1. Latar Belakang
Birrul walidain atau berbakti kepada orang tua adalah hal yang diperintahkan
dalam agama. Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada
orang tua bukan sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun
juga memenuhi norma agama, atau dengan kata lain dalam rangka menaati perintah
AllahTa‟ala dan Rasul Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam birrul waalidain (berbakti
kepada kedua orang tua), lebih dari sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya.
Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai tambah yang semakin „melejitkan‟ makna
kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah „bakti‟. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun
bukanlah balasan yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun
setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur. Orang
tua kita adalah manusia yang paling berhak mendapatkan dan merasakan „budi baik‟
seorang anak, dan lebih pantas diperlakukan secara baik oleh si anak, ketimbang orang
lain. Ada beragam cara yang bisa dilakukan seorang muslim, untuk “mengejawantahkan‟
perbuatan baiknya kepada kedua orang tuanya secara optimal
2. Rumusan Masalah
2.1 Apa definisi hormat dan patuh kepada kedua orangtua dan guru
2.2 Apa saja dalil tentang hormat dan patuh kepada kedua orangtua dan guru
2.3 Mengtahui kisah teladan tentang hormat dan patuh kepada kedua orangtua dan guru
2.4 Hikmah tentang hormat dan patuh kepada kedua orangtua dan guru
Seorang anak selayaknya meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada setiap
keinginan dan kegiatannya, hal itu karena restu Allah Swt. disebabkan restu orang tua.
Anak yang berbakti kepada orang tua doanya akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah
Swt.
Apalagi seorang anak akan melakukan atau menginginkan sesuatu. misalnya
mencari ilmu, mencari pekerjaan, dan lain lain, yang paling penting adalah meminta restu
kedua orang tuanya. Dalam sebuah hadis disebutkan: Artinya: “Ridha Allah terletak pada
ridha orang tua, dan murka Allah terletak pada kemurkaan orang tua.” (HR. Baihaqi)
Dalam hadis lain : “Aku bertanya kepada Nabi saw., “Amalan apakah yang
paling dicintai oleh Allah Swt.?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata,
“Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada orang tua.” Aku berkata,
“Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari)
Kaitan dengan pentingnya hormat dan patuh kepada orang tua, perlu ditegaskan
kembali, bahwa berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain), tidak hanya sekadar
berbuat ihsan (baik) saja. Akan tetapi, birrul walidain memiliki ‘bakti’. Bakti itu pun
bukanlah merupakan balasan yang setara jika dibandingkan dengan kebaikan yang telah
diberikan orang tua. Namun setidaknya, berbakti sudah dapat menggolongkan pelakunya
sebagai orang yang bersyukur. Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul walidain,
yaitu berbuat baik kepada kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan
berbagai hal yang menggembirakan mereka, serta berbuat baik kepada teman-teman
mereka.”
Tentu saja, kewajiban kita untuk berbakti kepada kedua orang tua dan guru
bukanlah tanpa alasan. Penjelasan di atas merupakan alasan betapa pentingnya kita
berbakti kepada kedua orang tua dan guru.
4. Kisah Teladan Hormat dan Patuh Kepada Kedua Orang Tua dan Guru
Dahulu dimasa Bani Isra’ il ada seorang shaleh yang mempunyai anak kecil dan
pedet ( anak lembu ). Kemudian pedet itu dibawanya ke hutan sembari berdo’ a,
“Ya Allah saya titipkan lembu ini kepada- Mu untuk putraku hingga ia besar.”
Kemudian orang tersebut meninggal, sedangkan lembu itu hidup sendiri di
dalam hutan tanpa penggembala, bahkan bila melihat orang akan segera lari seperti
seakan- akan liar.
