Oleh
1830912310091
Pembimbing
BANJARMASIN
2019
DAFTAR ISI
Halaman
2.1. Definisi.................................................................................... 5
2.3. Etiologi.................................................................................... 8
2.6. Diagnosis................................................................................. 15
ii
BAB III TATALAKSANA, DAN PENCEGAHAN ANEMIA
BAB IV PENUTUP..................................................................................... 38
iii
BAB I
PENDAHULUAN
satunya yaitu kesehatan bayi yang berkaitan dengan menurunkan Angka Kematian
Ibu (AKI) hingga di bawah 70/100.000 kelahiran hidup dan menurunkan Angka
kematian Bayi (AKB) hingga 12/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.1
2012 yaitu 19 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini masih dibawah target
tahun 2015 yaitu 14 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Tingginya AKN akan
berpengaruh pada 59% kematian bayi (Kemenkes, 2015). Kematian bayi terjadi
pada umur 0 bulan sebesar 60% dan 80% umur 0-11 bulan.2
bayi dari 90 kematian per 1000 kelahiran hidup di tahun 1990 menjadi 23 kematian
per 1000 kelahiran di tahun 2015. Namun saat ini, AKB masih 32 kematian per
1000 kelahiran hidup. Sehingga, upaya penurunan kematian bayi dan balita masih
penurunan AKN 14 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKBa)
1
Salah satu penyebab kematian pada neonatus dan bayi adalah anemia pada
neonatus.3 Anemia dapat ditetapkan jika kadar hemoglobin pada darah yang
diambil dari vena sentral sebesar < 13 g/dL, atau jika diambil dari kapiler sebesar
<14,5 g/dL.4
Segera setelah kelahiran, semua bayi baru lahir (BBL) secara universal
anemia. Hal ini dikarenakan pada bayi baru lahir (BBL) mengalami transisi dari
kondisi relatif hipoksia dalam kandungan menjadi hiperoksia pada saat lahir.
Oksigenisasi jaringan yang lebih baik ini akan menghentikan produksi eritropoetin
Saat lahir kadar hemoglobin pada BBL cukup bulan normal berkisar antara
14-20 g/dL, dengan rerata 17 g/dL, nilai MCV eritrosit rata rata adalah 107 fl. Nilai
retikulosit antara 3-7 % pada darah tali pusar. Setelah 1 minggu pasca lahir, terjadi
penurunan kadar Hb yang mencapai titik terendah (10-11 g/dL) pada usia 6-10
minggu dan berlangsung hingga usia 1 tahun.6 Anemia pada BBL ini berkembang
dengan tingkat kecepatan yang bervariasi. Tingkat keparahan anemia pada BBL
dan faktor maternal dengan gangguan pada eritrosit fetus. Untuk menilai apakah
kadar Hb/Ht pada neonatus sudah cukup rendah hingga dapat disebut anemia, harus
2
diperhatikan juga kondisi berat lahir, usia gestasi dan usia kronologis neonatus
klinis dan risiko juga manfaat yang tersedia pada masing-masing pilihan
pengobatan.8
neonatus merupakan penyakit yang memiliki problema klinis yang unik. Pada
anemia neonatus harus dibedakan apakah merupakan proses fisiologis atau karena
ada penyebab mendasar. Hal ini memerlukan pengetahuan dan pengamatan yang
cermat terhadap tanda dan gejala anemia pada neonatus untuk pertimbangan terapi
pustaka ini adalah apa saja penyebab anemia pada neonatus dan bagaimana
1.3. Tujuan
neonatus.
3
1.4. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
Bagi penulis, tinjauan pustaka ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam
pentingnya anemia pada neonatus sebagai faktor penyebab kematian neonatus dan
(AKN) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Bagi institusi, tinjauan pustaka ini
4
BAB II
2.1. Definisi
neonatus.3 Anemia dapat ditetapkan jika kadar hemoglobin pada darah yang
diambil dari vena sentral sebesar < 13 g/dL, atau jika diambil dari kapiler sebesar
<14,5 g/dL.4 Nilai normal hematologi pada neonatus cukup bulan dan neonatus
kurang bulan dapat dilihat pada tabel 2.11 dan tabel 2.24
5
Setelah lahir, bayi cukup bulan memiliki nilai hemoglobin yang lebih tinggi
dari pada anak-anak dan dewasa. Namun demikian pada usia satu minggu terjadi
Saat lahir kadar hemoglobin pada BBL cukup bulan normal berkisar antara 14-20
g/dL, dengan rerata 17 g/dL, nilai MCV eritrosit rata rata adalah 107 fl. Nilai
retikulosit antara 3-7 % pada darah tali pusar. Dengan adanya pernafasan setelah
minggu awal kehidupan. Setelah 1 minggu pasca lahir, terjadi penurunan kadar Hb
yang mencapai titik terendah (10-11 g/dL) pada usia 6-10 minggu dan berlangsung
hingga usia 1 tahun. Hal ini sebagai akibat dari berbagai faktor fisiologi dan non
fisiologi.10
Pada bayi aterm, nilai hemoglobin paling rendah jarang mencapai dibawah
10 g/dl pada usia 10-12 minggu. Pada bayi prematur terjadi hal sebaliknya,
penurunan nilai hemoglobin terjadi lebih cepat yaitu pada usia 4-6 minggu dan
turunnya nilai hemoglobin lebih rendah terjadi pada bayi prematur, yaitu 8 g/dl pada
bayi dengan berat badan kurang dari 1500 gram dan 7 g/dl pada bayi dengan berat
dengan baik dan tidak memerlukan terapi, oleh karena itu disebut anemia fisiologi.
