Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

APOTEK SAHABAT PONTIANAK

DISUSUN OLEH :

AGUS STYAWAN (I21111017)

YASHINTA (I21111018)

JULI SAFRIANI (I21111023)

QISTI RAHMAWATI HUSNA (I21111028)

PROGAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2014
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
DI APOTEK SAHABAT PONTIANAK
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Disusun Oleh :
Agus Styawan (I21111017)
Yashinta (I21111018)
Juli Safriani (I21111023)
Qisti Rahmawati Husna (I21111028)

Menyetujui,
Apoteker Pengelola Apotek Dosen Pembimbing

Bambang Wijianto, M.Sc., Apt Ressi Susanti, M.Sc., Apt


SIPA 19841231/SIPA_61.71/2014/1043 NIP. 198003242008122002

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Program Studi Farmasi


An. Sekretaris Progam Studi Farmasi

dr. Bambang Sri Nugroho, Sp. PD Rafika Sari M.Farm., Apt


NIP. 195112181978111001 NIP.198401162008012002

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Lapangan dan penyusunan laporan Praktek Kerja Lapangan di Apotek Sahabat
Pontianak.
Penyusun mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang tak
terhingga atas segala bimbingan dan arahan selama melakukan Praktek Kerja
Lapangan di Apotek Sahabat Pontianak. Penghargaan ini dipersembahkan
kepada:

1. Imam Asropi S.Km.,M.Si., selaku pimpinan Apotek Sahabat dan Bambang


wijianto, Msc, Apt, selaku apoteker pengelolah apotek Sahabat Pontianak,
yang telah berkenan memberikan fasilitas kepada penulis untuk
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan, serta seluruh staf karyawan Apotek
Sahabat Pontianak yang telah membantu selama melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan.
2. dr. Bambang Sri Nugroho. Sp.PD selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura Pontianak.
3. Indri Kusharyanti.M.Sc.,Apt selaku ketua program studi Farmasi Universitas
Tanjungpura Pontianak.
4. Mohammad andre, M.Sc., Apt., dan Eka Kartika Untari, M.Farm., Apt selaku
koordinator pelaksana Praktek Kerja Lapangan yang telah memberikan
fasilitas dan sarana kepada penulis untuk melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan.
5. Ressi Susanti, M.Sc, Apt selaku pembimbing yang telah memberi petunjuk
dan bantuan selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.
6. Pihak-pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini.

ii
Akhir kata, penyusun berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas
budi baik Bapak dan Ibu, serta laporan ini dapat menjadi kontribusi yang
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi.

Pontianak, Desember 2014

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………. i


KATA PENGANTAR …………………………………………………...….. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………..………. iv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ………………………………………………... 1
I.2 Tujuan…………………………………………………………. 3
I.3 Manfaat………………………………………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Apotek ………………………………………...……. 6
II.2 Landasan Hukum Apotek ………………………………........ 7
II.3 Tugas Dan Fungsi Apotek ……………………………...….... 8
II.4 Tata Cara Perizinan Apotek ……………………………........ 8
II.5 Pengelolaan Apotek ……………………………………..…... 10
II.6 Pelayanan Apotek ………………...…………………………. 11
II.7 Pencabutan Surat Izin Apotek ……………………………….. 15
II.8 Pengelolaan Narkotika ………………………………………. 18
II.9 Pengelolaan Psikotropika …………………………………..... 24
II.10 Pelayanan Resep…………………………………………… 26
BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK
III.1. Sejarah …………………………………………………….. 29
III.2 Lokasi ……………………………………………………..… 30
III.3. Bangunan Dan Tata Ruangan ……………………………….. 31
III.4. Struktur Organisasi ………………………………………….. 32
III.5. Bidang Kerja … …..…………………………………………. 32
III.5.1. Kesejahteraan Karyawan…………...………………….
38
III.6. Kegiatan Apotek Sahabat…………………………………….. 40

iv
BAB IV PEMBAHASAN
IV.1 Pelaksanaan PKL …………………………………………...… 42
IV.1.1. Jenis dan Bentuk Kegiatan……………………………. 42
IV.1.2. Kendala yang Dihadapi dan Upaya Pemecahanya……. 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


V.1 Kesimpulan …………………………………………………… 65
V.2 Saran ………………………………………………………….. 66
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 67
LAMPIRAN …………………………………………………………………. 69

v
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Apotek

Definisi apotek menurut PP 51 Tahun 2009. Apotek merupakan suatu

tempat atau terminal distribusi obat perbekalan farmasi yang dikelola oleh

apoteker sesuai standar dan etika kefarmasian. Secara lengkap apotek merupakan

salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya

derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama

dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,

kelompok dan masyarakat. Selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian

dan praktek profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian.

Pekerjaan kefarmasian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 51 tahun 2009 adalah Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan

termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan

obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan

obat dan obat tradisional.

6
II.2 Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat

yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan

kefarmasian.

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/MenKes/SK/X/2004 tentang

standar pelayanan kefarmasian di apotek.

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang

perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993

tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek.

3. Undang – Undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika

4. Undang – undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika

5. Peraturan menteri Kesehatan no. 922/MenKes/per/X/1993 tentang ketentuan

dan tata cara pemberian izin apotek

6. Undang – Undang Kesehatan RI No.23 tahun 1992 tentang kesehatan

7. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1990 tentang masa bakti apoteker, yang

disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.

183/MenKes/Per/II/1995.

8. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26

tahun 1965 tentang apotek.

9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

284/Menkes/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat.

7
II.3 Tugas Dan Fungsi Apotek

Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:

a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatan Apoteker.

b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.

c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi

antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.

d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

II.4 Tata Cara Perizinan Apotek

Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002, tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993.

Adapun kententuan pemberian izin apoteknya adalah sebagai berikut :

Pasal 7

1. Permohonan Izin Apotik diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1.

2. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima

permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk

8
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotik untuk melakukan

kegiatan.

3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-

lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat

dengan menggunakan contoh Formulir APT-3.

4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam poin (2) dan (3) tidak

dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap

melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan

menggunakan contoh Formulir Model APT-4.

5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil

pemeriksaan sebagaimana dimaksud poin (3), atau pernyataan dimaksud poin

(4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat

Izin Apotik dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5.

6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau

Kepala Balai POM di maksud poin (3) masih belum memenuhi syarat Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari

kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir

Model APT-6.

9
7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam poin (6), Apoteker

diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi

selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat

Penundaan.

Pasal 9

Terhadap permohonan izin apotik yang ternyata tidak memenuhi

persyaratan dimaksud pasal 5 dan atau pasal 6, atau lokasi Apotek tidak sesuai

dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat

dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib

mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya dengan

mempergunakan contoh Formulir Model APT-7.

II.5 Pengelolaan Apotek

Pengelolaan apotek sepenuhnya dijalankan oleh Apoteker. Pengelolaan

apotek dibagi menjadi 2 yaitu : pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non

teknis farmasi yang meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, pajak,

personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan

apotek. Pengelolaan apotek meliputi:

1. Peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan

oabt atau bahan obat.

2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi

lainnya.

3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi :

10
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan baik

kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.

b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,

bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

c. Pelayanan informasi tersebut diatas wajib didasarkan pada kepentingan

masyarakat.

II.6 Pelayanan Apotek

Menurut keputusan Menkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, pelayanan kefarmasian di

apotek meliputi :

1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter

hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker

Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada

kepentingan masyarakat.

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

919/Menkes/Per/X/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa

resep, obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria :

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di

bawah usia 12 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.

b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada

kelanjutan penyakit.

c. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan.

11
d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia.

e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

2. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan

farmasi yang bermutu baik dan absah.

3. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep

dengan obat bermerek dagang. Namun resep dengan obat bermerek dagang

atau obat paten boleh diganti dengan obat generik.

4. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat

mengikuti ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara.

Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara

lain yang ditetapkan oleh Badan POM.

5. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, Apoteker

wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang

lebih tepat.

6. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan

obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.

7. Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau

penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada

Dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu Dokter penulis

resep tetap pada pendiriannya, Dokter wajib secara tertulis atau

membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.

12
8. Salinan resep harus ditandatangani oleh Apoteker.

9. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka

waktu 3 tahun.

10. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis

resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas

kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan

yang berlaku.

11. Apoteker diperbolehkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan

sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menkes RI

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/Menkes/Sk/VII/1990

tentang Obat Wajib Apotek, Apoteker di Apotek dalam melayani pasien yang

memerlukan obat yang termasuk Daftar Obat Wajib Apotek, diwajibkan :

a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan

dalam Obat Wajib Apotek yang bersangkutan.

b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.

c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,

efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

Berdasarkan Kepmenkes No.1027 tahun 2004 mencakup aspek :

1. Sumber Daya Manusia

Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh

seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker

senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan

pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu

13
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam

situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu

belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi

peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

2. Sarana dan Prasarana

Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh

masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis

kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota

masyarakat. Dalam Permenkes No.922 tahun 1993 ayat 2 sarana apotek dapat

didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya

di luar sediaan farmasi dan ayat 3 apotek dapat melakukan kegiatan

pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.

Kepmenkes No.1027 tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian

di apotek pada bab II tentang pengelolaan sumber daya menuntut bahwa

kegiatan pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah

dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk

menunjukan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan

penyerahan.Apotek harus memiliki :

1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan

brosur/materi informasi.

3. Ruangan tertutup untuk konseling.

4. Ruang racikan.

14
5. Tempat pencucian alat.

6. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak

penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,

terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta

diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah

ditetapkan.

3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.

Komoditas di apotek dapat berupa sediaan farmasi, perbekalan

kesehatan, alat kesehatan maupun yang lainnya.Yang dimaksud sediaan

farmasi adalah obat tradisional, dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah

semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk

menyelanggarakan upaya kesehatan sedang alat kesehatan adalah bahan,

instrumen apparatus, mesin, implant yang tidak mengandung obat yang tidak

digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan

penyakit serta memulihkan kesehatan.

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan,

pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.

II.7 Pencabutan Surat Izin Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1332/MenKes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat

mencabut surat izin apotek apabila :

15
1. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan.

b. Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai apoteker.

c. Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri.

d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan

tugasnya, sebagai apoteker.

e. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker

Pengelola Apotek di apotek lain.

2. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan,

menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan

keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat

digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara

dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Apoteker mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten.

3. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus

menerus.

4. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang obat keras No. St 1973 No.

541, UU No. 23 tahun 1997 tentang narkotika, serta ketentuan peraturan

perundang-undangan lain yang berlaku.

5. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.

6. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-

undangan di bidang obat.

16
7. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat

pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya

baik merupakan milik sendiri atau pihak lain.

Berdasarkan PP 51 Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan

Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. STRA, STRA

Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena:

a. Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau

tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;

b. Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Permohonan yang bersangkutan;

d. Yang bersangkutan meninggal dunia; atau

e. Dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan

surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan

pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan :

a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3

(tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua)

bulam dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12.

b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan

sejak dikeluarkannya penetapan pembekuaan kegiatan Apotek dengan

menggunakan Formulir Model APT-13.

17
Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat

dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh

persyaratan sesuai dengan ketentuan dlam peraturan ini dengan menggunakan

contoh formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotek dilakukan setelah

menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota setempat.

Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau

Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pengamatan yang dimaksud wajib mengikuti

tata cara sebagai berikut :

a. Dilakuan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika,

obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di

apotek.

b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang

tertutup dan terkunci.

c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai

laporan inventasasi yang dimaksud dalam poin (a).

II.8 Pengelolaan Narkotika

Definisi narkotika Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009

tentang Narkotika, ialah suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

18
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam

golongan-golongan yaitu :

1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

2. Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan

sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan.

3. Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan, namun menimbulkan ketergantungan yang

sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang

ketat dan seksama. Dalam hal ini pengaturan narkotika harus benar-benar

terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam,

menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan

diawasi dengan ketat.

Tujuan pengaturan narkotika tersebut adalah:

1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan

dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

19
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika.

3. Memberantas peredaran obat gelap.

Pengendalian dan pengawasan obat narkotika di Indonesia merupakan

wewenang badan POM (Pengawasan Obat dan Makanan). Untuk mempermudah

pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya

memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) untuk mengimpor bahan

baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia.

Hal tersebut dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang

penggunaannya dapat disalahgunakan. Secara garis besar pengelolaan narkotika

meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.

1. Pemesanan Narkotika

Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 1976, apotek hanya

dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu

yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk memudahkan

pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT.

Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP), yang

ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA), dilengkapi dengan

nama jelas, stempel apotek, dan nomor STRA (Surat Tanda Registrasi

Apoteker). Surat Pesanan ini dibuat 4 rangkap untuk tiap jenis obat.Tiga

lembar SP tersebut dikirim ke PBF masing-masing untuk Dinas Kesehatan,

BPOM, pedagang atau penanggung jawab Kimia Farma dan satu lagi

sebagai arsip apotek.

20
2. Penyimpanan Narkotika

Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam PerMenKes RI

No.28/MENKES/PER/VI/1978. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa

apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan

harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat

2. Harus mempunyai kunci yang kuat

3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian

pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-

garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan

untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari.

4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari

40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat melekat pada

tembok atau lantai.

5. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain

selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.

6. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang

dikuasakan.

7. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak

terlihat oleh umum.

21
3. Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika

Dalam UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, disebutkan

bahwa:

1. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu

pengetahuan.

2. Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan

penyakit berdasarkan resep dokter.

3. Apotek dilarang mengulangi penyerahan narkotika atas dasar salinan

resep dokter.

Selain itu, berdasarkan surat edaran Dirjen POM No.

336/E/SE/1997/ disebutkan bahwa:

1. Sesuai dengan pasal 7 ayat (2) UU No. 9 Tahun 1976 tentang

narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung

narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum

dilayani sama sekali.

2. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama

sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep

tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.

3. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh

dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter tidak boleh menambah

tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika.

22
4. Pelaporan Narkotika

Undang-undang No. 35 Tahun 2009 pada Bab IV Pasal 14 ayat (2),

menyebutkan bahwa Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana

penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat

kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu

pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan

berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada

dalam penguasaannya.

Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan laporan mutasi

narkotika berdasarkan penerimaan dan pengeluarannya sebelum tanggal 10

setiap bulan. Laporan narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat empat

rangkap, ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan

tembusan kepada Kepala Balai Besar POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan

1 salinan untuk arsip selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.

5. Pemusnahan Narkotika

Apoteker Penanggungjawab Apotek dapat memusnahkan narkotika

yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan

dalam pelayanan kesehatan.Ini tercantum dalam PerMenKes RI No.

28/MENKES/PER/I/1978 Pasal 9. APA dan dokter yang memusnahkan

narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang

sekurang-kurangnya memuat :

23
1. Nama, jenis, sifat dan jumlah narkotika yang dimusnahkan

2. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan

pemusnahan.

3. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang

menyaksikan pemusnahan

4. Cara pemusnahan

5. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan

saksi-saksi pemusnahan

6. Berita pemusnahan narkotika dikirim kepada subdinas pelayanan

kesehatan dengan tembusan kepada Balai Besar POM.

Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan

pelaporan narkotika berdasarkan dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan yang

berupa:

a. Teguran

b. Peringatan

c. Denda administrative

d. Penghentian sementara kegiatan; atau Pencabutan izin.

II.9 Pengelolaan Psikotropika

Pengertian psikotropika dalam UU No. 5 Tahun 1997,adalah zat atau obat,

baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui

pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas

pada aktivitas metal dan perilaku.

24
Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No.5 Tahun 1997

adalah hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan

ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika adalah

1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan

dan ilmu pengetahuan

2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika

3. Memberantas peredaran gelap psikotropika.

Secara garis besar pengelolaan psikoropika meliputi pemesanan,

penyimpanan, pelaporan dan pemusnahan.

