Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Obat Esensial

Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk layanan kesehatan masyarakat dan
tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI.

Obat esensial merupakan obat yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan kesehatan sebagai dasar dan
sebagai bentuk diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitas. Pada obat esensial juga diterapkan
berdasarkan ketepatan, keamanan, kerasionalan pada saat obat itu digunakan.

Dalam obat esensial juga berlaku peningkatan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai
salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
pada masyarakat oleh pemerintah.

Dari sisi medis, obat esensial dapat dikaitkan dengan obat pilihan utama (drug of choice) untuk wilayah
ataupun tempat pelayanan tertentu. Dalam hal ini, hanya obat yang terbukti memberikan manfaat klinik
paling besar, paling aman, palig ekonomis dan palin sesuai dengan sistem pelayanan kesehatan yang
dimasukkan dalam DOEN. Tujuan kebijakan obat esensial adalah untuk menngkatkan ketepatan,
keamanan, kerasionalan, penggunaan, dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna
biaya yang tersedia.

Konsep Obat Esensial di Indonesia mulai diperkenalkan dengan dikeluarkannya Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) yang pertama tahun 1980, dan dengan terbitnya Kebijakan Obat Nasional pada tahun
1983. DOEN direvisi secara berkala setiap 3-4 tahun. DOEN yang terbit sekarang ini merupakan yang
terbit sekarang ini merupakan revisi tahun 2008. Komitmen pemerintah melakukan revisi berkala
merupakan prestasi tersendiri.

B. Manfaat Penggunaan Obat Esensial

1. Memberikan keleluasaan bagi dokter untuk memilih obat yang tepat bagi pasien.

2. Rasionalisasi dalam peresepan.

3. Menjamin ketersediaan obat bagi masyarakat.

4. Memudahkan dokter memilih obat.

5. Menyediakan obat dengan harga ekonomis dan terjangkau oleh setiap lapisan masyarakat.

6. Menghindri tindakan pemberian obat paten tertentu secara terus menerus kepada pasien.

7. Memberikan gambaran anggran pengeluaran obat bagi instansi-instansi seperti: RS dan puskesmas.

C. Kriteria Obat Esensial

Pemilihan obat esensial didasarkan atas kriteria menurut WHO berikut :

1. Memiliki rasio manfaat resiko (benefit risk ratio) yang paling menguntungkan penderita.

2. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan ketersediaan hayati (bioavailabilitas).

3. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.


4. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan yang disesuaikan dengan tenaga,
sarana dan fasilitas kesehatan.

5. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita.

6. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya


langsung dan tidak langsung.

7. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan dijatuhkan pada :

a. Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.

b. Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan.

c. Obat yang stabilitasnya lebih baik.

d. Mudah diperoleh.

e. Obat yang telah dikenal.

8. Obat jadi kombinasi tetap, harus memenuhi kriteria berikut :

a. Obat hanya bermanfaat bagi penderita dalam bentuk kombinasi tetap.

b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang lebih tinggi dari pada masing-
masing komponen.

c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan perbandingan


yang tepat untuk sebagian besar penderita

Yang memerlukan kombinasi tersebut, yakni:

a. Kombinasi tetap harus meningkatkan rasio manfaat biaya (benefit-cost ratio).

b. Untuk antibiotika kombinasi tetap harus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya resistensi dan
efek merugikan lainnya.

D. Pembagian Obat Esensial Nasional

1. Analgesik

Merupakan istilah yang digunakan untuk kelompok obat penahan rasa sakit. Obat analgesik termasuk
obat anti radang non-steroid (NSAID) bukan saja meredakan rasa sakit juga dapat meredakan demam.

Analgesik yang bersifat narkotik seperti opioid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan
merubah persepsi terhadap kesakitan (noesipsi). Obat jenis ini lebih bisa mengurangi rasa sakit bila
dibandingkan dengan NSAID.

