LANDASAN TEORI
2.2 BAJA
Penggunaan material baja sebagai struktur utama suatu bangunan semakin
banyak seiring dengan berkembangnya sektor infrastruktur. Maka dari itu, penulis
akan menjabarkan definisi baja, jenis baja, karakteristik baja, dan baja SNI.
3) Baja CNP
Baja CNP adalah suatu baja yang mempunyai penampang berbentuk
huruf C dan berbentuk balok yang mempunyai ukuran panjang 6 meter di
pasaran. Baja jenis CNP ini sering dijumpai pada struktur atap konstruksi
bangunan rumah tinggal maupun gedung bertingkat.
4) Baja Siku
Baja siku adalah baja yang memiliki penampang berbentuk siku 90°
atau huruf L. Panjang baja siku ini berkisar 6 meter pada pasarannya, dan
baja siku biasanya hanya digunakan untuk struktur rangka atap karena baja
siku mempunyai kekuatan yang lebih rendah dibandingkan jenis baja
konvensional lainnya seperti baja H-beam dan baja WF. Namun seiring
perkembangan zaman, baja siku juga sedikit langka digunakan sebagai
struktur rangka atap, dikarenakan kehadiran jenis baja ringan yang memiliki
massa lebih ringan dibandingkan baja siku.
5) Baja Ringan
Baja ringan adalah suatu material baja yang biasanya digunakan
untuk pekerjaan konstruksi rangka atap. Pada umumnya, penggunaan baja
ringan sebagai konstruksi rangka atap ini sering kita jumpai pada bangunan
rumah sederhana. Jenis baja ini sangat efisien karena massanya lebih ringan
disbanding baja siku dan jenis lainnya, lalu kuat dan bisa awet, mudah untuk
disambung, dan mempunyai tegangan tarik yang tinggi. Namun di sisi lain,
penggunaan baja ringan sebagai rangka atap tidak dianjurkan ketika pada
bagian atapnya dipasang dengan atap genteng tanah liat karena massa dari
material genteng tanah liat cukup berat, sehingga rentan roboh jika pada
perencanaan dan pelaksanaannya kurang teliti.
1) Kekuatan (Power)
Yang pertama baja adalah jenis material yang mempunyai kekuatan
yang sangat baik. Terutama pada kuat tariknya. Efek samping dari
karakteristik ini adalah baja akan sangat mudah mengalami perubahan
bentuk jika diberikan beban. Perubahan bentuk tersebut akan menyebabkan
timbulnya regangan yang sangat besar sesuai dengan deformasi satuan
panjang. Nantinya regangan akan menimbulkan terjadinya tegangan pada
baja.
2) Kekerasan (Hardness)
Yang kedua, baja memiliki sifat ketahanan atau keras. Kekerasan
yang dimaksud adalah tingkat ketahanan suatu material pada besarnya gaya
yang dapat menembus permukaannya. Untuk mengetahui tingkat kekerasan
baja, bisa dilakukan dengan cara melakukan uji coba dengan metode
rockwell, ultrasonic, brinell, dan lain-lain.
3) Keuletan (Ductility)
Yang ketiga, baja memiliki sifat daktil atau keuletan. Keuletan
adalah kemampuan dimana baja melakukan deformasi sebelum baja itu
putus. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sifat daktil baja ini yaitu
karena adanya regangan yang bersifat tetap sebelum baja itu putus. Untuk
mengetahui sifat daktil ini, kita bisa melakukan dengan uji coba pada uji
tarik baja.
4) Ketangguhan (Toughness)
Karakteristik selanjutnya yakni, baja memiliki tingkat ketangguhan.
Makna dari ketangguhan itu adalah hubungan beberapa jumlah energi yang
mampu diterima baja hingga baja itu putus. Sifat ini akan mendukung
tingkat keamanan dari suatu penggunanya. Untuk mengetahui tingkat
ketangguhan baja, kita bisa melakukan uji coba dengan menggunakan
metode memberikan pukulan.
