Anda di halaman 1dari 6

MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA

A. Pengertian Agama
Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan, kekuasaan, atau
kecenderungan. Agama secara etimologis juga berasal dari bahasa Sanskerta dari gabungan “a”
yang artinya tidak dan “gama” artinya kacau, jadi agama artinya tidak kacau. Maksudnya orang
yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan
mengalami kekacauan. Agama juga merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau
religi yang artinya kepercayaan dan penyembahan Tuhan.
Secara terminologi menurut sebagian orang, agama merupakan sebuah fenomena yang sulit
didefinisikan. WC Smith mengatakan, "Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saat ini
belum ada definisi agama yang benar dan dapat diterima". Meski demikian, para cendekiawan besar
dunia memiliki definisi, atau yang lebih tepatnya kita sebut dengan kesimpulan mereka tentang
fenomena agama. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Moenawar Chalil, mendefinisikan agama adalah cara atau adat kebiasaan, peraturan,
undang-undang, taat atau patuh, menunggalkan ketuhanan, pembalasan, perhitungan, hari
kiamat, nasihat,
2. Prof. Dr. M. Driyarkarsa S.J mendifinisikan agama dengan mengganti istilah agama dengan
religi, religi adalah ikatan atau pengikatan diri.3
3. Spencer mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan akan sesuatu yang Maha mutlak.
4. Dewey menyebutkan agama sebagai pencarian manusia akan cita-cita umum dan abadi
meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya, agama adalah
pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat.
Dilihat dari aspek duniawinya, atau lebih tepat dalam kehidupan masyarakat, agama merupakan
sumber nilai dan kekuatan mobilisasi yang sering menimbulkan konflik dalam sejarah umat
manusia.
Selanjutnya, karena banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan oleh para Ahli,
Harun Nasution mengatakan bahwa agama dapat diberi definisi sebagai berikut:
 Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
 Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
 Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada nsuatu
sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan- nperbuatan
manusia.
 Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
 Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.
 Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada nsuatu
kekuatan gaib.
 Pemujaan kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut nterhadap
kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia
 Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rosul.
Jadi, agama adalah suatu kepercayaan, keyakinan kepada yang mutlak, yang dimana
keyakinan tersebut dianggap yang paling benar
B. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat
ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan
meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan
itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.5
Karena kebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip dasar
kebutuhan manusia. Untuk menjelaskan perlunya manusia terhadap agama sebagai kebutuhan. Ada
tiga faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu:6
1) Faktor Kondisi Manusia[2]
Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Untuk
menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut harus mendapat perhatian khusus yang
seimbang. Unsur jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik jasmaniah. Kebutuhan
tersebut adalah makan-minum, bekerja, istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala aktivitas
jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis (mental)
rohaniah. Kebutuhan tersebut adalah pendidikan agama, budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan
segala aktivitas rohani yang seimbang.
2) Faktor Status Manusia
Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Jika dibanding
dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu
kesempurnaan akal dan pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah
manusia memiliki aspek rohaniah yang kompleks. Manusia adalah satu-satunya yang mempunyai
akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata hati. Sehingga dengan kelengkapan itu Allah
menempatkan mereka pada permukaan yang paling atas dalam garis horizontal sesama makhluk.
Dengan akalnya manusia mengakui adanya Allah. Dengan hati nuraninya manusia menyadari
bahwa dirinya tidak terlepas dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia
belajar mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya,