1. Pemesanan Psikotropika

Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP). Dimana satu SP biasa

digunakan untuk beberapa jenis obat.Penyaluran psikotropika tersebut diatur

dalam UU No.5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2).Dalam pasal 14 ayat (2)

dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat

dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai

pengobatan, dokter dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan

adalah dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA apabila

dilakukan pemesanan.

2. Penyimpanan Psikotropika

Obat golongan psikotropika cenderung untuk disalahgunakan maka

dimintakan kepada sarana distribusi obat (PBF, Apotek, RS, dll) agar

meyimpan obat-obatan golongan psikotropika tersebut dalam rak atau

lemari khusus dan kartu stok psikotropika.

25
3. Pelaporan Psikotropika

Pengeluaran obat psikotropika wajib dilaporkan, pelaporan

dibedakan atas penggunaan bahan baku psikotropika dan sediaan jadi

psikotropika, awal Januari sampai Desember diajukan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kota, Kepala BPOM, serta

digunakan sebagai arsip apotek. Laporan ditandatangani oleh APA dengan

mencantumkan nama jelas, nomor SIK atau SP, nomor SIA dan stempel

apotek.

4. Pemusnahan Psikotropika

Berdasarkan UU No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika,

pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak

pidana, diproduksi tanpa memenuhi standardan persyaratan yang berlaku

dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa atau tidak

memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk

kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat

berita acara dan dikirim kepada subdin Pelayanan Kesehatan, Dinas

Kesehatan Dati II/Kodya dengan tembusan kepada Balai POM.

II.10 Pelayanan Resep

1. Skrining Resep

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

a. Persyaratan Administratif :

 Nama, SIP dan alamat dokter

 Tanggal penulisan resep

26
 Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

 Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien

 Cara pemakaian yang jelas

b. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,

inkompatibilitas, cara dan lama pemberian

c. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian

(dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep

hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan

memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu

menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2. Penyiapan obat.

a) Peracikan.

Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan

memberikan etiket pada wadah.Dalam melaksanakan peracikan obat harus

dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah

obat serta penulisan etiket yang benar.

b) Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

c) Kemasan Obat yang Diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok

sehingga terjaga kualitasnya.

27
d) Penyerahan Obat.

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan

akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat

dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling

kepada pasien.

e) Informasi Obat.

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat

pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara

penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan

minuman yang harus dihindari selama terapi.

f) Konseling.

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,

pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat

memperbaiki kualitas hidup pasien atau terhindar dari bahaya

penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita

penyakit tertentu, apoteker harus memberikan konseling secara

berkelanjutan.

g) Monitoring Penggunaan Obat.

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan

pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti

kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya.

28
BAB III

TINJAUAN KHUSUS APOTEK

III.1 Sejarah Umum Apotek

III.1.1 Sejarah Apotek Sahabat

Apotek Sahabat didirikan pada tanggal 1 Mei 2003, dengan Nomor

SIA503/006/3950/BP2T/APT/R-I/2009. Apotek ini didirikan oleh Bapak H.

Suhadi dan H. Widodo, atas dasar ide yang dicetuskan oleh Bapak Imam Asropi

S.Km.,M.Si. Beliau mencetuskan pendirian apotek ini karena merasa prihatin

melihat pasien yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan obat, sebab pada saat

itu jumlah apotek yang terdapat di sekitar Rumah Sakit Dr. Soedarso masih

terbatas, ditambah lagi ketersediaan obat – obatan dan alat kesehatan penunjang

bagi pasien juga kurang lengkap, sehingga pasien harus menempuh jarak yang

cukup jauh untuk memperoleh akses tersebut. Selain itu, dilihat dari segmen pasar

yang menjanjikan, seperti posisinya yang strategis (tepat didepan area Rumah

Sakit Dr. Soedarso), tingkat kebutuhan serta respon pasar yang tinggi terhadap

obat serta alat kesehatan, menjadikannya sentra bisnis yang mudah berkembang

dan maju. Kondisi inilah yang menginspirasi beliau untuk mendirikan sebuah

apotek yang mudah dijangkau oleh masyarakat, terutama bagi pasien Rumah Sakit

Dr. Soedarso, sehingga mempermudah masyarakat dalam mengakses atau

memenuhi kebutuhan obat yang diperlukan. Apotek ini didirikan dengan nama

“Apotek Sahabat”, yang diharapkan Apotek ini dapat menjadi “Sahabat” dalam

memberikan pelayanan serta kebutuhan kepada customer yang tidak hanya

29
sekedar beriorientasi pada bisnis saja, namun tetap dapat mengutamakan misi

kemanusiaan (misi sosial).

Apotek Sahabat selama 10 tahun didirikan telah mengalami 3 kali

perubahan jabatan posisi Apoteker Pengelola Apotek (APA). Ketiga apoteker

yang pernah menjabat posisi APA di Apotek Sahabat ini antara lain Siti

Mutamimah (2003-2004), Isnindar (2004-2009), dan sejak tahun 2009 hingga saat

ini posisi tersebut dijabat dan dikelola oleh Bambang Wijianto, M.Sc., Apt.

III.1.2 Visi dan Misi Apotek Sahabat

Visi dan misi dari Apotek Sahabat, meliputi : Menjadi apotek pilihan

masyarakat yang memberikan pelayanan obat secara bersahabat dan maksimal

dengan harga yang terjangkau, mengutamakan kepuasaan pelanggan dengan

mempermudah akses masyarakat untuk memenuhi kebutuhan obat dan alat

kesehatan serta menjadi mitra dokter dan tenaga kesehatan lain dalam kegiatan

penyaluran obat kepada masyarakat.

III.2 Lokasi Apotek Sahabat

Apotek Sahabat berlokasi di Jalan Dr. Sudarso No. C 36-37, Pontianak.

Pemilihan lokasi ini memiliki tujuan, yaitu memberikan akses pelayanan

kebutuhan obat kepada pasien Rumah Sakit Umum Dr. Sudarso. Selain itu, lokasi

Apotek Sahabat ini cukup strategis karena selain berada di lingkungan Rumah

Sakit Umum Dr. Sudarso, Apotek Sahabat juga berada dekat dengan pemukiman

yang padat penduduk dan Rumah Sakit lain yang berada di wilayah sekitarnya,

dengan akses jalan yang mudah ditempuh dan dijangkau oleh masyarakat. Oleh

karena itu, hingga sekarang ini Apotek Sahabat tidak hanya memiliki customer

30
dari pasien Rumah Sakit Umum Dr. Sudarso saja tetapi juga customer dari pasien

rumah sakit lain serta masyarakat umum yang ada di Pontianak dan sekitarnya.

Denah lokasi Apotek Sahabat dapat dilihat pada lampiran 1.

III.3 Bangunan dan Tata Ruang

Bangunan Apotek Sahabat dibagi menjadi beberapa ruangan yang sesuai

dengan fungsinya dan memenuhi standar persyaratan pendirian apotek. Pada awal

pendirian, luas bangunan yang dipergunakan untuk pendirian apotek ini hanya 1

lokal pintu ruko, namun seiring berjalannya waktu, luas bangunan bertambah luas

menjadi sekitar kurang lebih 6 x 12m, dimana Apotek ini terdiri dari 2 ruko yang

berdampingan menjadi satu bangunan utuh. Ruangan yang ada di Apotek Sahabat

terdiri dari ruang tunggu pasien dengan 4 buah kursi tunggu dilengkapi dengan

fasilitas kipas angin dan televisi untuk kenyamanan customer saat melakukan

transaksi, ruang penjualan obat bebas (etalase), ruang administrasi yang terdiri

dari meja administrasi dan meja apoteker, ruang pimpinan, gudang merangkap

ruang peracikan obat, sebuah ruangan dilantai atas yang berfungsi untuk

menyimpan berkas–berkas serta file Apotek Sahabat dan sebuah toilet. Pembagian

ruangan ini dimaksud untuk memudahkan karyawan dalam menjalankan

tugasnya. Selain itu, Apotek Sahabat juga memliki tempat parkir yang cukup luas

dan gratis sehingga memberi keleluasaan kepada pasien yang datang ke apotek

untuk membeli kebutuhannya akan obat ataupun alat kesehatan. Denah bangunan

apotek dapat dilihat pada lampiran 2.

