Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Gerontik
Disusun Oleh:
Puji syukur terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Asuhan Keperawatan
Gerontik Pada Ny. S Dengan Diagnosa Diabetes Mellitus Di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 1 Cipayung”. Adapun maksud dilaksanakannya penulisan
makalah ini, tidak lain adalah untuk memenuhi tugas keperawatan Gerontik yang
ditugaskan kepada penulis, sehingga penulis dan pembaca lebih memahami
tentang hal tersebut.
Melalui kesempatan ini, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak, terutama kepada orangtua yang telah
memberi dukungan baik secara moril dan materiil, serta kepada teman-teman
kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
para pembaca diharapkan memberikan masukan dan saran sehingga makalah ini
dapat lebih sempurna. Dan sebelumnya penulis memohon maaf jika ada
kesalahan penulisan atau bahasa yang kurang baku dalam makalah ini. Oleh
karena itu, penulis berharap semoga isi makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi siapa saja yang memerlukannya di masa yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………….1
1.2. Tujuan Penulisan……………………………………………………..5
BAB 2 TINJAUAN TEORI....................................................................................7
2.1 Definisi ....................................................................................................
2.2 Etiologi ...................................................................................................
2.3 Tanda dan gejala......................................................................................
2.4 Intervensi .................................................................................................
BAB 3 TINJAUAN KASUS.................................................................................
3.1. Pengkajian…………………………………………………………...
3.2. Diagnosa…………………………………………………………….
3.3. Intervensi……………………………………………………………
3.4. Implementasi………………………………………………………...
3.5. Evaluasi……………………………………………………………...
BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................
BAB 5 PENUTUP……………………………………………………………….
A. Kesimpulan………………………………………………………….
B. Saran………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
LAMPIRAN………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
PSTW Budi Mulia 1 merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial
Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesejahteraan
sosial lanjut usia terlantar. Dibangun pada tahun 1968 di atas lahan seluas 9.999
m2 yang dikukuhkan menjadi Panti Werdha 1 Cipayung melalui SK Gubernur
DKI Jakarta No. CA11/29/1/1972. Selanjutnya mengalami pergantian nama
menjadi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung melalui SK
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 736 Tahun 1996.
Dengan berlakunya perda No. 3 tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja
perangkat daerah dan sekretaris DPRD, SK gubernur DKI Jakarta No. 41 tahun
2002 tentang struktur organisasi dan tata kerja dinas bina mental spiritual dan
kesejahteraan sosial provinsi DKI Jakarta, Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 1 Cipayung, dikukuhkan kembali berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta
No. 163 tahun. 2002 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja unit pelaksana
teknis di lingkungan dinas bintal dan kesos provinsi DKI Jakarta, dan peraturan
gubernur No. 57 tahun 2010 tentang organisasi tata kerja PSTW Budi Mulia 1.
Peningkatan angka harapan hidup (AHH) di Indonesia merupakan salah satu
indikator keberhasilan bangunan di Indonesia. AHH tahun 2014 pada penduduk
perempuan adalah 72,6 tahun dan laki-laki adalah 68,7 tahun. Kondisi ini akan
meningkatkan jumlah lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total
penduduk). Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi
18,781 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36
juta jiwa. Usia lanjut akan menimbulkan masalah kesehatan karena terjadi
kemunduran fungsi tubuh apabila tidak dilakukan upaya pelayanan kesehatan
dengan baik (Kholifah, 2016).
Proses penuaan tentu berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial,
ekonomi dan terutama kesehatan. Semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh
akan semakin menurun baik faktor alamiah maupun karena penyakit. Salah satu
masalah kesehatan yang paling umum terjadi pada kelompok lansia adalah
diabetes mellitus (Suci, Listari. 2014).
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur merupakan
salah satu panti sosial milik negara berada di bawah kepengurusan Departemen
Sosial RI. Panti ini berfungsi sebagai sarana pelayanan kesejahteraan bagi para
lanjut usia yang mengalami masalah sosial yang disebabkan oleh kemiskinan,
ketidakmampuan secara ekonomi untuk diberikan pembinaan pelayanan sosial
serta perlindungan agar lansia dapat hidup secara wajar. Data 2019 menunjukkan
jumlah lansia yang berada di panti ini adalah 250 orang dan 20% lansia di wisma
Asoka terkena diabetes mellitus. Lansia yang tinggal di panti ini juga memiliki
masalah kesehatan akibat dari penurunan fisiologis yang terjadi. Salah satu
masalah kesehatan yang terjadi adalah diabetes mellitus.
