Kajian Tentang Klasifikasi Dan Spesifika
Kajian Tentang Klasifikasi Dan Spesifika
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
5
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
1.2.Pembatasan Masalah
Dalam tugas ini akan dibatasi hanya pada beberapa aspek saja, yaitu :
a. Mengkaji klasifikasi jalan, kendaraan yang baik
b. Keselamatan lalu lintas
1.3.Rumusan Masalah
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan tugas kajian ini, diantaranya
yaitu :
a. Unutk mengetahui klasifikasi dan spesifikasi jalan yang baik
b. Unutk mengetahuiStandar Geometri yang baik
c. Unutk mengetahuiDimensi dan MST Kendaraan
1.5.Sistematika Penulisan
6
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Bab I, Pendahuluan.
Di dalamnya membahas latar belakang masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan.
7
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pendahuluan
a. Jalan Perkotaan
Jalan perkotaan adalah jalan daerah perkotaan yang mempunyai
perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang suruh atau
hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakahel berupa
perkembangan lahan atau bukan; jalan di atau dekat pusat perkotaan
dengan penduduk lebih dari 10.000 jiwa selalu digolongkan dalam
kelompok ini, jalan di daerah perkotaan dengan penduduk kurang dari
100.000 jiwa juga digolongkan dalam kelompok ini, jika mempunyai
perkembangan samping jalan yng permanen dan menerus. (MKJI,
Tahun 1997)
b. Jalan Arteri
Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalan jarak sedang,
kecepatan rat-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien. Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1980)
c. Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas,
median, dan bahu jalan.
8
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
9
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
10
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
11
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
12
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
13
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
14
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
15
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
16
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
17
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Tabel 4: Klasifikasi Jalan Menurut UU No. 13 tahun 1980 dan PP No. 26 tahun 1985
18
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
19
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Rumus :
Lalu L int as Dalam Satu Tahun
LHR =
365 Hari
20
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Beban
Klasifikasi Jalan Raya Total LRR
Gandar
( dalam SMP )
Kelas Jalan Tunggal
Fungsi Pelayanan
,
Jalan Raya Utama
I > 20.000 > 10 Ton
.,
21
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
22
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
AP MENTERI MENTERI
NASIONAL
KP 1 MENTERI MENTERI
KP 2 MENTERI PEMDA TK. I
PROPINSI
KP 3 MENTERI PEMDA TK. I
LP MENTERI PEMDA TK. II
KABUPATEN
AS, KS, LS PEMDA TK. II PEMDA TK. II
KOTA AS, KS, LS PEMDA TK. II PEMDA TK. II
Keterangan :
AP = Arteri Primer.
KP 1 = Kolektor Primer yang menghubungkan Ibu Kota Propinsi.
KP 2 = Kolektor Primer yang menghubungkan Ibu Kota Propinsi ke Kabupaten/Kota.
KP 3 = Kolektor Primer yang menghubungkan Kota dengan Kabupaten/Kota.
AS = Arteri Sekunder.
KS = Kolektor Sekunder.
LS = Lokal Sekunder.
LP = Lokal Primer.
23
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Berikut ini adalah bagan alir fungsi jalan dengan geometrik jalan yang
juga ditetapkan berdasarkan arus lalu lintas pada ruas jalan tersebut:
FUNGSI DAN
HIRARKI/ORDE RENCANA TATA RUANG
KAWASAN MENURUT NASIONAL, PROPINSI, KOTA
ARAHAN TATA RUANG
REGIONAL
SKALA KAWASAN JARINGAN JALAN PRIMER
YANG DIHUBUNGKAN
KOTA/KABUPATEN
24
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
25
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Tabel 8: Ketentuan Standar Tentang Klasifikasi dan Spesifikasi Bagian-bagian Jalan Raya
26
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
27
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
28
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
29
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
30
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
31
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
32
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
33
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
34
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
a. Lebar ROW; di dalam standar jalan Indonesia menetapkan ROW jalan minimal
30 meter untuk jalan bebas hambatan dan 25 meter untuk jalan raya. Trans Asia
menetapkan lebar ROW 50 meter untuk kelas jalan primer 4/2-D dan 40 meter
untuk jalan kelas I. Membandingkan perbedaan ROW jalan lebih berimplikasi
kepada perbedaan ruang bebas samping. ROW jalan yang lebih lebar akan
memberi ruang bebas samping yang lebih luas dibandingkan dengan ROW yang
lebih rendah. Mengikuti standar Trans Asia jelas akan meningkatkan tingkat
keselamatan, akan tetapi di sisi lain memiliki konsekuensi pendanaan untuk
pelebaran ROW jalan yang tidak kecil bila diterapkan untuk semua ruas jalan
yang menjadi bagian Trans Asia.
