Anda di halaman 1dari 141

REKAYASA BAHAN DAN

KONSTRUKSI SIPIL

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
Anggota Kelompok

15017087 Jihan Asy Syifa


15017093 Pramudya Tri Nanda
15017107 Abdurrahman Hanif
15017110 Kevin Andika Hartono
15017120 Sophia Crestotes Sharon
BAJA
Prosedur Percobaan
a. Persiapkan benda uji
Beri nomor/nama setiap benda uji
Ukur diameter dan panjang dari masing-masing benda uji
b. Persiapkan alat
Cek semua alat yang akan digunakan
Lakukan kalibrasi alat
c. Pemasangan benda uji ke mesin UTM (sumbu alat penjepit harus
berhimpit dengan sumbu benda uji) dan pemasangan alat ukur.
d. Pelaksanaan pengujian
Tarik benda uji dengan pertambahan beban yang konstan sampai benda uji putus.
Catat dan amatilah besarnya perpanjangan yang terjadi setiap penambahan beban.
Amati secara visual perilaku benda uji.
Setelah putus, ukur diameter penampang pada daerah putus da ukurlah panjang
akhir dari benda uji.
Hasil Praktikum
BAJA POLOS DIAMETER 7,606 MM PANJANG AWAL 58,8 CM DEFORMASI 4 CM

Grafik Tegangan vs Deformasi


700
600
Tegangan (MPa)

500
400
300
200
100
00 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

Deformasi (cm)
Hasil Praktikum
BAJA POLOS DIAMETER 7,580 MM PANJANG AWAL 40,3 CM DEFORMASI 3,2 CM

Grafik Tegangan vs Deformasi


350

300

250
Tegangan (MPa)

200

150

100

50

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Deformasi (cm)
Hasil Praktikum

• BAJA POLOS DIAMETER 10,043 MM PANJANG AWAL 40,3


DEFORMASI 4,5 CM
Grafik Tegangan vs Deformasi
600

500

400
Tegangan (MPa)

300

200

100

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Deformasi (cm)
Hasil Praktikum
• BAJA POLOS DIAMETER 11,937 MM PANJANG AWAL 39,4 CM
DEFORMASI 5,4 CM DENGAN STRAIN GAUGE

Grafik Tegangan vs Regangan


300
250
Tegangan (Mpa)

200 f(x) = 197517.04 x − 371.69


150
100
50
0
0 0 0 0 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Regangan
Hasil Praktikum
BAJA ULIR DIAMETER 9,610 MM PANJANG AWAL 59,9 CM DEFORMASI 3,8 CM

Grafik Tegangan vs Deformasi


700

600

500
Tegangan (MPa)

400

300

200

100

0
0 1 2 3 4 5 6 7

Deformasi (cm)
Hasil praktikum
BAJA ULIR DIAMETER 9,664 MM PANJANG AWAL 39,5 CM DEFORMASI 3,3 CM

Grafik Tegangan vs Deformasi


600

500

400
Tegangan (MPa)

300

200

100

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

Deformasi (cm)
Hasil Praktikum
BAJA ULIR DIAMETER 12,6 MM PANJANG AWAL 40 CM DEFORMASI 3,8 CM

Grafik Tegangan vs Deformasi


700

600

500
Tegangan (MPa)

400

300

200

100

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Deformasi (cm)
Hasil Praktikum
BAJA ULIR DIAMETER 15,693 MM PANJANG AWAL 40,3 CM DEFORMASI 4 CM

Grafik Tegangan vs Deformasi


700

600

500
Tegangan (MPa)

400

300

200

100

0
0 1 2 3 4 5 6

Deformasi (cm)
ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN
Grafik Tegangan vs Regangan
300

250
Tegangan (Mpa)

200 f(x) = 197517.04 x − 371.69

150

100

50

0
0 0 0 0 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Regangan
ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN
Modulus elastisitas baja yang diperoleh dari grafik diatas yaitu sebesar 197517 MPa
yang merupakan gradien dari kurva tegangan-regangan. Secara teoretis, nilai
modulus elastisitas baja sebesar 200000 MPa, sehingga terdapat perbedaan hasil
pengujian dengan teori yang sebenarnya. Perbedaan modulus elastisitas tersebut
dapat disebabkan oleh bahan homogenitas baja yang tidak sama, slip yang terjadi
pada saat penarikan baja ulir maupun polos, faktor dimensi dan campuran material
(secara kimiawi) yang berbeda dari setiap baja yang digunakan, tetapi secara teoretis
nilai modulus elastisitas setiap baja sama.
Dapat dilihat bahwa nilai modulus elastistas hanya dipenagruhi oleh besar tegangan
dan regangan saja. Diameter, panjang suatu baja tidak mempengaruhi modulus
elastisitas,hanya susunan komposisi dan homogenitas dari susunan bahanlah yang
mempengaruhi modulus elastistas suatu baja.
PROPERTI MEKANIK BENDA UJI
Ukuran Properti Mekanik
Jenis Baja Diameter Panjang Deformasi Tegangan Tegangan
Elongasi (%)
(mm) (cm) (cm) Leleh (MPa) Maksimum (MPa)
Baja polos 7,606 58,8 4 377,66433 593,4395281 6,802
Baja polos 7,580 40,3 3,2 206,2275205 317,4818408 7,94
Baja polos 10,043 40,3 4,5 358,762989 507,2166397 11,166
Baja polos 11,937 39,4 5,4 350,4499663 543,1974477 13,705
Baja ulir 9,610 59,9 3,8 413,8862974 572,5427114 6,3439
Baja ulir 9,664 39,5 3,3 381,545850 531,438862 8,35445
Baja ulir 12,6 40 3,8 432,2928363 616,9997754 9,5
Baja ulir 15,693 40,3 4 418,536752 591,024626 9,925558313
ANALISIS PROPERTI MEKANIK
BENDA UJI
Tegangan vs Regangan Baja Polos berbagai Diameter
600
500
Tegangan (MPa)

400
300
200
100
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16
Regangan

8 mm 10 mm 12 mm
ANALISIS PROPERTI MEKANIK
BENDA UJI
Tegangan vs Regangan Baja Ulir berbagai Diameter
800
Tegangan (MPa)

600

400

200

0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14
Regangan

10 mm 13 mm 16 mm
ANALISIS PROPERTI MEKANIK
BENDA UJI
Pada baja polos dengan diameter yang berbeda dapat kita lihat tidak
mempengaruhi nilai modulus elastisitas dari baja tersebut,kemudia juga pada
tegangan leleh,diameter tidak mempengaruhi besarnya nilai titik leleh terjadi
karena jenis baja yang sama dengan jumlah kandungan karbon yang sama. Hal
yang mempengaruhi adanya perbedaan diameter ialah terlihat dari daktilitas nya.
Pada baja dengan diameter yang lebih besar akan memiliki daktilitas yang besar,
hal ini dikarenakan baja tersebut memerlukan waktu lama saat proses necking
dimana saat proses necking,waktu yang diperlukan lebih lama dibandingkan
dengan diameter yang lebih kecil sehingga daktilitas pada baja dengan diameter
besar lebih besar daripada baja yang memiliki luas penampang yang kecil. Hal
ini juga terjadi pada baja ulir.
ANALISIS PROPERTI MEKANIK
BENDA UJI
Tegangan vs Regangan Baja Polos berbagai Panjang Awal
700
600
Tegangan (MPa)