Sedangkan penurunan nilai hemoglobin pada bayi prematur disertai tanda dan
6
gejala serta memerlukan transfusi eritrosit. Hal ini disebut dengan anemia pada bayi
prematur.13
2.2 Epidemiologi
Menurut studi cohort terhadap bayi baru lahir yang dilakukan di US pada
tahun 2016, saat lahir, 21% dari neonatus mengalami anemia (Hb <13,0 g / dl) dan
25% memiliki simpanan zat besi yang rendah (ferritin <76 µg / l). Konsentrasi
feritin serum korda tidak signifikan terkait dengan usia kehamilan (GA) saat lahir
di kisaran 37-42 minggu. Neonatus yang lahir dari ibu dengan ferritin <12 µg / l
umur gestasional dan berat lahir. Nyaris separuh dari bayi dengan umur gestasi
Serikat, diperkirakan 10.000 bayi dilahirkan secara prematur dengan 600 bayi
diantaranya termasuk golongan BBLSR. Nyaris 90% dari BBLSR ini akan
mendapatkan setidaknya satu kali transfusi eritrosit. Dalam data yang terdapat di
studi retroprospektif selama 5 tahun, nilai rata-rata selama tahun 2000 hingga 2005
mengenai transfuse eritrosit yang diberikan pada setiap BBLSR adalah 5.4 per bayi
dibandingkan terhadap 1.1 per bayi untuk bayi prematur dengan berat lahir yang
lebih besar (1001 - 1500 gram).13 Di Indonesia, data mengenai angka kejadian
7
2.3. Etiologi
Secara umum anemia pada bayi baru lahir dapat dibagi menjadi:15
Anemia karena perdarahan dapat terjadi pada waktu sebelum, saat atau
sesudah persalinan.15 Beberapa tipe perdarahan pada bayi baru lahir adalah sebagai
berikut :
maternal atau dari fetus yang satu ke fetus yang lain pada kehamilan ganda.15
a. Perdarahan fetomaternal
8
Eritrosit fetus dalam jumlah kecil masuk kedalam sirkulasi maternal pada
screen). Test ini berdasarkan resistensi oleh hemoglobin fetal terhadap media
dari satu bayi dengan bayi yang lain dihubungkan melalui anastomosis
perkembangan bayi yang tidak seimbang antara kedua bayi dan akan tampak
2. Perdarahan Internal
9
2. Perdarahan intrakranial, perdarahan intrakranial dapat terjadi pada
Anemia karena penurunan produksi eritrosit sering disebut dengan pure red
cell aplasia (PRCA). Anemia ini ditandai dengan adanya gambaran anemia
eritrosit dan sistem imun. Hal ini terjadi setelah antibodi dan komponen komplemen
mengikat antigen permukaan sel eritrosit dan mengawali pengrusakan sel eritrosit
10
melalui sistem fagosit mononuklear. Autoimun hemolitik anemia (AIHA) ditandai
a. Inkompatibilitas Rhesus
Ibu dengan Rhesus (-) dapat terpapar dengan antigen Rhesus melalui 2 cara
penyebab paling sering anemia berat. Comb test positif kuat dan retikulosit
meningkat setelah bayi lahir. Anemia yang terjadi bervariasi dari ringan sampai
dengan berat.3
b. Inkompatibilitas ABO
antigen A atau B janin akan memproduksi anti-A dan anti-B berupa IgG, yang
hemolisis. Ibu dengan golongan darah A atau B memiliki anti-A atau anti-B
berupa IgM, yang tidak dapat menembus plasenta. Kondisi ini sering
positif lemah. Diagnosis dapat ditegakkan dengan apusan sel darah tepi dengan
11
Anemia hemolitik non-imun dapat terjadi karena kelainan membran eritrosit
Kelainan yang paling umum pada kelainan enzim eritrosit adalah defisiensi
X-linked dan dapat ditemukan pada etnis tertentu seperti Afrika, Mediterania
dan Asia.15
2.4. Patogenesis
mesoblastik, hepatik dan myeloid. Periode mesoblastik dimulai pada masa gestasi
dua minggu saat itu sel-sel darah merah dibentuk di indung telur (yolk salk). Pada
periode hepatik sel-sel normoblas dibentuk di hati dan terjadi pada masa gestasi 6
sampai 24 minggu. Pada masa gestasi 6 sampai 7 bulan dan selanjutnya adalah
periode myeloid, yaitu sumsum tulang merupakan tempat eritropoiesis dan satu-
penurunan sirkulasi eritrosit selama 8 hingga 10 minggu setelah kelahiran dan juga
terdapat penurunan konsentrasi Hb secara gradual dan progresif. Pada BCB, titik
nadir hemoglobin jarang turun di bawah 10g/dL pada umur 10 hingga 12 minggu.