b. Vertical Clearance; tinggi ruang bebas jalan yang akan diterapkan untuk semua
ruas jalan nasional yang menjadi bagian Trans Asia harus mempertimbangkan
35
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
standar Trans Asia. Standar tinggi ruang bebas yang ditetapkan Trans Asia adalah
4,50 meter. Secara prinsip di dalam standar geometrik jalan Indonesia sebetulnya
sudah menetapkan 5,00 meter. Pertanyaannya apakah semua ruas jalan nasional,
kecuali jalan tol, sudah menerapkan standar yang sama ?
d. Lebar bahu jalan; lebar bahu masih menjadi persoalan bila mengikuti standar
Trans Asia, yang menstandarkan lebar bahu jalan untuk arteri primer 2,00-3,50
meter. Kondisi eksisting lebar bahu jalan nasional memperlihatkan sebagian masih
berada di bawah 2,00 meter baik untuk koridor AH-25 dan koridor AH-2. Oleh
karena itu tugas berat kedepan adalah bagaimana menyiapkan bahu yang standar
yang tentu saja memiliki konsekuensi pendanaan yang tidak kecil.
36
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
37
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
melibatkan sepeda motor, serta klasifikasi jalan, maka perlu untuk dipikirkan
pengembangan infrastruktur jalan sebagai berikut:
1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat
kepadatan tertentu dimana volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, sepeda
motor diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.
2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat
kepadatan lalu-lintas cukup tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi,
perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah
terbagi, dapat dikembangkan ”jalur lambat” yang sejajar dengan jalur utama,
dipisahkan oleh jalur pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur
dengan kendaraan lambat lainnya.
3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat
kepadatan tertentu dan volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan
pemisahan sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-4. Pemisahan tersebut
dapat dilakukan dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk
jalan sepeda motor dan kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan
raya sesuai butir 1) atau butir 2) di atas.
4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak
efisien jika digabungkan dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu
dipikirkan kedepan bagaimana pengembangan Jalur Khusus Sepeda Motor
(JKSM) yang merupakan pengembangan dari jaringan jalan yang ada.
38
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat
kepadatan tertentu dimana volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, sepeda
motor diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.
2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat
kepadatan lalu-lintas cukup tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi,
perlu dilakukan pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah
terbagi, dapat dikembangkan ”jalur lambat” yang sejajar dengan jalur utama,
dipisahkan oleh jalur pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur
dengan kendaraan lambat lainnya.
3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat
kepadatan tertentu dan volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan
pemisahan sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-4. Pemisahan tersebut
dapat dilakukan dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk
jalan sepeda motor dan kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan
raya sesuai butir 1) atau butir 2) di atas.
4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak
efisien jika digabungkan dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu
dipikirkan kedepan bagaimana pengembangan Jalur Khusus Sepeda Motor
(JKSM) yang merupakan pengembangan dari jaringan jalan yang ada.
Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan
tersebut, dapat mengacu kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur
dalam PP 34/2006. PP tersebut mengatur bahwa untuk jalan arteri dalam sistem
primer, kecepatan rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam sistem
sekunder minimum 30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan
dibatasi tidak melebihi kecepatan rencana jalan tersebut.
39
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
40
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Keselamatan lalu lintas menjadi tema sentral yang makin penting di tengah
masih banyaknya kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Sebagian besar
kecelakaan terjadi di daerah perkotaan karena volume lalu lintas yang tinggi,
disiplin pengemudi yang kurang, kondisi emosi pengemudi yang sedang tergesa –
gesa untuk mencapai tujuan, dan sebab – sebab lainnya. Kecelakaan
mengakibatkan kerugian tidak saja bagi korban, namun juga bagi keluarga korban,
lebih – lebih jika korban adalah satu – satunya penanggung ekonomi keluarga.