500
400
300
200
100
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08
Regangan

40 cm 59 cm
ANALISIS PROPERTI MEKANIK
BENDA UJI
Tegangan vs Regangan Baja Ulir berbagai Panjang Awal
800
Tegangan (MPa)

600

400

200

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
Regangan

40 cm 60 cm
ANALISIS PROPERTI MEKANIK
BENDA UJI
Pada baja, panjang tidak mempengaruhi tegangan leleh maupun tegangan
tarik,akan tetapi jika dilihat dari grafik terjadi pebedaan terutama pada
kemiringan grafik yang diberikan,hal ini dapat dijelaskan bahwa hal ini
mungkin terjadi karena antara satu baja dengan baja lainnya tidak memiliki
homognitas yang sama sehingga dapat dikatakan mengapa gradient grafik
elastisitas berbeda pada jenis baja yang sama.
ANALISIS PROPERTI MEKANIK
BENDA UJI
Tegangan vs Regangan berbagai Jenis Baja
600
500
Tegangan (MPa)

400
300
200
100
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Regangan

Polos Ulir
ANALISIS PROPERTI MEKANIK
BENDA UJI
Perbandingan antara baja ulir dan baja polos dengan diameter dan panjang
yang sama.
Perbedaan yang terjadi terlihat bahwa pada baja ulir memiliki kekuatan
paling besar dibandingkan pada baja polos. Hal ini disebabkan karena pada
baja ulir kadungan karbon pada baja ulir lebih besar dibandingkan baja
polos. Kandungan karbon yang banyak akan memnyebabkan beberapa hal
yaitu kekuatan meningkat akan tetapi daktilitas akan menurun. Begitu juga
sebaliknya,terlihat bahwa pada baja polos memeliki kekuatan yang dimana
tidak sekuat pada baja ulir akan tetapi daktilitas pada baja polos lebih
besar dibandingkan pada baja ulir.
KESIMPULAN

• Modulus elastisitas baja yang diuji berbeda-beda dikarenakan tiap baja


memiliki kandungan mikroskopis (seperti carbon) yang berbeda-beda.
• Baja ulir merupakan baja mutu tinggi yang cenderung lebih kuat (titik
leleh lebih besar) dari baja polos, tetapi baja polos yang merupakan baja
mutu rendah memiliki daktilitas lebih tinggi dari baja ulir.
KESIMPULAN

• Perpanjangan baja disajikan di tabel berikut:


Panjang Panjang Akhir
Jenis Baja Deformasi (cm) Elongasi (%)
Awal (cm) (cm)
Polos (diameter 8 mm) 58,8 62,8 4 6,802
Polos (diameter 8 mm) 40,3 43,5 3,2 7,94
Polos (diameter 10 mm) 40,3 44,8 4,5 11,166
Polos (diameter 12 mm) 39,4 43,8 5,4 13,705
Ulir (diameter 10 mm) 59,9 63,7 3,8 6,3439
Ulir (diameter 10 mm) 39,5 42,8 3,3 8,35445
Ulir (diameter 13 mm) 40 43,8 3,8 9,5
Ulir (diameter 16 mm) 40,3 44,3 4 9,925558313
KESIMPULAN

• Tegangan leleh dan tegangan maksimum baja disajikan di tabel


berikut:
Jenis baja Tegangan Leleh (MPa) Tegangan Maksimum (MPa)
Polos d:8 377,66433 593,4395281
Polos d:8 824,910082 1269,927363
Polos d:10 358,762989 507,2166397
Polos d:12 350,4499663 543,1974477
Ulir d:10 413,8862974 572,5427114
Ulir d:10 381,545850 531,438862
Ulir d:13 432,2928363 616,9997754
Ulir d:16 418,536752 591,024626
BETON
BERAT VOLUME
PROSEDUR
Berat isi lepas
Menimbang dan mencatat berat wadah
Memasukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan butir-butir dari ketinggian 5
cm di atas wadah dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh
Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
Menimbang dan mencatat berat wadah beserta benda uji (W2)
Menghitung berat benda uji (W3=W2-W1)
PROSEDUR
Berat isi agregat ukuran butir max 38,1 mm (1,5”) dengan cara
penusukan
Menimbang dan mencatat berat wadah (W1)
Mengisi wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal.
Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan
sebanyak 25 kali secara merata
Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar
perata
Menimbang dan mencatat berat wadah beserta benda uji (W2)
Menghitung berat benda uji (W3=W2-W1)
PROSEDUR
Berat isi pada agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1,5”) sampai
101,1 mm (4”) dengan cara penggoyangan
Menimbang dan mencatat berat wadah (W2)
Mengisi wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal
Memadatkan setiap lapis dengan cara menggoyang-goyangkan
wadah dengan prosedur sebagai berikut:
 Meletakkan wadah di atas tempat yang kokoh dan datar,
mengangkat salah satu sisinya kira-kira setinggi 5 cm
kemudian melepaskannya
PROSEDUR
 Mengulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Memadatkan
lapisan sebanyak 25 kali untuk setiap sisi
 Meratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar
perata
 Menimbang dan mecatat berat wadah beserta benda uji (W2)
 Menghitung berat benda uji (W3=W2-W1)
HASIL PRAKTIKUM
Observasi 1 : Agregat Kasar
  Gembur Padat
A Volume Wadah (L) 2,781 2,781
B Berat Wadah (Kg) 2,676 2,676
C Berat Wadah + Benda Uji (Kg) 6,31 6,762
D Berat Benda Uji (Kg) 3,634 4,086
E Berat Volume (Kg/L) 1,3067242 1,4692557
HASIL PRAKTIKUM