12
Oleh karena itu, penurunan level hemoglobin pada BCB ditolerasi dengan baik dan
tidak memerlukan terapi. Anemia ini sering disebut dengan istilah "anemia
paru. Tedapat peningkatan yang tiba-tiba dan mendadak pada tekanan oksigen yang
bersifat lebih tajam (titik nadir pada minggu 4-6) dan konsentrasi hemoglobin turun
bahkan lebih rendah pada bayi yang dilahirkan secara prematur- hingga mencapai
nilai 8 g/dL pada bayi dengan berat lahir 1 hingga 1,5 kg dan 7g/dL pada bayi
hemoglobin yang banyak terjadi di BBLSR itu sering dihubungkan dengan gejala
klinis dan kebutuhan terhadap transfusi eritrosit allogenik. Oleh karena itu, anemia
pada bayi prematur dapat dianggap sebagai proses yang patologis yang
berbahaya.10,11
Faktor fisiologis banyak berperan pada proses patogenesis anemia pada bayi
prematur. Karena BBLSR dilahirkan sebelum trimester ketiga dari gestasi, sebagian
besar dari besi yang dimiliki diambil dari ibu dan sangat berperan dalam
neonatus pun harus meningkat. Telah diterima secara luas bahwa rentang hidup
13
eritrosit neonatal di dalam sirkulasi lebih pendek daripada eritrosit dewasa oleh
dewasa sehat, ukuran tubuh stabil sehingga volume darah lebih konstan.20
peranan penting dalam kejadian anemia pada bayi prematur. Hal ini
lebih penting pada bayi dengan r-HuEPO daripada yang tidak diberi r-
HuEPO.Ro ̈nnholm dan Siimes merupakan yang pertama kali menunjukkan bahwa
penurunan normal paska lahir pada tingkat Hb dapat diatenuasi hingga 1.0 sampai
1.5 g/dL (0.62 hingga 0.93 mmol/L) pada BBLSR yang menerima3.5 to 3.6 g/kg
protein per hari dibandingkan dengan kelompok yang hanya menerima 1.8 hingga
1.9 g/kg per hari. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa intake protein yang
lebih rendah bersifat inadekuat untuk produksi eritrosit dan EPO yang optimal.11
Manifestasi klinis secara umum pada anemia akut pada neonatus adalah
pucat. Dapat juga ditemukan tanda tanda syok, perfusi perifer yang buruk, distres
yang ditemukan disebabkan karena anemia pada bayi prematur namun kebanyakan
14
2.6. Diagnosis
bayi meliputi riwayat kelahiran, diet, perdarahan, transfusi, dan riwayat sakit
splenektomi. Riwayat maternal meliputi diet dan minum obat selama kehamilan.
Umur saat anemia timbul mempunyai nilai diagnostik. Anemia yang timbul saat
lahir dapat diakibatkan oleh perdarahan atau alloimmunisasi berat. Anemia yang
eksternal dan internal. Anemia yang timbul pada 48 jam pertama kehidupan
pada kondisi tertentu seperti anemia hemolitik. Pada pemeriksaan fisik perlu
dievaluasi komplikasi yang mungkin sudah muncul pada saat pemeriksaan fisik
dan apusan darah tepi, selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
- Hapusan darah tepi, apusan darah tepi penting untuk menilai morfologi sel
15
- Coombs test dan kadar bilirubin
16
Data yang ada saat ini menunjukkan dengan nilai hematokrit dibawah 20%
lebih tinggi dapat ditemukan pada bayi yang mengalami hipoksia. Sehingga
hipoksia jaringan pada anemia neonatus. Parameter hipoksia jaringan yang lain
telah banyak diteliti. Nilai asam laktat dan fractional oxygen extraction dapat
ini memiliki respon yang cepat terhadap hipoksia pada anemia. Namun perubahan
hitung retikulosit yang terjadi pada anemia pada bayi prematur merupakan indikator
2.7. Komplikasi
gejala klinis dan biasanya merupakan penyebab dari gejala klinis yang muncul,
17
• Kenaikan episode apneu , bradikardia dan periodik napas yang memburuk
kematian.
18
BAB III
3.1. Penatalaksanaan
dan postnatal.9
A. Prenatal
tertentu seperti pada anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis pada fetus
Transfusi intra uterin diperkenalkan oleh Liley pada 1963. Sel darah merah
donor ditransfusikan ke Peritonial cavity janin yang nantinya akan diabsorbsi dan
masuk ke dalam sirkulasi darah janin. Resiko transfusi intra uterin sangat besar,
diinginkan, maka para ahli lebih memilih Intravasal transfusion, yaitu dengan
beberapa kali pada kehamilan minggu ke 26-34 dengan menggunakan PRC (Packed
Red Cell) golongan darah O Rh negatif sebanyak 50-100 ml. Pemeriksaan cocok
serasi antara darah ibu dengan darah dono harus kompatibel. Induksi partus
dilakukan pada minggu ke 36 dan bayi dibantu transfusi tukar 1x setelah partus.
19
24-30 untuk mengetahui kadar bilirubin. Bila sudah ada indikasi, lakukan transfusi
B. Postnatal
a. Transfusi darah
pemahaman akan biologi molekuler dan seluler dari proses eritropoiesis selama
fisiologi yang terjadi saat transisi dari lingkungan fetus.21 Pemberian transfusi
produk darah secara umum lebih jarang pada neonatus dan anak dibandingkan
dengan dewasa. Populasi pasien anak yang umumnya mendapatkan transfusi adalah
anak yang dirawat di ruang rawat intensif, yang akan menjalani prosedur
seperti thalassemia mayor, dan yang sedang menjalani kemoterapi intensif untuk
22
keganasan darah atau kanker organ tertentu. Pada praktik klinik, pelayanan
transfusi pada neonatus dan anak memiliki banyak kesamaan dengan pelayanan
transfusi pada dewasa. Namun, terdapat beberapa perbedaan penting serta keadaan
23
khusus yang perlu diperhatikan. Potensi risiko dan manfaat dalam melakukan
melakukan transfusi pada anak, dan dapat disesuaikan dengan penelitian serta
22
pedoman transfusi yang sudah tersedia.