Analgesik sendiri dibagi menjadi dua, yakni:

a. Analgesik Opioid (Analgesik Narkotika)

Merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama
digunakan untuk menghilangkan atau meredakan rasa nyeri. Tetapi, analgesik opioid dapat
menimbulkan adiksi atau ketergantungan maka usaha untuk mendapatkan sesuatu analgesik masih
tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgesik yang kuat dengan morfin tanpa bahaya adiksi.

Ada 3 golongan obat jenis ini yaitu ;

1) Obat yag berasal dari opium-morfin.

2) Senyawa seministentik morfin.

3) Senyawa sintetik berefek seperti morfin.

b. Analgesik lainnya.

Seperti golongan salisilat seperti aspirin, golongan para amino fenol, seperti paracetamol, dan golongan
lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat, naproken dan masih banyak lagi.

2. Antipiretik

Merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam. Namun, tidak
mempengaruhi suhu tubuh normal jika tidak dalam keadaan demam. Antipiretik bertindak pada
hipotalamus untuk mengurangi kenaikan suhu yng diprakarsai oleh interleukin. Setelah itu, suhu akan
berfungsi pada suhu yang lebih rendah sehingga terjadi pengurangan demam. Antipirentik yang sering
digunakan adalah aspirin, asetaminofen dan lainnya.

3. Anastetika

Obat-obatan yang dapat menimbulkan anesthesia atau narkosa yakni, keadaan depresi umum yang
bersifat reversible dari berbagai pusat di SSP, dimana seluruh perasaan dan keadaa ditiadakan. Jadi,
anestetika digunakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.

Anestesi dibedakan menjadi dua, yakni anestesi umum dan anestesi lokal. Anestesi umum adalah
hilangnya rasa sakit disertai dengan hilangnya kesadaran. Sedangkan, anestesi lokal adalah hilangya rasa
sakit tanpa hilangnya kesadaran.

4. Antidotum

Merupakan obat penawar racun. Antidotum lebih difokuskan terhadap over dosis atau dosis toksik dari
suatu obat. Kondisi suatu obat dapat menimbulkan keracunan bila melebihi kondisi amannya. Selain itu,
metabolisme tubuh setiap orang terhadap dosis obat jug mempengaruhi.

Pada keracunan yag dibutuhkan antidotum yang memnag terbukti menolong efek keracunan obat
tertentu, misalnya asam folinat untuk keracunan metotrexat.

Agent Nalokson, atrpin, cheleting, natrium tiosulfat, metilen biru meruapakan antidotum spesifik yang
dapt ampuh dan sering menimbulkan reaksi pengobatan yang dramatis. Namun, sebagian terbesar
kasus keracunan harus dipuaskan dengn pengobatan gejalanya saja, dan inipun haya untuk menjaga
fungsi vital tubuh yaitu, pernafasan dan sirkulasi darah.
Racun akan didetoksifikasi oleh hepar atau secara alami dan racun atau metabolitnya akan diekskresi
melalui ginjal dan hati. Selama keracunan perlu dipertahankan pernapasan dan sistem kardiovakuler
(fungsi vital).

5. Antihistamin

Antihistamin atau atagonis hitamin adalah zat yang mampu mencegah penglupasan atau kerja histamin.
Istilah anti histamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang manapun.

Namun sering sekali istilah ini dgunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada
reseptor histamin. Antihistamin ini biasnya digunakan untuk mengobati reaksi alergi yang disebabkan
tanggpan berlebihan tubuh terahadap alergen atau penyebab alergi yang tumbuh seperti serbuk sari
tanaman. Terdapat beberapa jenis histamin berdasarkan sasarra kerjanya terhadap reseptor secara
klinis digunakan untuk mengobati alergi :

1) Difenhidramina

2) Loratadina

3) Desloratadina

4) Meclinzine

5) Quentiapine

6) Prometazina.