31
III.4 Struktur Organisasi

Pengelolaan apotek yang baik harus didukung dengan pembentukan

organisasi yang mapan dalam rangka mengelola apotek, sehingga alur dalam

pelayanannya dapat berjalan dengan lancar dan efisien. Struktur Organisasi yang

mapan, terdiri dari tugas, wewenang, serta tanggungjawabnya yang tegas dan jelas

pada masing-masing bidang. Hal inilah yang dapat menuntun kegiatan pelayanan

di apotek menjadi lancar dengan saling memenuhi job description yang jelas

tanpa terjadi tumpang tindih. Struktur organisasi Apotek Sahabat dapat dilihat

pada lampiran 3.

III.5 Bidang Kerja (job description)

Kerjasama antar karyawan harus dijaga sehingga tercipta suasana yang

kondusif serta mampu membuat kondisi pelayanan yang nyaman kepada

customer. Untuk mendukung terciptanya suasana tersebut, diperlukan pembagian

bidang serta tugas dan tanggung jawab yang jelas pada masing-masing bidang.

Dalam pelaksanaannya, Apotek Sahabat memiliki 11 orang karyawan disamping

pimpinan dan PSA, dengan susunan sebagai berikut :

1. Apoteker Pengelola Apotek : 1 Orang

Bambang Wijianto, M.Sc., Apt

2. Asisten Apoteker : 1 Orang

Monica oktavia, S. Farm

32
3. Supervisor dan Koordinator Gudang : 1 Orang

Heny Krisriwayati, SE

4. Koordinator Administrasi dan Keuangan : 1 Orang

Bambang Heriyanto, SE

5. Koordinator Logistik dan Pengadaan : 1 Orang

Safuan

6. Kasir : 4 orang

a. Irma Yunita, S.Kom

b. Titik Margiati, S.Sos

c. Sinta Maya Sari, A. Md., Far

d. Parno

7. Staf Gudang : 2 Orang

a. Lia Anggraeni

b. Verdina

Tugas, kewajiban, tanggung jawab serta wewenang masing – masing

bagian adalah sebagai berikut :

1. Apoteker Pengelola Apotek ( APA )

a. Bertanggung jawab terhadap seluruh pengelolaan apotek

b. Bertanggung jawab terhadap laporan pertanggungjawaban pengelolaan

apotek kepada pimpinan

c. Melakukan konseling obat kepada pasien

d. Mengawasi dan mengontrol kinerja Asisten Apoteker

33
2. Asisten Apoteker ( AA )

Asisten Apoteker bertanggung jawab untuk membantu APA dalam

pelayanan obat di apotek, yaitu meliputi :

a. Melakukan skrining resep

b. Mengerjakan pembuatan sediaan obat

c. Mengontrol kesesuaian pengeluaran obat dengan yang tertulis di resep

d. Menulis etiket dan copy resep

e. Melakukan konseling obat kepada pasien

f. Membuat laporan bulanan obat generik, obat psikotropika, dan obat

narkotika

3. Koordinator Gudang dan Staf Gudang

Koordinator gudang dan staf gudang memiliki tugas dan wewenang

sebagai berikut :

a. Bertanggung jawab atas pemeliharaan dan penyimpanan barang/obat

serta pengamanannya

b. Menyimpan obat secara FIFO ( First in First Out) dan FEFO ( First

Expired First Out)

c. Menjaga kebersihan dan kerapihan gudang

d. Mengambil obat sesuai permintaan resep dan kasir

e. Mengerjakan pembuatan sediaan obat

f. Menyusun resep-resep menurut nomor urut dan tanggal yang kemudian

dibundel dan disimpan

34
g. Menerima faktur dari PBF (Pedagang Besar Farmasi)

h. Menginput faktur dan barang/ obat yang keluar sesuai struk dari kasir

kedalam database apotek.

4. Koordinator Logistik

Koordinator logistik memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :

a. Mengontrol persedian barang/obat yang jumlahnya hampir habis setiap

hari

b. Melakukan pengecekan obat-obatan yang mendekati waktu kadaluarsa

untuk dapat ditukarkan atau disimpan terpisah

c. Mengatur perputaran persediaan obat agar maksimal

d. Menulis daftar obat yang akan dipesan kedalam buku defacta

e. Bertanggung jawab atas pemesanan barang/obat kepada PBF

f. Melakukan pengadaan perbekalan farmasi dengan baik agar obat yang

tersedia dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan dan

menghindari terjadinya kekosongan sediaan dan perbekalan farmasi

g. Mengurus retur obat kadaluarsa kepada PBF yang bersangkutan

h. Melakukan styling pembelian, penyesuaian stok, pengecekan barang/obat

yang datang, daftar harga, menyusun daftar kebutuhan barang/obat,

mengawasi penyimpanan kelengkapan obat

5. Koordinator Administrasi dan Keuangan

Koordinator administrasi dan keuangan bertanggung jawab kepada

pimpinan. Koordinator administrasi dan keuangan memiliki wewenang untuk

melaksanakan kegiatan administrasi pembukuan sesuai dengan petunjuk atau

35
instruksi dari pimpinan dan semua peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Koordinator administrasi dan keuangan memiliki tugas dan

wewenang, yaitu :

a. Menerima uang penjualan dari kasir yang kemudian akan direkap

kedalam buku kas dan pencatatan selisihnya

b. Memberi kode untuk obat-obat baru

c. Menginput pembelian

d. Membuat daftar pemasok (PBF) dan pelanggan

e. Membuat catatan pembelian obat berdasarkan PBF, pembelian total dan

buku jatuh tempo

f. Menyiapkan faktur jatuh tempo apabila jatuh tempo (inkaso) tiba yang

kemudian akan diperiksa oleh pimpinan

g. Menukarkan uang kecil di Bank

h. Menyediakan penukar uang kecil kepada kasir

i. Membuat laporan pembelian per-PBF, laporan kas dan piutang, laporan

hutang, dan konsinyasi, laporan cash flow dan fotocopy buku kas

j. Melakukan pengecekan ulang entri faktur dan barang/obat keluar sesuai

struk kasir setiap hari

k. Membuat laporan selisih obat dan rekapitulasi selisih penjualan setiap

hari

l. Membuat laporan akhir bulanan dan laporan akhir tahunan

m. Membuat laporan gaji

36
n. Mencetak print out hasil penjualan kasir dan pengeluaran barang/obat

dari gudang

o. Membuat laporan obat-obatan yang rusak dan hampir mencapai Expired

date

p. Membayar biaya rekening listrik dan telepon

q. Belanja bulanan kebutuhan apotek

6. Kasir

Kasir bertanggung jawab terhadap kebenaran jumlah uang yang

dipercayakan kepadanya dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan.

Kasir memiliki wewenang untuk melaksanakan kegiatan arus uang sesuai

dengan petunjuk/instruksi dari pimpinan. Kasir memiliki tugas dan

kewajiban, yaitu :

a. Mengecek stok obat etalase (depan)

b. Pelayanan obat bebas dan resep dari pasien

c. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu pula

dengan pengeluaran uang yang harus dilengkapi dengan pendukung

berupa kwitansi, nota, tanda setoran dan lain-lain

d. menyetorkan dan mengambil uang.

e. Bertanggung jawab terhadap laporan uang masuk serta keluar pada

shiftnya

f. Menyusun struk untuk kemudian dibundel dan disimpan

37
Diluar semua tugas dan wewenang dari masing-masing karyawan, setiap

karyawan juga diwajibkan untuk :

a. Menjaga kebersihan apotek.

b. Mengambil obat-obatan/Alat kesehatan ke PBF, apabila obat atau Alkes

tersebut diperlukan segera (CITO) oleh pasien.

c. Mengantar obat-obatan atau Alkes untuk pasien rawat inap di RSUD atau

Rumah sakit lain dan juga mengantarkan obat-obatan untuk pasien rawat

jalan dalam wilayah Kota Pontianak dan sekitarnya.