dengan kehidupannya, dan lingkungannya.
3) Faktor Struktur Dasar Kepribadian
Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga
bagian. Yaitu:
a) Aspek Das es yaitu aspek biologis. Aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian
manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif.
b) Aspek das ich, yaitu aspek psikis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik
dengan dunia nyata.
c) Aspek das uber ich, aspek sosiologis yang yang mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita
masyarakat.
Selain faktor yang dimiliki manusia dalam memerlukan agama ada juga alasan mengapa
manusia perlu beragama. Dalam buku yang ditulis Yatimin juga Abudin Nata bahwa ada tiga alasan
yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Yaitu:
1) Fitrah Manusia
Dalam ajaran islam, ditegaskan bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia. Fitrah
keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap
agama. Ketika dating wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut
memang amat sejalan dengan fitrahnya itu. Dalam konteks ini Allah SWT. berfirman dalam QS. Ar-
Rum (30) ayat 30 yang berbunyi:
“hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), tetaplah atas fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia dengan fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Adanya potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia tersebut dapat pula dianalisis dari
istilah insan yang digunakan Alqur’an untuk menunjukkan manusia. Manusia (insan) secara fitrah
sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal, memahami kebenaran, dan kebaikan yang
terpancar dari ciptaan-Nya. Lebih lanjut Musa Asy’ari bahwa pengertian manusia yang disebut
insan, yang dalam Alquran dipakai untuk menunjukkan lapangan kegiatan manusia yang terletak
pada kemampuan akalnya dan mewujudkan pengetahuan yang konseptual dalam kehidupan sehari-
hari.7[3]
2) Adanya Nafsu (An-Nafs)
Alasan lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena manusia
memiliki berbagai kesempurnaan dan memiiliki kekurangan. An-nafs diciptakan Allah dalam
keadaan sempurna untuk berfungsi menampung dan mendorong manusia berbuat kebaikan dan
keburukan dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Alquran untuk diberi perhatian lebih
besar. Seperti firman Allah yang berbunyi
“ Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan
ketakwaan. (QS. Al-Syams : 7-8) “.
Menurut Quraish Shihab bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar manusia melalui nafs
menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan
keburukan. Di sini antara lain terlihat perbedaan pengertian kata ini menurut Alquran dengan
terminologi kaum sufi yang oleh Al-Qusyairi dalam risalahnya menyatakan bahwa nafs dalam
pengertian sufi adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk. 8 Selanjutnya,
Quraish Shihab mengatakan[4] walaupun Alquran menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan
negatif, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat
daripada potensi negatifnya. Sifat sifat yang cende[5]rung ada pada manusia itu antara lain berlaku
zhalim (aniaya), sombong (kubbar),ingkar dan sebagainya. Karena itu manusia dituntut untuk
memelihara kesucian nafs, dan tidak mengotorinya.9 Untuk menjaga kesucian nafs, manusia harus
selalu mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama, dan disinilah letaknya kebutuhan
manusia terhadap agama.
Untuk menjaga kesucian nafsu ini manusia harus selalu mendekatkan diri pada Tuhan dengan
bimbingan agama.
3) Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam
kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang dating dari dalam maupun dari
luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Tantangan dari
luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakuka manusia yang secara sengaja berupaya
ingin memalingka manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan
pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya misi
menjauhkan manusia dari Tuhan.
Seperti firman Allah yang berbunyi,
“ Sesungguhnya orang-orang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi orang
dari jalan Allah. (QS. Al-Anfal : 36) “.
Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunaka
agar orang mengikuti keinginannya. Berbagai bentuk budaya , hiburan, obat-obat terlarang dan lain
sebagainya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya untuk mengatasi dan membentengi manusia
adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup
demikian itu, saat ini semakin meningkat, sehingga upaya mengagamakan masyarakat menjadi
penting.[6]

