Bagian 1 Baja
Bagian 2 Beton
Bagian 3 Kayu
Disusun oleh:
Kelompok 24
Jihan Asy Syifa 15017087
Pramudya Tri Nanda 15017093
Abdurrahman Hanif 15017107
Kevin Andika Hartono 15017110
Sophia Crestotes Sharon 15017120
Asisten:
Ayu Marsya 15015039
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Laporan Praktikum
SI – 2101 Rekayasa Bahan dan Konstruksi Sipil tepat waktu. Makalah ini disusun
dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah Rekayasa Bahan dan Konstruksi Sipil
tahun ajaran 2017/2018 di Institut Teknologi Bandung.
Dalam pengerjaan laporan praktikum ini, penulis mengalami berbagai kendala,
baik dalam masalah waktu pengerjaan yang terbatas, penguasaan materi yang belum
sempurna, maupun koordinasi antarpenulis. Namun, dengan dukungan dan bantuan
berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat waktu.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada
hingganya kepada :
1. Ir. R. Muslinang Moestopo, MSEM, Ph.D. selaku dosen mata kuliah
Rekayasa Bahan dan Konstruksi Sipil yang telah memberikan materi
mengenai mata kuliah tersebut dengan baik.
2. Pramudya Tri Nanda (15017093), selaku koordinator asisten dan Ayu
Marysa (15015039), selaku asisten praktikum mata kuliah Rekayasa Bahan
dan Konstruksi Sipil yang dengan sabar membimbing kami selama
berjalannya praktikum dan asistensi.
3. Orang tua dan keluarga penulis, yang selalu mendukung dan memotivasi
penulis agar dapat menyelesaikan makalah.
4. Teman-teman penulis dan semua orang yang selalu memberikan sedikit
banyak kontribusi dalam penulisan makalah ini, serta selalu memberikan
semangat yang tiada habis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua orang.
Bandung, 13 November 2018
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
BAJA
BAB I
PENDAHULUAN
Persiapan Alat
Mengecek semua alat dan melakukan kalibrasi
↓
Memasang benda uji ke UTM dan pemasangan alat ukur
Pelaksanaan Pengujian
Menarik baja dengan pertambahan beban sampai benda putus
↓
Mengamati besarnya perpanjangan yg terjadi setiap penambahan beban
↓
Mengamati secara visual perilaku benda uji
↓
Mengukur diameter penampang daerah putus
↓
Mengukur panjang akhir benda uji
Laporan
1.4 Teori Dasar
Baja adalah campuran besi, karbon, dan unsur-unsur lainya seperti aluminium,
kromium, dan nikel. Baja adalah salah satu logam yang banyak diproduksi karena
biaya pembuatan baja yang relatif tidak mahal, banyaknya cadangan besi yang
terdapat di lapisan bumi, dan mudah dibentuk. Namun baja memiliki kelemahan,
salah satunya yaitu baja mudah mengalami korosi.
Salah satu jenis baja yang sering digunakan adalah baja karbon. Baja karbon
memilki salah satu kandungan utama yaitu karbon. Karbon digunakan sebagai
indikator ductile atau tidaknya baja tersebut. Semakin banyak unsur karbon yang
ditambahkan, maka baja karbon semakin tidak ductile atau getas dan semakin kuat.
Sifat ductile sendiri adalah sifat kemampuan baja untuk menahan deformasi akibat
adanya gaya atau tegangan dari luar. Jika suatu baja memiliki ductility yang rendah,
maka baja tersebut mampu menahan tegangan yang besar, tapi tidak mampu menahan
deformasi yang besar juga. Artinya, jika baja tersebut sudah melewati titik leleh
untuk berdeformasi, maka baja tersebut langsung putus. Jika suatu baja memiliki
ductility yang tinggi, maka baja tersebut tidak mampu menerima tegangan yang besar,
namun mampu berdeformasi lebih panjang. Artinya ketika sudah melewati titik
lelehnya, baja tersebut tidak langsung putus, melainkan akan melar terlebih dahulu.
Jika baja karbon memiliki kandungan karbon yang beratnya kurang dari 0.25%
berat total, maka baja karbon ini disebut Low Carbon Steel, yang artinya memiliki
kandungan karbon yang rendah. Sifat baja ini yaitu lunak karena rendahnya
kandungan karbonnya yang rendah. Baja jenis ini banayk digunakan sebagai elemen
struktur.
Jenis baja karbon yang ke dua adalah Medium Carbon Steel. Baja jenis ini
memiliki kandungan karbon 0.25% – 0.60% dari kandungan baja total. Baja jenis ini
lebih kuat dari Low Carbon Steel karena memiliki kandungan karbon yang lebih
banyak.
Jenis baja karbon yang ke tiga adalah High Carbon Steel. Baja jenis ini
memiliki kandungan karbon 0.60% – 1.40% dari kandungan total. Baja jenis ini
sangat kuat karena memiliki kandunga karbon yang tinggi. Baja ini juga memiliki
ductility yang rendah, sehingga baja ini mampu menahan tegangan yang besar, namun
akan langsung putus jika deformasinya sudah melewati titik lelehnya. Baja jenis ini
biasanya digunakan sebagai bahan pembuat alat pemotong (pisau, gergaji, dan
sebagainya).
Proses pembuatan baja struktur secara singkat dibagi dalam tiga tahap. Tahap
pertama yaitu proses pemurnian bijih besi menjadi besi (Fe), tahap kedua yaitu
mencampurkan unsur-unsur pembentuk baja yang dilakukan di dalam tungku terbuka,
dan tahap yang terakhir yaitu proses fabrikasi dan pembentukan baja struktur.
