berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di sekeliling mereka. Tidak mengherankan
bila frase-frase “definisi situasi”, “realitas terletak pada mata yang melihat”, dan “bila manusia
mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil dalam konsekuensinya” sering dihubungkan
dengan interaksionisme simbolik.

Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial dalam kehidupan
kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Menurut teoritisi interaksi
simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah “interaksi manusia dengan menggunakan simbol-
simbol”. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang mempresentasikan apa
yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan
penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial.
Penganut interaksi simbolik berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dari
interpretasi mereka atas dunia disekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau
ditentukan, sebagaimana dianut oleh teori behavioristik atau teori struktural. Alih-alih, perilaku dipilih
sebagai hal yang layak dilakukan berdasarkan cara individu mendefinisikan situasi yang ada.

PREMIS-PREMIS INTERAKSIONISME SIMBOLIK

Individu merespons suatu situasi simbolik.


Individu dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri.

2. Makna adalah produk interaksi sosial. Oleh karena itu, makna tidak melekat pada objek, melainkan
dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.

3. Makna yang diiterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan
situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu
dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya.

PRINSIP-PRINSIP TEORI INTERAKSI SIMBOLIK

Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, diberkahi dengan kemampuan berfikir.

Kemampuan berfikir itu dibentuk oleh interaksi sosial.

Dalam interaksi sosial, orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan
kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni berfikir.

Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan dan interaksi yang khas manusia.

Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan
dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi.

Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena kemampuan mereka berinteraksi dengan
diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan
kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.

Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini membentuk kelompok dan masyarakat.

TEORI TENTANG “DIRI” DARI GEORGE HERBERT MEAD

Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “diri” (self) dari George Herbert Mead, yang juga
dilacak hingga definisi diri dari Charles Horton Cooley. Mead, seperti juga Cooley, menganggap bahwa
konsepsi-diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain. Cooley
berpendapat dalam teorinya the looking-glass self bahwa konsep diri individu secara signifikan
ditentukan oleh apa yang ia pikirkan tentang pikiran orang lain mengenai dirinya, jadi menekankan
pentingnya respon orang lain yang ditafsirkan secara subjektif sebagai sumber primer data mengenai
diri. Ringkasnya, apa yang diinternalisasikan sebagai milik individu berasal dari informasi yang ia terima
dari orang lain. Sementara itu, pandangan Mead tentang diri terletak pada konep “pengambilan peran
orang lain” (taking the role of the other). Konsep Mead tentang diri merupakan penjabaran “diri sosial”
yang dikemukakan Wiliam James dan pengembangan dari teori Cooley tentang diri. Bagi Mead dan
pengikutnya, individu bersifat aktif, inovatif yang tidak saja tercipta secara sosial, namun tidak dapat
diramalkan. Ia memandang tindakan manusia sebagai meliputi bukan saja tindakan terbuka, namun juga
tindakan tertutup, jadi mengkonseptualisasikan perilaku dalam pengertian yang lebih luas.

v Pentingnya Simbol dan Komunikasi

Bagi Cooley dan Mead, diri muncul karena komunikasi. Tanpa bahasa, diri tidak akan berkembang.
Manusia unik karena mereka memiliki kemampuan memanipulasi simbol-simbol berdasarkan kesadaran.
Mead menekankan pentingnya komunikasi, khususnya melalui mekanisme isyarat vokal (bahasa),
meskipun teorinya bersifat umum. Isyarat vokallah yang potensial menjadi seperangkat simbol
membentuk bahasa. Simbol adalah suatu rangakaian yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari
bagi manusia, dan respon manusia terhadap simbol adalah dalam pengertian makna dan nilainya, alih-
alih dalam pengertian stimulasi fisik dari alat-alat indranya. Suatu simbol disebut signifikan atau memiliki
makna bila simbol itu membangkitkan pada individu yang menyampaikannya respons yang sama seperti
yang juga muncul pada individu yang dituju. Menurut Mead, hanya apabila kita memiliki simbol-simbol
yang bermakna, kita berkomunikasi dalam arti yang sesungguhnya. Ringkasnya, dalam pandangan Mead
isyarat yang dikuasai manusia berfungsi bagi manusia itu untuk membuat penyesuaian yang mungkin
diantara individu-individu yang terlihat dalam setiap tindakan sosial dengan merujuk pada objek atau
objek-objek yang berkaitan dengan tindakan tersebut.