Observasi 2 : Agregat Halus


  Gembur Padat
A Volume Wadah (L) 2,781 2,781
B Berat Wadah (Kg) 2,676 2,676
C Berat Wadah + Benda Uji (Kg) 6,882 7,186
D Berat Benda Uji (Kg) 4,206 4,51
E Berat Volume (Kg/L) 1,512406 1,621719
PERHITUNGAN
Rumus :
Berat Isi Agregat = W/V
W = berat agregat (kg)
V = volume wadah agregat (m3)
Perhitungan dan Pengolahan Data
Berat volume rata-rata agregat halus = (1,3067242+1,4692557)/2 =
1,38799 kg/L
Berat volume rata-rata agregat kasar = (1,512406+1,621719)/2 =
1,567063 kg/L
Berat volume agregat keseluruhan kondisi padat = ((D/A)1+(D/A)2 )/2 =
1,545487 kg/L
Berat volume agregat keseluruhan kondisi gembur = ((D/A)1+(D/A)2 )/2
= 1,409565 kg/L
ANALISIS DATA
Agregat yang diuji pada percobaan pemeriksaan berat volume agregat terdiri dari dua jenis, yaitu agregat halus
dan agregat kasar, dengan dua kondisi yang dipakai, yaitu kondisi padat dan kondisi gembur.Agregat halus yang
digunakan berupa pasir, sedangkan agregat kasar yang digunakan berupa kerikil. Berat volume pasir yang didapat dari
perhitungan pada keadaan padat adalah 1,4692557 kg/L dan pada saat gembur adalah 1,3067242 kg/L. Berat volume
kerikil pada keadaan padat adalah 1,621719 kg/L dan pada keadaan gembur adalah 1,512406 kg/L.
Berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan, berat volume kondisi padat selalu lebih besar dari berat volume
saat kondisi gembur.Hal ini disebabkan oleh masih banyak udara yang tersisa dalam benda uji ketika kondisi gembur
yang menyebabkan adanya ruang-ruang kosong. Akibat dari hal tersebut, dalam keadaan gembur, berat benda uji
akan menjadi lebih ringan.
ANALISIS DATA
Berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan, berat volume kondisi
padat selalu lebih besar dari berat volume saat kondisi gembur.Hal ini
disebabkan oleh masih banyak udara yang tersisa dalam benda uji
ketika kondisi gembur yang menyebabkan adanya ruang-ruang kosong.
Akibat dari hal tersebut, dalam keadaan gembur, berat benda uji akan
menjadi lebih ringan.
Dari percobaan dianalisis juga perbandingan berat volume agregat halus
dan kasar.Berdasarkan data yang diperoleh, berat volume agregat kasar
lebih besar dari berat volume agregat halus.Terjadinya hal tersebut
disebabkan oleh kepadatan agregat kasar yang lebih besar dari
kepadatan agregat halus.Oleh karena itu, berat dari agregat kasar yang
ada di dalam wadah lebih besar daripada agregat halus.Berat volume
tersebut memengaruhi jumlah agregat yang digunakan untuk
KESIMPULAN
Agregat kasar
Berat volume agregat kasar pada kondisi gembur = 1,512406 kg/L
Berat volume agregat kasar pada kondisi padat = 1,621719 kg/L
Berat volume rata-rata agregat kasar = 1,567063 kg/L

Agregat halus
Berat volume agregat halus pada kondisi gembur= 1,3067242 kg/L
Berat volume agregat halus pada kondisi padat = 1,4692557 kg/L
Berat volume rata-rata agregat halus
ANALISIS SARINGAN AGREGAT
KASAR
PROSEDUR
Mengeringkan agregat sampel tes dengan berat yang telah ditentukan
pada temperatur (110±5)°C, kemudian mendinginkan pada temperatur
ruangan
Menimbang kembali berat sampel agregat yang digunakan
Mempersiapkan saringan yang akan digunakan
Meletakkan sampel agregat di atas saringan setelah saringan disusun
Menggoyangkan saringan dengan tangan atau mesin
Menghitung berat agregat pada masing-masing nomer saringan
Membandingkan total berat agregat setelah dilakukan saringan dengan
berat semula. Jika perbedaannya lebih dari 0,3% dari berat semula
sampel agregat yang digunakan, maka hasilnya tidak dapat digunakan.
HASIL PRAKTIKUM
Analisis Saringan Agregat Kasar

Ukuran Berat Persentase Persentase SPEC


Saringan Tertahan Persentase Tertahan Lolos ASTM
(mm) (gr) Tertahan Kumulatif Kumulatif C33-90
25,4 0 0,000% 0,000% 100,000% 100
19 493 19,736% 19,736% 80,264% 90-100
9,5 1899 76,021% 95,757% 4,243% 20-55
4,75 103 4,123% 99,880% 0,120% 0-10
2,36 3 0,120% 100,000% 0,000% 0-5
PAN   0,000% 100,000% 0,000%
HASIL PRAKTIKUM
Kurva Gradasi Agregat Kasar
Persen Lolos Kumulatif 120%

100%

080%
percobaan
060% maks
minimum
040%

020%

000%
0 5 10 15 20 25 30
Ukuran Lubang Saringan (mm)
ANALISIS DATA
Kurva gradasi benda uji agregat kasar berada di luar kurva maksimum dan minimum dari kurva batas gradasi
kerikil ukuran maksimum 30 mm. Berdasarkan hal tersebut, benda uji agregat kasar yang digunakan termasuk ke
dalam jenis kerikil ukuran maksimum 30 mm dan tidak memiliki gradasi yang baik. Analisis saringan dilakukan untuk
menentukan distribusi ukuran agregat kasar. Komposisi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan untuk
mix design nanti. Standar lain yang harus ditentukan adalah modulus kehalusan, jenis agregat kasar, dan jenis agregat
halus.
KESIMPULAN

Persentase berat agregat yang lolos = 0%


Persentase berat agregat yang tertahan = 100%
Agregat kasar yang dipakai memiliki ukuran maksimum 30 mm, dan tidak memiliki gradasi yang baik karena berada di
luar grafik gradasi maksimum dan minimum.
ANALISIS SARINGAN AGREGAT
HALUS
PROSEDUR

Mengeringkan agregat sampel tes dengan berat yang telah ditentukan pada temperatur (1105)C, kemudian mendinginkan
pada temperatur ruangan
Menimbang kembali berat sampel agregat yang digunakan
Mempersiapkan saringan yang akan digunakan
Meletakkan samel agregat di atas saringan setelah saringan disusun
Menggoyangkan saringan dengan tangan/mesin
Menghitung berat agregat pada masing-masing nomer saringan
Membandingkan total berat agregat setelah dilakukan saringan dengan berat semula. Jika perbedaannya lebih dari 0,3% dari
berat semula sampel agregat yang digunakan, maka hasilnya tidak dapat digunakan.
HASIL PRAKTIKUM
Berat Contoh : 500g
Persentase
Ukuran Saringan Berat Tertahan Persentase Tertahan Persentase Lolos SPEC ASTM
(mm) (gr) Tertahan Kumulatif Kumulatif C33-90
9,5 2 0,400% 0,400% 99,600% 100
4,75 30 6,000% 6,400% 93,600% 95-100
2,36 49 9,800% 16,200% 83,800% 80-100
1,18 78 15,600% 31,800% 68,200% 50-85
0,6 131 26,200% 58,000% 42,000% 25-60
0,3 88 17,600% 75,600% 24,400% 10-30
0,15 76 15,200% 90,800% 9,200% 2-10
0,075 35 7,000% 97,800% 2,200%
PAN 11 2,200% 100,000% 0,000%
Modulus kehalusan 373,800%/100% = 3,738
HASIL PRAKTIKUM
Kurva Gradasi Agregat Halus
120%

100%
Persentase Lolos Kumulatif

80%

Percobaan
60% Maksimum
Minimum

40%

20%

0%
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Diameter Saringan (mm)


PERHITUNGAN

 
Persentase tertahan kumulatif = jumlah dari persentase tertahan
Persentase lolos kumulatif = 100% - persentase tertahan kumulatif
Modulus Kehalusan = Jumlah seluruh persentase tertahan kumulatif
ANALISIS DATA