III.5.1 Kesejahteraan Karyawan

1. Sistem penggajian karyawan

Sistem penggajian karyawan diatur sebagai berikut :

a. Besarnya gaji karyawan mengikuti peraturan UMR dari

pemerintah, yang dilakukan pada awal bulan oleh bidang

keuangan.

b. Pembayaran gaji karyawan mencakup: gaji pokok dan tunjangan

yang menyangkut kesejahteraan karyawan.

2. Fasilitas Bagi Karyawan

Fasilitas yang diberikan apotek untuk menjamin kesejahteraan

karyawan adalah :

a. Pakaian seragam.

b. Insentif seperti bonus Akhir tahun dan bonus pada resep apabila

apotek memperoleh pendapatan yang besar.

38
c. Dalam 1 tahun setiap karyawan diberikan cuti biasa paling lama 14

hari, sedangkan cuti istimewa seperti melahirkan diberikan paling

lama 3 bulan.

3. Tata Tertib Karyawan

Setiap karyawan Apotek Sahabat diwajibkan menaati segala

peraturan yang telah ditetapkan, yaitu :

a. Setiap karyawan diwajibkan masuk tepat waktu sesuai jam

kerjanya.

b. Apabila karyawan memiliki kepentingan sehingga datang tidak

tepat waktu sesuai jadwal yang ditentukan atau terlambat harus

menghubungi pimpinan.

c. Apabila karyawan memiliki kepentingan dan ingin tukar jadwal

masuk kerja dengan karyawan lainnya harus menghubungi

pimpinan.

d. Tidak diperkenankan merokok di ruang apotek.

e. Tidak diperkenankan membawa anak kecil ketempat kerja.

f. Berpenampilan yang rapi dan sopan.

g. Setiap karyawan harus membangun dan mengembangkan etos kerja

dengan menjunjung tinggi kedisiplinan, kejujuran, loyalitas,

komunikasi dan rasa tanggung jawab terhadap tugas pokok dan

fungsi (TUPOKSI) masing-masing.

39
h. Menjalin kerjasama dan koordinasi yang baik, jelas dan terukur

terhadap teman (team), sehingga menghasilkan pekerjaaan yang

memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan.

i. Tetap mengedepankan dan mengutamakan pelayanan yang baik,

berkualitas dengan menjaga perilaku yang didasari oleh sikap

sopan, santun, ramah dan komunikatif dan berusaha meninggalkan

kesan yang positif terhadap setiap pelanggan/pasien yang

membutuhkan pelayanan apotek.

j. Setiap karyawan dapat melakukan absensi dengan fasilitas yang

sudah ada, tetapi semua karyawan tidak boleh mewakilkan atau

mewakili karyawan lain dalam melakukan absensi.

k. Sebelum meninggalkan tempat tugas, setiap karyawan wajib

merapikan tempat tugas masing-masing, dan apabila ada tugas

yang belum terselesaikan harus diinformasikan kepada karyawan

lain untuk menindaklanjutinya.

III.6 Kegiatan Apotek Sahabat

Apotek Sahabat beroperasi selama 24 jam setiap harinya. Kegiatan awal di

apotek dilakukan pada pagi hari dengan dimulainya pembersihan apotek serta

mengecek stok obat sambil tetap melakukan pelayanan kepada customer, setelah

itu setiap karyawan melanjutkan kerja sesuai tugas dan wewenang masing-

masing. Pembagian kerja di apotek sahabat terdiri dari 3 shift yaitu :

40
 shift pagi daripukul 07.30 – 15.00 WIB

 shift sore daripukul 14.30 – 21.30 WIB

 shift malam dari pukul 21.00 – 07.30 WIB.

41
BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan

IV.1.1 Jenis dan Bentuk Kegiatan Praktek Kerja Lapangan

Praktek kerja lapangan (PKL) merupakan suatu kegiatan wajib yang harus

diikuti mahasiswa dalam bentuk aktivitas belajar di lapangan. PKL berguna

sebagai sarana pengenalan lapangan kerja dan informasi di bidang pendidikan

kesehatan karena dapat menambah pengetahuaan di bidang pekerjaan farmasi,

pengalaman, serta profesionalitas dalam melakukan suatu bidang pekerjaan.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) Mahasiswa Strata 1 Farmasi Fakultas Kedokteran

Universitas Tanjungpura dilaksanakan di Apotek Sahabat, Jl. Dr. Sudarso No.

37.Pontianak. Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah mahasiswa

dapat mengenali dan memahami manajemen apotek secara langsung serta praktek

kefarmasian di apotek yang dijalankan saat ini untuk kemudian dapat membuat

langkah-langkah pembelajaran yang bermanfaat dalam praktek yang akan

dijalankannya di masa yang akan datang, sehingga tercipta apoteker yang

berkualitas dan berkompeten.

Praktek kerja Lapangan ini dilaksanakan dalam kurun waktu sebulan (180

jam) dari tanggal 16 Juli hingga 18 Agustus 2014. Proses pelaksanaan kegiatan ini

berlangsung setiap hari kecuali libur lebaran, dengan jumlah jam per hari 4,5 – 8

jam. Peserta PKL melaksanakan kegiatan ini secara bersamaan setiap harinya,

namun dengan waktu shift kerja yang berbeda. Shift kerja yang diikuti selama

42
seminggu tersebut adalah shift pagi mulai dari jam 07.30 – 15.00 WIB dan shift

sore yang dimulai dari jam 14.30 – 21.30 WIB.

Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Lapangan di Apotek

Sahabat berlangsung, terbagi dalam 4 pos, yakni pos administrasi, pos gudang,

pos asisten apoteker dan pos pelayanan. Setiap pos dijalani oleh peserta PKL,

setiap 2 hari peserta PKL melakukan kegiatan dibidang yang berbeda secara

bergantian. Misalkan pada hari pertama dan kedua, peserta melakukan kegiatan

dibidang Administrasi, maka hari ketiga dan keempat akan melakukan kegiatan

dibagian Gudang, begitu seterusnya hingga ke bagian Pelayanan. Bentuk Kegiatan

pada bagian Pelayanan ini berupa pemberian informasi dan edukasi mengenai

obat-obatan yang akan digunakan oleh pasien atau customer pada saat penyerahan

obat, melakukan swamedikasi terhadap keluhan ringan yang dirasakan oleh pasien

atau customer. Kegiatan Pelayanan ini selalu didampingi oleh Asisten Apoteker

atau karyawan apotek yang lebih paham mengenai obat, sehingga meminimalkan

terjadinya kesalahan saat pemberian informasi kepada pasien atau customer.

Pada bagian administrasi peserta diarahkan dan diperkenalkan tentang

kegiatan managerial perapotekan, seperti pengecekan kesesuian data obat yang

keluar pada kasir dan data obat yang keluar pada gudang. Apabila ditemukan

ketidaksesuaian data obat tersebut maka dilakukan pengecekan secara fisik

ketersediaan jumlah obat yang ada didalam gudang. Kegiatan ini dilakukan setiap

harinya dengan tujuan agar mengetahui sedini mungkin apabila terjadi kesalahan

saat pengambilan obat dan penginputan data faktur obat dari Pabrik Besar Farmasi

(PBF) yang masuk ke dalam gudang, sehingga dapat meminimalisir kerugian

43
yang terjadi. Selain itu, peserta juga diarahkan untuk belajar mengenal tata cara

pengarsipan resep, faktur, rekapitulasi pendapatan harian, selisih penjualan harian,

serta hal – hal lain yang berhubungan dengan proses administrasi perapotekan.

Bagian Gudang, peserta PKL diarahkan dan dikenalkan dengan kegiatan

yang dilakukan pada area gudang, seperti pengambilan obat, penyiapan obat untuk

racikan sesuai permintaan resep, melakukan pengecekan perhitungan kembali

dosis untuk resep yang berupa racikan, penyusunan obat yang masuk, pengecekan

stok fisik obat, penginputan data obat keluar dari kasir, serta pengecekan

kesesuaian obat yang masuk ke apotek dengan faktur dari PBF.