Maka berdasarkan data diatas perawat memiliki peran penting dalam memberikan
pelayanan kesehatan dengan menggunakan pendekatan meliputi:
1. Upaya promotif yaitu bisa kita lakukan penyuluhan kesehatan tentang
diabetes mellitus, penyuluhan kesehatan pada penderita diabetes mellitus
merupakan suatu hal yang amat penting dalam regulasi gula darah penderita
DM yang dapat mencegah atau menghambat munculnya penyakit kronik
ataupun akut.
2. Upaya preventif yaitu perawat mengedukasi dan memotivasi lansia untuk
membiasakan diri untuk hidup sehat seperti berolahraga secara teratur.
Mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. Dilakukannya Pemeriksaan kadar
gula darah secara berkala, untuk mencegah terjadinya diabetes.
3. Upaya kuratif yaitu promosi kesehatan untuk mencegah penyakit menjadi
lebih parah melalui pengobatan.
4. Upaya rehabilitatif yaitu berusaha untuk mengembalikan penderita seperti
keadaan semula atau mengembalikan penderita pada keadaan yang dipandang
sesuai dan mampu melangsungkan fungsi kehidupannya. Lansia memperoleh
perbaikan fisik semaksimal-maksimalnya.
2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik, ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah sebagai akibat dari adanya gangguan
penggunaan insulin, sekresi insulin, atau keduanya (American Diabetes
Association, 2013).
2.2 Etiologi
Menurut Nurarif (2015), terdapat beberapa etiologi dari diabetes yaitu sebagai
berikut:
1. DM Tipe 1: Faktor genetik, Faktor imunologi, Factor lingkungan (virus atau
toksin ).
2. DM Tipe 2: Dapat terjadi karena kerusakan sel beta dan resistensi insulin,
Faktor resiko tidak bisa dimodifikasi : Ras dan Etnik, Riwayat keluarga
dengan DM, Usia, Riwayat Kelahiran (Nurarif, 2015).
2.3 Klasifikasi
a. DM Tipe 1: Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut.
a) Autoimun
b) Idiopatik
b. DM Tipe 2: Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin.
c. Tipe lain:
a) Defek genetik fungsi sel beta
b) Defek genetik kerja insulin
c) Penyakit eksokrin pankreas
d) Endokrinopati
e) Karena obat atau zat kimia
f) Infeksi
g) Sebab imunologi yang jarang
h) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
d. Diabetes mellitus gestasional (PERKENI, 2015).
Perhitungan berat badan ideal sesuai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
menurut WHO (2014), yaitu:
2.6 Patofisiologi
1. Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang
memproduksi insulin beta pankreas (ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan
penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau antibodi
sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases (NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa
autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.
Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat
terjadi selama beberapa hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan
tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang
berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan
terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
(Nurarif, 2015)
2.8 Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
1. Komplikasi metabolik akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga
macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa
darah jangka pendek, diantaranya:
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai komplikasi
diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat (Smeltzer &
Bare, 2010).
b. Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa
dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga
mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis.
c. Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl.
2. Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila
tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama
sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (A). Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa
darah 250 mg/dL (PERKENI, 2015).
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada
pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati,
dan ginjal).
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
a) Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2 ).
b) Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat
antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-
IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara
berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung. Riwayat kesehatan lalu Biasanya klien
DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart miokard
Riwayat kesehatan keluarga Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang
menderita DM.
c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
6. Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn
tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
Pengkajian Keperawatan
Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tinggi dan berat badan.
2. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
3. Pemeriksaan funduskopi.
4. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
5. Pemeriksaan jantung.
6. Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.
7. Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular, neuropati,
dan adanya deformitas).
8. Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi,
necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan insulin).
9. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain (PERKENI,
2015).
Diagnosa keperawatan
1. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotic diuresis.
3. Resiko ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan hiperglikemi
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kematian jaringan.