Modulus kehalusan yang didapat adalah bernilai 3,738. Nilai tipikal modulus kehalusan adalah 1,5-3. Semakin
kecil nilai modulus kehalusan, maka pasir yang ditinjau semakin halus. Modulus kehalusan yang didapatkan bernilai
lebih besar dari nilai tipikal.Hal ini mengindikasikan bahwa agregat halus yang dipakai didalam percobaan memiliki
gradasi yang kasar.
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil percobaan, kurva gradasi agregat halus hasil percobaan berada di
antara kurva gradasi minimum dan maksimum pada saringan SPEC ASTM C33-90. Hal ini mengindikasikan bahwa
agregat halus hasil percobaan tersebut memenuhi persyaratan dan layak dipakai untuk pembuatan beton.
KESIMPULAN

Modulus Kehalusan Agregat Halus = 3,788


Modulus kehalusan agregat halus yang sesuai data = 1 – 3
Agregat halus tersebut seharusnya tidak bisa dipakai untuk pembuatan beton
Kurva gradasi agregat halus percobaan berada diantara kurva maksimum dan minimum
KADAR AIR
PROSEDUR
• Menimbang dan mencatat berat talam (W1).
• Memasukkan benda uji ke dalam talam, kemudian menimbang
berat talam dan benda uji. Mencatat beratnya (W2).
• Menghitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).
• Mengeringkan contoh benda uji bersama talam dalam oven pada
suhu (110 ± 5)°C hingga beratnya tetap.
• Menimbang dan mencatat berat benda uji beserta talam setelah
kering (W4).
• Menghitung berat benda uji kering (W5 = W4 – W1).
Hasil Praktikum
Observasi I (Pasir)
A. Berat Wadah -
B. Berat Wadah + Benda Uji -
C. Berat Benda Uji () 1161 gram
D. Berat Benda Uji Kering () 968 gram

Kadar air 19,938 %


Hasil Praktikum
Observasi II (Kerikil)
A. Berat Wadah -
B. Berat Wadah + Benda Uji -
C. Berat Benda Uji () 1890 gram
D. Berat Benda Uji Kering () 1758 gram

Kadar air 7,509 %


PERHITUNGAN
 Rumus :

Keterangan :
• W3 = berat contoh semula (gr)
• W5 = berat contoh kering (gr)
• Kadar air dalam agregat dalam persen (%)

Perhitungan dari data :


ANALISIS DATA
• Dalam proses pembuatan beton, kadar air yang digunakan haruslah sesuai dengan
rasio air/semen. Apabila kadar air pada campuran kurang dari yang dibutuhkan,
maka semen tidak akan terhidrasi dengan sempurna, namun tetapi kadar air pada
campuran berlebih dari yang seharusnya, maka campuran beton akan menjadi
terlalu lecak. Oleh karena itu, sebelum melakukan perencanaan campuran beton,
haruslah dilakukan perhitungan kadar air pada agregat dan kadar air pada rasio
air/semen.
• Jika kadar air agregat melebihi kemampuan penyerapan agregat, maka agregat
sudah mengalami kejenuhan dan mengandung air berlebih, maka harus mengurangi
kadar air bebas agar komposisi tetap seimbang, dan demikian pula sebaliknya. Dari
data di atas dapat dilihat bahwa persentase kadar air agregat kasar lebih kecil
daripada agregat halus. Pesentase penyerapan air ini dikarenakan luas permukaan
agregat halus lebih besar dibandingkan dengan agregat kasar.
ANALISIS DATA
Dari percobaan yang telah dilakukan, kita dapatkan bahwa kadar air agregat
kasar yang berupa kerikil adalah 7,509 % dan kadar air agregat halus yang
berupa pasir adalah 19,938%. Besar kadar air bila bandingkan dengan nilai
absorpsi dari kedua agregat yaitu lebih besar, maka agregat kasar dan jenuh
tersebut menghasilkan air atau terlampau jenuh.
ANALISIS SPECIFIC GRAVITY DAN
PENYERAPAN AGREGAT HALUS
PROSEDUR

• Mengeringkan agregat halus yang jenuh air sampai diperoleh kondisi kering dengan indikasi contoh

tercurah dengan baik.


• Memasukkan sebagian dari contoh ke dalam metal sand cone mold. Benda uji dipadatkan dengan

tongkat pemadat (tamper). Jumah tumbukan adalah 25 kali. Kondisi SSD diperoleh, jika cetakan

diangkat, butir-butir pasir longsor/ runtuh.


• Memasukkan contoh agregat halus sebesar 500 gram ke dalam piknometer. Mengisi piknometer dengan

air sampai 90% penuh. Menggoyang-goyangkan piknometer untuk membebaskan gelembung-

gelembung udara. Piknometer direndam dengan suhu air (73,4±3)℉ selama 24 jam. Berat piknometer

yang berisi contoh dengan air ditimbang.


PROSEDUR

• Memisahkan benda uji dari piknometer dan mengeringkannya pada suhu

(213±130)℉. Langkah ini harus diselesaikan dalam waktu 24 jam (1

hari)
• Menimbang berat piknometer yang berisi sesuai dengan kapasitas

kalibrasi pada temperatur (73,4±3)℉ dengan ketelitian 0,1 gram.


HASIL PRAKTIKUM

A Berat Piknometer 170


B Berat Contoh Kondisi SSD 500
C Berat Piknometer + air + contoh SSD 958
D Berat piknometer + air 667
E Berat contoh kering 471
PERHITUNGAN
 RUMUS PERHITUNGAN

• Dimana :
• A = Berat Piknometer
• B = Berat contoh kondisi SSD
• C = Berat piknometer + air + contoh SSD
• D = Berat piknometer + air
• E = Berat contoh kering
PERHITUNGAN
 
ANALISIS DATA
• Dari percobaan ini diperoleh apparent specific gravity dari sampel adalah
2,617, bulk specific gravity (kering) adalah 2,254 serta bulk specific gravity
(SSD) adalah 2,392. Nilai bulk specific gravity pada kondisi SSD lebih
besar dibandingkan dengan kondisi kering oven dikarenakan pada kondisi
SSD terdapat air yang mengisi pori-pori agregat dengan persentase absorpsi
air adalah 6,157%.
• Persentase digunakan untuk mengoreksi penambahan air yang dibutuhkan
untuk campuran beton.
ANALISIS SPECIFIC GRAVITY DAN
PENYERAPAN AGREGAT KASAR
PROSEDUR
• Benda uji direndam selama 24 jam
• Benda uji dikeringkan permukaannya (kondisi SSD) dengan
menggulungkan handuk pada butiran
• Timbang contoh. Hitung berat contoh kondisi SSD = A
• Contoh benda uji dimasukkan ke keranjang dan direndam kembali di
dalam air. Temperatur air dijaga (73,4 ± 3) 0F, dan kemudian ditimbang,
setelah itu keranjang digoyang-goyangkan di dalam air untuk melepaskan
udara yang terperangkap. Hitung berat contoh kondisi jenuh = B
• Contoh dikeringkan pada temperatur (212 – 130) 0F. setelah didinginkan
kemudian ditimbang. Hitung berat contoh kondisi kering = C.
HASIL PRAKTIKUM