v Pikiran

Bagi Mead, tindakan verbal merupakan mekanisme utama interaksi manusia. Penggunaan bahasa atau
isyarat simbolik oleh manusia dalam interaksi sosial mereka pada gilirannya memunculkan pikiran (mind)
dan “diri” (self). Hanya melalui penggunaan simbol yang signifikan, khususnya bahasa, pikiran itu
muncul, sementara hewan lebih rendah tidak berfikir, karena mereka tidak berbahasa seperti bahasa
manusia. Mead mendefinisikan berfikir (thinking) sebgai “suatu percakapan terinternalisasikan atau
implisit antara individu dengan dirinya sendiri menggunakan isyarat-isyarat demikian”. Menurut teori
interaksi simbolik, pikiran mensyaratkan adanya masyarakat, dengan kata lain, masyarakat harus lebih
dulu ada, sebelum adanya pikiran. Dengan demikian pikiran adalah bagian dari proses sosial, bukan
malah sebaliknya, proses sosial adalah produk pikiran.

v Perkembangan “diri”
Diri merujuk kepada kapasitas dan pengalaman yang memungkinkan manusia menjadi objek bagi diri
mereka. Kemunculannya bergantung pada kemampuan individu untuk mengambil peran orang lain
dalam lingkungan sosialnya. Menurut Mead, perkembangan diri terdiri dari dua tahap umum yang ia
sebut sebagai tahap permainan (play stage) ialah perkembangan pengambilan peran bersifat elemenr
yang memungkinkan anak-anak melihat diri mereka sendiri dari perspektif orang lain yang dianggap
penting (significant others). Dan tahap pertandingan (game stage) berasal dari proses pengambilan
peran dan sikap orang lain secara umum (generalized others), yaitu masyarakat umumnya. Menurut
Mead, sebagai suatu proses sosial, diri terdiri dari dua fase yaitu “Aku” (I) dan “Daku” (Me). Aku adalah
diri yang subyektif, diri yang refleksif yang mendefinisikan situasi dan merupakan kecenderungan
impulsif individu untuk bertindak dalam suatu cara yang tidak terorganisasikan, tidak terarah, dan
sponta. Sementara Daku adalah pengambilan peran dan sikap orang lain, termasuk suatu kelompok
tertentu. Karena itu diri sebagai objeklah yang meliputi diri sosial, yang dipandang dan direspon oleh
orang lain. Prinsip bahwa diri merefleksikan masyarakat membutuhkan suatu pandangan atas diri yang
sesuai dengan realitas mengenai masyarakat kontemporer yang rumit. Artinya, bila hubungan sosial itu
rumit, pastilah ada suatu kerumitan yang pararel dalam diri.

METODOLOGI PENELITIAN INTERAKSI SIMBOLIK

Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi
bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah dan bukan lingkungan
artifisial seperti eksperimen. Secara lebih jelas Denzin mengemukakan tujuh prinsip metodologis
berdasarkan teori interaksi simbolik, yaitu :

Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas.

Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yng bertindak (the acting other) dan
memandang dunia dari sudut pandang subjek, namun dalam berbuat demikian peneliti harus
membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari dengan konsepsi ilmiah mengenai realitas
tersebut.

Peneliti harus mengaitkan simbol dan definisi subjek hubungan sosial dan kelompok-kelompok yang
memberikan konsepsi demikian.

Setting perilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan ilmiah harus dicatat.

Metode penelitian harus mampu mencerminkan proses atau perubaha, juga bentuk perilaku yang yang
statis.

Pelaksanan penelitian paling baik dipandang sebagai suatu tindakan interaksi simbolik.
Penggunaaan konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama mengarahkan (sensitizing) dan kemudian
operasional, teori yang layakmenjadi teori formal, bukan teori agung (grand theory) atau teori menegah
(middle-range theory), dan proposisi yang dibangun menjadi interaksional dan universal.

Prinsip bahwa teori atau proposisi yang dihasilkan penelitian berdasarkan interaksionisme simbolik
menjadi universal, sebagaimana diikemukakan Denzin diatas sejalan dengan pandangan Glaser dan
Strauss yang upayanya untuk membangun “teori berdasarkan data” (grounded theory) dapat dianggap
sebagai salah satu upaya serius untuk mengembangkan metodologi interaksionis simbolik. Hanya saja,
meskipun bersifat induktif, pandangan Glaser dan Strauss mugkin terlalu idealis bagi sebagian penganut
interaksionisme simbolik.

KRITIK-KRITIK ATAS TEORI INTERAKSI SIMBOLIK MENURUT PARA AHLI:

Beberapa kritik utama yang yang ditujukan terhadap perspektif ini yaitu :

Aliran utama interaksionisme simbolik dituduh terlalu mudah membuang teknik ilmiah konvensional.
Eugene Weinstein daan Judith Tanur dengan tepat menyatakan hal ini: “Hanya karena kadar kesadaran
itu kualitatif, tak berarti pengungkapan keluarnya tak dapat dikodekan, diklasifikasi, atau bahkan
dihitung” (1976:105). Ilmu dan subjektivisme tidaklah saling terpisah satu sama lain.