Bagian Asisten Apoteker, peserta diarahkan dan dilatih untuk melakukan

kegiatan yang berhubungan dengan peresepan obat, mulai dari skrining resep,

menghitung dosis racikan, menuliskan etiket dan copy resep serta pengecekan

pengeluaran obat dengan yang tertulis pada resep.

Bagian selanjutnya yaitu bagian Pelayanan secara langsung kepada Pasien

atau customer. Pada bagian ini peserta diarahkan dan diberi kesempatan untuk

melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien dibagian depan apotek.

Pelayanan informasi obat yang diberikan berupa pelayanan seperti swamedikasi,

obat yang sesuai dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien (Pharmaceutical

Care). Kegiatan ini juga tidak terlepas dari bimbingan Asisten Apoteker, agar

terapi yang diberikan efisien dan tidak terjadi kesalahan informasi yang nantinya

justru merugikan pasien.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35

Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pelayanan

44
kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat

manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakaidan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

1. Kegiatan Manajerial

a. Perencanaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35

Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Bab II

Pasal 3 Ayat 2, dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai perlu diperhatikan pola

penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat. Kegiatan

perencanaan yang dilakukan di Apotek Sahabat sudah sesuai dengan

peraturan tersebut, dimana pada Apotek Sahabat ini banyak menyediakan

obat-obatan, bahan medis habis pakai, serta alat – alat kesehatan. Hal ini

dilakukan berdasarkan letak apotek yang tepat berada di area Rumah Sakit

Soedarso. Selain itu, di Apotek Sahabat obat dikelompokkan berdasarkan

pola konsumsi yaitu kelompok fast moving maupun slow moving. Hal ini

dilakukan berdasarkan data pengeluaran barang periode sebelumnya.

Perencanaan terhadap obat fast moving dilakukan saat obat masih tersedia

beberapa box, sedangkan obat slow moving saat stok benar benar sedikit

atau habis. Sedangkan untuk obat–obat yang jarang dipakai atau diresepkan

45
dan harganya mahal serta memiliki waktu kadaluarsa yang pendek,

perencanaan obat tersebut dilakukan saat obat tersebut dibutuhkan.

b. Pengadaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35

Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Bab II

Pasal 3 Ayat 2, pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai

ketentuan peraturan perundang–undangan. Hal ini dilakukan untuk

menjamin kualitas pelayanan kefarmasian. Kegiatan pengadaan di Apotek

Sahabat sudah sesuai berdasarkan peraturan tersebut, yaitu melalui

distributor resmi Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pengadaan Barang

dilakukan setiap hari dengan order ke PBF melalui salesman yang

datang setiap hari. Sebelum melakukan kegiatan pengadaan barang perlu

diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Buku Order/ Buku Defecta/ Buku Habis;

2) Rencana anggaran pembelian akhir; serta

3) Pemilihan PBF yang sesuai dengan pertimbangan diskon jangka waktu

pembayaran, pelayanan yang baik dan tepat waktu serta kualitas barang.

Pada dasarnya buku defecta/buku barang habis memuat tentang

barang yang sudah habis dan barang yang sudah menipis persediannya.

Berdasarkan buku defecta tersebut kemudian dilakukan pemesanan barang

ke PBF dengan menelpon PBF bersangkutan, kemudian menyerahkan Surat

Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek.

46
Sedangkan untuk obat golongan narkotik, pengadaan dilakukan dengan

pemesanan secara langsung melalui PT. Kimia Farma Tbk.

Surat Pesanan terbagi menjadi 3 jenis, yaitu surat pemesanan obat

biasa, surat pemesanan untuk obat psikotropika dan surat pemesanan untuk

obat narkotika. Surat pemesanan obat biasa merupakan surat pemesanan

yang digunakan untuk pemesanan obat selain obat psikotropika maupun

obat narkotika. Surat Pesanan obat bebas tersebuat dibuat 2 rangkap, satu

untuk PBF dan satu untuk arsip pembelian apotek. Khusus untuk surat

pesanan narkotika hanya boleh memesan 1 jenis obat saja, dimana

pemesanan obat narkotika tersebut diakukan kepada PT. Kimia Farma Tbk.

Surat pesanan narkotika terdiri atas 4 rangkap. Tiga rangkap ditujukan

kepada PT. Kimia Farma Tbk yang selanjutnya diserahkan kepada BPOM

Kalimantan Barat, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dan 1

rangkap selanjutnya merupakan arsip apotek.

c. Penerimaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35

Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Bab II

Pasal 3 Ayat 2, penerimaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu

penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pemesanan dengan kondisi

fisik yang diterima. Kegiatan penerimaan barang di Apotek Sahabat telah

dilakukan sesuai dengan peraturan tersebut. Pada saat penerimaan barang,

salesman membawa barang pesanan disertai faktur pembelian sebanyak 4

47
lembar, dua lembar untuk PBF, satu lembar untuk penagihan dan satu

lembar untuk apotek. Faktur ini dibuat sebagai bukti yang sah dari pihak

kreditur mengenai transaksi penjualan barang. Kemudian salesman

menerima surat pesanan (SP). SP digunakan untuk mencocokan barang

yang dipesan dengan barang yang dikirim. Apabila sesuai dengan

pemesanan, Apoteker Pengelola Apotek atau Asisten Apoteker yang

menerima menandatangani faktur dan memberi cap apotek sebagai bukti

penerimaan barang. Untuk barang yang memiliki masa kadaluarsanya

sudah dekat dilakukan perjanjian terlebih dahulu, apakah barang tersebut

boleh dikembalikan atau tidak, dengan waktu pengembalian yang telah

ditentukan.

d. Penyimpanan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.35

Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Bab II

Pasal 3 Ayat 2, penyimpanan obat harus dilakukan sebagai berikut :

1. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam

hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,

maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi

yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama

obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai

sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

48
3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan

dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.

4. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan

FIFO (First In First Out)

Penyimpanan obat di Apotek Sahabat telah sesuai dengan peraturan

tersebut. Pada umumnya, penyimpanan barang di Apotek Sahabat secara

umum digolongkan menjadi empat yaitu :

a) Obat Generik, yang disusun secara alphabetis.

b) Obat Bebas, Obat Paten, Obat non Narkotik dan Obat lain yang tidak

memerlukan kondisi penyimpanan tertentu, disusun secara alphabetis,

juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya.

c) Obat-obat yang memerlukan kondisi penyimpanan pada suhu yang

dingin disimpan dalam lemari es, misalnya: suppositoria atau beberapa

injeksi tertentu.

d) Obat Narkotika dan Psikotropika, disimpan dalam lemari khusus

dan sesuai dengan ketentuannya.

Penyimpanan persediaan barang/obat di Apotek Sahabat

diperuntukan bagi obat yang pergerakannya cepat (fast moving) yaitu obat

dan bahan obat yang paling banyak dan cepat terjual serta sering digunakan

dan diresepkan oleh dokter. Dengan adanya penyimpanan barang, maka

persediaan barang dapat terkontrol sehingga dapat mencegah terjadinya

kekosongan.

49
Untuk sediaan Narkotika dan Psikotropika, disimpan secara terpisah

dari bahan lainnya. Sediaan Psikotropika disimpan didalam lemari khusus.