• Berat contoh kondisi SSD (A) = 2500 gram


• Berat contoh dalam air (B) = 1548 gram
• Berat contoh kering udara (C)= 2393 gram
PERHITUNGAN
RUMUS PERHITUNGAN
• Apparent Specific Gravity = C/(C-B)
• Bulk Specific Gravity kondisi kering = C/(A-B)
• Bulk Specific Gravity kondisi SSD = A/(A-B)
• Persentasi absorpsi = (A-C)/C x 100%
Keterangan :
A = berat contoh kondisi SSD
B = berat contoh kondisi jenuh
C = berat contoh kondisi kering
PERHITUNGAN
• Apparent Specific Gravity = 2393 gram/(2393 gram – 1548 gram)
= 2,8319527

• Bulk SG kondisi kering = 2393 gram/(2500 gr – 1548 gr)


= 2,5136555

• Bulk SG kondisi SSD = 2500 gram/(2500 gram – 1548 gram)


= 2,6260504

• Persentasi absorpsi = (2500 gr – 2393 gr)/2393 gr x 100%


= 4,471 %
ANALISIS DATA
• Bulk Specific Gravity agregat pada kondisi SSD lebih besar daripada Bulk
Specific Gravity agregat pada kondisi kering udara karena agregat dalam
kondisi SSD masih memiliki kandungan air di dalam pori-pori agregat.
• Apparent Specific Gravity adalah perbandingan berat agregat dalam kondisi
kering dengan selisih berat agregat yang terukur dari kedua kondisi (SSD
dengan kering udara). Nilai Apparent Specific Gravity yang didapat sebesar
2,8319527
• Persentase absorpsi digunakan untuk mengoreksi penambahan air yang
dibutuhkan untuk campuran beton. Presentase absorpsi yang didapakan
senilai 4,471 %
PEMERIKSAAN KADAR LUMPUR
DALAM AGREGAT HALUS
PROSEDUR
• Memasukkan contoh benda uji ke dalam gelas ukur.
• Menambahkan air pada gelas ukur sebagai pelarut lumpur.
• Mengocok gelas untuk mencuci agregat halus dari lumpur.
• Menyimpan gelas pada tempat yang datar dan membiarkan lumpur
mengendap setelah 24 jam.
• Mengukur tinggi pasir dan tinggi lumpur.
HASIL PRAKTIKUM

• Tinggi pasir (v1) = 128 mm


• Tinggi lumpur (v2) = 16 mm
PERHITUNGAN
 RUMUS PERHITUNGAN

Keterangan :
• = tinggi pasir
• = tinggi lumpur
• Kadar lumpur pada agregat dalam persen (%)

  𝟏𝟔 𝒎𝒍
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒍𝒖𝒎𝒑𝒖𝒓 = ×𝟏𝟎𝟎 %=𝟏𝟏 . 𝟏𝟏 %
𝟏𝟔 𝒎𝒍+𝟏𝟐𝟖 𝒎𝒍
ANALISIS DATA
• Kadar lumpur yang terlalu banyak dapat mengakibatkan berubahnya adukan
atau campuran beton. Ketika beton masih muda, pengikatan antara semen
dengan agregat akan terganggu. Dengan banyaknya lumpur, maka hidrasi
semen tidak akan sempurna dan akan mengurangi kekuatan beton yang
dibuat.
• Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh kadar lumpur pada agregat halus
adalah 11,11%. Kadar lumpur dalam agregat halus yang masih bisa
ditoleransi adalah dibawah 5%, sehingga agregat halus tersebut tidak
disarankan untuk digunakan sebagai campuran beton. Hal ini dikarenakan
lumpur dapat menghalangi pengingkatan antar agregat dalam beton
sehingga kekuatan beton menurun.
PEMERIKSAAN ZAT ORGANIK PADA
AGREGAT HALUS
PROSEDUR
• Dimasukkan 115 ml pasirkedalambotoltembuspandang (kuranglebih 1/3
isibotol)
• Ditambahkan larutan NaOH 3% hingga isinya mencapai ¾ dari volume
botol
• Ditutup botol gelas tersebut dan mengocok hingga lumpur yang
menempel pada agregat terpisah
• Dibiarkan campuran selama 24 jam hingga lumpur mengendap secara
keseluruhan
• Dibandingkan warna cairan dengan standar warna No.3 pada organic
plate
HASIL PRAKTIKUM
ANALISIS DATA
• Hasil eksperimen menujukkan bahwa kadar organik pada agregat halus
yang diuji ialah rendah. Perubahan warna terjadi diakibatkan oleh reaksi
yang terjadi antar zat organik dengan larutan NaOH 3% yang menyebabkan
terjadinya perubahan warna. Dari hasil yang telah didapat menunjukkan
agregat halus dari benda uji yang telah dicoba menunjukkan standar yang
baik jika digunakan.
• <<Kadar Organik, >>Mutu Beton
• Zat organik pada agregat halus akan menghalangi interaksi langsung antara
agregat halus dengan ikatan antar air dan semen sehingga sangat
menurunkan kekuatan beton itu sendiri.
RANCANGAN CAMPURAN BETON
TAHAP PERANCANGAN
MIX DESIGN
PROSEDUR
• Menetapkan jenis struktur yang akan dibuat.
• Memilih nilai slump sesuai dengan jenis struktur.
• Menentukan rencana kuat tekan beton pada umur 28 hari.
• Menentukan kuat tekan rata-rata beton, dengan menambah kuat tekan
rencana oleh standar deviasi.
• Menetapkan ukuran maksimum agregat kasar yang digunakan sesuai dengan
jenis konstruksinya.
• Menentukan massa air dan persentase udara terperangkap per satuan volume
beton berdasarkan nilai slump dan ukuran maksimum agregat.
PROSEDUR
• Menentukan rasio w/c berdasarkan kuat tekan beton rata-rata. Kemudian
dari nilai w/c ditentukan massa semen yang dibutuhkan.
• Menentukan volume agregat kasar per satuan volume beton berdasarkan
modulus kehalusan dan ukuran maksimum agregat kasar.
• Mengestimasi kebutuhan volume agregat halus per m3 beton
• Menghitung koreksi kadar air, kemudian jumlah air agregat halus dan
agregat kasar untuk campuran beton.
• Menyesuaikan volume per m3 beton masing-masing unsur campuran dengan
volume beton yang akan dibuat. Setelah didapat semua data yang dibutuhkan
untuk membuat 1 m3 beton, kita perlu mengkonversikan data tersebut untuk
dicor ke dalam bekisting yang digunakan dengan ukuran tertentu.
PERHITUNGAN MIX DESIGN
1. Berdasarkan kesepakatan yang telah disepakati, telah ditetapkan
nilai sebuah slump yang ingin dicapai dalam pembuatan beton ini.
Nilai slump yang disepakati sebesar 50 mm.
2. Penentuan ukuran maksimum agregat kasar yaitu sebesar 30 mm.
3. Estimasi kebutuhan air pencampur dan kandungan udara
Air (kg/m3)
Jenis
Slump (mm)
Beton 10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm 50 mm 75 mm
25-50 205 200 185 180 160 155 140
Tanpa
75-100 225 215 200 190 175 170 155
Penambah
150-175 240 230 210 200 185 175 170
an
Udara yang
Udara 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3
tersekap (%)
PERHITUNGAN MIX DESIGN
 Karena yang digunakan dalam percobaan kali ini menggunakan agregat kasar
sebesar 30 mm, maka kita bisa memperoleh nilai jumlah air untuk ditambahkan
dan kandungan udara yang tersekap dengan melakukan interpolasi.
• Interpolasi Rancangan air pada beton dapat dilakukan dengan perhitungan
sebagai berikut :

• Interpolasi udara terperangkap dilakukan dengan cara berikut :

X = 1,34 %
PERHITUNGAN MIX DESIGN
  4. Menghitung nilai kuat tekan beton Kuat tekan
Rasio Air Semen
yang direncanakan dan nilai beton umur
perbandingan air semen.
Dengan menggunakan beton K225 28 Hari (MPa) Tanpa (+) udara
sehingga :
fc' = 48 0,33
40 0,41
35 0,48
28 0,57
20 0,68
14 0,82
PERHITUNGAN MIX DESIGN
 5. Rasio air-semen dapat dicari dengan menggunakan interpolasi
berdasarkan data diatas.