Baja memiliki properti mekanis, contohnya yaitu modulus elastisitas dan
poisson’s ratio. Modulus elastisitas baja struktur adalah sebesar 200.000 MPa dan
memiliki poisson’s ratio sebesar 0,30. Properti mekanis baja dapat berubah jika baja
memiliki suhu mencapai 93oC (200oF). Akibat peningkatan suhu, terjadi penurunan
nilai properti mekanis baja yaitu modulus elastisitas, tegangan leleh, dan kuat
tariknya.
BAB II
HASIL PENGUJIAN
500
Baja 400
7,606 58,8 4 300
polos
200
100
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Deformasi (cm)
Grafik Tegangan vs Deformasi
350
300
Tegangan (MPa)
250
Baja 200
7,580 40,3 3,2 150
polos
100
50
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Deformasi (cm)
400
Baja 300
10,043 40,3 4,5
polos 200
100
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Deformasi (cm)
300
250
Baja 200
Tegangan (Mpa)
polos 150
600
500
Tegangan (MPa)
Baja 400
9,610 59,9 3,8 300
ulir
200
100
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Deformasi (cm)
400
Baja 300
9,664 39,5 3,3
ulir 200
100
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Deformasi (cm)
500
Baja 400
12,6 40 3,8 300
ulir
200
100
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Deformasi (cm)
Grafik Tegangan vs Deformasi
700
600
Tegangan (MPa)
500
Baja 400
15,693 40,3 4 300
ulir
200
100
0
0 1 2 3 4 5 6
Deformasi (cm)
250
150
100
50
0
0 0 0 0 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Regangan
Modulus elastisitas baja yang diperoleh dari grafik diatas yaitu sebesar 197517
MPa yang merupakan gradien dari kurva tegangan-regangan. Secara teoretis, nilai
modulus elastisitas baja sebesar 200000 MPa, sehingga terdapat perbedaan hasil
pengujian dengan teori yang sebenarnya. Perbedaan modulus elastisitas tersebut dapat
disebabkan oleh bahan homogenitas baja yang tidak sama, slip yang terjadi pada saat
penarikan baja ulir maupun polos, faktor dimensi dan campuran material (secara
kimiawi) yang berbeda dari setiap baja yang digunakan, tetapi secara teoretis nilai
modulus elastisitas setiap baja sama.
Grafik yang ditampilkan di subbab sebelumnya merupakan grafik tegangan vs
regangan yang apabila diregresikan akan memunculkan sebuah garis lurus dengan
sudut tertentu terhadap sumbu x positif. Nilai gradien garis tersebut merupakan
modulus young yang dimiliki oleh baja, yaitu senilai dengan 197500MPa. Dapat
dilihat bahwa nilai modulus elastistas hanya dipenagruhi oleh besar tegangan dan
regangan saja. Diameter, panjang suatu baja tidak mempengaruhi modulus
elastisitas,hanya susunan komposisi dan homogenitas dari susunan bahanlah yang
mempengaruhi modulus elastistas suatu baja.
500
Tegangan (MPa)
400
300
200
100
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16
Regangan
8 mm 10 mm 12 mm
Diameter Baja
Tegangan vs Regangan Baja Ulir berbagai Diameter
Ulir
700
600
500
Tegangan (MPa)
400
300
200
100
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14
Regangan
10 mm 13 mm 16 mm
PanjangAwal
Tegangan vs Regangan Baja Polos berbagai Panjang
Baja Polos Awal
700
600
Tegangan (MPa)
500
400
300
200
100
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08
Regangan
40 cm 59 cm
Panjang Awal
Tegangan vs Regangan Baja Ulir berbagai Panjang Awal
Baja Ulir
700
600
Tegangan (MPa)
500
400
300
200
100
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
Regangan
40 cm 60 cm
Jenis Baja
Tegangan vs Regangan berbagai Jenis Baja
(Polos dan
600
Ulir) dengan
500
Panjang dan
Tegangan (MPa)
400
Diameter 300
Sama 200
100
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Regangan
Polos Ulir
1. Modulus elastisitas baja yang diuji berbeda-beda dikarenakan tiap baja memiliki
kandungan mikroskopis (seperti karbon) yang berbeda-beda.
2. Baja ulir merupakan baja mutu tinggi yang cenderung lebih kuat (titik leleh lebih
besar) dari baja polos, tetapi baja polos yang merupakan baja mutu rendah
memiliki daktilitas lebih tinggi dari baja ulir.