Sedangkan sediaan Narkotikan juga disimpan di lemari khusus yang terbuat

dari kayu dan selalu dalam keadaan terkunci, hal ini sudah sesuai dengan

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/per/1978 pasal 5 tentang

tempat penyimpanan narkotika. Lemari tersebut hanya dibuka jika terdapat

permintaan resep terhadap obat-obatan tersebut. Selain itu, penyimpanan

obat juga didasarkan pada metode FIFO (First In First Out) dan FEFO

(First Expired First Out). Penyimpanan dengan menggunakan metode ini

dapat menjamin bahwa produk obat yang disalurkan ke konsumen

merupakan produk obat yang aman dan tidak melewati batas kadaluwarsa.

e. Pemusnahan

Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis

dan bentuk sediaan. Untuk obat yang memiliki masa kadaluarsanya sudah

dekat dilakukan perjanjian terlebih dahulu, apakah barang tersebut boleh

dikembalikan atau tidak, dengan waktu pengembalian yang telah ditentukan

(disesuaikandengan PBF yang bersangkutan). Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.922/MenKes/Per/X/1993 pasal 13,

pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau

psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan

Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh

Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat

izin praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita

50
acara pemusnahan. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5

(lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh

Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek

dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan

Berita Acara Pemusnahan Resep dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas

kesehatan kabupaten/kota.

Proses pemusnahan obat yang dilakukan di Apotek Sahabat sudah

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35

tahun 2014 Bab II pasal 3 ayat (2) yaitu pemusnahan obat yang rusak atau

obat yang kadaluarsa dimusnahkan sesuai jenis dan bentuk sediaan seperti

bentuk cair, padat dan semi padat pemusnahan obatnya dipisahkan. Obat

yang kadaluarsa yang mengandung obat narkotik atau psikotropik

dilakukan Oleh Apoteker dan disaksikan oleh perwakilan dari BPOM

dengan cara dibakar dan dibuktikan dengan Berita Acara. Pemusnahan obat

selain obat narkotik dan psikotropik dilakukan oleh Apoteker dan di

saksikan oleh Asisten Apoteker dengan cara obat dihancurkan dan dibuang

septi tank. Pemusnahan obat selain obat narkotik dan psikotropik juga

dibuktikan dengan berita acara. Selain dilakukan pemusnahan obat, apotek

Sahabat juga melakukan pemusnahan resep. Resep yang dimusnahkan yaitu

resep yang disimpan kurang lebih dalam waktu 3 tahun. Pemusnahan resep

di Apotek Sahabat dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh petugas

lain di apotek dengan cara dibakar yang dibuktikan dengan berita acara.

51
Acara pemusnahan resep dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten

kota.

f. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan

atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,

kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian

persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual

atau elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat,

tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa

persediaan.

Untuk resep yang telah masuk ke dalam apotek akan diurut

berdasarkan kode resep. Kode resep setiap harinya berbeda-beda. Dimulai

dari A (Senin), B (Selasa), C (Rabu), D (Kamis), E (Jumat) dan S (Sabtu)

dan diberi angka sesuai dengan urutan kedatangan pasien. Kode resep

tersebut akan memudahkan pelacakan penggunaan obat psikotropika dan

narkotika tersebut apabila suatu saat diperlukan. Menurut Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 280 tahun 1981 tentang

ketentuan dan tata cara pengelolaan apotek pada pasal 7 ayat 3 dan 4

menyebutkan bahwa resep yang telah disimpan lebih dari 3 tahun tersebut

dapat dimusnahkan dengan cara di bakar atau dengan cara lain yang lebih

memadai. Di apotek Sahabat, resep selama 3 tahun terakhir di arsipkan

52
berdasar bulan dan tahunnya. Setelah melewati masa 3 tahun, resep baru

dimusnahkan.

g. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi

pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan

(nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan

kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.

Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan

manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.

Pelaporan Internal di apotek Sahabat meliputi laporan keuangan,

laporan barang, dan laporan lainnya. Sedangkan Pelaporan eksternal yang

dilaksanakan di Apotek Sahabat dilakukan oleh Asisten Apoteker meliputi

laporan penggunaan obat generik, laporan penggunaan obat psikotropika,

serta laporan penggunaan obat narkotika. Laporan obat psikotropika dan

narkotika ini bertujuan untuk memantau penggunaan obat-obat golongan

psikotropika maupun narkotika sehingga tidak terjadi penyalahgunaan.

Pelaporan ini sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 35 tahun 2009

Pasal 14 ayat (2) tentang pelaporan narkotika dan UU No. 5 Tahun 1997

tentang pelaporan psikotropika. Laporan-laporan ini dibuat tiap 1 bulan

53
sekali dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Laporan yang

telah dibuat tersebut kemudian diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota

Pontianak, dengan tebusan :

1) Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat

2) Dinas Kesehatan Kota Pontianak.

3) Kepala BPOM Provinsi Kalimantan Barat (sistem online)

4) Apotek (sebagai arsip)

2. Pelayanan Farmasi Klinik

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, kegiatan

pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, pelayanan

informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home

pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO), dan monitoring efek

samping obat (MESO).

A. Pengkajian Resep

Kegiatan pengkajian resep meliputi kajian administrasi,

kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.

Kajian administratif meliputi:

1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;

2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon

dan paraf; dan

3. tanggal penulisan Resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

54
1. bentuk dan kekuatan sediaan;

2. stabilitas; dan

3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).

Pertimbangan klinis meliputi:

1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;

2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;

3. duplikasi dan/atau polifarmasi;

4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,

manifestasi klinis lain);

5. kontra indikasi; dan

6. interaksi.

Di Apotek Sahabat, kegiatan pengkajian resep yang dilakukan

hanya kajian administratif dan kajian kesesuaian farmasetik, sedangkan

pertimbangan klinis masih belum dilakukan, ini dikarenakan ramainya

pasien yang membeli obat sehingga pelayanan harus dilakukan dengan

cepat. Pertimbangan klinis sangat penting dan seharusnya dilakukan

karena meliputi ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama

penggunaan obat, duplikasi atau polifarmasi, reaksi yang tidak

diinginkan, kontraindikasi, dan interaksi. Jika ditemukan adanya

ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus

menghubungi dokter penulis resep.

55
B. Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian

informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal

sebagai berikut:

1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:

- menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep;

-mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan

memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik

obat.

2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:

- warna putih untuk obat dalam/oral;

- warna biru untuk obat luar dan suntik;

- menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau

emulsi.

4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk

Obat yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari

penggunaan yang salah.

Di Apotek Sahabat kegiatan dispensing telah dilaksanakan

dengan baik yaitu menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep,

melakukan peracikan obat bila diperlukan, memberikan etiket,

memasukkan obat ke wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang

berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang

56
salah. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2014, setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai

berikut :

1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan

pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket,

cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara

penulisan etiket dengan Resep);

2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien; di Apotek Sahabat

penyerahan obat hanya dilakukan dengan cara memanggil nama

pasien dan tidak menggunakan nomor tunggu. Pemberian nomor

tunggu sebaiknya dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam

penyerahan obat dikarenakan biasanya terdapat nama pasien yang

sama sehingga perlu memastikan ulang apakah obat yang diberikan

sesuai dengan resep.

3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;

4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;

5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang

terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan

minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara

penyimpanan Obat dan lain-lain; di Apotek Sahabat pemberian

informasi mengenai makanan dan minuman yang harus dihindari,

kemungkinan efek samping serta cara penyimpanan obat jarang

57
sekali dilakukan, umumnya informasi yang biasa disampaikan

adalah cara penggunaan dan manfaat obat.

6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara

yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin

emosinya tidak stabil;

7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau

keluarganya;

8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh

Apoteker (apabila diperlukan);

9. Menyimpan Resep pada tempatnya;

10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan

menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir di Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014.

Namun di Apotek Sahabat masih belum melakukan pembuat catatan

pengobatan pasien.

C. Pelayanan informasi obat (PIO)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2014, pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan

yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat

yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik

dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain,

pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep,

58
Obat bebas dan herbal. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek

meliputi:

1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;

2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan

masyarakat (penyuluhan);

3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;

4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa

farmasi yang sedang praktik profesi;

5. melakukan penelitian penggunaan Obat;

6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;

7. melakukan program jaminan mutu.

Apotek Sahabat dalam melaksanakan pelayanan informasi obat belum

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2014. Pelayanan informasi obat yang dilakukan di Apotek Sahabat

yaitu menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan, memberikan

informasi kepada pasien, dan memberikan pengetahuan serta keterampilan

kepada mahasiswa farmasi, sedangkan lainnya masih belum dilaksanakan.