5. Resiko injury berhubungan dengan gangguan penglihatan (Nurarif, 2015)
Intervensi keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk memasukan atau mencerna nutrisi oleh karena factor biologis, psikologis
atau ekonomi
Ds:
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Kejang perut
4. Rasa penuh tiba-tiba setelah makan
Do:
1. Diare
2. Rontok rambut yang berlebih
3. Kurang nafsu makan
4. Bising usus berlebih
5. Konjungtiva pucat
6. Denyut nadi lemah
Tujuan dan KH
NOC
A. Nutritional status adequacy of nutrient
B. Nutritional status : food and bfluid intake weight control
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam nutrisi teratasi dengan
indicator :
1. albumin serum
2. pre albumin serum
3. hematocrit
4. hemoglobin
5. total iron binding capacity
Intervensi
NIC
1. Ajarkan pasien bagaimana catatan makanan harian
2. memonitor turgor kulit
3. Monitor kekeringan. rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
4. monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Tujuan dan KH
NOC:
1. Fluid balance
2. Hydration
3. Nutritional status : food and fluid intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam deficit volume cairan
teratasi dengan Kriteria hasil :
1. Memempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine
normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
4. Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
5. Jumlah dan irama
NIC
1. pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik (jika diperlukan).
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, hnt, osmolalitas
urin, albumin, total protein).
4. Monitor vital sign setiap 15 menit-1 jam.
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan oral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50-100cc/jam)
9. Dorong keluaarga untuk membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
Evaluasi keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Dalam evaluasi keperawatan menggunakan SOAP atau data subjektif, objektif,
analisa dan planning kedepannya. Jika masalah sudah teratasi intervensi tersebut
dapat dihentikan, apabila belum teratasi perlu dilakukan pembuatan planning
kembali untuk mengatasi masalah tersebut.
Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus dan
apabila dari poin satu sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh seorang
pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah sehat dan dapat
meninggalkan rumah sakit. Tetapi pasien tetap harus memperhatikan kadar gulu
dalam darahnya, dengan cara makan makanan yang sehat, bergizi dan rendah
gula.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan tahap awal yang penulis lakukan adalah
mengumpulkan data tentang status sehat-sakit pasien. Proses pengumpulan data
tentang status sehat-sakit pasien dengan menggunakan pendekatan wawancara,
pemeriksaan fisik, studi dokumentasi (pemeriksaaan penunjang). Data tentang
status sehat-sakit pasien dapat dikategorikan menjadi data subjektif dan data
objektif. Data subjektif diperoleh dengan menggunakan pendekatan wawancara.
Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber asli (pasien), sedangkan
data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui orang ketiga (perawat wisma).
Klien berinisial Ny. S berumur 72th beragama Islam dengan riwayat penyakit
Diabetes Melitus dan Hipertensi. Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 Juli
2019 adalah sebagai berikut:
Keluhan Ny. S adalah adanya luka pada tangan dan kaki yang tidak kunjung
sembuh, serta leher dan tengkuk sering terasa tegang dan merasa pusing. Luka
yang dialami pada tangan berawal dari gatal-gatal akibat getah dari sayuran labu
siam saat kien masih berada di wisma cempaka. Klien mengatakan merawat
lukanya dengan cara dioleskan menggunakan soffel (lotion anti nyamuk).
Pola Eliminasi: Ny.S mengatakan BAB 1x/hari pada pagi hari dan tidak
mengalami keluhan. Pasien juga mengatakan jika dirinya sering BAK di malam
hari ± 4x sehingga mengganggu tidur. Pola Personal hygiene: klien mengatakan
mandi 2x sehari menggunakan sabun, keras 2 hari 1 kali menggunakan shampo,
sikat gigi 3x sehari menggunakan pasta gigi dan menggunting kuku 1 minggu
sekali secara mandiri. Pola istirahat dan tidur: klien mengatakan tidur malam 5-6
jam sering terbangun karena ingin BAK dan tidur siang ±1 jam.
Hasil pengkajian khusus, masalah kesehatan kronis: tidak ada masalah kesehatan
kronis, Fungsi kognitif: tidak ada gangguan, Status fungsional: mandiri, status
psikologis: depresi sedang.
Hasil pemeriksaan GDP:101 mg/dl, GDS: 181 mg/dl. Ny. S mendapatkan terapi
obat amlodipine 10mg 1x1, metformin 500mg 2x1, allopurinol 2x1, paracetamol
2x1, ranitidine 2x1 captopril 25mg 1x1, vitamin B complek 2x1.