41
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
42
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
43
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
44
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Accident rate per-mile adalah angka kecelakaan per-mil dari suatu ruas
jalan tertentu. Kecelakaan berbahaya diekspresikan sebagai jumlah kecelakaan dari
semua tipe per-mil dari setiap jalan. Untuk kasus di Indonesia diilustrasikan per-
km dari ruas jalan yang ditinjau, dirumuskan :
R = A / L …………………………………………………………. (12.1)
Dengan :
R = Angka kecelakaan/km/tahun
A = Jumlah kecelakaan selama periode pengamatan (kecelakaan/tahun)
L = Panjang jalan yang ditinjau (km)
2. Accident rate based on vehicle-mile
Accident rate based on vehicle-mile adalah bahaya lalu lintas diekspresikan
sebagai jumlah kecelakaan per 100 juta kendaraan-mil perjalanan. Angka
kendaraan-mil diekspresikan dalam bagian kematian, luka-luka atau kecelakaan
total per 100 juta kendaraan per-mile. Untuk kasus di Indonesia diilustrasikan per-
km dari ruas jalan yang ditinjau, dirumuskan :
R = ( C x 100.000.000 ) / V ……………………….……………….. (12.2)
Dengan :
R = Angka kecelakaan per-100 juta kendaraan-km-tahun
C= Jumlah kecelakaan selama waktu pengamatan (kematian atau luka-luka/
kecelakaan total per tahun)
V = Volume kendaraan selama waktu pengamatan (kendaraan-km)
3. Angka korban kecelakaan
Angka korban kecelakaan adalah angka kecelakaan, menggambarkan
kecelakaan parah yang menyebabkan timbulnya korban dari kecelakaan yang
terjadi.
4. Severity index
Severity index adalah indeks kefatalan atau keparahan kecelakaan,
menggambarkan tingkat kekerasan relatif yang didefinisikan sebagai jumlah
kefatalan tiap kecelakaan. Indeks keparahan dapat dinyatakan dalam persen,
dirumuskan :
S I = ( F / A ) x 100% ……………………………………………… (12.3)
45
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Dengan :
S I = Indeks kefatalan (%)
F = Jumlah kecelakaan fatal (kecelakaan fatal per tahun)
A = Jumlah total kecelakaan pada ruas jalan (total kecelakaan per tahun)
Hal ini perlu dipahami bahwa, indeks kefatalan hanya menggambarkan
perbadingan kecelakaan fatal terhadap total kecelakaan yang terjadi. Ruas jalan
yang mempunyai kecelakaan fatal banyak dapat mempunyai indeks kefatalan yang
rendah hanya karena jumlah kecelakaan yang terjadi tinggi.
Rekayasa & Manajemen Lalu lintas, Teori dan Aplikasi 12 . 6
5. Angka kecelakaan
Angka kecelakaan berdasarkan tingkat kecelakaan, pada metode perhitungan bobot
atas tingkat kecelakaan (accident severity) dengan menerapkan angka Equivalent
Property Damage Only Accident (EPDO). EPDO adalah nilai ekivalen dari tiap-
tiap kejadian kecelakaan terhadap nilai titik yang mengakibatkan kerusakan saja
(Damage Only). Kecelakaan fatal ekivalen dengan 12 kali nilai setiap kecelakaan
yang hanya mengakibatkan kerusakan saja (DO), luka berat ekivalen dengan 6 kali
DO dan kecelakaan ringan ekivalen dengan 3 kali DO.
BAB III
KAJIAN TEORI
3.1 Jaringan Jalan Raya
46
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
47
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Hal ini antara lain tercermin dari lebar jalan yang relatif sempit dan 75 % di
antaranya adalah jalan lokal. Jaringan jalan yang berpola kisi-kisi (grideron
pattern) dan memiliki banyak persimpangan sengaja dirancang untuk melayani
daerah hunian (residential area). Seiring dengan perjalanan waktu, Bandung
berkembang menjadi kota yang padat yang ramai. Kota yang dulunya hanya seluas
8.098 ha ini terus mengalami pemekaran. Berdasarkan Surat Jawaban Mendagri
kepada Gubernur Jawa Barat No. 153/313/POUD tanggal 22 Januari 1985, luas
Kodya Bandung membengkak menjadi 17.000 ha. Di lahan seluas itu, kini Kodya
Bandung diperkirakan dihuni oleh sekitar 2,5 juta penduduk.