Pelayanan informasi obat di Apotek Sahabat dilakukan oleh Asisten

Apoteker maupun karyawan apotek lainnya sesuai dengan pengetahuan

mereka mengenai obat yang bersangkutan dimana pada saat apoteker tidak

berada di apotek. Pemberian informasi obat dilakukan pada saat penyerahan

obat resep.

59
D. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,

kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam

penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

Tahap kegiatan konseling:

1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien

2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui

Three Prime Questions, yaitu:

- Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat

Anda?

- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan

setelah anda menerima terapi obat tersebut?

3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan

kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat

4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan

masalah penggunaan Obat

5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

Kegiatan konseling ini seharusnya dilakukan oleh Apoteker di

Apotik Sahabat tetapi tidak terlaksana dengan baik karena keterbatasan

waktu Apoteker di Apotek. Pelayanan konseling dapat dipermudah

60
dengan menyediakan leaflet atau booklet yang isinya meliputi

patofisiologi penyakit dan mekanisme kerja obat.

E. Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat

melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,

khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit

kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh

Apoteker, meliputi :

1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

pengobatan

2. Identifikasi kepatuhan pasien

3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,

misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin

4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum

5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien

6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan

menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.

Hal ini belum terlaksana di Apotek Sahabat dikarenakan minimnya

jumlah tenaga kefarmasian sehingga tidak mungkin dilakukan pelayanan

kefarmasian di rumah.

61
F. Pemantauan terapi obat (PTO)

Pemantauan terapi obat merupakan proses yang memastikan bahwa

seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan

memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Untuk pemantauan ini juga belum dapat terlaksana di Apotek

Sahabat, yang mungkin dilakukan hanya bertanya kepada pasien/keluarga

pasien apabila berkunjung lagi ke Apotek apakah pasien mendapat terapi

yang efektif

G. Monitoring efek samping obat (MESO)

Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan

setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang

terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan

profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan berupa :

a. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

mengalami efek samping Obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan

menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.

Kegiatan ini di Apotek Sahabat juga masih belum dilakukan karena

minimnya jumlah tenaga kefarmasian di apotek dan keterbatasan waktu

apoteker di apotek.

62
IV.1.2 Kendala yang dihadapi dan upaya untuk memecahkannya

Program PKL yang dilaksanakan kali ini juga memiliki kendala – kendala

yang sering dihadapi oleh peserta selama kegiatan berlangsung. Berikut kendala–

kendala yang terjadi selama PKL berlangsung :

1. Kurangnya pengetahuan peserta PKL mengenai nama-nama obat dan letak

penyimpanan obat di apotek.

Pasien atau customer biasanya menginginkan pelayanan yang cepat,

sehingga setiap orang dituntut untuk dapat bekerja secara cepat. Peserta PKL

pada awalnya mengalami kesulitan untuk bekerja secara cepat karena belum

terbiasa dengan nama dan jenis obat serta letak setiap jenis obat tersebut.

Namun, kesulitan ini dapat terpecahkan setelah peserta PKL fokus dalam

menjalankan kegiatannya pada masing – masing pos selama PKL.

2. Adanya variasi karakter tulisan antara dokter yang satu dengan yang lain.

Hal yang paling sering terjadi adalah kesulitan peserta PKL dalam

membaca dan memahami resep dari dokter yaitu nama obat, jumlah obat atau

jenis alat kesehatan. Peserta PKL kesulitan untuk membaca resep dokter

karena belum terbiasa membaca tulisan dokter yang bervariasi. Setelah

menjalani PKL selama beberapa hari, peserta akhirnya mulai terbiasa dengan

tulisan pada resep dokter, namun ketika ada nama obat yang tidak bisa dibaca

dengan jelas, peserta menanyakan kepada karyawan apotek atau Asisten

Apoteker yang berada ditempat.

63
3. Kurangnya pengetahuan untuk memberikan informasi yang cukup untuk

pasien.

Hal ini terjadi saat berada pada bagian pelayanan dibagian depan apotek.

Peserta masih kurang memiliki pengetahuan terhadap terapi sejumlah

penyakit atau gejala penyakit ringan yang sering dikonsultasikan oleh pasien.

Solusi dari permasalahan diatas adalah dengan membiasakan diri berhadapan

dengan pasien serta membangun komunikasi yang baik dengan pasien.

Kegiatan tersebut harus didasari dengan pengetahuan yang cukup dan

berusaha untuk terus menambah ilmu kefarmasian yang dimiliki, dan jika

peserta masih ragu terhadap beberapa kasus yang dikeluhkan oleh pasien,

peserta menanyakan kepada Asisten Apoteker yang berada ditempat,

sehingga pasien dapat menerima terapi yang efisien dan sesuai dengan gejala

yang dikeluhkan.

64
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan di

Apotek Sahabat antara lain adalah :

a. Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan suatu langkah yang nyata dan

konkrit untuk membekali mahasiswa farmasi tentang gambaran dunia

kerja di apotek dan menjadi tempat untuk mahasiswa farmasi menerapkan

ilmu yang dimiliki selama perkuliahan.

b. Apotek Sahabat sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat

telah merealisasikan dua fungsi apotek, yaitu fungsi sosial (nonprofit

oriented) dan fungsi bisnis (profit oriented) secara seimbang sesuai dengan

perundang-undangan yang berlaku.

c. Apotek Sahabat telah memberikan kesempatan yang cukup luas kepada

mahasiswa peserta PKL untuk berinteraksi dengan masyarakat secara

langsung sehingga bermanfaat dalam memberikan gambaran kerja seorang

apoteker di apotek.

d. Pelayanan yang dilakukan di Apotek Sahabat meliputi pelayanan obat

dengan resep, pelayanan obat tanpa resep yang meliputi pelayanan obat

bebas/bebas terbatas, pelayanan obat wajib apotek (OWA), pelayanan alat

kesehatan dan komoditas lainnya serta pelayanan konsultasi obat dan

konsultasi kesehatan.

65
e. Sistem administrasi, sistem manajerial dan sistem pelayanan kefarmasian

di Apotek Sahabat telah tertata dengan baik dimana tiap bidang telah ada

yang mengatur, dengan kata lain job description telah berjalan dengan

baik.

V.2 Saran

Setelah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di Apotek

Sahabat, maka terdapat saran-saran yang mungkin dapat dijadikan masukan untuk

kemajuan apotek, sebagai berikut :

a. Untuk meningkatkan fungsi pelayanan seorang apoteker kepada

masyarakat luas, apotek harus mengoptimalkan pelayanannya baik dalam

komunikasi, informasi maupun edukasi tentang obat kepada pasien.

Pelayanan tersebut dapat disampaikan melalui leaflet, brosur maupun

poster.

b. Perlu ditambahkan poster yang menarik di ruang tunggu mengenai

informasi obat sehingga meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang

obat.

c. Adanya tempat atau kotak saran yang ditempatkan di ruang tunggu agar

memperoleh masukan dari masyarakat sebagai bahan evaluasi untuk

apotek.

d. Sebaiknya adanya ruang konseling khusus terhadap pasien yang ingin

melakukan konsultasi.

66
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1965. Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Pengelolaan


dan Perizinan Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.

Anonim. 1976. Undang-undang RI No. 9 tahun 1976 tentang Kesehatan. Depkes


RI. Jakarta.

Anonim. 1978. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/MenKes/Per/1978


Tentang Penyimpanan Narkotika. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Anonim. 1990. Keputusan Menkes RI No.347/ Menkes / SK / VII /1990 tentang


Obat Wajib Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993


tentang Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker tentang Pelayanan
Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 1997. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Anonim. 1997. Undang-undang RI No.22 tahun 1997 tentang Narkotika.

Anonim. 2002. Keputusan Menkes RI No.1332/ Menkes / SK / X/2002 tentang


Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
922/MENKES/PER/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 2009. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

67
Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.

Anonim. 2014. peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
Tentaang Standar Pelayanan Di Apotek. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.

68

Anda mungkin juga menyukai