B. Analisa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakan berdasarkan data-data yang dikaji dimulai
dengan menetapkan masalah, penyebab, dan data pendukung. Masalah
keperawatan yang ditemukan adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan nekrosis jaringan yang
ditandai dengan klien mengatakan terdapat luka pada tangan yang tidak
kunjung sembuh sejak klien berada di wisma cempaka, dan luka terasa gatal,
luka tampak kering, derajat I, luka tidak berbau dan tidak ada pus. Hasil
GDP: 101 mg/dl, GDS:181 mg/dl, ttv: TD: 150/80 mmHg, N: 92x/menit, RR:
20x/menit.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan proses penyakit
DM yang ditandai dengan terdapat luka pada tangan yang tidak kunjung
sembuh sejak klien berada di wisma cempaka, klien mengatakan sering kram
pada saat tidur, CRT 2 detik, tidak ada kemerahan, panas pada ektresmitas,
tidak ada parestesia. GDP: 101 mg/dl, GDS: 181 mg/dl.
C. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditegakan adalah
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan nekrosis jaringan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan proses penyakit
DM
D. Intervensi Keperawatan
Dalam tahap perencanaan disesuaikan dengan teori yang terdiri dari outcome, Noc
dan Nic. Perencanaan yang dibuat adalah
1. Pada diagnosa pertama kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
nekrosis jaringan, outcome untuk diagnosa ini adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan kondisi luka membaik
dengan kriteria hasil: integritas kulit yang baik, luka tidak bertambah lebar,
perfusi jarigan baik, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami. NIC yang dibuat adalah kaji area
luka. Pertahankan kebersihan dan kekeringan luka. Mengajarkan kklien
tentang cara perawatan luka yang benar.
2. Pada diagnosa ke 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan proses penyakit DM, outcome untuk diagnosa ini adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi dengan kriteria hasil: tidak
ada rasa kebas/ parestesia, akral hangat CRT < 3 detik. NIC yang dibuat
adalah lakukan penilaian sirkulasi secara komperhensif. Monitor panas,
kemerahan, nyeri, parestesia pada ektremitas. Ajarkan klien klien cara
perawatan kaki, luka dan kuku. Ajarkan senam kaki diabetik. Anjurkan
menggunakan pelembab pada kulit yang kering, monitor tanda dan gejala
hiperglikemia, kolaborasi pemberian antihiperglikemi oral metformin 500mg
2x1.
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan setelah perencanaan dirancang dengan baik. Tindakan
keperawatan mulai dilakukan tanggal 16-18 Juli 2019.
Diagnosa 2. S: klien mengatakan sering kram pada malam hari pada bagian kaki.
O: TD: 150/80 mmHg, N: 92x/menit RR: 20x/menit, CRT 2 detik, terdapat luka,
tidak ada kemerahan pada ektremitas. GDS: 181 mg/dl. A: masalah belum
teratasi. P: intervensi dilanjutkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam proses
perawatan. Pengkajian ini melalui pengkajian pola fungsional menurut
Gordon, pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, dan pengumpulan
informasi atau data – data ini diperoleh dari wawancara dengan pasien,
melakukan observasi, catatan keperawatan, dan pemeriksaan fisik.
Menurut NANDA (2012 - 2014) tanda gejala yang dapat muncul pada
pasien Ulkus Diabetes Melitus yaitu pola eliminasi terutama pada pola
BAK malam hari lebih sering, gula darah di atas normal dengan rentan
normal (80 – 100 g/ dL), terdapat perlukaan, panjang x lebar x kedalaman
luka tersebut, terjadi infeksi atau tidak. Berdasarkan hal tersebut
penulismelakukan pengkajian tidak berbeda jauh jika dibandingkan
dengan tinjauan teori yang ada. Hanya saja saat dilakukan pengkajian pola
BAK pasien sudah mulai normal dan maksimal hanya satu kali terbangun
untuk BAK pada malam hari., dalam roses pengumpulan data penulis
menggunakan metode wawwancara dengan Ny.S observasi secara
langsung tentang status sehat – sakit pasien dengan menggunakan
pemeriksaan fisik, studi dokumentasi (pemeriksaaan penunjang).