3. Perpanjangan baja disajikan di tabel berikut:
Tegangan Tegangan
Jenis baja
Leleh (MPa) Maksimum (MPa)
Polos (diameter 8 mm) 377,66433 593,4395281
Polos (diameter 8 mm) 206,2275205 317,4818408
Polos (diameter 10 mm) 358,762989 507,2166397
Polos (diameter 12 mm) 350,4499663 543,1974477
Ulir (diameter 10 mm) 413,8862974 572,5427114
Ulir (diameter 10 mm) 381,545850 531,438862
Ulir (diameter 13 mm) 432,2928363 616,9997754
Ulir (diameter 16 mm) 418,536752 591,024626
BETON
BAB I
PENDAHULUAN
KESIMPULAN
BAB II
PEMERIKSAAN MATERIAL PEMBENTUK BETON
Sifat Fisik N C F
Kehalusan:
34 34 34
% tertahan ayakan no. 325 (max)
Pozzolan aktivitas indeks dengan PC
75 75 75
pada 28 hari (% min)
Kebutuhan air maks
115 105 105
% dari control
Sifat Kimia N C F
SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 (% min) 70 50 70
SO3 (% maks) 4 5 5
Na2O (% maks) 1,5 1,5 1,5
Kadar kelembaban (% maks) 3 3 3
Loss ignition (% maks) 10 6 12
2. Slag
Slag merupakan bahan sisa dari pengecoran besi (piq iron), dimana
prosesnya memakai dapur (furnance) yang bahan bakarnya dari udara
yang ditiupkan (blast). Pada peleburan baja, biji besi atau besi bekas
dicairkan dengan kombinasi batu gamping, delomite atau kapur,
pembuatan baja dimulai dari dengan menghilangkan ion-ion pengotor
baja, diantaranya alumonium, silicon dan phosphor. Untuk
menghilangkan ion-ion pengotor tersebut, diperlukan kalsium yang
terdapat pada batu kapur. Faktor-faktor untuk menentukan sifat
penyemenan (cementious) dalam slag adalah komposisi kimia,
konsentrasi alkali dan reaksi terhadap sistem, kandungan kaca dalam
slag, kehalusan dan temperatur yang ditimbulkan selama proses hidrasi
berlangsung.
Campuran kalsium, alumonium, silicon dan phosphor membentuk
(slag) yang bereaksi pada temperatur 1600º C dan membentuk cairan,
bila cairan ini didinginkan maka akan terjadi kristal, dapat digunakan
sabagai campuran semen dan dapat juga sebagai pengganti agregat.
ASTM (1995,494) Slag adalah produk non-metal yang merupahkan
matrial berbentuk halus sampai balok-balok besar, dari hasil
pembakaran yang didinginkan. Keuntungan penggunaan limbah padat
(slag) dalam campuran beton adalah sebagai berikut:
a. Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecenderungan
melambatnya kenaikan kekuatan tekan
b. Menaikkan rasio antara kelenturan dan kuat tekan beton
c. Mengurangi variasi kekuatan tekan beton
d. Mempertinggi ketahanan terhadap sulfat dalam air laut
e. Mengurangi serangan alkali-silika
f. Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu
g. Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada
beton
h. Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume
i. Mengurangi porositas dan serangan klorida
3. Fly Ash (Abu terbang)
Fly ash atau bottom ash adalah istilah umum untuk abu terbang
yang ringan dan abu relatif berat yang timbul dari suatu proses
pembakaran suatu bahan yang lazimnya menghasilkan abu. Fly ash
atau bottom ash dalam konteks ini adalah abu yang dihasilkan untuk
pembakaran batu bara. Abu terbang (fly ash) umumnya diperoleh dari
sisa pembakaran Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau sisa
pembakaran dari boiler kayu yang menggunakan batu bara sebagai
sumber energi. Sisa pembakaran berupa partikel halus dan berkisar
75% – 90% limbah batu bara akan keluar melalui cerobong asap, serta
hanya tersisa sebagian kecil di tungku api. Limbah batu bara sebelum
keluar ditangkap dengan electrostatic precipitator sehingga limbah
batu bara berupa butiran padat.
Komponen utama pada kandungan abu terbang adalah Oksida
Silika (SiO2). Abu terbang jika digunakan sebagai pozzolan dapat
dibedakan menjadi dua kelas, yaitu kelas C dan kelas F seperti tertera
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.5. Tabel Spesifikasi Abu Terbang Sebagai Pozzolan
Komposisi Kimia Kelas C (%) Kelas F (%)
Total SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 Min 50 Min 50
Sulfur Trioksida (SO3) Max 3 Max 5
Kadar air Min 3 Min 3
Hilang pijar Max 6 Max 12
4. Abu Sekam
Abu sekam adalah limbah dari tanaman padi, yang pada saat ini
limbah padi kurang dimanfaatkan untuk hal-hal yang penting. Padahal
didalam sekam padi ini terdapat unsur SiO 2 yang dengan mengatur
pembakaran tertentu akan diperoleh silika yang reaktif yang dapat
dipergunakan untuk sesuatu yang lebih penting. Pembakaran sekam
pada proses pembuatan batu bata mencapai suhu 600oC – 700°C. Pada
suhu tersebut akan dihasilkan SiO2 yang reaktif, yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pozzolan buatan. Sebagaimana kita
ketahui silika reaktif dapat bereaksi dengan kapur padam membentuk
kalsium silikat hidrat, dimana akan mengakibatkan ketahanan kimia
dari beton bertambah besar karena berkurangnya kapur.
5. Silica Fume
Silica fume adalah hasil produksi sampingan dari pemurnian silika
dengan batu bara di tanur listrik tinggi dalam pembuatan campuran
silikon atau ferro silikon (ACI 234R-96). Silica fume mengandung
kadar SiO2 yang tinggi dan merupakan bahan yang sangat halus,
bentuk bulat dan berdiameter yang sangat kecil sekali yaitu 1/100 kali
diameter semen (ACI, Committee, 1986 dan Modul Silica). Silica
fume dalam jumlah tertentu dapat menggantikan jumlah semen, selain
itu karena silica fume mempunyai diameter sangat kecil, maka silica
fume dapat juga berperan sebagai pengisi diantara partikel-partikel
semen.