6. Antimiggrain

Adalah obat yang dimaksudkan untuk mengurangi efek atau intensitas migrain (sakit kepala sebelah),
contohnya:

a. Triptans

b. Zolmitriptan

7. Anti flamasi

Adalah respon normal terhadap cedera. Ketika terjadi cedera, zat seperti histamine, brandikinin dan PG
serta serotonin. Anti flamasi bekerja mengikat enzim cycloxigense dan lipogenase sehingga
menghambat sintesis PG dan Leokotorin. Hambatan tersebut antara lain menyebabkan stabilitas sel
menigkat, permebialitas membrane menurun, dan nyeri berkurang.

Berdasarkan cara kejrja diatas ada dua jenis anti inflamasi yang sering digunakan dalam klinik, yaitu
golongan kortikosteroid dan nonstroid. Dari dua golongan anti inflamasi yang sering digunakan adalah
AINS, karena golongan steroid dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek seperti:

1) Iritasi lambung

2) Moon face

3) Menekan imunitas
4) Tulang keropos.

8. Diuretik

Adalah suatu obat yang digunakan untuk meningkatkan jumlah urine (duiresis) dengan jalan
menghambat reasorbsi air dan natrium serta mineral lain pada tubulus ginjal. Penggunaan diuretic
terbanyak adalah anti hopertensi dan gagal jantung.

Penggolongan kerja diuretik adalah sebagai berikut:

a. Golongan tiasid dan sperti tiasid.

b. Golongan diurutok kuat.

c. Diuritik hemat kalium

d. Penghambat anhidrase karbonik.

9. Antikonvulsi

Antikonvuksi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitaneppilepsi (epilepticseizure).


Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejalan
konvulusi penyakit lain. Bromida, obat pertama yang digunkan untuk terapi epeliepsi telah ditinggalkan
karena ditemukan berbagai anti epilepsi baru yang lebih efektif.

10. Anti epileptika

Adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi berat khasiat anti konvulasinya, yakni
meredahkan konvulasi (kejang klonus hebat). Disamping kebanyakan obat juga bersedatid (meredakan).
Semua obat anti konvulsi memiliki masa paruh panjang, dieliminasi, berkumulasi dalam tubuh tanpa
penggunaan kronis.

11. Antieoplastik

Obat-obatan ini mencapai hasil terapeuti dengan berbagai macam cara, memiliki lebih banyak spesifikasi
obat. Manfaat efektifnya terhadap leukimia limfatik, penyakit tumor wilms dan kanker payudara. Obat-
obatan ini mempunyai banyak reaksi sampingan sehubungan dengan cara pemberiannya, biasakan
dengan obat-obatan yang telah digunakan. Sebagian besar diberikan pada lingukungan rumah sakit.

12. Psikofarma

Obat-obatan ini adalah yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk
obat-obatan psikotropik yang bersifat neuropletika (bekerja pada sistem saraf).

Pengobatan pada gangguan mental bersifat komperhensif, yang meliputi:

a. Teori biologis (somatik), mencakup pemberian obat psikofarma, lobektomi dan electro therapy
(ECT)

b. Psikoterapeutik

c. Terapi modalitas.
13. Antiseptik

Antiseptik dan desinfektan digunakan untuk mencegah infeksi. Keduanya berbeda dengan antimikroba
karena selain bentuk umumya larutan, pemakainnya selalu diaplikasikan di tempat yang kemungkinan
terdapat mikroba(kontak langsung) dan bekerja tdak selektif. Efeknya karena menyebabkan denaturasi
protein, menginaktifasi enzim dan merusak membran sel pada kosentrasi tetentu.

Antiseptik digunakan pada sel hidup sedangkan desinfektam digunakan pada benda mati. Seperti pada
peralatan medis, ruang operasi untuk sterilisasi. Contohnya alkohol konsentrasi 40-70%, dalam hal
antiseptik sebagai peralatan kulit untuk injeksi sedangkan desinfektam untuk peralatan medis.