Pada saat ini penyakit tidak menular seperti hipertensi dan Diabetes
Melitus merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat sehingga
perlu dilakukan tindakan intervensi dalam kegiatan Program PPTM
(Penanggulangan Penyakit Tidak Menular). Dengan memperbanyak
skrining, penyuluhan kesehatan, perencanaan makan, rutin melakukan
olahraga serta penyiapan logistiknya terutama obat diharapkan penderita
diabetes dalam kondisi stabil.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinik yang diberikan
kepada pasien mengenai respon individu untuk menjaga penurunan
kesehatan, status, dan mencegah serta merubah. (NANDA, 2011).
Berdasarkan hal tersebut penulis dalam kasus asuhan keperawatan pada
pasien dengan post debridement ulkus diabetes melitus menegakkan
sebanyak dua diagnosa dan ada dua diagnose yang tidak penulis tegakkan.
Dampak yang timbul akibat penanganan diabetes melitus yang tidak tepat
adalah ketoasidosis diabetik dan sindrom hiperglikemik hyperosmolar non
ketosis (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat menunjang
terjadinya komplikasi mikrovaskuler kronis (penyakit ginjal dan mata)
serta komplikasi neoropatik. Diabetes juga berkaitan dengan suatu
peningkatan kejadian makrovaskuler, termasuk infark miokard,stroke dan
penakit vascular perifer (Baughman, 2000).
Berdasarkan hal di atas, diagnosa yang muncul ada dua dan untuk
diagnosa kedua dan overlap, dimana hanya memerlukan dignosa yang
kedua saja karena kedua diagnosa yaitu resiko infeksi berhubungan
dengan post debridement ulkus dm teratasi maka diagnose kedua yang
merupakan kerusakan integritas kulit juga akan teratasi, seharusnya
diagnosa yang perlu muncul adalah kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi mengenai penyakit kronis yang diderita. Karena
hal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pasien supaya
mengetahui tanda gejala infesi, keterbukaan dalam mendapatkan
perawatan, dan lain sbagainnya. Namun penulis tidak memunculkan
diagnosa ini dikarenakan data – data yang tidak begitu kuat untuk
menegakkan diagnosa ini.
Faktor pendukung yang penulis rasakan pada tahap ini yaitu adanya
kemampuan penulis dalam menyusun rencana intervensi yang terkait
dengan konsep asuhan keperawatan jiwa secara teoritis, dan kemampuan
perawat dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil berdasarkan buku
Asuhan Keperawatan Jiwa (Damaiyanti, 2014).
4. Implementasi
Menurut Effendy (2015) implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang telah di
rencanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai kondisinya saat ini
atau here and now. Implementasi keperawatan yang dilakukan penulis
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.
tindakan keperawatan yang penulis lakukan kepada pasien sesuai dengan
intervensi, sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi (wilkinson, 2011).
Menurut (Smeltzer, 2008: 1245) gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur, seperti yang di alami
pada ny.S terdapat luka pada tangan yang tidak kunjung sembuh sejak Ny.
S berada di wisma cempaka, dan luka terasa gatal, luka tampak kering,
derajat I, luka tidak berbau dan tidak ada pus. Hasil GDP: 101 mg/dl,
GDS:181 mg/dl, ttv: TD: 150/80 mmHg, N: 92x/menit, RR: 20x/menit.
Hal ini sesuai menurut (Tarwoto, 2012: 228). penyembuhan luka harus
dikaji dan dimanajemen, multidisplin untuk mencapai tujuan yang optimal
pada ulkus kaki diabetik. Beberapa komorbiditi yang mempengaruhi
penyembuhan luka meliputi hiperglikemia dan penyakit vaskuler.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk memperbaiki proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan keperawatan
(Nursalam, 2010). Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan komponen
SOAP. Adapun hasil evaluasi yang diperoleh dari Ny. S adalah sebagai
berikut : Hari pertama (Selasa, 16 Juli 2019)
Diagnosa 1. S: klien mengatakan luka pada tangan tidak sembuh- sembuh
sejak berada di wisama cempaka. Klien mengatakan kalau musim panas
gini kaki saya kering jadi ada luka ini. O: terdapat luka pada tangan
kanan, terdapat warna dasar luka merah, luka kering, tidak ada bau,
GDP: 101 mg/dl GDS: 181 mg/dl, A: masalah belum teratasi. P: lanjutkan
intervensi.