2.3 ERECTION
2.3.1 Definisi Erection
Di dalam dunia konstruksi sendiri, pastinya kita sudah mengenal
kata erection. Erection sendiri artinya yakni proses pemasangan,
penegakkan, dan pengangkutan suatu objek material pada saat
pembangunan. Untuk melakukan erection pun dibutuhkan suatu keahlian
baik dari pihak kontraktor maupun dari pihak teknisi dari mobile crane itu
sendiri. Banyak sekali persiapan yang dilakukan sebelum melakukan proses
erection dan banyak sekali hal yang harus diperhatikan pada saat erection.
2.6 PRODUKTIVITAS
Untuk mencapai sebuah hasil yang maksimal, diperlukan perhitungan
tentang usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Sama halnya dengan yang ada di
lingkungan proyek. Untuk mencapai hasil kerja yang maksimal, maka perlu
mempertimbangkan dan memperhitungkan efektivitas pekerjaan. Efektivitas
pekerjaan dapat dihitung berdasarkan aspek produktivitas, biaya, dan waktu. Jika
kita sudah bisa mengetahui aspek tersebut, maka pekerjaan akan lebih terjadwal dan
terstruktur. Untuk tujuan itu, penulis akan membahas tentang produktivitas metode
pelaksanaan erection dengan menggunakan mobile crane di Universitas
Muhammadiyah Surabaya. Berikut ini adalah pengertian tentang produktivitas.
2) Waktu
Suatu proyek juga harus dikerjakan sesuai dengan waktu yang sesuai
dengan jadwal pelaksanaan proyek yang sudah disepakati oleh stakeholder.
3) Mutu
Suatu proyek juga harus menghasilkan produk yang bermutu bagus
sesuai dengan kesepakatan awal. Spesifikasi produk tersebut harus
memenuhi kriteria yang sudah disyaratkan oleh owner.
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾
Produktivitas =
𝐶𝐶𝐶𝐶
Kapasitas = q (Ton)
Yang berarti :
Kapasitas = q (Ton)
Produktivitas = Q (ton/jam)
1) Jenis Material
Yang pertama adalah jenis material. Hal ini disebabkan karena
massa dari setiap material sangat berbeda-beda. Jenis material ini dibagi
menjadi beberapa poin lagi, yakni :
A) Berat Material
Cara menentukan jenis material yang pertama yakni dengan
mengetahui berat material. Berat material adalah salah satu hal yang
mempunyai pengaruh paling besar dalam faktor yang mempengaruhi
produktivitas. Karena berat material ini bisa mempengaruhi proses
mobilisasi, proses mengangkat, proses menurunkan, dan lain sebagainya.
Dan sangat menentukan pengoperasian alat berat.
B) Kohesivitas Material
Yang dimaksud dengan kohesivitas material adalah kemampuan
saling mengikat diantara butir-butir material tersebut untuk menjadi satu
kesatuan. Untuk material dengan tingkat kohesivitas yang tinggi akan
sangat mudah menumpuk. Jadi jika material ini berbeda pada suatu tempat,
maka bisa di pastikan volume material bisa lebih besar dari volume ruang.
Ruang dalam arti seperti kapasitas bucket.
C) Bentuk Dasar Material
Material pada dasarnya memiliki bentuk dasar yang bermacam-
macam. Bentuk dasar material yang bisa diangkat oleh alat berat seperti
mobile crane yakni material padat, material cair, dan material padat cair.
Untuk material padat bisa dikerjakan dengan alat berat mobile crane, tower
crane, bulldozer dan lain sebagainya. Sedangkan untuk material yang
memiliki bentuk dasar cair bisa dikerjakan dengan alat clamsell.