Sebelum pemberian transfusi darah, seluruh produk darah dari donor harus
dilakukan uji saring untuk mendeteksi adanya infeksi menular lewat transfusi darah
20
(IMLTD), yang mencakup human immunode cency virus (HIV), hepatitis B,
metode nucleic acid test (NAT). Selain itu, pemeriksaan golongan darah ABO dan
rhesus serta uji kompatibilitas harus juga dilakukan. Fasilitas yang menyediakan
layanan transfusi darah harus mematuhi tata cara penyimpanan, pemantauan suhu,
dan transportasi komponen darah, untuk menjamin pelayanan transfusi darah yang
berisiko tinggi atau bayi prematur Transfusi sel darah merah pada bayi prematur
episode apneic pada bayi stabil. Manfaat yang disarankan yang tersisa belum
dibuktikan dalam studi yang memadai. Selain itu, kecukupan pengiriman oksigen
jaringan sulit untuk ditentukan secara klinis, dan tanda-tanda klinis seperti apnea
atau pernapasan tidak teratur, takikardia, menyusu kurang dan penambahan berat
badan yang tidak memadai, lesu, dan peningkatan kadar laktat bukanlah manifestasi
realibel dari oksigenasi jaringan yang tidak memadai akibat dari anemia. Selain itu,
tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa transfusi sel darah merah
meningkatkan hasil klinis yang penting pada bayi berisiko tinggi yang stabil.21
kehilangan darah atau syok. Sekitar waktu kelahiran, kehilangan darah akut dapat
terjadi dalam hubungan dengan vasa previa, abruptio plasenta, kecelakaan tali
21
dihasilkan mungkin memerlukan transfusi darurat. Untuk mempertahankan tekanan
perfusi, volume darah yang bersirkulasi dapat diperluas kembali dengan larutan
biasanya membutuhkan transfusi sel darah merah. Transfusi darurat dan volume
tinggi harus melibatkan penggunaan darah yang berumur kurang dari lima hari.
• Ht < 35% dengan penyakit kardiopulmoner parah, misalnya IPPV dengan MAP >
6 cm H20
• HT < 30% dengan penyakit kardiopulmoner ringan hingga sedang (FiO2 > 35%
dan memakai CPAP), Apnea yang bermakna, Penambahan berat badan < 10 g/hari,
Denyut jantung > 180/menit selama 24 jam, dan jika akan menjalani tindakan
pembedahan
berikut;
Volume PRC = (Target Hct – Hct saat ini) x berat badan (kg) x 90 cc/kg
darah atau hematokrit. Terapi ini diyakini bekerja optimal untuk setiap kondisi
klinis neonatus. Kebanyakan transfusi yang diberikan berbentuk volume kecil (10-
22
- Darah lengkap/whole blood (WB)
darah merah pada keadaan perdarahan akut atau masif yang disertai dengan
hipovolemia, atau pada pelaksanaan transfusi tukar. Di dalam WB, masih terdapat
Secara umum, transfusi PRC hampir selalu diin- dikasikan pada kadar Hb
<7,0 g/dL, terutama pada keadaan anemia akut. Transfusi juga dapat dilakukan pada
bermakna secara klinis dan laboratorium. Transfusi jarang dilakukan pada kadar Hb
>10,0 g/dL kecuali terdapat indikasi tertentu, seperti penyakit yang membutuhkan
kapasitas transpor oksigen lebih tinggi. Sebagai contoh, pada anak dengan anemia
defisiensi besi, transfusi pada umumnya tidak dilakukan jika tidak terdapat keluhan
dan anak dalam kondisi klinis baik. Sebaliknya, pada pasien anak yang
diberikan pada kadar Hb <12,0 g/dL untuk bayi yang membutuhkan oksigen, atau
< 10.0 g/dL untuk bayi yang tidak membutuhkan oksigen. Pada bayi prematur
23
dengan tanda dan gejala anemia ringan seperti takikardia atau peningkatan berat
badan yang tidak adekuat, transfusi diberikan apaapabila kadar Hb <10,0 g/dL.
darah merah pada keadaan perdarahan akut atau masif yang disertai dengan
hipovolemia, atau pada pelaksanaan transfusi tukar. Di dalam WB, masih terdapat
Secara umum, transfusi PRC hampir selalu diin- dikasikan pada kadar Hb
<7,0 g/dL, terutama pada keadaan anemia akut. Transfusi juga dapat dilakukan pada
bermakna secara klinis dan laboratorium. Transfusi jarang dilakukan pada kadar Hb
>10,0 g/dL kecuali terdapat indikasi tertentu, seperti penyakit yang membutuhkan
kapasitas transpor oksigen lebih tinggi. Sebagai contoh, pada anak dengan anemia
defisiensi besi, transfusi pada umumnya tidak dilakukan jika tidak terdapat keluhan
dan anak dalam kondisi klinis baik. Sebaliknya, pada pasien anak yang
24
diberikan pada kadar Hb <12,0 g/dL untuk bayi yang membutuhkan oksigen, atau
< 10.0 g/dL untuk bayi yang tidak membutuhkan oksigen. Pada bayi prematur
dengan tanda dan gejala anemia ringan seperti takikardia atau peningkatan berat
badan yang tidak adekuat, transfusi diberikan apaapabila kadar Hb <10,0 g/dL.
Namun, apabila terjadi tanda dan gejala anemia berat seperti apnea, hipotensi, atau
24,25
asidosis, transfusi PRC dapat diberikan pada kadar Hb <12,0 g/dL.