E. Penerapan Konsep Obat Esensial Nasional

Obat esensial adalah obat paling mendasar yang dibutuhkan oleh pelayanan kesehatan.
Jika dalam pelayanan kesehatan diperlukan obat di luar DOEN, dapatdisusun dalam
Formularium (RS) atau Daftar obat terbatas lain (Daftar Obat PKD, DPHOAskes).
Penerapan Konsep Obat Esensial dilakukan melalui Daftar Obat Esensial Nasional, Pedoman Pengobata
n, Formularium Rumah Sakit, Daftar obat terbatas lain dan Informatorium Obat Nasional Indonesia y
ang merupakan komponen salingterkait untuk
mencapai peningkatan ketersediaan dan suplai obat serta kerasionalanpenggunaan obat.

1. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan daftar berisikan obatterpilih yang paling dibutuhkan
dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN
merupakan standar nasional minimal untuk pelayanan kesehatan.

Penerapan DOEN dimaksudkan untuk meningkatkan ketepatan, keamanan, kerasionalan penggunaan


dan pengelolaan obat yang sekaligus meningkatkan daya guna dan hasil guna
biaya yang tersedia sebagai salah satu langkah untuk memperluas, memeratakan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penerapan DOEN harus dilaksanakan
secara konsisten dan terus menerus di semua unit pelayanan kesehatan.

Bentuk kesediaan, kekuatan sediaan dan besar kemasan yang tercantum dalamDOEN adalah mengikat.
Besar kemasan untuk masing-masing unit pelayanan
kesehatan didasarkan pada efisiensi pengadaan dan distribusinya dikaitkan dengan penggunaan.

2. Pedoman Pengobatan

Pedoman Pengobatan disusun secara sistematik untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosis
dan pengobatan yang optimal untuk suatu penyakit tertentu.
Pedoman Pengobatan disusun untuk setiap tingkat unit pelayanan kesehatan, seperti
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas dan Pedoman Diagnosis dan Terapi di Rumah Sakit. Pedoman
Pengobatan memuat informasi penyakit, terutama penyakit yang umum terjadi dan keluhan-
keluhannya serta informasi tentang obatnyameliputi kekuatan, dosis dan lama pengobatan.

3. Formularium Rumah Sakit


Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta infomasinya yang harus
diterapkan di Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit
disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) / Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Rumah Sakit
berdasarkan DOEN dan disempurnakan dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara
ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di Rumah Sakit tersebut. Penyusunan Formularium Rumah Sakit juga
mengacu pada pedoman pengobatan yang berlaku. Penerapan Formularium Rumah Sakit harus selalu
dipantau. Hasil pemantauan dipakai untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.

4. Formularium Spesialistik

Formularium Spesialistik merupakan suatu buku yang berisi informasi lengkap obat-
obat yang paling dibutuhkan oleh dokter spesialis bidang tertentu, untukpengelolaan
pasien dengan indikasi penyakit tertentu.

Formularium Spesialistik disusun untuk meningkatkan ketaatan para dokterspesialis Rumah Sakit
terhadap Formularium Rumah Sakit yang selama ini masihsangat rendah. Bidang spesialisasi tertentu
bisa saja mempunyai banyak subspesialisasi, misalnya bidang spesialisasi Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan, merupakan
bidang spesialisasi yang mempunyai banyaksubspesialisasi, sehingga dapat disusund aftar obat esensial
khusus untuk ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

Penyusunan Formularium Spesialistik melibatkan baik asosiasi profesi dokter spesialis terkait maupun
masing-masing subspesialisasinya. Dengan keikutsertaan serta peran aktif para spesialis diharapkan para
spesialis tersebut merasa memiliki sehingga penggunaan obat rasional dapat diterapkan dengan baik.