2) Kondisi Lokasi
Faktor berikutnya yaitu adalah kondisi di lokasi pekerjaan. Kondisi
lokasi ini sangat berpengaruh pada maneuver mobile crane maupun alat
berat lainnya. Terkadang di suatu lokasi pekerjaan ada yang bertempat di
daerah berlumpur dengan lahan sempit, ada yang di daerah pemukiman
dekat penduduk. Hal ini membuat ruang gerak dari sebuah alat berat
mobile crane cukup dibatasi dan tidak leluasa, sehingga operator dituntut
untuk bekerja secara hati-hati. Hal ini akan berpengaruh terhadap
produktivitas kerja, karena semakin berat medan lokasi pekerjaan, maka
semakin lama pula waktu siklus yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
produksi per siklusnya. Dan jika lokasi pekerjaan sangat luas, maka akan
semakin memudahkan operator mobile crane untuk melakukan pekerjaan
lebih cepat dan sesuai target.
3) Ketinggian Alat
Ketinggian mobile crane juga sangat mempengaruhi faktor produksi
per siklusnya. Karena fungsi utama mobile crane yakni mengangkat
material dari bawah yang kemudian diangkat menuju pada ketinggian
tertentu suatu bangunan. Dengan adanya hal tersebut, maka posisi mobile
crane harus berada dibawah bangunan tersebut dan mengakibatkan akan
bertambah lamanya siklus waktu kerja. Siklus waktu kerja akan di
tentukan dengan ketinggian bangunan yang sedang dikerjakan tersebut.
Selain itu, proses loading erection yang dibutuhkan juga akan semakin
lama, dikarenakan operator harus dengan teliti melihat material yang ada
di sekitarnya.
5) Manajemen
Untuk mencapai hasil pekerjaan yang maksimal, maka dibutuhkan
kerja keras dan komunikasi yang bagus. Karena pekerjaan konstruksi
merupakan suatu pekerjaan yang melibatkan banyak orang (team work).
Untuk itu, pada setiap proyek memiliki struktur organisasi untuk membagi
tugas pada setiap divisi yang ada, dan tujuan lain pembuatan struktur
organisasi ini adalah memudahkan untuk melakukan manajemen dari
segala aspek. Contoh manajemen pada bidang alat berat yakni tentang :
- Perawatan pengelolaan alat berat. Selain memperhatikan fungsi
keselamatan, perawatan alat berat juga dapat mempengaruhi kinerja
terhadap mesin alat berat tersebut. Untuk melakukan perawatan pada alat
berat khususnya mobile crane harus dilakukan analisis terlebih dahulu
pada setiap kerusakan yang ada.
- Menjaga hubungan harmonis antara pihak operator alat berat dengan
pihak pelaksana di lapangan.
- Menjaga hubungan harmonis pada semua pihak yang bekerja di
lingkungan proyek.
Kondisi manajemen ini juga memiliki hubungan dengan kondisi
yang ada pada lingkungan lapangan pekerjaan. Berikut adalah tabel faktor
koreksi antara kondisi manajemen dengan kondisi lapangan :
Tabel 2.4 Tabel Faktor Koreksi Kondisi Manajemen
Dengan Kondisi Lapangan
Kondisi Kondisi Manajemen
Lapangan
Sangat Baik Baik Sedang Kurang
Sangat Baik 0.84 0.81 0.76 0.70
Baik 0.78 0.75 0.71 0.65
Sedang 0.72 0.69 0.65 0.60
Kurang 0.63 0.61 0.57 0.52
(Sumber : Hendra dan Haryanto 1998)
2.7 BIAYA
Menurut Chandra, et, al (2003), rencana biaya suatu proyek adalah
perkiraan estimasi keuangan yang merupakan hal inti untuk melakukan
pengendalian biaya proyek seperti halnya estimasi biaya proyek, anggaran proyek,
aliran kas proyek, dan keuntungan proyek tersebut.
2.7.1 Rancangan Rencana Biaya
Menurut Soeharto (1990), rancangan rencana biaya proyek melibuti
beberapa aspek yakni :
- Biaya pembelian ataupun persewaan peralatan dan material
- Biaya untuk upah tenaga kerja
- Fee dan Laba
- Biaya transport tenaga kerja
- Biaya administrasi