Pada bayi aterm di bawah usia 4 bulan, transfusi diberikan apabila terdapat
manifestasi klinis anemia seperti apnea, takikardia, atau peningkatan berat badan
yang tidak adekuat apabila kadar Hb <7,0 g/dL. Transfusi PRC juga dapat diberikan
pada bayi dengan anemia perioperatif yang memiliki kadar Hb < 10.0 g/ dL, atau
pada kondisi perdarahan akut yang melebihi 10% dari volume darah total yang tidak
menunjukkan respon terhadap terapi lain. Transfusi PRC juga dapat diberikan pada
pasien pasca operasi dengan tanda dan gejala anemia dan kadar Hb <10,0 g/dL,
serta pasien yang menderita penyakit kardiopulmonal berat dengan kadar Hb <12,0
25,26
g/dL.
Dosis yang digunakan untuk transfusi PRC pada anak adalah 10-15
mL/kgBB/hari apabila Hb >6,0 g/dL, sedangkan pada Hb <5,0 g/dL, transfusi PRC
dapat dilakukan dengan dosis 5 mL/kgBB dalam 1 jam pertama. Pada keadaan
darurat sisa darah yang masih ada pada kantong dihabiskan dalam 2-3 jam
dianjurkan untuk menggunakan kantong kecil/ pediatrik. Dosis transfusi PRC pada
25
dengan kapasitas ±50 mL/kantong. Pada anak, pemberian PRC 4 mL/kgBB dapat
adalah [DHb (target Hb – Hb saat ini) x berat badan x 4], sementara kebutuhan per
- Sel darah merah miskin leukosit/ leucodepleted packed red cells (LD-PRC)
sebagai komponen darah PRC yang memiliki jumlah leukosit <5x106 per unit
mencakup proses sentrifugasi dan pembekuan, ltrasi, dan apheresis. Istilah lain
pilihan prosedur yakni prestorage lter atau poststorage lter/bedside lter. Secara
umum, prestorage lter memiliki keuntungan yaitu mengura- ngi akumulasi dari
metabolit yang timbul akibat degra- dasi dari leukosit serta mengurangi
dan trombositopenia refrakter sebelum sel darah merah lisis. Sedangkan, pada
penggunaan bedside lter, reaksi transfusi dapat terjadi akibat pengeluaran sitokin
28,29
dan interleukin dari sel darah merah yang pecah selama penyimpanan.
transfusi rutin, seperti pada thalassemia mayor dan anemia aplastik, dan pre-/ pasca-
26
transplantasi organ. Transfusi LD-PRC dapat menurunkan risiko penularan infeksi
(FNHTR) pada pasien yang sebelumnya pernah mengalami reaksi berupa demam
setelah transfusi dua kali atau lebih sebelumnya. Dosis pemberian transfusi LD-
Pembuatan produk I-PRC dilakukan dengan pro- ses iradiasi gamma dari
produk darah selular. Penggunaan I-PRC secara umum ditujukan untuk mencegah
darah donor yang masuk ke dalam sistem sirkulasi resipien menimbulkan tanda dan
Transfusi WE dapat diberikan pada pasien dengan riwayat reaksi alergi atau demam
pada episode transfusi sebelumnya, hiperkalemi, de siensi IgA, atau memiliki alergi
terhadap protein plasma. Dosis WE pada anak untuk transfusi masif adalah 10-15
mL/kgBB, bergantung pada keadaan umum saat pemeriksaan. Pada pasien anak
27
Perbedaan WE dan LD-PRC berdasarkan de nisi yang dianut oleh PMI
adalah dari jumlah leukosit yang ada per unit kantong darah, WE mengandung 107
leukosit per unit kantong darah, sedangkan LD- PRC mengandung <106 per unit
25
kantong darah. Keuntungan penggunaan WE adalah komponen
dan waktu yang lama sehingga tertunda. Selain itu, produk WE juga kadaluwarsa
23
dalam 24 jam setelah pembuatan.
akibat trombositopenia, atau sebagai pro laksis pada keadaan tertentu. Pada pasien
memberikan pada kadar trombosit <20.000/mL. Namun, hal ini juga harus
invasif juga dapat diberikan transfusi TC pro laksis apabila kadar trombosit
<50.000/mL.25
diberikan pada pasien dengan perdarahan aktif yang memiliki defek trombosit
kualitatif (trombopati). Selain itu, pada pasien anak dengan kadar trombosit
28
transfusi trombosit sebagai pro laksis walaupun tanpa perdarahan aktif. Satu
yang diinginkan dari kom- ponen lainnya pada produk darah donor. Apheresis dapat
penggunaan produk apheresis adalah produk darah yang digunakan berasal dari satu
donor, sehingga kemungkinan terjadi reaksi transfusi dan penularan infeksi dapat
26
dicegah. Bentuk lain dari sediaan komponen trombosit yang tersedia di PMI
adalah pooled unit TC, yang merupakan produk TC yang berasal dari 4-6 orang
donor, yang kemudian dimasukkan ke dalam satu kantong. Setelah pooled unit TC
23
disiapkan, harus segera ditransfusikan, karena adanya risiko proliferasi bakteri.
sel darah putih dan trombosit dari suatu sampel darah. Indikasi transfusi granulosit
pada pasien dengan neutropenia, leukemia, penyakit keganasan lain, serta anemia
aplastik dengan jumlah hitung leukosit <2.000/mm3 dengan suhu >39,0°C. Jumlah
untuk neonatus, 1–2x1010/kgBB untuk bayi dan anak yang lebih besar, dan 2–
29
3x1010/kgBB untuk remaja. Satu unit granulosit mengandung 1 x 1010 granulosit.