Silica fume dalam jumlah tertentu dapat menggantikan jumlah
semen, selain itu karena silica fume mempunyai diameter sangat kecil,
maka silica fume dapat juga berperan sebagai pengisi diantara pertikel-
partikel semen. Dengan adanya silica fume ini distribusi porositas
beton menjadi lebih kecil karena peran silica fume disini selain sebagai
penanggulangan terhadap serangan sulfat juga sebagai pengisi rongga-
rongga partikel semen dan agregat sehingga dapat menambah
kekedapan dan keawetan beton. Beberapa keuntungan digunakannya
silica fume sebagai bahan tambah yaitu:
a. Mengurangi bleeding dan segregasi
b. Memperoleh panas hidrasi
c. Memperkecil nilai slump
d. Memperendah nilai permeabilitas beton dan meningkatkan
keawetan beton
d. Bahan Tambahan Lainnya (Miscellanous Admixture)
Yang termasuk kategori bahan tambahan ini ialah semua bahan
tambahan yang tidak termasuk kategori diatas, seperti:
1. Polymer
Kini polimer digunakan sebagai admixture, yaitu apabila
dibutuhkan beton yang tahan terhadap pengausan umpama lantai
beton. Biasanya digunakan polyvinyl acetate (PVA). Jenis ini banyak
sekali digunakan walaupun efeknya sukar ditentukan.
2. Pigmen
Pigmen dalam bentuk tepung berguna dalam mortar dan beton
sebagai bahan alam dari sintesis agar menghasilkan warna yang baik
yang tidak mempengaruhi sifat mekanik dan fisik beton. Pigmen yang
digunakan dalam beton harus sesuai dengan BS 1014, bahan dasarnya
dari karbon hitam, merah, kuning, coklat dan biji besi hitam oksida,
black magnesium oxide, blue cobalt oxide, dan green chromium oxide.
Sampai 10% pigmen dari berat ditambahkan, tergantung warna
beton yang diharapkan. Beton dan mortar yang diberi pigmen
mempunyai sifat yang hampir sama dengan beton dan mortar tanpa
pigmen, kecuali karbon hitam, yang mungkin mengakibatkan turunnya
kekatan tekan pada umur awal.
3. Bahan Pencegah Karatan
Penambahan klorida pada adukan beton menambah resiko
berkaratnya tulangan dalam beton. Apabila baja tulangan itu
ditempatkan dalam lingkungan dengan nilai pH = 10 – 12. yaitu biasa
kita jumpai jika tulangan tertanam dalam beton, maka tidak ada bahaya
korosi. Akan tetapi penambahan sejumlah kecil chlorida akan
menurunkan pH dari beton sehingga timbullah lingkungan baru yang
sangat korosif.
Bahaya korosi dapat dikurangi dengan menggunakan bahan
tambahan lain yang dibutuhkan bersama dengan calsium chlorida.
Natrium benzonat dan natrium nitrat membentuk lapisan protektif pada
baja tulangan sehingga dengan demikian baja tulangan itu dapat
terhindar dari korosi.
Sebanyak 5 % natrium nitrat dapat digunakan dalam kombinasi
dengan natrium benzonat. Hampir semua “corrosion inhibitor” adalah
bahan penghambat, oleh karena itu penggunaannya harus dalam
kombinasi dengan calsium chlorida.
4. Bahan Tambahan yang Dapat Mengembang
Bilamana expander bereaksi dengan semen, maka akan terjadi gas
(biasanya hidrogen) yang menyebabkan beton itu bertambah
volumenya. Dengan menambah kadar expander dalam beton, maka
terbentuklah apa yang dinaamakan aerated concrete (lightweight
concrete). Expanders biasanya digunakan sebagai bahan tambahan
untuk keperluan injeksi atau grouting agar semua lekuk-lekuk serta
celah-celah dalam ruangan dapat terisi penuh.
Expanders yang ada di pasaran, biasanya campuran dari bermacam
bahan tambahan seperti expanders, water reducer, dan bahan
penghambat (retarder). Expanders dipakai dalam pelaksanaan
pembetonan yang menggunakan cara penempatan agregat terlebih
dahulu dan baru kemudian grout itu dimasukkan kedalamnya.
5. Bahan Tambahan untuk Perekat (Bonding Admixture)
Bonding admixture (bahan tambahan perekat) adalah bahan
emulsion polimer organis (organic polymer emulsion), digunakn untuk
menambah sifat melekatnya antara beton dan mortar. Bahan pokok
dari bonding admixture adalah polyvinil acetate (PVA), styrene
butadiene (SBR) dan acrylic. Biasanya, emulsion synthetic lebih baik
dari karet alam (natural ruber atau latex coumpound).
PVA (bonding admixture) sangat sensitif terhadap kelembaban
sehingga kekuatan lekatan akan rusak oleh kondisi lembap. Styrene
butadiene dan acrylic emulsion tidak begitu sensitif terhadap kondisi
udara (moisture) tetapi lebih mahal. PVA emulsion merupakan bahan
yang mudah diserang sehingga kehilangan daya lekatnya (coating-
nya). Bahan tambahan bonding akan bermanfaat untuk patching dan
pekerjaan tambahan dimana penutup tepi diperlukan. Meningkatkan
kekuatan lekat, selain itu admixture bonding kemungkinan
memepengaruhi sifat-sifat berikut:
a. Menambah kekuatan tarik beton
b. Mengurangi penyusutan
c. Mengurangi modulus elastisitas
d. Mengurangi kekuatan tekan
6. Bahan-Bahan Tambahan Pembuat Beton Menjadi Kedap Air
Beton yang direncanakan dan kemudian dipadatkan dengan baik,
biasanya tahan terhadap air. Dalam hampir semua keadaaan,
ketidaktahanan beton terhadap air itu disebabkan oleh kekurangan atau
tidak sempurnanya struktur beton. Bahan-bahan tambahan yang dapat
menahan air (water replient additive) dapat menahan pengaruh
kekuatan-kekuatan kapiler, sehingga akan mencegah menjenuhnya
beton oleh air.