M. Kuhn (1964), W. Kolb (1944), B. Meitzer, J. Petras dan L. Reynolds (1975), dan banyak lagi lainnya yang
mengkritik ketidakjelasan konsep-konsep esensial Meadian seperti : pikiran, diri, I, dan Me. Lebih umum
lagi Kuhn (1964) berbicara tentang ambiguitas dan kontradiksi dalam teori Mead. Di luar teori Meadin,
mereka mengkritik berbagai konsep dasar teoritisi interaksionisme simbolik yang dinilai keliru, tidak
tepat, dan karena itu tak mampu menyediakan basis yang kuat untuk membangun teori dan riset. Karena
konsep-konsep itu tak tepat, maka sulit mengoperasionalisasikannya, akibatnya adalah tak dapat
dihasilkan proposi-proposisi yang dapat diuji (Stryker, 1980).

Interaksionisme simbolik dikritik karena karena meremehkan atau mengabaikan peran struktur berkala
luas. Kritik ini diekspresikan dengan berbagai cara. Misalnya, Weinstein dan tanur mengatakan bahwa
interaksionisme simbolik mengabaikan keterkaitan (connectedness) dari hasil-hasil (1976:106). Sheldon
Stryker menyatakan bahwa pemusatan perhatian interaksionisme simbolik terhadap interaksi ditingkat
mikro berfungsi “meminimalkan atau menyangkal fakta struktur sosial dan mempengaruhi gambaran
kontrol masyarakat atas perilaku” (1980:146).

Interaksionisme simbolik tak cukup mikroskopik, mengabaikan peran penting faktor seperti
ketidaksadaran dan emosi (Meltzer, Petras, Reynolds, 1975, Stryker, 1980). Begitu pula, interaksionisme
simbolik dikritik karena mengabaikan faktor psikologis seperti kebutuhan, motif, tujuan, dan aspirasi.
Dalam upaya mereka untuk menyangkal adanya kekuatan abadi yang memaksa aktor bertindak, teoritisi
interaksionisme simbolik malahan memusatkan perhatian pada arti, simbol, tindakan, dan interaksi.
Mereka mengabaikan faktor psikologis yang mungkin membatasi atau menekan aktor. Dalam kedua
kasus ini, teoritisi interaksionisme simbolik dituduh membuat “pemujaan mutlak” terhadap kehidupan
sehari-hari (Meltzer, Petras, dan Reynolds, 1975:85). Pemusatan perhatian terhadap kehidupan sehari-
hari ini selanjutnya menandai penekanan berlebihan terhadap situasi langsung dan “perhatian yang
obsesif terhadap situasi sementara, episodik, dan singkat” (Meltzer, Petras, dan Reynolds, 1975:85)

DAFTAR PUSTAKA

Moleong, Lexy J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Ke-3. Rake Sarasin. Yogyakarta.

Mulyana , Dedy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. Remaja Rosdakarya. Bandung.

20 Agustus 20111 Balasan

Tulisan Terakhir

Belajar AESTHETICS THEORY (1)

KOMUNIKASI VISUAL : Apa itu?

STUDI FILM dalam PERSPEKTIF PSYCHOANALYSIS

Dampak Media Sosial dan Pentingnya Re-konseptualisasi Komunikasi Massa

MENGENAL CRITICAL THEORIES : The Frankfurt School & Jurgen Habermas

Arsip

Februari 2018

November 2017

Juni 2014

Mei 2014
April 2014

Maret 2014

Februari 2014

Januari 2014

Desember 2013

November 2013

Oktober 2013

September 2013

Agustus 2013

Juli 2013

Juni 2013

Mei 2013

Februari 2013

Januari 2013

Desember 2012

November 2012

Juni 2012

Mei 2012

Maret 2012

Februari 2012

Januari 2012

November 2011

Oktober 2011

September 2011

Agustus 2011
Tri Nugroho Adi

Kategori

Kategori

Langganan Surel

Klik untuk berlangganan blog ini dan menerima pemberitahuan tulisan baru melalui surat elektronik.

Bergabunglah dengan 179 pengikut lainnya

Daftar!

log in

Keluar

Entries feed

Feed Komentar

WordPress.com

NOVEMBER 2019

S S R K J S M

« Feb

1 2 3

4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24

25 26 27 28 29 30

Blog Stats

1.828.126 hits

Lihat Situs Lengkap

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Tutup dan terima Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan
situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.

Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie

Follow

Skip to toolbar

My Site

Reader

Log Out:)

Anda mungkin juga menyukai