29
Namun, saat ini transfusi granulosit sudah jarang digunakan.
terutama faktor IX pada pasien dengan hemo lia B dan faktor inhibitor koagulasi,
baik yang didapat atau bawaan apabila tidak tersedia komponen konsentrat dari
faktor spesi k atau faktor kombinasi. Dosis pemberian transfusi FFP pada anak dan
dengan koagulopati yang signifikan (PT/ APTT >1,5 titik tengah dari rentang nilai
normal atau brinogen <0,1 g/dL) yang dikaitkan dengan perdarahan yang signi kan
23
secara klinis atau sebelum prosedur invasif.
- Kriopresipitat
pada pasien hemo lia A, penyakit von Willebrand yang mengalami perdarahan atau
profrilaksis pada pasien dengan de siensi brinogen yang akan menjalani prosedur
23
invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan.
berat badan secara umum dapat meningkatkan konsentrasi brinogen 100 mg/ dL,
kecuali pada kasus DIC atau perdarahan masif. Transfusi yang dilaksanakan harus
30
berdasarkan pada kondisi klinis, dengan tujuan mencapai dan mempertahankan
Secara umum, penghitungan jumlah kantong dapat menggunakan rumus 0,2 x berat
badan dalam kg untuk meningkatkan konsentrasi brinogen 100 mg/ dL. Dalam
praktiknya, dapat diberikan 10-20 unit/ kgBB/12 jam, karena waktu paruh
kriopresipitat 12 jam. Satu kantong kriopresipitat berisi sekitar 30-40 mL, dan
27,28
mengandung faktor VIII 70-75 unit.
- Reaksi transfusi
Reaksi cepat, yang mencakup reaksi hemolitik akut, destruksi trombosit, demam
non-hemolitik, reaksi alergi, reaksi ana laktik, serta transfusionrelated acute lung
injury (TRALI).
Reaksi lambat, yang mencakup reaksi hemolitik lambat, aloantibodi, purpura pasca-
menjadi 3 kategori,
suhu >38,0°C atau kenaikan suhu 1-2°C dari suhu tubuh pra-transfusi, pruritus,
31
• Kategori II (reaksi sedang), di samping demam dengan suhu tubuh >39,0°C atau
kenaikan suhu >2°C dari suhu tubuh pra-transfusi, disertai menggigil, rasa kaku,
• Kategori III (reaksi berat), terjadi hipotensi atau gangguan sirkulasi, sesak napas,
29
mengi, stridor berat, serta ana laksis.
kasus yang pernah mengalami riwayat reaksi transfusi sebelumnya, terutama saat
pemberian produk darah yang me- ngandung plasma. Namun, penggunaan pro
Pemberian terapi ini didasari dari terjadinya rendahnya level EPO plasma
dan sel progenitor eritrosit yang responsif pada bayi prematur . Tidak cukupnya
kuantitas EPO plasma merupakan penyebab utama terjadinya anemia maka amat
logis bila diperkirakan bahwa r-HuEPO dapat mengoreksi defisiensi EPO dan
secara efektif menangani anemia pada bayi prematur. Namun, secara umum,
penggunaan r-HuEPO masih tidak secara luas dipakai karena efikasinya tidak
lengkap. Selain itu, r-HuEPO dan besi secara efektif menstimulasi erithropoiesis in
menyebutkan bahwa r- HuEPO berhasil menjaga tingkat hematokrit lebih dari 30%
32
tanpa diperlukan transfusi PRC. Karena sedikitnya manfaat dari pemberian terapi
C. Pencegahan
laboratorium sangat sering terjadi pada bayi prematur. Pada minggu-minggu awal
makin intens sehingga kehilangan darah akibat flebotomi secara tipikal merupakan
kontributor paling penting bagi kejadian anemia pada bayi prematur dan sebab
penggunaan alat tes darah yang dioperasikan secara bedside atau point of care.