Bahan-bahan ini berupa bahan kimia yang tahan terhadap air,
seperti calsium stearat dan jenis-jenis sabun lainnya, emulsi-emulsi
minyak yang kesemuanya itu mengurangi absorbsi air dari sistem
kapiler.
7. Damp-proofing Admixture dan Integral Waterproff
Damp proofing admixture adalah bahan kimia untuk mengurangi
kehilangan kelembaban sehingga beton menjadi unsaturated (kering).
Bahan tersebut tidak mengurangi kekedapan dari beton dan tiak cocok
untuk ketahanan terhadap tekanan air. Material dasar dari damp
proofing admixture antara lain stearates, oleates, dan pitrolium
derivated.
Damp proofing admixture mengurangi daya resapan, kelembaban
kepori-pori beton dan menaikkan tingkat pemadatan air menjadi beton
kering. Bila dicampur dengan water reducer seperti lignosulphonate
memungkinkan damp proofing admixture akan lebih kedap.
100.00%
80.00%
Persen Lolos Kumulatif
percobaan
60.00% maks
minimum
40.00%
20.00%
0.00%
0 5 10 15 20 25 30
Ukuran Lubang Saringan (mm)
2.3.8 Kesimpulan
a. Persentase berat agregat yang lolos = 0%
b. Persentase berat agregat yang tertahan = 100%
c. Agregat kasar yang dipakai memiliki ukuran maksimum 30 mm, dan
tidak memiliki gradasi yang baik karena berada di luar grafik gradasi
maksimum dan minimum.
a+ b+c +d +e +f + g
Modulus Kehalusan ( Mf )=
100 %
Selain persentase tertahan kumulatif, juga dilakukan perhitungan persen
lolos kumulatif dengan rumus:
% lolos kumulatif ( 1 )=100 %−%Tertahan kumulatif 9,5 mm
%lolos kumulatif ( 2 )=%lolos kumulatif (1 )−%tertahan kumulatif 4,75 mm
%lolos kumulatif ( 3 ) =%lolos kumulatif ( 2 )−%tertahan kumulatif 2,36 mm
%lolos kumulatif ( 4 )=%lolos kumulatif ( 3 )−%tertahan kumulatif 1,18 mm
%lolos kumulatif ( 5 ) =%lolos kumulatif ( 4 )−%tertahan kumulatif 0,6 mm
%lolos kumulatif ( 6 )=%lolos kumulatif ( 5 )−%tertahan kumulatif 0,3 mm
%lolos kumulatif ( 7 ) =%lolos kumulatif ( 6 ) −%tertahan kumulatif 0,015 mm
dan seterusnya.
2.4.5 Laporan Hasil Pengamatan
Tabel 2.12. Hasil Percobaan Analisis Saringan Agregat Halus
100%
Persentase Lolos Kumulatif
80%
Percobaan
60% Maksimum
Minimum
40%
20%
0%
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Diameter Saringan (mm)
Dari
Gambar 2.2. Skala Warna Kadar Organik
hasil percobaan
dilakukan, didapatkan bahwa warna hasil percobaan lebih terang dibandingkan
dengan standar warna nomor 3 yang menandakan bahwa kadar organik pada
agregat halus yang diuji memiliki kandungan kadar organik yang rendah.
2.9.5. Analisis Data
Percobaan yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan kadar
organik dari agregat halus. Dari hasil eksperimen menujukkan bahwa kadar
organik pada agregat halus yang diuji ialah rendah. Perubahan warna terjadi
diakibatkan oleh reaksi yang terjadi antar zat organik dengan larutan NaOH 3%
yang menyebabkan terjadinya perubahan warna. Dari hasil yang telah didapat
menunjukkan agregat halus dari benda uji yang telah dicoba menunjukkan
standar yang baik jika digunakan. Suatu agregat halus jika memiliki kadar
organic yang rendah memiliki nilai positif pada mutu beton itu sendiri, hal ini
dikarenakan zat organik sangat merugikan pada kompisisi beton itu sendiri. Zat
organik akan menghalangi interaksi langsung antara agregat halus dengan
ikatan antar air dan semen sehingga sangat menurunkan kekuatan beton itu
sendiri. Untuk agregat halus yang memiliki kandungan bahan organik dengan
skala warna yang menunjukkan nomor 1 dan 2 maka agregat halus tersebut
tidak perlu dilakukan pecucian telebih dahulu. Pada agregat halus yang
menunjukkan skala warna 3 dan 4 maka perlu dilakukan pencucian terlebih
dalulu untuk mengurangi jumlah dari kadar organik pada agregat halus. Dan
terakhir jika terdapat hasil pengujian kadar agregat yang menunjukkan skala
warna nomor 5 maka agregat halus tersebut diupayakan untuk tidak digunakan,
sekali lagi dikarena akan menghambat reaksi antar komponen penyusun beton
yang akan mempengaruhi kualitas beton itu sendiri.