C. Fungsi Agama Dalam Kehidupan


Manusia adalah mahluk yang memiliki rasa keagamaan, kemampuan untuk memahami dan
mengamalkan nilai agama. Tugas manusia didunia yaitu ibadah dan mengabdi kepadanya.
Fungsi agama yaitu sebagai pustaka kebenaran, dimana agama diibaratkan sebagai suatu
gedung perpustakaan kebenaran.10 Agama dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengambil suatu
keputusan antara yang benar dan yang salah.
Peranan sosial agama bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan
bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban
sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari
sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga
agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.11 [7]
Manusia menyelesaikan tantangan-tantangan hidup dengan menggunakan agama, karena
manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan dalam
menolong manusia.
Fungsi agama dalam kehidupan antara lain:11
 Fungsi Edukatif
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran tentang boleh tidaknya suatu perbuatan, cara
beribah, dll dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris).
 Fungsi Penyelamatan
Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau
Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat
memperoleh apa yang ia inginkan.
 Fungsi Pengawasan Sosial
Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik) dari serbuan
destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
 Fungsi Memupuk Persaudaraan
Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan
ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya
dilibatkan.
 Fungsi Transformatif
Mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai
baru yang lebih bermanfaat.
Selain fungsi diatas, agama juga memiliki fungsi antara lain:12
 Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
 Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
 Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
 Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
 Pedoman perasaan keyakinan
 Pedoman keberadaan
 Pengungkapan estetika (keindahan)
 Pedoman rekreasi dan hiburan
 Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.

F. Doktrin Kepercayaan Agama Islam


1) Iman kepada Allah
Kalimat lailaha illa Allah atau sering disebut kalimat thoyyibah adalah suatu pernyataan
pengakuan terhadap keberadaan Allah yang Maha Esa, tiada tuhan selain Dia (Allah). Ia
merupakan bagian lafadz dari syahadatain yang harus diucapkan ketika akan masuk Islam yang
merupakan refleksi dari tauhid Allah ynag menjadi inti ajaran Islam.
a. Argumen keberadaan Allah
Pengakuan terhadap keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainnya yang
dianut oleh para pengikut agama lain. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam
semesta yang mendukung keberadaaan tuhan. Pertama, paham yang menyatakan bahwa
alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya. Kedua, paham yang
menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti. Ketiga, paham
ynag mangatakan bahwa alam semesta itu ada yang menciptakan.
b. Kemustahilan menemukan zat Allah
Akal yang merupakan ciri keistimewaan manusia, sekaligus sebagai pembeda antara
manusia dan makhluk lainnya, belum bisa digunakan untuk mengetahui persoalan yang
tidak dapat diselesaikan oleh akal yaitu menemukan zat Allah, karena pada hakekatnya
manusia berada dalam dimensi yang berbeda dengan Allah.
2) Iman kepada malaikat kitab dan rasul Allah
a. malaikat Allah
malaikat merupakan makhluk tuhan yang diciptakan dari nur cahaya, ia adalah makhluk langit yang
mengabdi kepada Allah dengan bermacam-macam tugas yang diembannya, jumlahnya sangatlah
banyak, namun yang harus kita imani hanyalah 10 (nama) malaikat beserta tugas-tugasnya.
b. kitab-kitab Allah
iman kepada kitab Allah adlah wajib dan itu merupakan konsekuensi logis dari pembenaran
terhadap adanya Allah, oleh karena itu tidak sepantasnya seorang mukmin mengingkari kitab-kitab
Allah yaitu al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur.
c. Rasul-rasul Allah
Doktrin islam mengajarkan agar setiap muslim beriman kepad rasul yang diutus oleh Allah tanpa
membedakan antara satu dengan yang lainnya.12 [8]

G. Rasa Ingin Tahu Manusia


Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika yang diketahuinya hanya “saya tidak tahu”.
Petunjuk Allah, akal dan segala potensi manusia, ilmu dan teknologi sebagai produk dari akal,
adalah untuk melaksanakan program hidup melaksanakan program hidup dan alat untuk mencapai
tujuan hidup manusia. Baik disadari maupun tidak disadari, akal dan potensi yang dimiliki manusia
terbatas kemampuannya. Di dalam memenuhi segala hajatnya, manusia hanya dapat mecoba,
mempelajari, meneliti, memahami dan memanfaatkan yang ada pada dirinya dan yang ada pada
alam semesta.
Keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul
dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya yang
semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah apabila tak terjawab. Hal ini
yang disebut rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat
kebahagiaan dirinya. [9]

Anda mungkin juga menyukai