dan 46% pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1 kg. Penggunaan in line
eritrosit yang diambil apabila dibandingkan dengan bayi yang diperiksa dengan
metode laboratorium reguler pada minggu pertama kehidupan. Namun, strategi ini
33
sangat bergantung pada alat-alat yang canggih dan terbatas pada kondisi ekonomi
sehingga hanya dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan yang sudah sangat maju.13
menunda penjepitan tali pusar dan umbilical cord milking. Perbedaan utama antara
penjepitan tali pusar merupakan mekanisme transfer pasif volume darah tambahan
pada laju yang rendah, seringnya diakibatkan oleh kontraksi rahim sedangkan
umbilical cord milking (UCM) merupakan transfer aktif volume darah tambahan
dari definisi penundaan penjepitan tali pusat. Mcdonnel tahun 1997 menyebutkan
waktu penundaan adalah 31 detik, menurut Rabe tahun 2000 adalah selama 45
detik, dan menurut Hoffmeyr tahun 1993 adalah selama 60 detik sampai dengan
120 detik. Sampai saat ini waktu yang tepat untuk menunda penjepitan tali pusat
Penjepitan dan pemotongan tali pusat bayi baru lahir merupakan intervensi
yang perlu dilakukan, namun waktu optimal untuk melakukan penjepitan tali pusat
ini masih kontroversial. Belum ada panduan resmi dalam praktik, namun
kebanyakan praktisi melakukan pemotongan tali pusat segera setelah lahir. Pada
bahwa pemotongan tali pusat dalam rentang waktu 15 detik, lebih dari 1 menit, dan
34
lebih dari 3 menit tidak memiliki perbedaan bermakna dalam 6 jam pertama tetapi
didapatkan peningkatan angka hematocrit lebih dari 65% pada pemotongan lebih
dari 3 menit dan setelah 24-48 jam kelahiran bayi prevalensi anemia meningkat
tajam pada pemotongan tali pusat dalam rentang 15 detik dibandingkan dengan
grup lainnya.1 Pada penelitian Mercer et al, penundaan penjepitan tali pusat selama
dihitung potensi kehilangan volume darah pada penjepitan tali pusat segera yaitu
darah total janin dan plasenta 105-110 ml/kg BB. Contoh, bila berat bayi lahir 3 kg
maka kurang lebih volume darah yang hilang atau yang tidak didapatkan oleh bayi
lahir yaitu 204 ml dan volume darah total janin dan plasenta yaitu 330 sehingga
bayi baru lahir ini akan kehilangan darah 61%. Meta-analisis terbaru
menyimpulkan penjepitan tali pusat tertunda (30 detik atau lebih) berhubungan
dengan volume darah dan penyimpanan zat besi 2 lebih besar untuk neonatus,
penurunan kejadian anemia, transfusi sel darah merah yang lebih sedikit, serta
yang dikhawatirkan seperti skor APGAR yang rendah, polisitemia, ikterus, dan
35
gangguan pernapasan, tidak secara bermakna terjadi pada penundaan penjepitan tali
pusat.31
Selain itu, penjepitan tali pusat segera dicurigai sebagai penyebab utama
anemia pada bayi baru lahir. Hal ini menyebabkan beberapa peneliti
lebih tinggi, peredaran oksigen dan nutrisi akan lebih lancar, jaringan yang nekrosis
akan berkurang, sehingga kebutuhan penggunaan oksigen tambahan pada bayi juga
menurun. Penjepitan tali pusat segera memicu penurunan kecepatan aliran darah di
(IVH). Efek langsung dari penjepitan tali pusat segera adalah untuk mengurangi
respirasi plasenta dan transfusi yang menyebabkan asfiksia hingga paru baru
berfungsi dan kehilangan 30-50% dari volume total. Kombinasi hipoksia dan
mendapatkan tranfusi plasenta secara penuh memiliki besi yang cukup untuk
mencegah anemia selama 1 tahun pertama, tetapi kehilangan darah pada neonatus
hingga 60 detik penundaan dalam penjepitan tali pusar pada semua kelahiran
kebutuhan transfusi dan penurunan insidensi IVH pada bayi prematur.30 Hal ini juga
36
dianjurkan oleh European Consensus Guideline on Resuscitation of the Preterm
resusitasi yang terlambat dan kehilangan panas pada bayi dengan berat lahir lebih
rendah atau umur gestasi yang lebih singkat. Namun, sudah diketahui secara luas
bahwa bayi yang memerlukan resusitasi juga memerlukan transfusi plasenta lebih
tinggi dari bayi lahir sehat. World Health Organization (WHO) sendiri kini
mengeluarkan pedoman terkait penjepitan dan pemotongan tali pusat bayi baru
lahir. Penundaan penjepitan tali pusat lebih dari 1 menit direkomendasikan untuk
meningkatkan kesehatan dan nutrisi bayi. Namun masih banyak penulis yang
melakukan penelitian terkait hal ini baik pada bayi preterm maupun aterm.33,34
pelaksanaannya yaitu tali pusar yang belum dijepit diremas dan darah didorong ke
arah bayi beberapa kali sebelum akhirnya dijepit. Walaupun begitu, penggunaan
• Lotus birth
Metode tali pusat tidak dijepit merupakan metode dimana plasenta tetap
terhubung pada bayi sampai tali pusat mengering dan lepas secara alami dari
umbilikus. Dalam dunia barat hal ini dikenal sebagai lotus birth. Lotus birth ini
37
Lotus birth merupakan bagian dari penjepitan tali pusat tertunda. Pada
metode tali pusat tidak dipotong, tali pusat tetap dibiarkan meskipun pulsasi
sudah berhenti, kemudian ditunggu sampai terjadi nekrosis lalu terlepas dengan
sendirinya dalam kurun waktu 3 – 10 hari. Tidak ada bukti medis tentang
manfaat yang didapatkan pada metode lotus birth. Penjelasan mengenai risiko
potensial tentang metode lotus birth harus diberikan kepada ibu, terutama risiko
Jika tali pusat dibiarkan untuk jangka waktu tertentu setelah melahirkan,
berisiko timbulnya infeksi pada tali pusat, yang akibatnya bisa menyebar ke
bayi. Tali pusat sangat rentan terhadap infeksi karena mengandung darah.
Dalam waktu singkat setelah lahir bayi, saat tali pusat berhenti berdenyut,
plasenta tidak memiliki sirkulasi sehingga jaringan akan mati. Jika seorang ibu
mengingatkan risiko potensial untuk praktik tidak memotong tali pusat. Tidak
diketahui secara pasti apakah meningkatkan risiko pada waktu paska persalinan
atau komplikasi pada neonatus. Infeksi dapat menyebar ke bayi karena pada
paska kelahiran, plasenta tidak memiliki sirkulasi dan mudah terkena infeksi.35
38
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
merpakan anemia fisiologis atau patologis. Untuk itu diagnosa yang cermat dan
muncul.
maternal meliputi diet dan minum obat selama kehamilan. Pemeriksaan fisik perlu
dicari tanda-tanda anemia seperti kulit pucat, konjungtiva anemis, bisa juga
mungkin sudah muncul pada saat pemeriksaan fisik seperti distres pernafasan,
letargis, serta tanda tanda syok. Evaluasi laboratorium awal meliputi pemeriksaan
pasti etiologi dari anemia pada neonatus. Pemeriksaan lebih lanjut disesuaikan
38
dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik seperti darah tepi lengkap, hitung
retikulosit, hapusan darah tepi, coombs test, kadar bilirubin, pemerikasaan enzim
diperlukan.