2.9.6. Kesimpulan
a. Dari hasil eksperimen menunjukkan warna pada agregat halus yang
telah diuji ialah skala 2 dari 5, hal ini membuktikan bahwa kadar
organik pada agregat halus tersebut adalah rendah.
b. Kadar organik yang rendah merupakan salah satu hal yang ingin
dicapai dalam komponen penysusun beton
c. Dengan kadar organik yang rendah maka komposisi penyusun beton
akan berinteraksi lebih kuat tanpa adanya zat pengganggu yang
menghalangi interaksi antara mortar dengan agregat penyusunnya.
d. Agregat hasil uji kadar organic menunjukkan skala warna nomor 2 hal
ini menunjukkan bahwa agregat tidak perlu dilakukan pencucian
terlebih dahulu
BAB III
RANCANGAN CAMPURAN BETON
Nilai kuat tekan beton yang digunakan pada tabel diatas adalah nilai kuat tekan
beton rata-rata yang dibutuhkan, yaitu:
fm = fc' + 1,64 Sd
Keterangan:
fm = nilai kuat tekan beton rata-rata
fc' = nilai kuat tekan karakteristik
Sd = standar deviasi (ada pada tabel)
Untuk range slump lainnya, volume agregat kasar dapat diperoleh dengan
mengalikan nilai tersebut dengan faktor koreksi
Keterangan:
M = massa agregat (kg)
ak = % penyerapan air
mk = % kadar air asli
Air (kg/m3)
Jenis Beton Slump (mm)
10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm 50 mm 75 mm
Tanpa 25 – 50 205 200 185 180 160 155 140
Penambahan 75 – 100 225 215 200 190 175 170 155
Udara 150 – 175 240 230 210 200 185 175 170
Udara yang 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3
tersekap (%)
Tabel 2. 22. Estimasi Kebutuhan Air Pencampur dan Kandungan Udara
Karena yang digunakan dalam percobaan kali ini menggunakan agregat kasar
sebesar 30 mm, maka kita bisa memperoleh nilai jumlah air untuk ditambahkan dan
kandungan udara yang tersekap dengan melakukan interpolasi.
Interpolasi rancangan air pada beton dapat dilakukan dengan perhitungan
sebagai berikut:
30−25 x−180
=
40−25 160−180
5 x−180
=
15 −20
X =173,333 kg/ m3
4. Menghitung nilsi kuat tekan beton yang direncanakan dan nilai perbandingan air
semen.
Dengan menggunakan beton K225 sehingga:
0,83 ( 225 ) (9,8)
fc' = 2
10
¿ 18,3015 MPa
Fm=fc '+1,64 Sd
¿(18,3015+1,64∗4) MPa
¿ 24,8615 MPa
Dengan interpolasi antara ukuran 25 mm dan 40 mm, didapat faktor koreksi sebesar
1,07. Volume agregat kasar:
0,5903 x 1,07=0,6316 m 3 per 1 m3 beton
Berat Agregar Kasar:
Berat agregat kasar merupakan hasil kali antara volume agregat kasar dengan
berat isi agregat kasar.
3 3 kg dm3
0,6316 m per 1 m beton x 1621,71 x 1000
dm 3 m3
= 1 024,306 kg per 1 m 3 beton
7. Estimasi kandungan agregat halus
Volume agregat halus dapat dicari dengan mengurangkan 1 dengan volume
subtotal (jumlah antara volume agregat kasar, volume semen, dan volume air)
Volume air (V a)
kandunganair 173,333 kg per 1 m 2 beton 3 3
V a= 3
= 3
=0,1733 m per 1 m beton
s gair x 1000 kg/m 1 x 1000 kg /m
Volume semen (V s )
kandungan semen 282,7157 kg per 1 m2 beton 3 3
V s= 3
= 3
=0,090 m per 1 m beton
s g semen x 1000 kg/m 3,15 x 1000 kg /m
Volume agregat kasar (V c )
kandungan agregat kasar 1024,306 kg per 1 m2 beton 3 3
V c= 3
= 3
=0,39m per 1 m beton
s g agregat kasar x 1000 kg/m 2,626 x 1000 kg /m
Subtotal volume
V st =V a +V s +V c =0,1733+0,090+0,39=0,6533 m3 per 1m3 beton
Δ M aggkasar =−78,09 kg /m 3
b. Koreksi pada Agregat Halus
Tambahan air pada agregat halus
'
M agghalus∗( %absorbs iagg halus−%kadar ai r agg halus )
M air =
100+%absorbs i agg halus
797,8∗( 6,16−19,94 )
M 'air =
100+ 6,16
M 'air =−103,568 kg /m3
Tambahan agregat halus
Δ M agg halus=M 'air∗S Gagg halus
Δ M agg halus=−103,568∗2,39 2
2.1.3 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum modul ini adalah:
a. Satu buah kayu basah
b. Satu buah kayu kering
2.1.4 Prosedur Pemeriksaan
a. Menimbang benda uji dengan timbangan yang sesuai dengan tingkat
ketelitian yang diinginkan.
b. Menempatkan benda uji dalam oven
c. Akhir proses pengeringan telah dicapai bila kehilangan berat dalam
pengukuran setiap 3 jam sekali adalah sama atau bila kehilangan berat
kurang dari dua kali kepekaan timbangan yang dipilih.
2.1.5 Metodologi Praktikum
Keterangan:
A = berat awal (gr)
B = berat kering oven (gr)
2.1.7.1 Kayu Basah
326 gr −260 gr
KA ( % )= x 100 % KA =25,38 %
260 gr
2.1.7.2 Kayu Kering
294 gr−260 gr
KA ( % )= x 100 % KA =13,08 %
260 gr
2.1.8 Analisis Data
Kadar air kayu basah yaitu sebesar 25,38% lebih besar dari kadar air pada
kayu kering yang memiliki persentase sebesar 13,08%. Pada kayu basah kadar
air lebih besar dari kayu kering. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya pori-
pori pada kayu basah yang terisi oleh air jika dibandingkan dengan kayu kering.
Kedua kayu memiliki berat yang sama setelah dikeringkan dengan oven, yaitu
260 gr. Penyebabnya adalah kedua kayu memiliki dimensi yang sama dan jenis
yang sama, sehingga dalam keadaan kering oven seluruh kadar air didalam
kayu menghilang dan massa kayu hanya dipengaruhi massa jenis dan volume.
2.1.9 Kesimpulan
a. Kadar air pada kayu basah: 25,38%
b. Kadar air pada kayu kering: 13,08%
c. Kayu basah memiliki kadar air lebih besar dari pada kayu kering.
2.2 Kuat Tekan
2.2.1 Tujuan Praktikum
Menentukan nilai kuat tekan kayu dari:
a. Uji Tekan Sejajar Serat pada Kayu Basah
b. Uji Tekan Tegak Lurus Serat pada Kayu Basah
c. Uji Tekan Sejajar Serat pada Kayu Kering
d. Uji Tekan Tegak Lurus Serat pada Kayu Kering
2.2.2 Peralatan
Alat yang digunakan pada praktikum modul ini adalah:
a. Mesin Uji
b. Alat ukur waktu
c. Alat ukur
d. Alat potong kayu
e. Alat penjepit baja
f. Alat ukur deformasi
g. Alat pengukur kadar air
2.2.3 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum modul ini adalah:
a. Dua buah kayu (benda uji) lembab, dengan ukuran (50 x 50 x 200) mm
untuk uji kuat tekan sejajar dan (50 x 50 x 150) mm untuk uji kuat
tekan tegak lurus dengan ketelitian 0,25 mm.
b. Dua buah kayu (benda uji) kering, dengan ukuran (50 x 50 x 200) mm
untuk uji kuat tekan sejajar dan (50 x 50 x 150) mm untuk uji kuat
tekan tegak lurus dengan ketelitian 0,25 mm.
Gambar 3.2. Benda Uji Kuat Tekan Tegak Lurus Arah Serat
b. Memberi kode pengujian, mengukur benda uji dan mencatatnya pada
lembar/formulir pengujian
c. Meletakkan benda uji secara sentris terhadap alat pembebanan
d. Memberi beban secara bertahap hingga mencapai beban maksimum P
(kecepatan pembebanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
di atas)
e. Menandai bentuk keretakan yang terjadi, mencatat data dan
menghitung nilai kuat tekannya berdasarkan besar beban maksimum
dan luas penampang.
2.2.5 Metodologi Praktikum
Ulangi
Benda uji diletakkan sentris terhadap alat pembebanan
dengan
benda uji
Beban diberikan secara bertahap sesuai ketentuan lainnya
tidak
Mencapai beban maksimum?
ya
Hentikan pembebanan, catat beban maksimum dan luas penampang tekan
laporan
2.2.9 Kesimpulan
a. Kuat Tekan Kayu Basah Sejajar Arah Serat
Fc = 60,2 MPa
b. Kuat Tekan Kayu Kering Sejajar Arah Serat
Fc = 44,58 MPa
c. Kuat Tekan Kayu Basah Tegak Lurus Arah Serat
Fc = 20,91 MPa
d. Kuat Tekan Kayu Kering Tegak Lurus Arah Serat
Fc = 16,856 MPa
e. Kuat tekan kayu yang diuji sejajar serat kayu lebih besar dari pada
yang diuji tegak lurus arah serat kayu
2.3.3 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum modul ini adalah kayu (kering dan
basah) uji berukuran (50 x 50 x 760) mm, dengan ketelitian 0,25 mm.
2.3.4 Prosedur Pemeriksaan
a. Mempersiapkan benda uji dengan ketentuan ukuran seperti gambar di
bawah
Baca dan catat nilai lendutan, lakukan pembacaan pada setiap kenaikan
beban.
Pembacaan lendutan dilakukan pada setiap kenaikan benda uji sebesar
500 N dengan ketelitian 0,02 mm atau Pembacaan lendutan dilakukan
pada setiap kenaikan beban 250 N, apabila lendutan yang diukur masih
terlalu besar
Laporan
Keterangan:
Eb = modulus elastisitas lentur (MPa)
P = selisih pembebanan dari satu tahap pembebanan ke tahap berikutnya
(N)
L = jarak tumpuan (mm)
Y = selisih lendutan dari satu tahap pembebanan ke pembebanan
berikutnya (m)
b = lebar benda uji (mm)
h = tinggi benda uji(mm)
Cara lain untuk menghitung modulus elastisitas lentur kayu adalah
dengan regresi grafik lendutan/mm (sumbu x) terhadap beban/ kg (sumbu y),
maka akan diperoleh nilai modulus elastisitas lentur kayu sebagai gradien dari
kurva.
Modulus
Lendutan Selisih Lendutan Beban Selisih beban Elastisitas
No (mm) (mm) (KN) (KN) (MPa)
1 0,16 0,16 0,138 0,138 9780,716711
2 1,680801 1,520801 0,5025 0,3645 2717,920314
3 4,186627 2,505826 1,28075 0,77825 3521,922497
4 7,074936 2,888309 2,17825 0,8975 3523,728022
5 10,18532 3,110384 3,07825 0,9 3281,255711
6 13,68755 3,50223 3,8785 0,80025 2591,150242
7 18,02538 4,33783 4,5375 0,659 1722,758745
8 23,63471 5,60933 5,043 0,5055 1021,931405
9 31,85856 8,22385 4,86625 0,17675 243,722609
10 43,8562 11,99764 4,55675 0,3095 292,5340362
MODULUS ELASTISTAS RATA-RATA (MPa) 2869,764029
Chart Title
6
5
4
Beban (KN)
3
Kayu Basah
2
1
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Lendutan (mm)
Grafik 3.1. Perbandingan Milai Lendutan terhadap Beban Pada Kayu Basah
Modulus
Lendutan Selisih Lendutan Beban Selisih beban Elastisitas
No (mm) (mm) (KN) (KN) (MPa)
1 0,16337 0,16337 0,145 0,145 10064,84914
2 1,64424 1,48087 0,5025 0,3575 2737,604383
3 4,117091 2,472851 1,2795 0,777 3563,154436
4 7,026789 2,909698 2,155 0,8755 3412,084763
5 10,27658 3,249791 3,01825 0,86325 3012,261921
6 14,03037 3,75379 3,79375 0,7755 2342,736293
7 18,68946 4,65909 4,428 0,63425 1543,728608
8 24,65837 5,96891 4,93075 0,50275 955,1435012
9 32,79486 8,13649 4,872 0,05875 81,88085188
10 48,69833 15,90347 1,7055 3,1665 2257,871256
MODULUS ELASTISTAS RATA-RATA (MPa) 2997,131515
Chart Title
6
5
Beban (KN) 4
3
Kayu Kering
2
1
0
0 10 20 30 40 50 60
Lendutan (mm)
3
2
1
0
0 10 20 30 40 50 60
Lendutan (mm)
Grafik 3.3. Perbandingan Kuat Lentur Kayu Basah dan Kayu Kering
2.3.8 Analisis Data
Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa kuat lentur kering
lebih besar dibandingkan kayu basah. Hal ini dapat disebabkan oleh pada saat
kayu diberi beban terpusat dan ditumpu oleh dua tumpuan, kayu basah akan
mengalami gaya aksial terpusat dari alat uji dan air yang terkandung pada kayu
tersebut sehingga gaya yang diterima lebih besar daripada kayu kering yang
akan mengakibatkan kayu basah lebih cepat retak dibandingkan kayu kering.
Sementara itu pada kayu kering, beban yang diterima hanya berupa gaya aksial
yang diberikan oleh alat uji sehingga kayu kering lebih kuat terhadap beban
terpusat. Kuat lentur dan modulus elastisitas akan lebih besar dimiliki oleh kayu
dengan kandungan air yang rendah/ kering.
2.3.9 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data sebagai berikut
a. Nilai kuat lentur kayu kering = 80.0274 MPa
b. Nilai kuat lentur kayu basah = 61.6923 MPa
c. Modulus elastisitas kayu kering = 2997,131515 MPa
d. Modulus elastisitas kayu basah = 2869,764029 MPa
Hasil perhitungan yang diperoleh sesuai dengan teori bahwa nilai kuat
lentur dan modulus elastisitas dari kayu kering lebih besar daripada kayu
basah.
3.1 Kesimpulan
Dari beberapa percobaan yang dilakukan yaitu untuk menentukan kadar air
pada kayu, kuat tekan kayu, kuat lentur dan modulus elastisitas lentur kayu, kuat
geser kayu didapatkan beberapa kesimpulan dan hasil dari percobaan sebagai berikut:
1. Kadar Air pada Kayu
a. Kadar air pada kayu basah : 25,38%
b. Kadar air pada kayu kering : 13,08%
c. Kayu basah memiliki kadar air lebih besar dari pada kayu kering.
Disini dapat diambil garis besar bahwa kadar air tinggi dimiliki oleh kayu
basah karena pori-pori pada kayu menyerap air di permukaan sehingga
menambah jumlah air yang terdapat pada kayu.
2. Kuat Tekan
a. Kuat Tekan Kayu Basah Sejajar Arah Serat Fc = 60,2 MPa
b. Kuat Tekan Kayu Kering Sejajar Arah Serat Fc = 44,58 MPa
c. Kuat Tekan Kayu Basah Tegak Lurus Arah Serat Fc = 20.91 MPa
d. Kuat Tekan Kayu Kering Tegak Lurus Arah Serat Fc = 16,856 MPa
Kuat tekan kayu yang diuji sejajar serat kayu lebih besar dari pada yang diuji
tegak lurus arah serat kayu.
3. Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas Lentur Kayu
a. Nilai kuat lentur kayu kering = 80.0274 MPa
b. Nilai kuat lentur kayu basah = 61.6923 MPa
c. Modulus elastisitas kayu kering = 2997,131515 MPa
d. Modulus elastisitas kayu basah = 2869,764029 MPa
Hasil perhitungan yang diperoleh sesuai dengan teori bahwa nilai kuat lentur
dan modulus elastisitas dari kayu kering lebih besar daripada kayu basah.
3.2 Saran
Dalam dunia konstruksi kayu merupakan bahan yang sering digunakan dalam
pembangunan. Kayu yang baik adalah kayu dengan kadar air yang rendah agar
konstruksi dapat berdiri kuat dan kokoh.
LAMPIRAN
REFERENSI