Dengan adanya nilai w/c ratio, kita dapat menentukan berat semen
yang kita butuhkan. Maka, berat semen yang dibutuhkan: 
PERHITUNGAN MIX DESIGN
6. Perhitungan volume agregat kasar, Nilai volume agregat kasar untuk
 

ukuran maksimum agregat 30 mm dengan modulus kehalusan 2,6 dan 2,8.


• Modulus kehalusan 2,6

• Modulus kehalusan 2,8

Dengan interpolasi antara 0,7033 dan 0,6833 didapatkan nilai Y = 0,5903.


PERHITUNGAN MIX DESIGN
 Karena menyajikan data volume agregat kasar untuk slump 75-100 mm sedangkan
slump yang dipakai dalam percobaan berada pada range 25-50 mm maka
diperlukan faktor koreksi
Faktor Koreksi untuk berbagai Ukuran Maksimum Agregat
Slump (mm)
10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm
25-50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09
75-100 1 1 1 1 1
150-175 0,97 0,98 1 1 1

• Dengan interpolasi antara ukuran 25mm dan 40mm, didapat faktor koreksi
sebesar 1,07.
• Volume agregat kasar =
• Berat agregat kasar = =
PERHITUNGAN MIX DESIGN
 7.Estimasi kandungan agregat halus
Volume agregat halus dapat dicari dengan mengurangkan 1 dengan volume subtotal
(jumlah antara volume agregat kasar, volume semen, volume air, dan volume udara
terperangkap)
• Volume air ()

• Volume semen ()

• Volume udara terperangkap (Vu)


PERHITUNGAN MIX DESIGN
 • Volume agregat kasar()

• Volume Agg halus

• Berat Agg Halus



PERHITUNGAN MIX DESIGN
8. Koreksi Kandungan Air pada Agregat
 

• Koreksi pada agregat kasar


• Tambahan air pada agregat kasar

• Tambahan agregat kasar


PERHITUNGAN MIX DESIGN
8. Koreksi Kandungan Air pada Agregat
 

• Koreksi pada agregat halus


• Tambahan air pada agregat halus

• Tambahan agregat halus


PERHITUNGAN MIX DESIGN
8. Koreksi Kandungan Air pada Agregat
 

• Kandungan komponen beton setelah koreksi


• Kandungan agregat kasar

• Kandungan agregat halus

• Kandungan air

• Kandungan semen
TABEL MIX DESIGN
No Keterangan Nilai 11 Faktor koreksi
1,07
1. Kuat tekan 18,3015MPa
2. Standar deviasi 12 Berat agregat kasar 1024,306
4 Mpa
kg/m³
3. Nilai tambah 6,56 Mpa
13 Volume air 0,1733
4. Kuat tekan yang akan m³/m³
24,8615Mpa
dicapai 14 Volume semen
5. Slump 0,09 m³/m³
50 mm
6. Ukuran agregar 15 Volume agregat kasar
30 mm 0,39 m³/m³
maksimum
7. Kandungan air bebas 173,333 16 Volume udara
1,333%
kg/m³
8. Faktor air semen bebas 0,6131 17 Volume agregat halus
0,334 m³/m³
9. Kandungan semen 282,71,57
18 Berat agregat halus 797,8 kg/m³
kg/m³
10. Volume agregat kasar 19 Berat jenis beton 1818,9607
0,39 m³/m³ kg/m
TAHAP PERAWATAN
CURING
PROSEDUR
Meletakkan benda uji di dalam bak yang berisi air kapur yang
tertutup (lembab) pada saat 24 jam setelah beton dicetak
ANALISIS
 Tujuan melakukan curing adalah untuk membantu berlangsungnya reaksi
kimia yang terjadi antara senyawa pembentuk beton dan meningkatkan
reaksi hidrasi pada beton sehingga kekuatan beton akan meningkat.
Reaksi Hidrasi :