B. Saran
neonatus dengan anemia, kecukupan oksigenasi jaringan akibat anemia sulit untuk
ditentukan secara klinis. Oleh karena itu kita dituntut untuk lebih cermat dalam
39
DAFTAR PUSTAKA
40
14. Carrero J, Bárány P, Yilmaz MI, Qureshi AR, Sonmez A, Heimburger O,
et al. Testosterone deficiency is a cause of anaemia and reduced
responsiveness to erythropoiesis-stimulating agents in men with chronic
kidney disease. Nephrology, dialysis, transplantation : official publication
of the European Dialysis and Transplant Association - European Renal
Association. 2011;27:709-15.
15. Gibson B, Halsey C. Nonimmune neonatal anemias. Dalam: Arceci R,
Hann I, Smith O, penyunting. Pediatric Hematology. Edisi ke-3. Victoria:
Blackwell Publihing Ltd 2006. p. 131-48.
16. Moeslichan M, Windiastuti E. Anemia Hemolitik. Dalam: Permono B,
Sutaryo, Ugrasena I, Windiastuti E, penyunting. Buku Ajar Hemato
Onkologi Anak. Edisi ke-3. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2010. h. 134-8.
17. Sawada K, Fujishima N, Hirokawa M. Acquired pure cell aplasia: updated
review of treatment. Br J Hematol. 2008;142:505-14.
18. Singh A, Radhakrishnan N, Seth T, Mishra P, Mahapatra M. Diamond
blackfan anemia: tertiary care center experience. Mediterr J Hematol
Infect Dis. 2013;5:1-9.
19. Glader. Immune hemolytic anemias. Dalam: Arceci R, Hann I, Smith O,
penyunting. Pediatric Hematology. Edisi ke-3. Victoria: Blackwell
Publishing Ltd. 2006. p. 151-67
20. Saeidi R, Banihashem A, Hammoud M, Gholami M. Comparison of oral
recombinant erythropoietin and subcutaneous recombinant erythropoietin
in prevention of anemia of prematurity. Iran Red Crescent Med J.
2012;14:178-81.
21. Abdelghaffar S, Mansi Y, Ibrahim R, Mohammed D. Red blood
transfusion in preterm infants: Change in glucose, electrolyte and acid
base balance. Asian J Transfus Sci. 2012;6:36-41.
22. Schonewille H, Prinsen-Zander KJ, Reijnart M, et al. Extended matched
intrauterine transfusions reduce maternal Duffy, Kidd, and S antibody
formation. Transfusion 2015; 55:2912.
23. New HV, Berryman J, Bolton-Maggs PHB, Stanworth SJ. Guidelines on
transfusion for fetuses, neonates and older children. British Committee for
Standards in Hematology; 2014.
24. Joint United Kingdom (UK) Blood Transfusion and Tissue
Transplantation Services Professional Advisory Committee. 2013.
Guidelines for the blood transfusion services in the United Kingdom.
London, JPAC.
25. Clarke G, Charge S. Clinical guide to transfusion medicine. Canadian
Blood Services; 2013.
41
26. Hume HA, Limoges P. Perioperative blood transfusion therapy in pediatric
patients. American J Ther 2002;9:396-405.
27. Roseff SD, Luban NL, Manno CF. Guidelines for assessing
appropriateness of pediatric transfusion. Transfusion 2002;42:1398-413.
28. Singh S, Kumar A. Leukocyte depletion for safe blood transfusion.
Biotechnol J 2009;8:1140-51.
29. Wahidiyat PA, Rahmartani LD, Putriasih SA. Pemakaian klinis produk
darah pada kasus transfusi berulang. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Panduan pelayanan transfusi darah. Jakarta; 2015. h. 65-8
30. Elimian A, Goodman J, Escobedo M, Nightingale L, Knudtson E,
Williams M. Immediate Compared With Delayed Cord Clamping in the
Preterm Neonate. J Obstetrics and Gynecology 2014:124 (6). 1075-79.
31. Chiruvolu A, Tolia VN, Qin H, Stone GL, Rich D, Conant RJ, et al. Effect
Of Delayed Cord Clamping On Very Preterm Infants. American Journal of
Obstetric and Gynecology 2015; 213:674–9.
32. Kaempf JW, Tomlinson MW, Kaempf AJ, Wu Y, Wang EL, Tipping N, et
al. 2008. Delayed Umbilical Cord Clamping in Premature Neonates. J
Obstetrics and Gynecology 2012;120:325-30.
33. WHO. 2012. Guidline for optimal timing of cord clamping for the
prevention of iron deficiency anaemia in infants. Geneva, World Health
Organization
34. WHO. 2014. Guideline: Delayed umbilical cord clamping for improved
maternal and infant health and nutrition outcomes. Geneva, World Health
Organization
35. RCOG. 2013. RCOG statement on umbilical non-severance or lotus birth.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. London, RCOG.
42