Singkat cerita, anak dari orang shaleh itu telah dewasa. Ia sangatlah berbakti
kepada ibunya, sehingga ia membagi waktu malam menjadi tiga bagian:
1. Sepertiga untuk sembahyang
2. Sepertiga untuk tidur
3. Sepertiga untuk menjaga ibunya
Dan apabila pagi telah tiba, ia akan pergi untuk mencari kayu, kemudian dibawa
kepasar untuk dijual. Hasil dari penjualannya pun dibagi menjadi tiga bagian:
1. Sepertiga untuk sedekah
2. Sepertiga untuk makan
3. Sepertiga untuk ibunya
Pada suatu hari ibunya berkata, “Ayahmu telah mewariskan untukmu seekor
lembu yang dititipkan kepada Allah di hutan, maka pergilah engkau ke sana dan berdo’
alah pada Tuhannya Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Yaqub semoga mengembalikannya
kepadamu. Tanda lembu itu adalah kulitnya berwarna kuning berkilauan bagaikan emas,
terutama jika terkena oleh sinar matahari”
Kemudian pergilah ia ke hutan, dan ketika telah melihat lembu seperti yang
dimaksudkan ibunya ia berdo’ a,
“Aku panggil engkau demi Tuhan- nya Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, dan Yaqub.
Segeralah datang kemari.”
Maka larilah lembu itu sehingga berdiri tegak di depannya. Lalu ia pegang
lembu itu untuk dituntun menuju rumahnya, namun tiba- tiba lembu itu berkata,
“Wahai pemuda yang taat kepada ibunya, naiklah ke atas punggungku untuk
memudahkanmu”
Jawab pemuda, “Ibuku tidak menyuruhku demikian, tetapi ia berpesan agar aku
memegang lehermu dan menuntunmu pulang”
Lembu itu kemudian berkata, “Demi Tuhannya Bani Isra’ il, jika engkau tidak
dapat mengendaraiku maka berjalanlah. Hai Pemuda sekiranya Anda perintahkan kepada
bukit untuk berpindah tempat pasti akan benar- benar berpindah semua bukit itu karena
ketaatan dan baktimu terhadap ibumu.”
Setelah sampai di rumahnya, diserahkanlah lembu itu kepada ibunya. Ibunya
kemudian erkata, “Hai anakku, engkau miskin dan tidak berkecukupan. Dan tentu sangat
berat bagimu mencari kayu di waktu siang dan bangun ketika malam, karena itu lebih
baik kamu jual saja lembu ini”
Ia kemudian bertanya kepada ibunya, “Harus kujual dengan harga berapakah,
Ibu?”
“Tiga dinar”, jawab ibunya, “Dan jangan dijual terlebih dahulu sebelum
bermusyawarah denganku”
Pada masa itu harga lembu memang sebesar tiga dinar. Lalu dibawalah lembu itu
kepasar, dan tanpa sepengetahuannya Allah telah mengutus seorang Malaikat untuk
menguji ketaatan pemuda itu terhadap ibunya. Kemudian datanglah Malaikat ( yang
menjelma menjadi seorang manusia ) menemui pemuda tersebut dan bertanya kepadanya,
“Dengan harga berapakah Anda akan menjual lembu ini?”
“Tiga dinar dengan rela ibuku”, jawab pemuda itu.
“Bagaimana jika saya beli dengan enam dinar dengan syarat tanpamemberitahu
ibumu?”
Jawab pemuda, “Andaikan Anda memberi padaku seberat lembu ini uang emas,
maka aku tetap tidak akan menerimanya jika tanpa ridha dari ibuku”
Kemudian ia pulang untuk memberitahu apa yang terjadi kepada ibunya. Ibunya
berkata, “Kini engkau boleh menjualnya sebesar enam dinar dengar ridhaku”
Maka kembalilah ia ke pasar dan berkata kepada Malaikat yang telah menjelma
menjadi manusia itu, “Ibuku telah ridha apabila aku menjualnya dengan harga enam
dinar, dan tolong jangan dikurangi dari harga itu”
Jawab Malaikat, “Kini akan saya bayar kepadamu sebesar duabelas dinar dengan
syarat tanpa memberitahu kepada ibumu”
Maka kembali lagilah ia kepada ibunya untuk memberitahukan akan hal itu. Lalu
ibunya berkata, “Yang datang kepadamu itu adalah seorang Malaikat yang akan
mengujimu. Maka bila ia datang kembali tanyakanlah kepadanya ‘apakah lembu ini boleh
dijual atau tidak?’”
Kemudian ia kembali lagi ke pasar dan menanyakan hal yang sama seperti yang
diperintahkan ibunya. Ketika ditanyakan hal itu, Malaikat tersebut berkata, “Pulanglah
Anda dan katakan kepada ibumu agar mempertahankan dahulu lembu ini sebab Nabi
Musa bin Imran a.s. yang akan datang untuk membeli lembu ini. Maka jangan dijual
kecuali jika dengan harga uang emas seberat lembu ini.”
Maka ditahanlah terlebih dahulu lembu itu sehingga terjadi perintah dari Allah
kepada Bani Isra’ il untuk menyembelih lembu. Dan ketika dicari lembu yang memenuhi
syarat, maka tidak ada yang lain kecuali lembu milik pemuda itu. Kemudian akhirnya
dibelilah lembu itu dengan harga uang emas seberat badan lembu tersebut.
Ini sebagai karunia dan rahmat dari Allah swt. Karena ketaatan dan baktinya
pemuda itu terhadap ibunya.
Kisah Imam Syafi’i Hormat kepada Gurunya
Dikisahkan, Imam Syafi’i yang sedang mengajar para santrinya di kelas, tiba-
tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan seseorang berpakaian lusuh, kumal dan kotor.
Akan tetapi Imam Syafi’i langsung mendekati dan memeluknya. Para santri kaget dan
heran melihat perilaku gurunya itu. Mereka bertanya: “Siapa dia wahai Guru, sampai
engkau memeluknya erat-erat. Padahal ia seorang kumuh, kotor, dan menjijikkan?”
Imam Syafi’i menjawab: “Ia adalah guruku. Ia yang telah mengajariku tentang
perbedaan antara anjing yang cukup umur dengan anjing yang masih kecil. Pengetahuan
itulah yang membuatku bisa menulis buku fiqh ini.” Sungguh mulia akhlak Imam Syafi’i.
Beliau menghormati semua guru-gurunya, meskipun dari masyarakat biasa.
5. Hikmah Patuh dan Hormat Kepada Kedua Orang Tua dan Guru
Kita telah membahas arti pentingnya hormat dan patuh kepada orang tua,
Adapun hikmah yang bisa diambil dari berbakti kepada kedua orang tua dan guru, antara
lain seperti berikut.
1. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amalan yang paling utama.
2. Apabila kedua orang tua kita ridha atas apa yang kita perbuat, Allah Swt. pun ridha.
3. Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami, yaitu
dengan cara bertawasul dengan amal saleh tersebut.
4. Berbakti kepada kedua kedua orang tua akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur.
5. Berbakti kepada kedua orang tua dapat memasukkan kita ke jannah (surga) oleh Allah
Swt.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1) Hormat berarti menghargai, takzim dan khidmat kepada orang lain, baik orang tua,
guru sesama anggota keluarga. Dalam hubungan dengan orang tua, perilaku hormat
ditujukan dengan berbakti kepada orang tua. Berbakti merupakan kewajiban anak
kepada orang tua
2) Perilaku hormat dan patuh kepada orang lain sangat baik dilakukan oleh seorang
muslim. Oleh karena itu, perilaku hormat dan patuh ini harus diterapkan kepada siapa
saja. Berikut adalah contoh perilaku hormat dan patuh kepada orang tua, guru dan
anggota keluarga
3) Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada umat
manusia untuk menghormati orang tua. Dalil-dalil tentang perintah Allah Swt. tersebut
antara lain pada Surah Al-Isra':
2. SARAN
Sesuai dengan Pembahasan dan kesimpulan di atas, Kami menyarankan untuk
dapat memahami konsep pemikiran atau mindset yang baik akan sikap dan tindakan yang
benar dalam Menghormati dan Mematuhi kedua Orangtua dan Guru.
DAFTAR PUSTAKA
http://kisahimuslim.blogspot.com/2014/09/pentingnya-hormat-dan-patuh-kepada.html
http://catur-wijayanti.blogspot.com/2013/06/tafsir-surah-al-isra17-ayat-23-24.html
http://www.academia.edu/6603308/Makalah_tafsir_etika_kepada_orang_tua_by_Naylin_Naji
hah?login=&email_was_taken=true
http://www.slideshare.net/poetrachebhungsu/tugas-makalah-agama
http://hikayatsahabat.heck.in/kisah-bakti-seorang-pemuda-terhadap-ibun.xhtml
http://www.abstrak.web.id/contoh-makalah/