Membengkaknya jumlah penduduk Bandung dengan tingkat pertumbuhan
yang menurut Bappeda sekitar 10% per tahun, selain karena pertumbuhan alami
juga karena tingginya tingkat urbanisasi. Ini tak lepas dari perkembangan Bandung
sendiri. Kota yang sempat dijuluki "Intelligent City" berkat kecerdikan
rancangannya ini, telah berkembang menjadi kota "serba" yang memiliki banyak
fungsi, mulai dari pusat pemerintahan daerah, pendidikan, industri, perdagangan,
hingga pariwisata. Realitas ini menjadi daya tarik yang kuat bagi para migran,
bukan saja mereka yang berasal dari Jawa Barat atau Pulau Jawa saja, tetapi juga
mereka yang datang dari berbagai penjuru tanah air.
Perkembangan Bandung yang begitu pesat ternyata tidak diimbangi oleh
pertumbuhan kelengkapan kota. Kuantitas jalan relatif tidak berubah. Jaringannya
pun masih tetap berpola kisi-kisi, sebuah pola yang tentunya kurang mendukung
lagi untuk kondisi Bandung sekarang. Akibatnya bisa ditebak, kini semakin sulit
melakukan perjalanan yang lancar dan nyaman di Kota Bandung. Kemacetan siap
menghadang para pengguna jalan. Jika sebelumnya kemacetan terbatas di pusat
kota dan hanya pada jam-jam sibuk, kini keadaan serupa menyebar ke berbagai
ruas jalan dan kerap tidak mengenal waktu.
Daerah Bundaran Cibiru di batas timur kota adalah contoh daerah langganan
macet. Antrian kendaraan di daerah ini masih harus disambung di sepanjang ruas
Jalan Raya Ujungberung. Keadaan hampir tak jauh berbeda dialami para pemakai
jalan yang menuju Kota Bandung, baik yang dari arah utara (Jl. Setiabudhi),
48
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
selatan (Jl. Kopo, Dayeuhkolot, dan Buahbatu), maupun dari barat (Jl. Jend.
Sudirman).
49
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
banyak ruas jalan di Kota Bandung yang hanya beroperasi 30-40% dari
kapasitasnya. Kondisi ini, menurutnya, disebabkan karena banyaknya parkir di
badan jalan (on street parking) serta banyaknya pejalan kaki yang berjalan di badan
jalan. Selain itu, idealnya, kata Prof. Ir. Ofyar Z. Tamin, M.Sc., Eng., dari
Departemen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), 10% s.d. 30% wilayah
kota harus dialokasikan untuk pergerakan kendaraan. Sementara itu, di Kota
Bandung, hanya 2% s.d. 3% wilayahnya yang dimanfaatkan untuk fasilitas jalan.
Data lain menyebutkan 4% dari total luas wilayah.
Sarana jalan yang ada itu pun sebagian besar tidak digunakan secara maksimal
untuk pergerakan kendaraan. Ada yang digunakan untuk lahan perpakiran, pasar
tumpah, serta pedagang kaki lima. Hal ini makin memperkecil lahan jalan yang
memang sudah kecil. Jadi tidak aneh jika Bandung macet, terutama jika akhir
pekan ketika banyak orang Jakarta berlibur ke Kota Bandung.
Macet ini bukan melulu soal terlambat. Akan tetapi, juga soal pemborosan
yang sangat menghina bangsa yang tengah dililit utang ini. Hasil penelitian
menyebutkan, kecepatan rata-rata perjalanan menuju pusat Kota Bandung dari
daerah pinggiran (suburban) hanya sekira 20 km/jam. Jika kecepatan rata-rata ideal
di jaringan jalan perkotaan adalah 30 km/jam, inefiensi waktu perjalanan akibat
kemacetan di Bandung sekira 33% dari total waktu perjalanan semestinya. Dengan
asumsi bahwa nilai waktu penduduk di Kota Bandung adalah Rp 5.000,00/jam dan
jumlah pelaku perjalanan pada waktu jam sibuk sekitar 150.000 orang/perjalanan,
maka terjadi pemborosan waktu sebesar Rp 247,6 juta per jam puncak atau sama
dengan Rp 1.780.000.000,00/hari, lebih dari Rp 0,5 triliun/tahun. Bayangkan,
semua itu hanya terjadi di Kota Bandung! Secara sederhana, bila panjang sebuah
kendaraan diasumsikan 2 meter, dan bila semua kendaraan itu diantrikan di jalan
raya, panjangnya akan mencapai 1.177.280 m atau 1.177,28 km. Padahal, panjang
jalan yang ada cuma 1.071 km (tahun 2005-2006). Jadi, walau jalannya mulus dan
tanpa gangguan apapun, kemacetan tetap akan terjadi. Hitung-hitungan dan akal-
akalan seperti itu jelas terlampau naif.