Dengan C3S, C2S, H, CH, dan C3S2H8 adalah singkatan dari komposisi
oksida pada semen (C = 3CaO, S = SiO2, dan H = H2O). Hasil reaksi dari
kedua reaksi hidrasi di atas adalah C3S2H8, yang biasa disebut dengan C-
S-H. C-S-H adalah senyawa yang harus dihasilkan sebanyak mungkin
agar kekuatan beton meningkat.
ANALISIS
Kedua reaksi di atas memerlukan senyawa H (H2O) agar reaksi hidrasi
dapat berjalan. Jenis dari kedua reaksi di atas adalah reaksi eksoterm,
yaitu reaksi yang mengeluarkan panas. Jika reaksi ini tidak dijaga, maka
air pada rancangan campuran beton sebelumnya yang seharusnya
diperlukan untuk reaksi hidrasi, akan menguap karena permukaan beton
yang menjadi panas saat reaksi hidrasi berlangsung. Kekurangan air yang
terjadi menyebabkan beton menjadi retak karena saat beton kekurangan
air, beton akan menyusut lalu terjadi tegangan tarik pada beton yang
sedang mengering,
Curing menggunakan air kapur karena reaksi hidrasi membutuhkan CaO,
dimana air kapur memiliki kandungan ion Ca2+, sehingga dapat
meningkatkan kekuatan beton.
CAPPING
Tujuan
Mempersiapkan spesimen beton silinder untuk pelaksanaan pengujian kuat tekan beton. Pemberian capping bertujuan
untuk memastikan distribusi beban aksial yang merata ke seluruh bidang tekan silinder.
Prosedur
Mempersiapkan serbuk belerang atau senyawa capping, pemanas dengan suhu sampai 130oC (265oF) dan
termometer logam untuk memeriksa suhu
Melelehkan serbuk belerang atau senyawa capping
Setelah menjadi cair, mengaduk belerang cair sebelum dituangkan ke dalam cetakan capping
Menuangkan belerang cair ke dalam cetakan kemudian meletakkan beton silinder dengan kedua tangan di atasnya.
Pastikan ujung silinder beton sebelum diletakkan dalam cetakan dalam kondisi kering. Lakukan secara cepat sebelum
sulfur cair membeku. Ketebalan capping harus sekitar 3 mm dan tidak melebihi 8 mm
Sebelum dilakukan uji tekan beton, capping harus didiamkan dahulu agar memiliki kekuatan yang sebanding dengan
beton
HASIL UJI TEKAN BETON
Prosedur
Mengambil benda uji dari tempat perawatan
Meletakkan benda uji pada mesin tekan UTM secara sentris
Menjalankan mesin uji tekan UTM. Tekanan harus dinaikkan berangsur-angsur dengan kecepatan berkisar antara 4
kg/cm2 sampai dengan 6 kg/cm2 perdetik
Melakukan pembebanan sampai benda uji hancur dan mencatat benda uji beban maksimum hancur yang terjadi
selama pemeriksaan benda uji
Mengulangi langkah a sampai dengan d sesuai dengan jumlah benda uji yang akan ditentukan kekeuatan tekan
karakteristiknya
Hasil Praktikum
Uji Kuat Tekan Beton 7 Hari
Beban Maksimum = 19100kg
Uji Kuat Tekan Beton 14 Hari
beban maksimum 1 (P1) = 32500 kg
beban maksimum 2 (P2) = 28800 kg
Uji Kuat Tekan Beton 28 Hari
beban maksimum 1 (P1) = 29000 kg
beban maksimum 2 (P2) = 26300 kg
Perhitungan
Rumus Kuat tekan beton :
𝐾𝑢𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 = 𝑃/𝐴 (Mpa)
Keterangan:
P= beban maksimum (N)
A= luas penampang benda uji (mm2)
Dengan:
d = 150 mm
r = 75 mm
𝐴 = 𝜋𝑟2 = 𝜋(75)2 = 17678,571 𝑚𝑚2
Perhitungan
Kuat Tekan Beton Silinder 7 Hari • Kuat Tekan Beton Silinder 28 Hari
P =19100 kg x 9,8 m/s2 P rata-rata = (P1 + P2) / 2
= 187180 N
= 27650 x 9,8
F =P/A
= 187180 / 17678,571 = 270970 N F =P/A
= 10,588Mpa = 270970 / 17678,571
Kuat Tekan Beton Silinder 14 Hari = 15,328 MPa
P rata-rata = (P1 + P2) / 2
= 30650 x 9,8 = 300370 N
F =P/A
= 300370 / 17678,571
= 16,99 MPa
 
Analisis
Perhitungan yang telah dilakukan untuk menentukan hasil mix design, target yang ingin dicapai adalah pada
hari ke-28 adalah 24 Mpa akan tetapi yang diharapkan sebesar 18 MPa. Dari hasil pengujian membutikan uji
tekan beton pada hari ke-7 didapatkan ialah 10 MPa. Target yang diharapkan 70% dari kuat tekan beton
pada hari ke-28 yaitu sebesar 16 MPa. Kemudian dilakukan pengujian tekan beton pada umur 14 hari
didapatkan kekuatan beton bernilai 17 MPa. Kekuatan beton yang diharapkan adalah 19 MPa. Kemudian
dilakukan pengujian kuat tekan beton pada umur 28 hari, didapatkan kuat tekan beton sebesar 15 MPa.
Kuat tekan beton yang diharapkan pada umur 28 hari seteah dilakukan capping adalah 24 MPa.
Analisis
Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa beton tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Dapat
dikatakan bahwa beton yang teah dihasilkan memiliki kualitas yang jelek. Hal ini disebabkan karena pada
saat proses pembuatan pada tahap pemadaann, proses yang dilakukan terlalu keras sehingga terjadi
segregasi dan bleeding pada campuran beton sehingga reaksi antara air, pasir, semen dan kerikil tidak
berjalan sempurna. Ikatan antar mortar dan kerikil tidak berjaan sempurna sehingga terjadi kuat tekan beton
yang tidak diharapkan. Penentuan komposisi tidak dapat disalahkan karena nilai slump menunjukkan nilia
yang dharapkan yaitu 50 mm. Kemudian juga dapat diakibatkan pada proses pengapingan yang tidak
sempurna. Di kondisi lapangan yang terjadi terlihat hasil capping rusak sehingga saat proses pembeban
distribusi tidak merata.
KAYU
KADAR AIR
PROSEDUR
Menimbang benda uji dengan timbangan yang sesuai dengan
tingkat ketelitian yang diinginkan.
Menempatkan benda uji dalam oven
Akhir proses pengeringan telah dicapai bila kehilangan berat dalam
pengukuran setiap 3 jam sekali adalah sama atau bila kehilangan
berat kurang dari dua kali kepekaan timbangan yang dipilih.
HASIL PRAKTIKUM

Kayu Basah
Berat awal : 326gr
Berat setelah dioven : 260gr

Kayu Kering
Berat awal : 294gr
Berat setelah dioven :260gr
PERHITUNGAN
 Rumus :

Keterangan:
A = berat awal (gr)
B = berat kering oven (gr)
PERHITUNGAN
 Kayu Basah

 Kayu Kering
ANALISIS DATA
Kadar air kayu basah : 25,38%
Kadar air pada kayu kering : 13,08%.
Kadar air kayu basah > Kadar air kayu kering
Penyebab : lebih banyaknya pori-pori pada kayu basah yang terisi oleh air jika dibandingkan dengan kayu
kering. Kedua kayu memiliki berat yang sama setelah dikeringkan dengan oven, yaitu 260gr. Penyebabnya
adalah karena kedua kayu memiliki dimensi yang sama dan jenis yang sama, sehingga dalam keadaan kering
oven seluruh kadar air didalam kayu menghilang dan massa kayu hanya dipengaruhi massa jenis dan volume.
KESIMPULAN
Kadar air pada kayu basah : 25,38%
Kadar air pada kayu kering : 13,08%
Kayu basah memiliki kadar air lebih besar dari pada kayu kering.
KUAT TEKAN
PROSEDUR
Mempersiapkan benda uji dengan ketentuan ukuran sesuai gambar
PROSEDUR
Memberi kode pengujian, mengukur benda uji dan mencatatnya pada lembar/formulir pengujian
Meletakkan benda uji secara sentris terhadap alat pembebanan
Memberi beban secara bertahap hingga mencapai beban maksimum P (kecepatan pembebanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan di atas)
Menandai bentuk keretakan yang terjadi, mencatat data dan menghitung nilai kuat tekannya berdasarkan
besar beban maksimum dan luas penampang
HASIL PRAKTIKUM

Uji Tekan Sejajar Serat Kayu pada Kayu Basah


p x l x t : 20 cm x 5cm x 5,25cm
Bidang tekan(b x h) : 5cm x 5,25cm
Beban maksimum : 16125 kg

Uji Tekan Sejajar Serat Kayu pada Kayu Kering


p x l x t : 20 cm x 5cm x 5,1cm
Bidang tekan(b x h) : 5cm x 5,1cm
Beban maksimum : 11600 kg
HASIL PRAKTIKUM

Uji Tekan Tegak Lurus Serat Kayu pada Kayu Basah


pxlxt :
Bidang tekan(b x h) :
Beban maksimum :