5. Informatorium Obat Nasional Indonesia

Informatorium Obat Nasional Indonesia berisi informasi obat yang beredar dan
disajikan secara ringkas dan sangat relevan dengan kebutuhan dokter, apotekerdan tenaga kesehatan
lainnya. Informatorium Obat Nasional Indonesia diterbitkan oleh Departemen Kesehatan untuk
menjamin obyektivitas, kelengkapan dan tidak menyesatkan. Informasi obat yang disajikan meliputi
indikasi, efek samping, dosis, cara penggunaan dan informasi lain yang penting bagi penderita.
Pengembangan Informatorium Obat Nasional Indonesia dilakukan berdasarkan bukti yang didukung
secara ilmiah yang berkaitan dengan kemanfaaatan dan penggunaan obat.

F. Pengelolaan dan Penggunaan Obat

Untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, penggunaan obat esensialpada unit pelayanan
kesehatan selain harus disesuaikan dengan pedoman pengobatanyang telah
ditetapkan, juga sangat berkaitan dengan pengelolaan obat.
Pengelolaan obatyang efektif diperlukan untuk menjamin ketersediaan obat dengan jenis
dan jumlahyang tepat dan memenuhi standar mutu. Aspek yang penting dalam
pengelolaan obatmeliputi antara lain :

a. Pembatasan jumlah dan macam obat berdasarkan Daftar Obat


b. Esensial menggunakan nama generik, dengan perencanaan yang tepat.

a. Pengadaan dalam jumlah besar (bulk purchasing).

b. Pembelian yang transparan dan kompetitif.

c. Sistem audit dan pelaporan dari kinerja pengelolaan.

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang PembagianUrusan


Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, danPemerintah
Daerah Kabupaten/Kota membawa implikasi terhadap organisasikesehatan di propinsi,
kabupaten maupun kota. Demikian pula halnya denganorganisasi pengelolaan obat, masing-
masing daerah kabupaten / kota mempunyaistruktur organisasi dan kebijakan
sendiri dalam pengelolaan obat. Dimana hal inimembuka berbagai peluang terjadi perbedaan yang sa
ngat mendasar di masing-masing Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengelolaan obat.

Siklus distribusi obat dimulai pada saat produk obat keluar dari pabrik ataudistributor, dan berakhir
pada saat laporan konsumsi obat diserahkan kepada unit pengadaan. Distribusi
obat yang efektif harus memiliki desain sistem dan manajemenyang baik dengan cara antara lain:
menjaga suplai obat tetap konstan, mempertahankan mutu obat yang baik selama proses
distribusi, meminimalkan obat yang tidak terpakaikarena rusak atau kadaluarsa dengan perencanaan
yang tepat sesuai kebutuhan masing-masing daerah, memiliki catatan penyimpanan yang akurat,
rasionalisasi depo obat dan pemberian informasi untuk memperkirakan kebutuhan obat.

Dengan adanya desentralisasi diharapkan kabupaten/kota maupun provinsi dapat


mencukupi kebutuhan obatnya masing-masing. Pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kesehatan
hanya memback-up manakala kabupaten/kota maupun provinsi
tidak dapat memenuhi kebutuhannya. DOEN merupakan dasar untuk perencanaan dan
pengadaan obat baik di daerah (kabupaten / kota / provinsi) dan tingkat pusat.

Untuk pengelolaan dan penggunaan obat khusus (spesialistik) dalam mengatasi keadaan
tertentu, pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan AlatKesehatan,
Departemen Kesehatan RI dapat memasukannya melalui jalur khusus(special acces schem) sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1379.A/Menkes/SK/XI/2002

G. Jaga Mutu Obat Esensial Nasional

Jaga mutu obat menyeluruh yang meliputi tahap pengembangan produk, Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB), monitoring mutu obat pada rantai distribusi dan
penggunaannya, merupakan elemen penting dalam penerapan konsep obat esensial.

Anda mungkin juga menyukai