Eksisting jaringan jalan di Kota Bandung semakin hari memang makin terasa
tidak kondusif. Apalagi, dalam lima belas tahun terakhir ini (sebelum krisis
50
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
51
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
52
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
40 cm. Ini sangat berbahaya. Atau bagi pembalap ugal-ugalan, ini merupakan trek
yang menggiurkan?
Disamping itu perlu ada pengawasan khusus dalam hal ini, karena jalan
yang baik akan meminimalisir jatuhnya korban kecelakaan. Berdasarkan kajian
teori d iatas ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
Program keselamatan
1. Mempengaruhi pengguna jalan
Sebagian besar kejadian kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena faktor
manusia, sehingga langkah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam berlalu lintas, khususnya pengguna sistem lalu lintas dapat dilakukan
melalui:
Pendidikan
Pendidikan mulai berlalu lintas sejak seorang anak masuk sekolah
taman kanak-kanak
Penyuluhan melalui media masa
Perbaikan peraturan perundangan
Tata cara mengemudi
Penegakan hukum
2. Peningkatan keselamatan kendaraan
Teknologi kendaraan bermotor senantiasa ditingkatkan oleh industri
kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan para penggunanya
seperti:
A. Teknologi keselamatan aktif
Sistem rem anti-macet (ABS)
Sistem kontrol traksi (TCS)
Sistem kontrol rem elektronik (EBD)
Sistem pembantu penglihatan malam hari (Night Vision)
Sistem peringatan jarak antar kendaraan
B. Teknologi keselamatan pasif
Kabin dengan rigiditas tinggi
Kantong udara
53
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
54
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
[sunting]Asuransi
Santunan kepada korban
Pertanggungan kerugian material
6. Ilmu pengetahuan/riset yang berhubungan
Biomekanik cedera / tubrukan
Analisis kecelakaan
Analisis tingkah laku pengemudi
55
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Klasifikasi dan spesifikasi suatu jalan raya dapat ditetapkan jika terdapat
kesesuaian antara kepadatan lalu lintas. Klasifikasi dan spesifikasi tersebut sangat
berguna dan dapat memberikan kejelasan mengenai tingkat kepadatan lalu lintas
yang perlu dilayani oleh setiap bagian-bagian jalan. Klasifikasi dan spesifikasi
jalan raya dapat dibedakan menurut fungsi pelayanannya, menurut kelas jalan,
menurut keadaan topografi, penggolongan layanan administrasi dan menurut
jenis-jenis jalan raya.
3.2 Saran
56
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
DAFTAR PUSTAKA
57
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
Daftar Isi
58
Perencanaan Geometrik Jalan
Kajian Klasifikasi Jalan Raya
Annisa Candra Wulan (1102467)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah segala puji dan syukur atas Allah SWT ,atas izinnya tugas kajian
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya dengan baik. Salawat serta salam untuk
pemimpin dunia Nabi Muhammad SAW.
Kajian ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Perencanaan Geometrik Jalan pada program strata-1 (S1) Teknik Sipil Universitas
Pendidikan Indonesia. Laporan ini mengulas tentang “Klasifikasi Jalan, Kendaraan, dan
Keselamatan Lalu Lintas”. Selama penyusunan kajian ini penulis mendapat banyak
bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih setulusnya kepada pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini :
1. Kepada Drs. Supratman Agus, MT. selaku dosen Mata Kuliah Perencanaan
Geometrik Jalan yang telah memberikan materi perkuliahan.
59