Uji Tekan Tegak Lurus Serat Kayu pada Kayu Kering


Dimensi kayu : 15cm x 5cm x 5cm
Bidang tekan : 7cm x 5cm
Beban maksimum : 6020kg
ANALISIS DATA
Berdasarkan Kadar Air pada Kayu
Kuat tekan pada kayu kering seharusnya lebih besar dari pada kuat tekan pada kayu basah. Hal ini terjadi
karena kayu basah memiliki kadar air tinggi, sehingga di dalam pori-porinya terdapat banyak molekul-molekul
air. Karena itu, saat uji tekan kayu basah menerima dua macam tekanan yaitu tekanan dari alat dan dari
molekul air sehingga memperkecil kuat tekannya
ANALISIS DATA
Berdasarkan Sifat Anisitropik Kayu
Kayu yang diuji tekan sejajar serat kayu memiliki kuat tekan yang lebih besar dibandingkan kayu yang
diuji tekan tegak lurus serat kayu.Hal ini disebabkan oleh sifat anisitropik kayu itu sendiri.Sifat anastropik
adalah sifat kayu yang mempunyai perilaku dan tanggapan beban (memiliki sifat-sifat) yang berbeda jika diuji
menurut arah yang berbeda. Ketika diuji tekan sejajar serat kayu, gaya terdistribusi merata ke seluruh
seratnya. Sedangkan ketika diuji tekan tegak lurus, gaya hanya terdistribusi di sebagian kecil daerah saja,
yaitu pada daerah/serat kayu yang bersinggungan langsung dengan alat uji tekan.
KESIMPULAN

Kuat Tekan Kayu Basah Sejajar Arah Serat : Fc = 60,2MPa


Kuat Tekan Kayu Kering Sejajar Arah Serat : Fc = 44,58MPa
Kuat Tekan Kayu Basah Tegak Lurus Arah Serat : Fc =
Kuat Tekan Kayu Kering Tegak Lurus Arah Serat : Fc = 16,856 Mpa
Kuat tekan kayu yang diuji sejajar serat kayu lebih besar dari pada
yang diuji tegak lurus arah serat kayu
KUAT LENTUR DAN MODULUS
ELASTISITAS LENTUR KAYU
PROSEDUR PERCOBAAN
Mempersiapkan benda uji dengan ketentuan ukuran seperti gambar di bawah
PROSEDUR PERCOBAAN
PROSEDUR PEMERIKSAAN
Memberi nomor kode pengujian, mengukur benda uji dan mencatat pada lembar data/formulir pengujian
Mengatur jarak tumpuan
Meletakkan bantalan penekan di atas benda uji
Meletakkan alat ukur lendutan
Menjalankan mesin uji
Membaca dan mencatat nilai lendutan, melakukan pembacaan pada setiap kenaikan beban
PROSEDUR PERCOBAAN
PROSEDUR PEMBEBANAN
Pembebanan pada benda uji dilaksanakan dengan meletakkan bantalan penekan di tengah bentang
Kecepatan pembebanan untuk yang terukur = 2,5 mm/menit dan tidak terukur = 600 N/menit
Besar beban maksimumdiperoleh jika benda uji patah

PROSEDUR PENGUKURAN LENDUTAN


Pembacaan lendutan dilakukan pada setiap kenaikan benda uji sebesar 500 N dengan ketelitian 0,02 mm
atau
Pembacaan lendutan dilakukan pada setiap kenaikan beban 250 N, apabila lendutan yang diukur masih
terlalu besar
LAPORAN HASIL PENGAMATAN

UJI LENTUR KAYU BASAH


UJI LENTUR KAYU KERING
Ukuran : (pxlxt) 76x5,2x5,3 • Ukuran : (pxlxt) 76x5,3x5,3
cm cm
Panjang tumpuan : 710 mm • Panjang tumpuan : 710 mm
Beban Maksimum : 1120 kg • Beban Maksimum : 880 kg
Ukuran bidang tekan(pxl) : • Ukuran bidang tekan(pxl) :
71x5,2 cm 76x5.3 cm
b: 5,2 cm
• b: 5,3 cm
h : 5,3 cm
• h : 5,3 cm
PERHITUNGAN
 
Untuk menghitung kuat lentur kayu, digunakan rumus:
Fb =
Keterangan :
fb : Kuat lentur (MPa)
P: Beban (N)
L: Jarak tumpuan (mm)
b : Lebar (mm)
h : Tinggi (mm)
PERHITUNGAN
 
KAYU KERING
Pada kuat lentur kayu kering, diperoleh beban maksimum yang bekerja (P) sebesar 10976 N, lebar (b)
sebesar 52 mm, jarak tumpuan (L) sebesar 710 mm, dan tinggi (h) sebesar 53 mm. Sehingga, diperoleh:
fb = = = 80.0274
KAYU BASAH
Pada kuat lentur kayu basah, diperoleh beban maksimum yang bekerja (P) sebesar 8624 N, lebar (b) sebesar
53 mm, jarak tumpuan (L) sebesar 710 mm, dan tinggi (h) sebesar 53 mm. Sehingga, diperoleh:
fb = = = 61.6923 MPa
KUAT GESER KAYU
PROSEDUR PRAKTIKUM

Memberi beban dengan kecepatan gerak beban secara tetap


PROSEDUR PRAKTIKUM
Mempersiapkan benda uji dengan ukuran yang telah ditentukan
Memberi nomor atau kode pengujian, sebelum dipasang pada alat uji,
Mengukur benda uji dengan alat ukur jangka sorong, dan mencatat padalembar data/formulir pengujian
Memasang benda uji pada alat uji sedemikian rupa sehingga tidak longgar atau tidak bergerak dengan jalan
mengencangkan sekrup penjepit. Dengan demikian benda uji terjepit di antara pelat besi bagian B dan pelat
besi bagian D
LAPORAN HASIL PENGAMATAN

kayu kayu
 
kering basah

b (mm) 18,5 0,05


h (mm) 50 0,02

beban max
2620 1330
(kg)
PERHITUNGAN
 RUMUS PERHITUNGAN

Fs =
Dengan :
Fs = kuat geser kayu
F = gaya max yang dapat diterima kayu
b = tebal permukaan
h = tinggi permukaan
PERHITUNGAN
 
 
KAYU KERING KAYU BASAH
b = 18,5 mm = 0,0185 m b = 5 cm = 0,05 m
h = 50 mm = 0,05 m h = 2 cm = 0,02 m
beban max (W) = 2620 kg beban max (W) = 1330 kg
g = 9,8 m/s2 g = 9,8 m/s2
F = W x g = 25676 N F = W x g = 13034 N
Fs = Fs = = = 13034000 Pa = 13,034
MPa
=

= 27757837,84 Pa
= 27,758 MPa
ANALISIS DATA
Menurut hasil pengamatan, kuat geser kayu basah lebih rendah daripada kuat geser kayu kering. Hal itu
disebabkan oleh kayu basah akan menerima dua tekanan, yaitu dari alat uji dan dari air yang ada di dalam
kayu tersebut. Berbeda dengan kayu kering, kayu kering hanya mendapat satu tekanan saja yaitu dari alat uji,
sehingga kuat geser kayu kering akan lebih besar dari kuat geser kayu basah.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai