Anda di halaman 1dari 43

Amalgam

Definisi Amalgam

Amalgam adalah campuran dari dua atau beberapa logam, salah satunya adalah
merkuri. Aloi amalgam terdiri atas tiga atau beberapa logam. Amalgam itu sendirimerupakan
kombinasi aloi dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi atau triturasi.
Campuran merupakan bahan plastis dimasukkan ke dalam kavitasdan bahan tersebut menjadi
keras karena kristalisasi (Baum, 2012).

Komposisi Amalgam

Komposisi bahan restorasi dental amalgam terdiri dari perak, timah, tembaga, merkuri,
platinum, dan seng. Unsur – unsur kandungan bahan restorasi amalgam tersebut memiliki
fungsinya masing – masing, dimana sebagian diantaranya akan saling mengatasi kelemahan
yang ditimbulkan logam lain, jika logam tersebut dikombinasikan dengan perbandingan yang
tepat. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi persentase berat kandungan alloy amalgam
(Anusavice, 2004).

Alloy Presentase Berat (%)

Silver 65 (maksimum)

Tin 29 (maksimum)

Copper 6 (maksimum)

Zinc 2 (maksimum)

Mercury 3 (maksimum)

Palladium 0,5

Klasifikasi Amalgam

Amalgam dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis menurut Craig (1993) yaitu :
1. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu :
a. Alloy binary, contohnya : silver-tin
b. Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper
c. Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium
2. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu :
a. Microcut, dengan ukuran 10 - 30 µm.
b. Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 µm.
3. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu :
a. Alloy lathe-cut

Alloy ini memiliki bentuk yang tidak teratur.

b. Alloy spherical

Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi. Dimana cairan alloy


diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat kecil. Alloy ini tidak
berbentuk bulat sempurna tetapi dapat juga berbentuk persegi, tergantung pada teknik
atomisasi dan pemadatan yang digunakan.
c. Alloy spheroidal
Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi.
4. Berdasarkan kandungan tembaga
Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan kekuatan
(strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat pengerasan. Pembagian amalgam
berdasarkan kandungan tembaga yaitu:
a. Alloy rendah copper (low copper alloy)
Low copper alloy ini mengandung silver (68-70%), tin (26-27%), copper (4-5%),
zinc (0-1%).
b. Alloy tinggi copper (high copper alloy)

High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%), copper (13-
30%), zinc (0-1%). Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai:
a) Admixed/dispersi/blended alloys
Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe-cut alloy
dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper spherical alloy dengan low
copper lathe-cut alloy. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin
(17%), copper (13%), zinc (1%).
b) Single composisition atau unicomposition alloys
Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang sama.
Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (40-60%), tin (22-30%), copper (13-
30%), zinc (0-4%).
5. Berdasarkan kandungan zinc
a. Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc.
b. Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc.

Kelebihan dan Kekurangan Amalgam

Menurut Anusavice (2003) Kelebihan dan kekurangan Amalgam dalam kedokteran


gigi adalah :

Kelebihan :

 Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat
dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga
amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada
beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari 15 tahun dengan
kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur.
 Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada umumnya
lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam mulut yang saling
berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut.
 Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudah dan tidak terlalu
“technique sensitive” bila dibandingkan dengan resin komposit, di mana sedikit
kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan dan
kekuatan bahan tambal resin komposit.
 Biayanya relatif lebih rendah

Kekurangan :

 Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontras dengan warna gigi, sehingga
tidak dapat diindikasikan untuk gigi depan atau di mana pertimbangan estetis sangat
diutamakan.
 Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan yang
berbatasan langsung dengan gigi dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi
sehingga tampak membayang kehitaman.
 Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergi dengan logam yang
terkandung dalam bahan tambal amalgam. Selain itu, beberapa waktu setelah
penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif terhadap
rangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebut tidak berlangsung lama
dan berangsur hilang setelah pasien dapat beradaptasi.
 Hingga kini issue tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang
dikandungnya masih hangat dibicarakan. Pada negara-negara tertentu ada yang sudah
memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai bahan tambal.
 Sering menyebabkan kebocoran mikro dan sekunder karies. Solusinya enggunakan
“cavity varnish” yang mengandung larutan resin alami atau sintetis dalam pelarut yang
menguap misalkan eter dan harus tahan air.
 Mengakibatkan rasa nyeri bila menimbulkan arus galvanis bersama dengan tumpatan
logam lain. Solusinya dengan melepas tumpatan logam lain sebelum memakai
tumpatan amalgam.

Indikasi dan kontra indikasi


Indikasi amalgam menurut Anusavice (2003) adalah :
1. Sebagai bahan restorasi permanen pada kavitas klas I, klas II, dan klas V dimana faktor
estetis bukanlah suatu hal yang penting.

2. Dapat dikombinasikan dengan pin retentif untuk menempatkan mahkota.

3. Dipergunakan dalam pembuatan die.

4. Sebagai bahan pengisian saluran akar retrograde.

5. Dilihat dari segi biokompatibilitasnya, amalgam memiliki adaptasi yang cukup baik pada
jaringan di rongga mulut terutama email dari gigi tersebut.

Kontra Indikasi amalgam adalah :

Efek Samping Penggunaan Merkuri

Kandungan merkuri dalam bahan restorasi amalgam dalam beberapa peristiwa memang
dapat menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas atau alergi. Tetapi peristiwa alergi yang
terjadi pada pasien yang menggunakan restorasi amalgam tidaklah signifikan, karena tidak
setiap pasien yang melakukan treatment menggunakan amalgam mengalami alergi.Beberapa
penelitian menerangkan bahwa penggunaan restorasi amalgam dapat pula menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan secara sistemik seperti kerusakan pada ginjal, alergi atau
hipersensitivitas atau gangguan terhadap neurobehavior. Namun, apabila penggunaan alamgam
dilakukan secara benar, tidak akan terjadi masalah terhadap biokombatibilitas dari restorasi
amalgam (Craig, 1993).
Seseorang dapat terpapar merkuri daridiet makanan, minuman, udara, dan restorasi
amalgam.Merkuri yang terlepas dari bahan restorasi amalgam biasanya terjadi akibat adanya
penguapan merkuri. Uap merkuri pada manusia dapat ditemukan pada hembusan nafas, pada
rongga mulut dengan keadaan mulut terbuka atau teertutupmelalu kateter yang dipasang
ditrakea melalu bronkoskop. Data dari penelitian menjelaskan bahwa merkuri secara terus
menerus terlepas dalam rongga mulut dari bahan restorasi amalgam. Tingkat pelepasan merkuri
pada seseorang dipengaruhi oleh banyak factor yaitu area restorasi, usia, diet, komposisi
amalgam, dan kuantitas permukaan yang mengalami oksidasi. Uap merkuri dapat terlarut pada
udara intraoral ataupun oleh saliva, kemudian dapat penetrasi ke organisme melalui banyak
cara (Uçar and Brantley, 2011).
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa ditemukan kadar merkuri
dalam urin yang lebih tinggi yaitu sekitar 5 sampai 20 pada orang yang mengkonsumsi seafood
dengan frekuensi seminggu sekali jika dibandingkan dengan kadar merkuri akibat pajanan
restorasi amalgam yaitu sekitar 1 atau sekitar 1 mg/(Craig, 1993).
WHO merekomendasikan nilai batas paparan merkuri jangka panjang untuk para
pekerja atau operator adalah sebesar 25selain itu WHO merekomendasikan paparan yang
merkuri untuk wanita dalam masa subur harus lebih rendah dari nilai standar yaitu sekitar 10
(bindslev, 1991).
Penguapan merkuri dari bahan restorasi amalgam lebih kecil jika dibandingkan dengan
pengkonsumsian berbagai jenis ikan. Peningkatan kadar amalgam dalam urin dan darah dapat
dipengaruhi oleh berbagai factor, tidak hanya dipengaruhi oleh merkuri yang berasal dari bahan
restorasi amalgam. Secara keseluruhan merkuriyang berasal dari amalgam hanya
memberikansedikit pengaruh terhadap total kadar merkuri dalam tubuh .secara epidemiologi,
kadar merkuri dalam urin dan darah berkolerasi dengan jumlah paparan yang berasal dari
lingkungan dan diet (Craig, 1993).
Pencemaran merkuri terhadap lingkungan hidup dapat menimbulkan dampak negatif
pada kesehatan manusia. Pencemaran tersebut akan menyebabkan terjadinya toksisitas atau
keracunan tubuh manusia. Hal ini dapat terjadi pada lingkungan pekerjaan seperti
pertambangan, pertanian, industri, farmasi, kedokteran gigi dan aa banyak pekerjaan lain
dengan potensi paparan terhadap merkuri. Pencemaran merkuri di lingkungan dokter dapat
terjadi pada saat proses pembuatan amalgam sampai pemaaian amalgam sebagai tumpatan gigi
(Silalahi, 2002).
1. Toksik merkuri
Toksik merkuri berkaitan dengan afinitasnya untuk membentuk ikatn kovalen
dengan gugus sulfhidril yang akan menganggu sistem enzim dalam organ. Keracunan
merkuri terjadi karena terbentuknya senyawa yang mudah di serap yaitu merkuri yang
teroksidasi atau terikat dengan sulfida. Merkuri dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui tiga
cara yaitu inhalasi, pencernaan, dan permukaan kulit. Inhlasi adalah jalur utama
absorbsi persenyawaan merkuri yaitu sebesar 80% (Silalahi, 2002).

2. Toksisitas akut
Lemah,mual, muntah, diare disertai lendir dan darah, sakit kepala, sukar
berbicara dan menelan, kulit pucat dingin,iritasi membran mukosa bronkus,
pneumonitis yang diikuti demam dan dispena, rasa sakit dan terbakar di kerongkongan
dan perut, penyempitan lapangan pandang, serta berkurangnya pengeluaran air seni
sampai berhenti sama sekali (Silalahi, 2002).
3. Toksisitas kronis
Paparan yang terus menerus dengan merkuri akan menimbulkan tiga gejala
berupa eretisme (keadaan sangat mudah terangsang), tremor, dan stomatitis. Gejala-
gejala neurologis dan psikis merupakan gejala yang paling karakteristik. Gejala dini
nonspesifik berupa anoreksia, penurunan berat badan, dan sakit kepala. Kemudian
gejala ini diikuti gangguan-gangguan yang lebih karakteristik seperti iritabilitas
meningkat,gangguan tidur,mudah terangsang, kecemasan,depresi,gangguan daya ingat,
dan kehilangan kepercayaan diri. Keracunan berat sering berakibat kelainan bicara
terutama mengenai pengecapan (Silalahi, 2002).

Sifat – sifat Amalgam


1. Sifat Fisik Amalgam
a) Creep ( Tekanan )

Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan dimensi secara


bertahap yang terjadi ketika material diberi tekanan atau beban. Untuk tumpatan
amalgam, tekanan menguyah yang berulang dapat menyebabkan creep. ANSI-ADA
specification no.1 menganjurkan agar creep kurang dari 3%. Amalgam dengan
kandungan tembaga tinggi mempunyai nilai creep yang jauh lebih rendah, beberapa
bahkan kurang dari 0,1% (Anusavice, 2004).
Tingkat creep terbukti mempunyai hubungan dengan kerusakan tepi dari amalgam
tradisional yang kandungan tembaganya rendah, yaitu makin tinggi creep, semakin besar
derajat kerusakan tepi. Tepi dari amalgam dengan tingkat creep tinggi tampak tercungkil
cukup parah (Anusavice, 2004).
b) Stabilitas Dimensional
Idealnya amalgam harus mengeras tanpa perubahan dimensinya dan kemudian
tetap stabil. Amalgam dapat memuai dan menyusut tergantung pada cara manipulasinya,
idealnya perubahan dimensi kecil saja. Perubahan dimensional dari amalgam bergantung
pada seberapa banyak amalgam tertekan pada saat pengerasan dan kapan pengukuran
dimulai. ADA menyebutkan bahwa amalgam dapat berkontraksi atau berekspansi lebih
dari 20μm / cm, diukur pada 30°C, 5 menit dan 24 jam sesudah dimulainya triturasi
dengan alat yang keakuratanya tidak sampai 0,5μm. Ekspansi yang berlebihan juga dapat
menimbulkan tekanan pada pulpa dan kepekaan pascaoperatif (Anusavice, 2004).
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi perubahan dimensi adalah :
 Komposisi alloy : semakin banyak jumlah silver dalam amalgam, maka akan lebih
besar pula ekxpansi yang terjadi
 Rasio mercury (alloy) : makin banyak mercury, akan semakin besar tingkat
ekspansinya.
 Ukuran partikel alloy : dengan berat yang sama, jika ukuran partikel menyusut, maka
total area permukaan alloy akan meningkat.
 Waktu triturasi : merupakan faktor paling penting. Secara umum, semakin lama waktu
triturasi, maka ekspansi akan lebih kecil.
 Tekanan kondensasi : jika amalgam tidak mengalami kondensasi setelh triturasi, akan
terjadi kontraksi dalam skala besar karena tidak tergantung difusi mercury ke alloy
(Anusavice, 2004).
c) Difusi Termal
Difusi termal amalgam adalah 40 kali lebih besar dari dentin sedangkan koefisien
ekspansi termalnya 3 kali lebih besar dari dentin yang mengakibatkan mikroleakage dan
sekunder karies (Anusavice, 2004).
d) Abrasi
Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada hilangnya sebuah
substansi / zat, biasa disebut wear. Mastikasi melibatkan pemberian tekanan pada
tumpatan, yang mengakibatakan kerusakan dan terbentuknya pecahan / puing amalgam
(Anusavice, 2004).

2. Sifat Kimia Amalgam

a) Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik

Korosi galvanik atau bimetalik terjadi ketika kedua atau lebih logam berbeda atau
alloy berkontak dengan larutan elektrolit, dalam hal ini adalah saliva. Besarnya arus
galvanis dipengaruhi oleh lama / usia restorasi, perbedaan potensial korosi sebelum
berkontak dan daerah permukaan ( Craig, 2002).
Jarak yang cukup lebar / besar dihasilkan dan berkontak elektrik dari beberapa
restorasi secara in vivo. Untuk restorasi amalgam – amalgam, perbedaan potensial korosi
sebelum berkontak mungkin akan berguna dalam memprediksi besarnya arus galvanis,
yang mana paling tidak perbedaan keluar adalah 24 V ( Craig, 2002).
Hubungan lama restorasi dengan besar arus galvanis berbanding terbalik, artinya
semakin lama usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya, semakin kecil arus
galvanis yang dihasilkan ( Craig, 2002).

b) Korosi

Korosi adalah reaksi elektrokimiawi yang akan menghasilkan degradasi struktur


dan properti mekanis. Banyak korosi amalgam terjadi pada bagian pits dan cervical.
Korosi dapat mengurangi kekuatan tumpatan sekitar 50%, serta memperpendek
keawetan penggunaannya ( Craig, 2002).

c) Tarnis

Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan film yang terlihat
dapat menyebabkan tarnish. Penyebab discoloration yang paling terkenal adalah
campuran silver dan copper sulfida karena reaksi dengan sulfur dalam makanan dan
minuman ( Craig, 2002).

3. Sifat Mekanik Amalgam


a). Kekuatan
Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan kekuatan struktur
tersebut tergantung dari sifat individu dan hubungannya antara satu struktur dengan
struktur yang lainnya (Anusavice, 2004).
Dental amalgam adalah material yang brittle / rapuh. kekuatan tensile amalgam
lebih rendah dibanding kekuatan kompresif. kekuatan komperesif ini cukup baik untuk
mempertahankan kekuatan amalgam, tetapi rendahnya kekuatan tensile yang
memperbesar kemungkinan terjadinya fraktur / retakan (Anusavice, 2004).
Faktor yang mempengaruhi kekuatan amalgam:
 Rasio mercury (Alloy) : jika mercury yang digunakan terlalu sedikit, maka partikel
alloy tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian restorasi alloy tidak akan
bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas dan membuat
amalgam menjadi lebih rapuh
 Ukuran dan Bentuk partikel : kekuatan amalgam diperoleh dengan ukuran partikel
yang kecil, mendukung kecenderungan fine atau microfine particles.
 Porositas : sejumlah kecil porositas pada amalgam akan mempengaruhi kekuatan.
 Efek triturasi : efek ini tergantung pada jenis lugam campur amalgam, waktu
triturasi, dan kecepatan amalgamator.
 Efek laju pengerasan amalgam : spesifikasi ADA menyebutkan kekuatan kompresif
minimal adalah 80 Mpa pada 1 jam dari amalgam komposisi tunggal yang kandungan
tembaganya tinggi sangatlah besar.

4. Sifat Biologi Amalgam

a). Alergi
secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi antibodi yang ditandai
dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitan bernapas, pembengkakan, dan gejal lain (
Craig, 2002).

Dermaititis kontak atau reaksi hipersnsitif tipe 4 dari commbs mewakili efek
samping fisiologis yang paling mungkin terjadi pada amalgam gigi, tetapi reaksi ini
terjadi kurang dari 1% dari populasi yang dirawat ( Craig, 2002).

b). Toksisitas
sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air raksa sudah
mulai dipertanyakan. kadang - kadang masi ada dugaan bahwa keracunan air raksa dari
tambalan gigi adalah penyebab dari penyakit - penyakit tertentu yang diagnosisnya tidak
jelas dan ada bahaya bagi dokter gigi atau pasiennya. Ketika uap air raksa terhirup selama
pengadukan, penempatan dan pembuangan. suatu analisis pada dentin dibawah tambalan
amalgam mengungkapkan adanya air raksa yang turut berperan dalam perubahan warna
gigi ( Craig, 2002).

Sejumlah air raksa dilepaskan pada saat pengunyahan tetapi kemungkinan


keracunan dari air raksa yang menembus gigi atau sensititasi terhadap garam -garam air
raksa yang larut dari permukaan amalgam jarang tejadi ( Craig, 2002).

Jenis-jenis Amalgam

Menurut Baum, dkk pada tahun 1997 jenis-jenis amalgam yaitu :

1. Amalgam klas II insipient


Lesi insipien biasanya kecil dan terletak tepat di bawah titik kontak anatomik dari gigi.
Pada gigi yang maposisi titik kontak yang sesungguhnya bisa berada dilain kontak, yang
tentunya akan mengubah lokasi lesi.
2. Amalgam klas II yang diperluas
Amalgam yang diperluas jelas lebih besar karena daerah-daerah dalam kavitas atau
karies rekuren di sekitar tambalan lama. Ukuran resorasi yang diperluas tergantung pada
situasi. Jika misalnya karies merunyak di bawah email sepanjang pinggir gingival, dasar
gingiva harus diperluas kearah akar untuk menghilangkan email yang tidak mempunyai
dukungan. Juga perluasan fasial dan lingual dari karies menentukan lebar preparasi kavitas.
3. Preparasi klas V amalgam
Restorasi ini dibatasi oleh permukaan fasial dari molar dan premolar (kadang-kadang
meliputi permukaan lingual dari molar), dimaksud untuk menambal karies dan untuk
menggantikan substansi gigi yang berpotensi karies didekat gingiva. Secara umum,
ragangan kavitas klas v hanya meliputi email dan dentin. Suatu kesalahan yang umum
terjadi adalh membatasi panjangnya kavitas dan mengakhiri tepi mesial dan distal ditengah-
tengah email yang terdekalsifikasi.

Reaksi Pengerasan Amalgam

Reaksi pengerasan amalgam dimulai setelah alloy dan merkuri dicampur.


Pencampuran ini menyebabkan lapisan luar partikel alloy larut dalam merkuri dan
membentuk dua fase baru yang solid pada temperatur kamar. Reaksinya adalah sebagai
berikut:
Ag3Sn + Hg Ag3Sn + Ag2Hg3 + Sn(7-8)Hg
γ + merkuri γ + γ1 + γ2
powder liquid alloy yang matriks
tidak bereaksi

Tidak semua partikel alloy akan larut dalam merkuri. Struktur bahan setelah
reaksi pengerasan berupa struktur inti (γ yang tidak bereaksi), γ1 dan γ2 yang secara
mikroskopis membentuk suatu susunan jala yang tidak terputus-putus.
Menurut ANSI/ADA specificatin no.1, kekerasan maksimal amalgam dicapai
setelah 24 jam pengerasan. Reaksi pengerasan yang baik dengan pemampatan yang
cukup akan mencegah terjadinya ekspansi maupun kontraksi yang tidak diinginkan.
Ekspansi maupun kontraksi tersebut merupakan manifestasi dari perubahan dimensi.
Pada high-copper amalgam, tembaga akan terdisitribusi secara merata.
Peningkatan kandungan tembaga dalam alloy akan mempengaruhi reaksi pengerasan.
Sehingga untuk amalgam tipe high copper terdapat reaksi sekunder yang berlangsung
setelah reaksi pertama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
γ 2 + Ag-Cu Cu6Sn5 + γ1
Setelah reaksi sekunder ini terjadi, amalgam tidak mengandung atau sedikit
mengandung fase γ2.
Modifikasi reaksi pengerasan yang terjadi pada amalgam tipe high copper
menghasilkan beberapa kelebihan, yaitu:
a. Compressive strength lebih tinggi
b. Final strength terjadi lebih cepat
c. Meminimalisasi creep
d. Meminimalisasi korosi
e. Hardness yang lebih tinggi

Proses amalgamasi

Amalgam merupakan kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang
disebut amalgamasi atau triturasi. Campuran yang merupakan bahan plastis
dimasukkan ke dalam kavitas dan bahan tersebut menjadi keras karena kristalisasi.

Triturasi amalgam dapat dilakukan dengan cara manual dan masinal. Cara manual
dilakukan dengan menggunakan alu dan mortal. Homogenitas amalgam tergantung dari
tekanan yang terjadi antara alu dan lumpang. Tekanan yang berbeda – beda dari
operator menyebabkan kekuatan amalgam yang berbeda homogenitasnya sehingga
hasilnya kurang baik. Lain halnya dengan cara masinal yang tekanannya selalu sama
sehingga menghasilkan amalgam yang homogen.

Manipulasi Amalgam

Manipulasi amalgam dapat melalui proses :

1. Proportioning
Perbandingan antara alloy dan merkuri harus sesuai. Menggunakan perbandingan
alloy dan mercury 5:7 atau 5:8. Kelebihan mercury mempermudah triturasi dan dapat
diperoleh hasil campuran yang plastis Jika mercury yang digunakan terlalu sedikit,
maka partikel alloy tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian restorasi
alloy tidak akan bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas
dan membuat amalgam menjadi lebih rapuh.
2. Triturasi
Pencapuran amalgam alloy dan merkuri dengan menggunakan amalgamator selama
waktu yang telah ditentukan. Proses triturasi dapat dilakukan dengan cara manual
dan mekanis.
3. Kondensasi
Teknik kondensasi yang baik akan memeras keluar merkuri dan menghasilkan fraksi
volume dari fase matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi yang tinggi
diperlukan untuk mengurangi porositas dan mengeluarkan merkuri dari amalgam lathe- cut.
Sebaliknya, amalgam sferis yang dimampatkan dengan tekanan ringan akan
mempunyai kekuatan yang baik.
4. Trimming dan Carving
Amalgam yang dibuat dari serbuk alloy yang kasar lebih sukar mengukirnya karena
kepingan alloy yang agak besar dapat tertarik oleh instrument dari permukaan. Apabila
dikehendaki pengukiran yang mudah, dapat menggunakan alloy spheris.
5. Polishing.
Amalgam konvensional baru dapat dipoles palng cepat 24 jam setelah penambalan,
yaitu setelah tambalan cukup kuat. Amalgam yang terbuat dari alloy kaya kuprum
lebih cepat mendapatkan kekuatannya, disebutkan bahwa bahan ini dipoles tidak
lama setelah penambalan.
Glass Ionomer Cement (GIC)

A. Gambaran Umum
Perkembangan amalgam, emas, dan restorasi porselain pada abad 19 menstimulasi
perkembangan bahan-bahan dental material yang digunakan sebagai material luting dan
material lining serta bahan-bahan dental material lain yang memiliki nilai estetika yang
baik. Sehingga pada awal abad 20, beberapa bahan digunakan untuk lining, basis, serta
bahan penumpatan, seperti zinc oxide eugenol (1875), zinc phospate (1879), dan semen
silikat (1908). Selain itu, bahan-bahan tersebut juga dapat digunakan untuk luting inlay,
mahkota, post, bridge, serta band ortodonti. Tahun 1963, penggunaan asam poliakrilat
untuk berikatan dengan jaringan gigi diteliti untuk pertama kali (Saito, et al., 1999).
Akhir-akhir ini, perkembangan material restorasi direk terus meningkat. Material
yang sering digunakan diantaranya ialah amalgam, resin komposit, dan glass ionomer
cement (GIC) (Roulet, 1997). Penggunaan amalgam sudah mulai ditinggalkan karena
amalgam memiliki merkuri yang bersifat toksik serta memiliki nilai estetik yang buruk
(Anusavice, 1996). Resin komposit merupakan bahan restorasi yang memiliki nilai estetik
yang baik dan sifat fisik yang baik, namun resin komposit memiliki kekurangan yakni
mahal, membutuhkan waktu yang lama dalam prosedurnya, serta membutuhkan prosedur
teknik sensitif adesif. GIC dapat dijadikan pilihan untuk menumpat pada beberapa kasus
karena GIC memiliki sifat fisik yang memungkinkan untuk dimodifikasi dengan merubah
rasio bubuk dan cairannya. Selain itu, GIC juga memiliki beberapa tipe sehingga cocok
untuk digunakan sebagai bahan tumpatan sesuai indikasinya. Macam aplikasi GIC
bergantung pada konsistensi semen dari viskositas yang tinggi ke rendah sesuai dengan
distribusi partikel serta rasio bubuk dan cairan GIC. Ukuran partikel bahan restoratif
maksimal adalah 50 µm, sedangkan bahan luting 15 µm (Sherwood, 2010). GIC memiliki
biokompatibilitas yang baik serta bersifat flour release sehingga dapat menghambat karies.
Namun, GIC juga memiliki beberapa kelemahan yakni sifat mekanis yang buruk seperti
rapuh, mudah aus, kekerasan rendah, dan kurang bisa ditempatkan pada area yang
memiliki tekanan yang besar (Xie et al., 2000).
GIC merupakan material yang dikenal sebagai semen berbahan dasar asam. GIC
berasal dari reaksi asam polimerik lemah dengan powdered glasses (Sidhu dan Nicholson,
2016). GIC merupakan material restoratif yang terdiri atas kalsium, stronsium,
aluminosilikat (base), dan water-soluble polimer (asam). Ketika bahan-bahan tersebut
dicampur, maka akan terjadi reaksi pengerasan yang terjadi karena adanya neutralisasi
kelompok asam oleh bahan-bahan base (Upadhya dan Kishore, 2005). Selanjutnya GIC
akan berikatan dengan gigi menggunakan mekanisme micromechanical interlocking dan
true chemical bonding (Sidhu dan Nicholson, 2016).

B. Klasifikasi
Menurut Wilson dan Mclean (1988) GIC di klasifikasikan sebagai berikut.
1. Tipe I : Luting
2. Tipe II : Restoratif
Tipe II.1 : Restoratif estetik (autocure resin-modified)
Tipe II.2 : Restoratif reinforced / Bis-reinforced filling materials
3. Tipe III : Lining atau base

Menurut Smith/Wright (1994) GIC di klasifikasikan sebagai berikut.


1. Tipe I : Luting cement
2. Tipe II-a : Aesthetic filling material
Tipe II-b : Reinforced resin filling material
3. Tipe III : Fast setting lining cement
4. Tipe IV : Fissure sealing cement
5. Tipe V : Orthodontic cement
6. Tipe VI : Core build up material

GIC tipe I : Luting


a. Penggunaan : luting semen pada crown, bridge, inlay, veneer
b. Kelarutan : rendah
c. Rasio P/L :1,5:1
d. Setting rate : fast setting
e. Ketebalan film : 10 – 20 μm
f. Pelepasan fluoride
g. Translusens
h. Kekuatan tekan tinggi
(Khoroushi dan Keshani, 2013)

GIC tipe II.1 Restorative aesthetic


a. Penggunaan : restorasi gigi amterior (kelas III, V)
b. Rasio P/L : 2,9: 1 sampai 3,6: 1
c. Setting rate : autocure - awal mengaplikasikan sampai 4 menit dari
pengadukan ; resin modified – 20-40 detik
d. Translusens
e. Fluouride reservoir
f. Radioopak
(Khoroushi dan Keshani, 2013)

GIC tipe II.2 Restorative reinforced


a. Penggunaan : restorasi gigi posterior (kelas I), inti pasak
b. Rasio P/L : 3:1 sampai 4: 1
c. Adesi lebih kuat
d. Tahan terhadap kehilangan air
e. Radioopak
f. Ketahanan abrasi : cocok dengan amalgam dan resin komposit
(Khoroushi dan Keshani, 2013)

GIC tipe III Liner dan Basis


a. Penggunaan : liner untuk melindungi pulpa, sedangkan basis untuk
meningkatkan adesi terhadap resin komposit (sandwich
technique)
b. Rasio basis P/L : 3:1
c. Rasio liner P/L :1,5 :1
d. Radioopak
(Khoroushi dan Keshani, 2013)

C. Indikasi dan Kontraindikasi


1. Indikasi
GIC memiliki beberapa indikasi klinis, diantaranya ialah:
a. Caries control pada restoratif provosional
b. Restorasi kelas V
c. Material basis
d. Restorasi sementara pada access opening PSA
e. Restorasi sementara gigi anterior dan posterior
f. Sementasi band orthodontik
g. Adhesif braket orthodontik
h. Memperbaiki lesi resorbsi akar eksternal
i. Restorasi pada gigi yang menerima tekanan tidak terlalu besar
j. Restorasi margin mahkota yang terdapat karies pada bagian subgingival
k. Memperbaiki perforasi akar pada perawatan endodontik
l. Teknik ART
m. Core kecil dimana masih tersisa sedikitnya 50% struktur gigi
n. Restorasi posterior pada gigi desidui
o. Menutup (blockout) undercut pada praparasi mahkota dan onlay (Almuhaiza,
2016).
2. Kontraindikasi
Beberapa kontraindikasi penggunaan GIC diantaranya:
a. Restorasi gigi posterior sebagai pengganti restorasi amalgam
b. Restorasi gigi yang memiliki beban kunyah yang besar
c. Restorasi kelas IV dan kelas VI (Almuhaiza, 2016).

D. Komposisi
Komposisi GIC terdiri dari bubuk dan cairan. Bubuk GIC adalah calcium
fluoroaluminosilicate glass yang larut dalam cairan asam. (Anusavice et al., 2013). Bubuk
dapat terurai oleh asam karena adanya ion Al3+ yang dapat mudah masuk ke jaringan silika
(Mahesh et al., 2011).
1. Bubuk (Powder)
a. Kalsium Fluorida
Berfungsi untuk meningkatkan opasitas dan mengatur pelepasan fluor.
b. Alumina
Berfungsi untuk meningkatkan opasitas dan kekuatan kompresi.
c. Silika
Berfungsi untuk mempengaruhi transparansi.
d. Fluoride
Berfungsi untuk antikariogenesis, meningkatkan translusens, kekuatan,
menghambat pembentukan plak serta memperpanjang waktu kerja.
e. Fosfat Aluminium
Berfungsi untuk meningkatkan translusens.
f.
Berfungsi untuk meningkatkan transparansi
g. Stronsium
Berfungsi untuk mengatur radioopasitas.
((Anusavice, 2013); (Sherwood, 2010); (Mahesh, 2011)).

Gambar 1.1 Komposisi dan berat tiap bahan pada bubuk GIC
Sumber: Mount (2003)

2. Cairan (Liquid)
a. Tartaric acid (5-15%)
Berfungsi untuk meningkatkan waktu kerja, memperlambat setting time
translusens, dan kekuatan.
b. Polifosfat (40-55%)
Polifosfat terdiri atas acrylic acid , itaconic acid, maleic acid, phosphonic acid.
Polifosfat berfungsi untuk memperpanjang waktu kerja dan melekat pada struktur
gigi tanpa perlakuan khusus.
c. Oksida logam
Berfungsi untuk mempercepar setting tim.
((Anusavice, 2013); (Sherwood, 2010); (Mahesh, 2011)).

E. Sifat dan Karakteristik


GIC merupakan bahan kedokteran gigi yang memiliki berbagai sifat unik, sehingga
dapat digunakan untuk bahan restorasi ataupun bahan adesif. Beberapa sifat GIC
diantaranya ialah biokompatibilitas, rendah toksik, adesi pada struktur gigi yang moist,
flour release sehingga bersifat antikariogenik, dan kompatibilitas termal pada enamel
(Lohbauer, 2010).
1. Biokompatibilitas
GIC memiliki biokompatibilitas yang cukup baik. Respon pulpa terhadap GIC baik
dibandingkan dengan respon pulpa terhadap zinc oxide dan zinc polikarboksilat.
Jaringan periodontal juga memilii respon yang baik terhadap GIC, selain itu GIC
juga dapat mengurangi biofilm subgingiva dibandingkan dengan restorasi resin
komposit. PH awal GIC yang rendah dapat menyebabkan sensitivitas pada sementasi
mahkota (Sidhu dan Nicholson, 2016).
2. Linear-Elastic Mechanical Properties
Karakteristik parameter mekanik dasar pada material dental restoratif diantaranya
adalah modulus elastisitas, kekuatan fraktur, fracture toughness, dan kekerasan
permukaan. Produk komersial GIC memiliki modulus elastisitas sebesar 2-10 Mpa
(Lohbouer, 2003). Kontaminasi kelembaban yang berlebihan pada sesaat setelah
pencampuran semen menyebabkan menurunnya modulus elastisitas dan kekuatan
fraktur. GIC memiliki kekuatan kompresif berkisar diantara 60-300 Mpa dan kekuatan
fleksuralnya hingga 50 Mpa. GIC memiliki resistensi terhadap cairan-cairan yang ber
pH asam dibandingkan dengan material restoratif lainnya. Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa pada 6 bulan pertama terjadi uptake air sebesar 5%. GIC
memiliki sifat menyerap air yang lebih besar dibandingkan dengan komposit (Small,
et al., 1998).
3. Flour release
Flour diketahui sebagai agen yang paling ampuh dalam pencegahan karies. GIC
memiliki sifat flour release, sehingga apabila digunakan pada marginal gaps antara
material filling dengan gigi, akan menghindari dari terbentuknya karies sekunder pada
jaringan gigi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa GIC akan melepaskan flour
sebesar 10 ppm pada awal restorasi dan akan stabil sebesar 1-3 ppm selama 100 bulan
(Forsten, 1998).
4. Performa klinis
Fatigue fractures setelah beberapa tahun merupakan kegagalan yang sering terjadi
pada restorasi GIC. Kerusakan restorasi seperti fraktur marginal atauoun cusp sering
ditemukan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fraktur banyak ditemukan
pada daerah posterior gigi yang banyak menerima tekanan berat. Peneliti
menyebutkan bahwa fraktur merupakan penyebab utama dari kegagalan restorasi GIC
(Klinge, et al., 1999).
5. Wear dan Fatique
Sifat mekanik jangka panjang GIC dipengaruhi oleh kekuatan mastikasi. Kekuatan
mastikasi akan berdampak pada permukaan restorasi. Penelitian menunjukan bahwa
tingkat keausan GIC lima kali lebih tinggi dari pada amalgam dan tiga kali lebih tinggi
dari pada resin komposit (Kunzelmann, 1994).
6. Thermal
Ekspansi dan kontraksi yang tadi saat mengonsumsi makanan panas dan dingin akan
mempengaruhi marginal seal pada bahan restoratif. Selisih dari koefisien ekspansi
termal dari GIC yang diukur dari 20oC dan 60oC adalah 10,2-11,4 (Craig, 2002).
7. Adhesi
Perlekatan kimia GIC terhadap jaringan keras gigi melalui kombinasi asam
polikarboksilat dengan hidroksiapatit. Kekuatan ikatan GIC dengan enamel lebih
besar daripada dentin. Namun, dengan pemberian conditioner seperti polikarboksilat,
asam sitrat atau fosfat dapat meningkatkan ikatan antara GIC dan jaringan keras gigi.
Conditioner berperan sebagai bahan etsa yang menghilangkan smear liyer dari tubuli
dentin (Powis et al., 2002).
Selain memiliki sifat-sifat tersebut, GIC juga memiliki beberapa keterbatasan,
seperti kekuatan mekanis dan kekerasan yang rendah (Lohbauer, 2010). Gambar 1.2
menunjukan sifat-sifat yang dimiliki oleh GIC.
Gambar 1.2 Sifat-sifat GIC

Sumber: Noort (2013)

F. Tahapan Pembuatan
1. Metode Pengadukan
Menurut Nagaraja dan Kishore (2005), metode pengadukan GIC berdasarkan jenis
bahannya antara lain sebagai berikut.
a. Powder dan Liquid
Powder diambil dengan menggunakan sendok khusus sesuai dengan besar kavitas,
ratakan di mulut botol, letakkan di atas kertas / kaca pengaduk. Botol liquid
didesain dengan prinsip dropper mechanism, di mana hanya mengeluarkan satu
tetes setiap aplikasinya. Setiap tetes liquid yang mengandung gelembung udara,
harus dibuang. Pengadukan terjadi sekitar 20-30 detik.
b. Kapsul
Powder dan liquid dikemas dalam bentuk kapsul. Keduanya dicampur
menggunakan mixing machine. Perbandingan powder-liquid dapat dikontrol.
c. Pasta
Bentuk pasta biasa digunakan untuk luting cements, lining cements, endodontik
dan orthodontic. Bentuk dua pasta dikemas dalam dua syringe berbeda, setelah itu
dicampur dengan teknik hand mixing. Ukuran partikel yang halus dan memiliki
setting time selama 3 menit. Campurkan material pasta secara cepat dengan
menggunakan spatula plastik selama 10-15 detik.
2. Teknik Aplikasi
Teknik aplikasi GIC untuk kavitas menurut Sherwood (2010) dan Noort (2013),
antara lain sebagai berikut.
a. Aplikasikan dentin conditioner yang mengandung asam poliakrilat 10% diletakkan
selama 10 detik Selain asam poliakrilat dapat juga menggunakan bahan seperti
EDTA, ferric chloride, atau asam sitrat.
b. Bersihkan dengan air selama 10 detik.
c. Buat permukaan kavitas dalam keadaan lembab.
d. Manipulasi bahan dengan handmixing apabila berupa bubuk dan cairan.
e. Aduk menggunakan spatula plastik yang dibawahnya dilembari kertas dan glass
slab.
f. Aplikasikan GIC ke tempat kavitas berada.
g. Setelah setting, aplikasikan varnish untuk mencegah kebocoran tepi

G. Reaksi Pengerasan
Reaksi pengerasan GIC terjadi pada saat pencampuran powder dengan liquid terdiri
dari 3 fase. Gambar 1.3 menunjukan fase-fase pada GIC.
Fase I Fase II Fase III

Gambar 1.3 Fase-fase GIC


Sumber: Noort (2013)

1. Fase I (Dissolution)
Pada tahap ini, saat terjadi pencampuran powder dan liquid , ion-ion hidrogen
terbentuk dari ionisasi asam poliakrilat dalam air. Ion hidrogen akan bereaksi dengan
partikel-partikel glass yang menyebabkan pelepasan ion-ion kalsium, aluminium, dan
fluor dan membentuk sebuah gel (Silica-based hydogel) di sekitar partikel-partikel
glass.
2. Fase II (Gelation / Hardering)
Pada tahap ini, ion-ion Ca2+ dan Al3+ dari silica hydrogel berikatan dengan polianion
pada gugus polikarboksilat semen yang memulai terbentuk pada saat pH meningkat.
Gugus karboksilat berikatan silang secara ionic dengan ranyal polianionyang
menyebabkan semen mulai mengeras. Kalsium polikarboksilay mulai terbentuk pada
5 menit pertama sedangkan alumunium karboksilat yang memiliki ikatan lebih stabil
dan kuat terbentuk setelah 24 jam. Awal pengerasan cenderung rapuh, namun sifat
fisiknya akan mulai meningkat bersamaan dengan terjadinya pembentukan
alumunium polikarboksilat.
3. Fase III (Hydration of Salts)
Pada tahap ini terjadi hidrasi pada gel (silica-based hydrogel) dan gugus
polikarboksilat yang menyebabkan peningkatan sifat-sifat fisik semen. Fase ini terjadi
selama beberapa bulan (Lohbauer, 2003).

H. Kelebihan dan Kekurangan


GIC memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1. Biokompatibel
2. Fluoride release (anti kariogenik)
3. Melekat secara kimia dengan struktur gigi
4. Sifat fisik yang stabil
5. Tingkat sensitivitasnya lebih rendah dibandingkan resin komposit
(Sherwood, 2010)
Selain memiliki beberapa keunggulan, menurut (Noort, 2013) kekurangan dari GIC
antara lain:
1. Working time pendek dan setting time panjang
2. Kekuatan tekan dan kekerasannya rendah
3. Resistensi terhadap abrasi rendah
4. Water in dan water out
5. Kurang estetis dibandingkan resin komposit
6. Mudah retak

I. Teknik Sandwich
Teknik sandwich pada GIC adalah restorasi berlapis yang menggunakan GIC dan
resin komposit, di mana GIC akan menggantikan dentin sedangkan resin komposit akan
menggantikan enamel (Hewlett and Mount, 2003). Istilah teknik sandwich mengacu
kepada tumpatan restorasi yang menggunakan GIC untuk menggantikan dentin dan resin
komposit untuk menggantikan enamel. Strategi ini menggabungkan sifat paling baik dari
kedua bahan tersebut seperti daya tahan terhadap karies, adhesi secara kimia terhadap
dentin, pelepasan fluor dan proses remineralisasi, pengerutan pada lapisan dalam yang
rendah, pengikatan GIC dengan enamel, penyelesaian akhir enamel, durabilitas dan sifat
resin komposit yang estetis (Mount and Hewlett, 2003). Biasanya dalam penerapan teknik
sandwich biasanya diawali dengan pelapisan GIC tipe II pada dasar kavitas, kemudian
dilanjutkan dengan penggunaan resin komposit untuk memberikan ketahanan dan
durabilitas (Annusavice, 2003).
GIC berfungsi untuk meningkatkan ikatan antara dentin dengan restorasi
menggunakan bahan komposit (Manappallil, 2003). Selain itu, keuntungan dari
penggunaan GIC yang lain adalah dapat melepaskan ion flour yang memungkinkan untuk
mencegah terjadinya karies sekunder. Namun di sisi lain GIC juga memiliki kekurangan
yaitu tidak dapat menerima tekanan kunyah yang besar, mudah abrasi, erosi, dan dari segi
estetisnya tidak sempurna karena translusensinya lebih rendah dari resin komposit. GIC
memiliki kelebihan berikatan dengan dentin dan email lebih baik karena melepaskan fluor
lebih banyak daripada resin komposit. GIC berikatan dengan dentin melalui adhesi kimia
(Manapphallil, 2003), sedangkan komposit tidak memiliki ikatan kimia terhadap email dan
dentin. GIC memiliki biokompabilitas yang lebih baik daripada resin komposit.
Resin komposit memiliki kelebihan yaitu memiliki sifat fisik lebih baik daripada GIC,
juga memiliki estetik yang lebih baik daripada GIC. Melihat dari kelebihan dan
kekurangan SIK dan resin komposit, 2 bahan ini dapat dipadukan. GIC sebagai base dan
resin komposit sebagai tumpatan di atas GIC yang dikenal dengan teknik sandwich. Ikatan
yang terjadi adalah ikatan GIC dengan email dan dentin (ionic bond) dan ikatan GIC
dengan material tumpatan (mechanics bond). Akibat adhesi dengan dentin, bahan
cenderung mengurangi terbentuknya ruang pada tepi gingival yang berlokasi di dentin,
sementum, atau keduanya akibat penyusutan polimerisasi dari resin. Permukaan semen
yang sudah mengeras di etsa untuk menghasilkan permukaan yang lebih kasar sehingga
menambah retensi, yang menjamin adhesi dengan bahan restorasi komposit (Manapphallil,
2003).

J. Modifikasi
1. Resin Modified Glass Ionomer Cement (RM-GIC)
RM-GIC merupakan bahan restorasi yang dihasilkan dari penggabungan sifat GIC
konvensional dengan resin komposit. Sifat yang dimiliki lebih mendekati sifat GIC
konvensional dibandingankan resin komposit. Hal ini, menyebabkan reaksi pengerasan
semen terjadi dalam 2 tahapan antara lain:
a. Reaksi asam basa
Reaksi asam basa terjadi pada saat pencampuran fluoroaluminosilicate glass
dengan cairan asam (polialkenoat).
b. Reaksi Polimerisasi
Reaksi polimerisasi dengan aktivator kimia/sinar dilakukan pada hibrid ionomer
untuk megaktifasikan monomer resin 2-hydoxyethylmethacrylate (HEMA) yang
terdapat di dalam bubuk dan atau cairan hibrid ionomer (Ningsih, 2014).
Kombinasi ini menyebabkan RM-GIC tetap dapat melepaskan ion fluor. Beberapa
penelitian menunjukkan jumlah ion fluor yang ionomer yang dilepaskan hibrid
ionomer lebih banyak dibandingkan bahan restorasi lainnya seperti resin komposit dan
kompomer. Namun, jumlah ion fluor yang dilepaskan oleh hibrid ionomer sedikit lebih
rendah atau sama dengan jumlah ion fluor yang dilepaskan oleh GIC. Sifat yang
dimiliki RM-GIC hamper sama dengan sifat GIC. Penambahan HEMA mampu
memperbaiki kekurangan GIC dari sifat mekanik dan estetik, tetapi penambahan
HEMA diduga juga dapat membahayakan jika langsung diletakan di dalam sel pulpa
karena kandungannya dapat menyebabkan toksisitas pada daerah sel pulpa (Ningsih,
2014).

RESIN MODIFIED GLASS IONOMER CEMENT


Penggunaan:
1. Restorasi didaerah dengan tekanan rendah (gigi depan/daerah servikal) (Kelas III, kelas
V, gigi susu, kelas I anak-anak)
2. Pasien dengan resiko caries tinggi (biasanya anak-anak)

Secara estetik restorasi ini lebih baik daripada GI karena mengandung resin

Komposisi:
1. Bubuk hybrid ionomer serupa dengan GIC
2. Liquid mengandung monomer, polyacid dan air
3. Hybrid ionomer set dengan reaksi asam basa dan light cured serta polimerasi self cured
resin

Sifat-sifat:
1. Melekat pada gigi tanpa menggunakan dentin-bonding agent (karena merupakan kontra
indikasi, dapat mengurangi pelepasan fluor)
2. Melepaskan fluor lebih banyak daripada kompomer dan komposit tetapi lebih sedikit
daripada GIC
GIC > RMGIC > compomer dan composit
3. Mendapat fluor (mengalami recharge) pada saat fluoridasi atau dari pasta gigi dengan
fluoride.

Klasifikasi jenis reaksi:


1. Chemical curing
2. Light Curing

2. Kompomer
Kompomer yang disebut juga sebagai polyacid-modified composite resin,
merupakan bahan restorasi baru yang mengombinasikan resin komposit dengan GIC
yang dapat mengeluarkan fluor dan memiliki sifat adhesi yang baik.
Kompomer mengeras dengan aktivasi sinar pada matriks resin komposit.
Tanpa penyinaran, bahan ini tidak akan mengeras (monomer-
monomer tidak mengalami polimerisasi). Kekuatan kompomer dalam menerima
tekanan kunyah adalah berkisar 0,97-1,23 MPa. Oleh karena itu, kompomer
seharusnya tidak digunakan pada daerah yang menerima beban yang besar (Nicholson,
2007).
Kompomer didesain untuk melepaskan flour, fluor akan dilepas terjadi peningk
atan kondisi lingkungan yangasam dan sebagai penyeimbang (buffer) bagi asam
laktat. Beberapa peneliti percaya bahwa kompomer mampu bertindak sebagai reservoir
fluorida dengan mengabsorpsi fluorida dari lingkungannya. Selain itu,kompomer juga
mampu melepaskan ion yang jauh lebih besar pada kondisi lingkungan yang asam dan
mampu bertindak sebagai
buffering untuk mengubah pH asam menjadi pH netral. Kompomer diindikasikan
untuk kelas I dan II desidui, kelas III, kelas V, serta pit dan
fissure sealant, sedangkan kontra indikasinya adalah untuk kelas I, II, IV, dan VI
(Ireland, 2006).

Sebelum melakukan preparasi kavitas kelas I kompomer gigi sulung, harus ditentukan terlebih
dahulu outline form nya, kemudian akses jaringan karies menggunakan bur bulat dengan
kecepatanrendah, perdalam kavitas sekitar 0,5-1 mm, lalu perluas kavitas dengan
menggunakan bur silindris. Setelah selesai dipreparasi, bersihkan kavitas dengan
menggunakan air atau pumice dankeringkan sampai lembab. Kemudian aplikasikan liner yang
sesuai dan self– etching resinbonding system. Injeksikan kompomer ke dalam kavitas lalu light
cure setiap lapisan selama 30detik, gunakan bur bulat besar untuk membuang kelebihan
kompomer, lalu periksa oklusi gigi dengan menggunakan kertas artikulasi. Lakukan
polishing dengan menggunakan white stone dan brush yang halus. Adapun beberapa kelebihan
daripada kompomer adalah dapat melepaskan fluor, memiliki warna yang estetis dengan gigi
serta memiliki teknik penanganan yang sederhana sehingga sangat cocok untuk kedokteran gigi
anak, sedangkan kekurangan dari kompomer adalah dapat terjadi polimerisasi shrinkage
sekitar 2-3%, absorpsi air akan menyebabkanterjadinya diskolorisasi pada permukaan dan
marginal dari tumpatan setelah beberapa tahun, serta sulit untuk melakukan diagnosa dan
interpretasi bila ditinjau dari segi radiografi (Croll, 2004).

COMPOMER
Komposisi dan Reaksi Setting

 Terdiri dari modifikasi monomer yaitu polyacid seperti : fluoride releasing silicate
glasses dan tanpa air
 Perbandingan cairan = 42% – 67% , powder = 0,8 – 5 µm.
 Dikemas dalam single paste formulations compules dan syringes
 Reaksi setting : dipolimerisasi dengan light cured tetapi terjadi reaksi asam-basa
selama compomer menyerap air. Setelah itu ditempatkan dan kontak dengan saliva.

Sifat Bahan

 Jumlah pelepasan fluoride ↓ dari glass ionomer dan dybrid ionomer.


 Adhesi dengan struktur gigi hampir sama dengan glass ionomer.
 Adhesi dengan tumpatan lain ↑ dari resin komposit.
 Adaptasi tepi ↑ akibat polimerisasi (penyusutan ↑ ketika mengeras).
 Dapat mengabsorbsi air sehingga menghasilkan perubahan bentuk yang cukup berarti.
 Kecenderungan biologis compomer sebanding dengan glass ionomer.
 Cocok sebagai penutup fissure, estetik lebih bagus daripada glass ionomer.
 Kekuatannya ↑ dari glass ionomer.

Kegunaan

 Digunakan untuk lesi cervical


 Digunakan untuk kelas III, V primary teeth
 Digunakan untuk kelas I pada anak-anak
 Digunakan untuk kelas II sandwich technique
 Pasien dengan resiko ↓ karies

Cara Manipulasi

 Manipulasi compomer dengan cara single paste in unit dose compules

Karena compomer termausk resin sehingga membutuhkan bonding agent (bahan pengikat)
untuk dapat mengikat/melekat dengan struktur gigi

3. POLYACID MODIFIED RESIN (COMPOMER)


Penggunaan:
1. Lesi servikal, kelas III, Kelas V, gigi susu, Kelas I anak-anak, teknik sandwhich dengan
resiko caries sedang.
2. Restorasi daerah tekanan kunyah rendah
3. Produk yang terbaru (misal dircet AP dapat digunakan untuk restorasi kelas I dan kelas II
orang dewasa.
4. Untuk sementasi
5. Gigi tiruan mahkota dan jembatan metal atau metal porcelain
6. Inlay dan onlay

Komposisi:
1. Monomer, modifikasi grup polyacid
2. Silicate glass yang melepaskan fluor
3. Formula ini tanpa air

Sifat-sifat:
1. Pelepasan fluor pada kompomer sama seperti GIC dan RMGIC
2. Karena jumlah GIC dalam kompomer lebih sedikit jumlah fluor dan lama pelepasan fluor
juga lebih rendah daripada GIC dan hybrid Ionomer
3. Kompomer tidak menyerap fluor pada saat fluoridasi atau dari pasta gigi, seebanyak
yang terjadi pada GIC dan RMGIC

GIOMER = GLASS IONOMER + COMPOMER


Macam Giomer:
1. Ketac-Fil (3M ESPE)
2. Fuji Type II

Sifat-sifat:
1. Mengeluarkan fluoride, dan ikatan kimia struktur gigi,
2. Dijadikan pilihan kedua komposit resin untuk area estetik tertentu
3. Sangat sensitif terhadap pencemaran air dan pengeringan

Komposisi:
1. Glass Ionomer
2. Compomer

BAHAN TANAM TUANG

Pengertian Casting dan Metode Casting

Casting adalah proses pembuatan benda dari bahan logam atau alloy (logam

campuran)dengan cara mencairkan logam tersebut kemudian menuangkannyaatau

mensentrifugasikannyake dalam ruangan (Mould Chamber) yang sudah dipersiapkan

sebelumnya. Dalam hal ini logam dicairkan dengan cara pemanasan (peleburan) dan dengan

tekanan, logam cair tersebut didorong masuk ke dalam mould chamber. Maka terbentuklah

benda dari logam yang berbentuk sama dan sebangun dengan model malam sebelumnya ( Harty

dan Ogston, 1995).

Pengertian Mould Chamber adalah suatu ruangan yang terdapat dalam bahan pendam

(Investment Materials) yang merupakan ruangan bekas model malam yang sudah dicairkan

atau diuapkan keluar dari bahan pendam ( Harty dan Ogston, 1995).

Pengecoran suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk

menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam
cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan

bentuk yang diinginkan ( Harty dan Ogston, 1995).

Menurut Harty dan Ogston (1995) proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua

macam, yaitu traditional casting dan non-traditional/contemporary casting.

A. Teknik traditional terdiri atas :

1. Sand-Mold Casting

2. Dry-Sand Casting

3. Shell-Mold Casting

4. Full-Mold Casting

5. Cement-Mold Casting

6. Vacuum-Mold Casting

B. Teknik non-traditional terbagi atas :

1. High-Pressure Die Casting

2. Permanent-Mold Casting

3. Centrifugal Casting

4. Plaster-Mold Casting

5. Investment Casting

6. Solid-Ceramic Casting

Jenis logam yang kebanyakan digunakan di dalam proses pengecoran adalah logam besi

bersama-sama dengan aluminium, kuningan, perak, dan beberapa non logam lainnya

(Annusavice dan Kenneth, 2003).

2.6 Peralatan dan Bahan Casting

2.6.1 Alat Casting

a. Oven
b. Alat tuang sentrifugal dan crucible casting

c. Bumbung Tuang

d. Penjempit bumbung tuang

e. Pinset

f. Pisau model

g. Blow Torch

2.6.2 Bahan:

 Logam

2.7 Prosedur Casting

Begitu bahan tanam mengeras setelah angka waktu tertentu- sekitar 1 jam untuk

sebagian besar bahan gipsum dan fosfor – pembakaran siap dilakukan. Prosedur untuk kedua

jenis bahan tanam ini hampir sama, jadi pembahasan berikut akan dipusatkan pada bahan tanam

gipsum. Crucible dan sorue logam dilepaskan dengan hati-hati. Semua kotoran pada lubang

masuk dibersihkan dengan sikat bulu unta. Jika pembakaran tidak langsung dilakukan setelah

penanaman, cincin berisi bahan tanam ini harus ditempatkan di dalam humidor dengan

kelamban 180%. Jika mungkin, bahan tanam ini tidak boleh dibiarkan mengering. Pembasahan

kembali dari bahan tanam yang sudah mengeras setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu

tidak akan bisa menggantikan semua air yang sudah hilang (Anusavice, 2003).

a. Preheating dan Wax Elimination

Preheating merupakan proses pemanasan permukaan sebelum dilakukan pengecoran.

Casting ring yang berisi bahan tanam ditempatkan pada tungku dengan temperatur kamar dan

dipanaskan sampai temperatur maksimal yang sudah ditentukan. Untuk bahan tanam gipsum,

temperaturnya adalah 465oC untuk teknik higroskopik atau 650oC untuk teknik ekspansi

termal. Untuk bahan tanam fosfat, temperatur pengerasan maksimalnya berkisar 700-870oC,
tergantung pada jenis logam campur yang dipilih. Pada saat investment, kemungkinan ada air

yang terjebak di antara porus investment. Bila air tidak dihilangkan, maka kemampuan

investment untuk mengabsorpsi wax menjadi berkurang. Akhirnya sisa wax akan menguap

menuju ke mould. Pemanasan yang tiba-tiba juga akan menyebabkan cracking atau keretakan.

Oleh karenanya, pemanasan awal permukaan diperlukan untuk menghindari hal tersebut.

Selama pembakaran, sejumlah malam yang mencair akan diserap oleh bahan tanam dan sisa

karbin akibat pembakaran malam cair menjadi terperangkap di dalam bahan tanam yang

berpori-pori (Anusavice, 2003).

b. Teknik higroskopik panas rendah.

Teknik ini mendapatkan kompensasi ekspansi melalui tiga cara (1) air rendam

bertemperatur 37 C akan membuat model malam berekspansi; (2) air hangat yang masuk bahan

tanam mold dari atas akan menambah ekspansi higroskopik, dan (3) ekspansi termal pada

temperatur 500C akan mengahasilkan ekspansi termal yang dibutuhkan. Teknik panas rendah

ini mempunyai kelebihan yaitu kurangnya perubahan bentuk mold, permukaan yang lebih

dingin untuk mendapatkan permukaan cor yang lebih halus, dan kemudahan menempatkan

mold langsung di dalam tungku 500C. Kelebihan terakhir ini memungkinkan satu atau

beberapa tungku tetap berada pada temperatur pembakaran sehingga mold dapat langsung

dimasukkan bila sudah siap. Ini terutama berguna di laboratorium besar di mana mold siap

pada waktu yang berbeda-beda. Namun waktu pembakaran yang memadai tetap perlu

diperhatikan karena malam akan beroksidasi lebih lambat pada temperatur yang rendah. Mold

harus tinggal paling sedikit selama 60 menit di dalam tungku, dan dapat dibiarkan sampai 5

jam atau lebih, tanpa menjadi rusak. Karena mold yang ditempatkan di dalam tungku secara

bertahap akan menurunkan temperature (Anusavice, 2003).


Tungku, diperlukan waktu tambahan untuk menjamin penghilangan malam yang

sempurna. Meskipun biasanya mold dibiarkan pada temperatur ini selama 60-90 menit, masih

ada sisa karbon halus dalam jumlah cukup untuk mengurangi pengaliran udara di dalam mold.

Karena kemungkinan terjadinya penurunan aliran udara inilah, maka porositas akibat tekanan

balik merupakan bahaya yang lebih besar pada teknik panas-rendah dibandingkan teknik

panas- tinggi, akrena bahan tanam yang digunakan pada teknik panas- rendah adalah bahan

yang lebih padat (Anusavice, 2003).

Oven tungku tertentu bisa begitu kedap udara sehingga pembakaran terjadi di dalam

atmosfir yang berkurang, sehingga dapat mencegah oksidasi sempurna dari sisa malam. Sedikit

membuka pintu tungku akan memungkinkan masuknya udara sehingga menyediakan cukup

oksigen untuk pembuangan malam. Ini terutama penting untuk teknik ekspansi hidroskopik

dimana digunakan temperatur pembakaran yang lebih rendah (Anusavice, 2003).

Teknik hidroskopik standar telah dikembangkan untuk logam campur yang tinggi

kandungan emasnya; jadi, dibutuhkan ekspansi yang sedikit lebih besar jika digunakan logam

campur logam mulia yang lebih baru. Ekspansi tambahan ini bisa didapatkan dengan

melakukan satu atau beberapa perubahan berikut ini:

1. Meningkatkan temperatur air rendah sampai 40C

2. Menggunakan dua lapis pelapik cincin cor

3. Meningkatkan temperatur pembakaran sampai 600-650 C

c. Teknik ekspansi termal dengan panas tinggi.

Pendekatan ini hampir seluruhnya tergantung pada pembakaran panas tinggi untuk

mendapatkan ekspansi yang dibutuhakan, sekaligus pada saat yang sama menghilangkan

model malam. Ekspansi tambahan diperoleh dengan sedikit memanaskan bahan tanam gipsum

pada saat mengeras, jadi dengan demikian mengembangkan model malam, dan air akan
memasuki bahan tanam dari pelapik cincin yang basah sehingga menambah sejumlah kecil

ekspansi higroskopik pada ekspansi pengerasan yang normal (Anusavice, 2003).

Bahan tanam gipsum. Bahan tanam untuk pengecoran relatif rapuh dan membutuhkan

penggunaan cincin logam untuk melindunginya selama pemanasan. Mold

biasanyaditempatkan dalam tungku pada temperatur kamar kemudian dipanaskan perlahan-

lehan sampai 650-700 C dalam waktu 60 menit dan ditahan selama 15 sampai 30 menit pada

temperatur teratas (Anusavice, 2003).

Kecepatan pemanasan berpengaruh pada kehalusan dan pada beberapa kasus, pada

ukuran keseluruhan. Pada awalnya, pemanasan yang cepat akan menghasilkan uap yang dapat

menyebabkan pengelupasan dari dinding-dinding mold. Terlalu banyak model malam dalam

satu bidang di dalam bahan tanam sering menyebabkan pemisahan dari seluruh bahan tanam

ini, karena malam yang mengembang menciptakan tekanan yang sangat besar pada daerah yang

luas (Anusavice, 2003).

Setelah temperatur cor dicapai, pengecoran harus segera dilakukan. Memperhatikan

temperatur yang tinggi untuk jangka waktu lama akan mengakibatkan kontaminasi sulfur pada

hasil cor dan menjadi kasarnya permukaan cor akibat rusaknya bahan tanam (Anusavice,

2003).

Jarak waktu tuang yang diperbolehkan. Ketika mendingin, bahan tanam akan

mengalami kontraksi termal. Jika digunakan teknik ekspansi termal atau teknik panas-tinggi,

bahan tanam akan kehilangan panasnya setelah cincin yang dipanaskan dikeluarkan dari

tungku, dan mold akan pengerutan. Karena adanya pelapik dan sifat penghantar panas yang

rendah dari bahan tanam, ada sedikit waktu luang sebelum temperatur mold terpengaruh. Pada

kondisi pengencoran normal, ada kira-kira 1 menit sebelum terjadinya perubahan dimensi pada

mold.
d. Melting dan Casting

1. Ada beberapa tipe mesin casting yang dapat dipergunakan untuk dua proses ini

2. Tipe pertama, alloy dilelehkan langsung pada crucible dan diikuti aplikasi tekanan

udara untuk memasukkan lelehan logam menuju mold (air pressure casting machine)

3. Tipe kedua, alloy dilelehkan pada crucible dan lelehan masuk ke mold karena gaya

sentrifugal(centrifugal casting machine)

4. Tipe ketiga, alloy dilelehkan secara elektronis dengan mesin furnace, kemudian masuk

ke mold dengan gaya sentrifugal oleh motor penggerak ataupun koil/spring (spring

wound electrical resistance melting furnace casting machine)

5. Tipe keempat, alloy dilelehkan secara elektronis tetapi proses cor dilakukan dengan

bantuan tekanan udara vakum (induction melting casting machin).

2.7 Proses Casting

1. Alat tuang sentrifugal disiapkan dengan cara memutar 3 kali alat tersebut dengan menaikkan kenop

pemutar

2. Cawan tuang ( crucible casting) panas diletakkan pada alat tuang sentrifugal, kemudian logam

dituangkan

3. Keluarkan bumbung tuang dari oven., kemudian letakkan pada alat sentrifugal

4. Logam dipanaskan dengan api Torch sampai cair,

5. Setelah logam masuk ke dalam bumbung tuang , putaran alat diperlambat dengan menekan

porusnya sampai alat tuanag berhenti berputar

6. Bumbung tuang di ambil dan didiamkan sebentar

7. Setelah dingin hasil tuang dikeluakan dari dalam bumbung tuang dan dibersihkan dari bahan tanam

didawah air mengalir


Gambar 12. Proses Casting

2.8 Faktor Kegagalan Proses casting

Dalam proses pembuatannya, restorasi rigid dengan menggunakan logam mempunyai

tahapan-tahapan,salah satunya pembuatan casting / penanaman pola. Casting adalah proses

dimana wax pattern dari restorasi dikonversi untuk mereplikasikan dental alloy. Proses casting

digunakan untuk membuat restorasi gigi seperti inlay, onlay, mahkota jaket, jembatan dan

removable partial denture. (Craig, 2002, pg 516).

Kegagalan proses casting mungkin terjadi dan kegagalan proses casting dapat dikelompokkan

menjadi 4 macam :

1. Distorsi

Hasil casting dapat disebabkan karena terjadinya distorsi pola malam. Konfigurasi, tipe, dan

ketebalan pola malam berpengaruh terhadap terjadi atau tidaknya distorsi. Pola malam yang

terlalu tipis memiliki kemungkinan distorsi yang lebih tinggi. Distorsi pada proses penuangan

logam terjadi saat manipulasi malam inlay, sehingga pencegahan terjadinya distorsi tergantung

pada proses manipulasi malam inlay. Distorsi terjadi akibat stress release, yaitu tekanan yang

sangat besar pada material akibat malam di cetak tanpa pemanasan yang cukup hingga diatas

suhu transisi solid-solid. Distorsi dapat terjadi sewaktu membentuk dan melepas model malam

dari mulut atau die. Keadaan ini terjadi karena perubahan suhu dan pelepasan stress yang

muncul sewaktu terjadinya kontraksi saat pendinginan, udara yang terjebak serta temperatur

selama penyimpanan.Metode paling praktis untuk menghindari distorsi adalah menanam

model sesegera mungkin setelah dikeluarkan dari mulut atau die. Die dan model malam
dipasang pada saluran tertutup yang mempunyai piston dan mengandung air, dengan

temperatur 380 (1000F). Bila piston ditekan, tekanan hidrostatik akan teraplikasikan secara

merata pada model yang sudah selesai dibuat. (Craig. 2002.pg.438)

2. Surface roughness, iregulasi, dan diskolorasi

Hal ini mungkin terjadi karena adanya sisa gelembung udara selama proses casting,

pemanasan yang terlalu cepat, pemanasan yang kurang menyebabkan tersisanya wax, W/P

rasio material investment yang tidak tepat, prologed heating yang menyebabkan disintegrasi

material investment, tekanan dan temperatur casting yang tidak tepat, adanya benda asing yang

masuk ke dalam mold, impak pelelehan logam, posisi pola malam, dan terjadinya inklusi

karbon.

Permukaan hasil cor seharusnya meruakan reproduksi yang akurat dai permukaan model

malam asalnya.Kasarny atau tidak beraturannya ermukaan luar dari tuangan memerlukan

tindakan penyelesaian dan pemolesantambahan, sedangkan ketidak-teraturan pada permukaan

dalam dari tuangan akan mengganggu duduknyatuangan pada gigi.Kekasaran permukaan

dirumuskan sebagai ketidak-sempurnaan permukaan dominan dari seluruh permukaan.

Kekasaran permukaan dari tuangan gigi akan lebih besar daripada model malamnya. Ketidak-

teraturan permukaan mengacu pada ketidak-sempurnaan yang terisolasi, misalnya suatu

bulatan kecil, yang bukan menjadi area karakteristik dari seluruh area permukaan. Perbedaaan

ini mungkin berkaitan denganukuran partikel dari bahan tanam dan kemampuannya untuk

memproduksi model malam dalam rincianmikroskopik.Dengan teknik pengerjaan yang benar,

bertambahnya kekasaran permukaan pada tuangan seharusnyatidak menjadi faktor utama di

dalam keakuratan dimensi. Tetapi, teknik yang tidak benar dapat menjurus kekasaran

permukaan yang sangat menjol serta ketidak-teraturan permukaan.

3. Porositas
Porositas yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain terjadinya

pengkerutan saat solidifikasim porositas oleh beberapa macam gas atau gelembung udara, dan

terjabaknya air dalam mold.

Incomplete casting. Efek gelembung (bubbling ) pada casting muncul sebagai tombak dari

kelebihan bahan yang melekat pada permukaan casting. Ini mencerminkan adanya permukaan

yang porositas dalam penanaman model, masalahyang mungkin bisa diatasi oleh vacuum

investing. Bubbling pada casting muncul sebagai bulatan-bulatan banyak yang menempel pada

permukaan dari casting. Ini mencerminkan adanya porositas pada saat investment(penanaman

model). Suatu masalah dimana dapat terisi alloy cair pada investment yang kosong tadi

(Mc.cabe,2008,pg.82).Porositas dapat terjadi pada permukaan dalam maupun luar dari hasil

casting.

Porositas di permukaan luar adalah suatu faktor dari kekasaran permukaan, tetapi

umumnya juga merupakan manifestasi dari porositas bagian dalam. Porositas internal tidak

saja memperlemah tuangan tetapi juga meluas ke permukaan, danmenyebabkan perubahan

warna. Jika parah, dapat menyebabkan kebocoran pada pertemuan gigi denganrestorasi dan

karies sekunder. Meskipun porositas di dalam tuangan tidak dapat dihindari sepenuhnya,

tetapidapat dikurangi dengan penggunaan teknik yang benar. (Annusavice, 2003.

Pg342).Porositas bisa terlihat sebagai pemukaan lubang pada casting.

Bagian pecah pada investment atau partikel kotor dimana bisa menjatuhkan sprue,

mungkin menjadi perlekatan di dalam casting dan menghasilkan lubang pada permukaan.

Untuk alasan ini, semua mould pada casting dapat diatasi dengan sprue yang lebih ke bawah.

(Mc.cabe, 2008,pg.82).

Pada proses pengerasan dibagi menjadi dua, yaitu localized shrinkage porosity Dan

microporosity. Porositas karena gas yang terjebak dibagi menjadi :

 pinhole porosity
 cas inclusions

 subsurface porosity

 Entrapped air porosity. (Annusavice, 2003,pg.342).

Localized shrinkage porosity terjadi pada persimpangan saat pemasangan sprue dan

mungkin terjadi dimana saja diantara dendrite, dimana itu merupakan bagian terakhir dari

casting pada titik lebur logam yang rendah yang dapat memperkuat percabangan dari dendrite.

(Annusavice,2003,pg 343).

Microporosity juga terjadi akibat dari penyusutan pada saat pengerasan tetapi umumnya

hadir dalamcasting fine-grain saat proses pengecoran ini terlalu cepat. Fenomena seperti ini

dapat terjadi ketika pengerasanalloy terlalu cepat karena suhu mould terlalu rendah

(Annusaavice, 2003,pg.343). Pinhole dan inklusi gas dapat terjadi karena adanya gas yang

terjebak saat proses pengerasan. Porositas akibat inklusi gas lebih besar daripada pinhole.

Inhole dihasilkan ketika alloy mencair sedangkan inklusi gas disebabkan oleh penggunaan api

mixing zone atau zona oksidasi (Annusavice, 2003,pg 344). Subsurface porosity disebabkan

oleh nukleasi stimultaneous butiran padat dan gelembung gas padasaat pertama ketika alloy

membeku pada dinding cetakan. Namun jenis porositas ini dapat diatasi denganmengontrol

tingkat dimana logam cair memasuki cetakan. Porositas pada casting tidak dapat dihindari

secarakeseluruhan, namun porositas mampu di minimalisasi dengan menggunakan teknik yang

tepat.(Annusavice,2003,pg.346)

Entrapped air porosity atau disebut juga back pressure porosity ini dapat menghasilkan

cekunganyang besar akibat depresi. Hal ini disebabkan akibat udara dalam mould tidak dapat

keluar melalui pori-pori dari investment atau karena gradient tekanan pada saat pemasangan

sprue. (Annusavice,2003,pg, 346). Dana danya back pressure yang menyebabkan adanya celah

pada marginal. (Mc.cabe, 2008,pg82).


Gaseous porosity di dalam casting dihasilkan oleh gas dimana menjadi penghancur

pada alloy cair. Copper, gold, silver, platinum dan partikel palladium, semua melarutkan

oksigen di dalam bagian cair. Saat mendingin, alloy membebaskan gas yang terabsorbsi tapi

beberapa sisa gas terjebak ketika alloy menjadi rigid. Tipe porositas dapat terjadi di seluruh

casting. Hal ini dapat dikurangi dengan menghindari pemanasan berlebih dari alloy atau casting

di dalam atmosfer dari gas yang tidak aktif. (Mc.cabe,2008,pg.82).

Untuk meminimalisir porositymaka ditambahkan flux. Zat yang disebut fluks biasanya

ditambahkan untuk meminimalkan pembentukan oksida yang mempengaruhi pemanasan dan

molding paduan dan mempengaruhi kualitas akhir dari casting. Jenis flux yang digunakan

tergantung pada suhu aliran, jenis sumber panas yang di gunakan, jenis pengecoran paduan dan

jenis investment. (Powers, 2008,pg.276). Salah satunya adalah Borax, atau sodium tetraborate

(Craig,2002,pg.545)

4. Tidak adanya atau tidak sempurnanya rincian

Kadang-kadang ditemukan tuangan yang tidak utuh atau mungkin sama sekali tidak

ditemukan tuangan. Penyebab yang jelas dari keadaan ini adalah terhalangnya logam cair untuk

mengisi mold secara utuh. Paling sedikit ada dua factor yang dapat menghambat jalannya

logam cair, yaitu :

1. Mold yang kurang didinginkan

Penganginan yang kurang berhubungan langsung dengan tekanan balik yang dikeluarkan oleh

udara didalam mold . Jika udara tidak dapat dikeluarkan dengan cepat, logam cair tidak dapat

memasuki mold sebelum memadat. Dalam keadaan ini, harus dipertimbangkan besarnya

tekanan cor. Jika tekanan cornya kurang,tekanan balik tidak dapat di atasi. Lebih jauh lagi,

tekanan cor harus ditahan paling sedikit 4 detik. Mold akan terisi logam memadat dalam waktu

1 detikatau kurang, meski logam masih cukup lunak selama tahap awal.

2. Kekentalan yang tinggi dari logam cair


Pembuangan sisa-sisa malam yang tidak sempurna dari dalam mold merupakan penyebab
tuangan yangtidak utuh. Jika ada terlalu banyak produk pembakaran yang tertinggal di dalam
mold, pori-pori dari bahantanam dapat terisi penuh sehingga udara tidakk dapat keluar
seluruhnya. Jika ada cairan atau partikel malamyang tertinggal, kontak antara logam cair
dengan benda asing menghasilkan ledakan yang dapat menimbulkantekanan balik akibat
pembuangan malam yang tidak sempurna.

BAB III
PEMBAHASAN
II. 1 PENGERTIAN RESTORASI LOGAM DENGAN INDIRECT
RESTORATION
Indirect Restoration adalah restorasi yang dibuat diluar mulut pasien yang akan
dilekatkan atau disemen pada gigi pasien yang telah dipreparasi setelah siap dipasang.
Indirect restoration dibagi menjadi dua yakni intra koronal (restorasi yang terdapat dalam
kontur gigi, contoh inlay) dan ektra koronal (restorasi yang menutupi bagian mahkota gigi
asli yang masih ada untuk mendapatkan montur anatomis, contoh onlay, veneer, dan mahkota
pigura). Teknik yang digunakan untuk membuat restorasi melalui Indirect Restoration adalah
teknik restorasi logam. Teknik restorasi logam adalah suatu restorasi yang dibuat berbahan
dasar metal atau alloy (Jones and Grundy, 1992) .

II. 2 MACAM-MACAM INDIRECT RESTORATION


Macam-macam indirect restoration adalah:
1. Inlay
Inlay adalah restorasi yang digunakan pada gigi yang di preparasi pada bagian
Oklusal Distal (OD), Oklusal Mesial (OM) atau Mesio Oklusal Distal (MOD). Inlay sudah
jarang digunakan untuk kavitas sederhana dan umumnya hanya digunakan untuk gigi-gigi
yang berkebutuhan khusus, seperti gigi yang sudah lemah karena karies dan cenderung
fraktur bila tidak dilindungi atau bila retensi sulit dibuat. Berikut ini merupakan macam klas
pada inlay (JD Eccles, RM Green, 1994).
A. Inlay Klas I
Merupakan klas sederhana , yang jarang digunakan
B. Inlay Klas II
Misalnya digunakan pada gigi yang daerah MOD terkena, sehingga perlu adanya
perlindungan edengan cara menghilangkan tonjolan-tonjolan lemah untuk kemudian di
preparasi dengan menggunakan veneer .
C. Inlay Klas III dan IV
Misalnya digunakan pada jembatan atau attachnment untuk jembatan semi cekat.
D. Inlay Klas V
Misalnya untuk retensi pada geligi tiruan sebagian ,atau dapat digunakan pasak
untuk perawatan kavitas uang dangkal akibat abrasi atau erosi.
2. Onlay
Onlay adalah restorasi pada gigi yang morfologi oklusalnya mengalami perubahan
karena restorasi sebeltorasi inumnya, karies, atau penggunaan fisik. Restorasi ini meliputi
seluruh yang meliputi seluruh daerah oklusal yang meliputi cusp-cusp gigi (Baum, Phillips
Lund, edisi III, 1997)
3. Mahkota/ crown
Restorasi gigi yg menutupi atau mengelilingi seluruh permukaan gigi yg telah
dipreparasi. Restorasi ini dibuat untuk gigi yang mengalami kerusakan sehingga tidak bisa
ditambal lagi tetapi gigi tersebut masih vital. Restorasi ini biasanya digunakan pada gigi
premolar dan molar rahang bawah karena karies yang luas atau tambalan yang rusak (Baum,
Phillips Lund, edisi III, 1997).
4. Mahkota Pigura
Mahkota tuang dimana bagian labial atau bukal diberi facing yang sama dengan
warna gigi. Facing tersebut lebih mirip dengan veneers (JD Eccles, RM Green, 1994).
Restorasi logam dilakukan secara indirek yakni dilakukan diluar mulut penderita. Jenis-jenis
restorasi ini adalah inlay, onlay, mahkota/ crown, dan mahkota pigura. Keempat jenis tersebut
mempunyai tahapan yang sama. Dalam pembuatan model malam, yang harus diperhatikan
adalah daerah kontak proksimal dan kontur anatomisnya karena akan mempengaruhi
kelangsungan gigi tersebut didalam mulut penderita. Apabila daerah kontak proksimal
terdapat celah, maka akan terjadi sekunder karies pada pasien penggunanya. Begitu pula
dengan kontur anatomis. Kontur anatomis yang sesuai dengan gigi asli akan memudahkan
gigi tiruan untuk self cleansing.
Dalam pembuatan restorasi logam, terdapat tahapan-tahapan yang saling berurutan
dan berpengaruh antar satu tahap dengan tahap lainnya. Apabila salah satu tahapan tersebut
tidak dilakukan atau tidak sesuai prosedur akan berpengaruh pada restorasi yang kita buat.
Oleh karena tahap-tahap tersebut harus diperhatikan. Tahap-tahap tersebut adalah:
1. Pada tahap awal yakni pengulasan die dengan die separator agar model malam dapat
dilepas dari die. Pengulasan die separator tidak boleh terlalu banyak atau sedikit. Jika terlalu
sedikit, malam tidak akan bisa dilepas dari die. Namun, jika terlalu banyak, akan berpengaruh
pada malam tersebut. Malam yang digunakan untuk model malam akan menjadi getas dan
mudah fraktur.
2. Untuk menghaluskan dan mengkilapkan model malam.saat menghaluskan model malam
gunakan alkohol torch yang anginnya telah kita control terlebih dahulu agar inlay wax tidak
berubah. Selain itu, gunakan kapas dan air sabun untuk mengkilapkannya. Model malam
harus mengkilap karena akan mempermudah kita pada tahap finishing dan polishing.
3. Mempersiapkan penanaman yang meliputi crusible former, sprue, ventilasi dan juga
memasang non-asbestos liner pada bumbung tuang. Tujuan pembuatan sprue adalah sebagai
jalannya logam yang mencair menuju mould. Diameter sprue harus disesuaikan dengan
model malam yang tertebal. Jika diameter sprue terlalu kecil, maka terjadi pemadatan sprue
sebelum tuangan memadat dan terjadi porositas penyusutan setempat. Panjang sprue harus
cukup panjang agar posisi model malam tepat pada bumbung tuang kira-kira 6 milimeter dari
tepi ujung bumbung tuang ( Kenneth J. Anusavice, edisi 10, 2004). Sprue dan crucible harus
rata permukaannya, agar aliran logam dapat berjalan lancar. Selain itu pemasangan non
asbestos liner juga berpengaruh untuk memberi ruang saat bahan tanam menaglami ekspansi.
Pemasangan ventilasi dibutuhkan sebagai jalan keluarnya udara.
4. Melekatkan sprue pada daerah tertebal model malam dengan sudut tumpul. Agar sprue
tidak menyebabkan aliran langsung dari logam cair menuju ke daerah tepi yang tajam atau
bagian yang tipis karena logam cair dapat mengabrasi atau mematahkan bahan tanam di
daerah tersebut dan mengakibatkan kegagalan pengecoran. Tidak boleh ditempatkan tegak
lurus pada permukaan yang datar dan lebar karena mengakibatkan terjadinya turbulensi atau
arus putar dari logam cair di dalam kavitas mould dan porositas yang parah (Kenneth J.
Anusavice, edisi 10, 2004).
5. Memasang model yang telah terpasang sprue ke crusible former dan menyesuaikan
dengan ketinggian pada bumbung tuang. Letaknya kira-kira 6 milimeter dari ujung terbuka
bumbung tuang agar gas-gas dapat dialirkan dan meminimalisir terjadinya porusitas.
6. Mengolesi model malam beserta sprue dengan menggunakan wetting agent untuk
menurunkan tegangan permukaan model malam sehingga bahan tanam dapat melekat erat
pada model malam tersebut. Alternative lai yang digunakan untuk menurunkan tegangan
permukaan model malam adalah dengan air sabun namun, model malam harus bebas dari
buih-buihnya.
7. Penanaman model malam dengan bahan tanam. Perbandingan antara air dan bubuk
bahan tanam harus sesuai. Bahan tanam yang terlalu encer mudah pecah, sedangkan bahan
tanam yang terlalu pekat berakibat udara tidak dapat keluar. Gunakan vibrator saat
mengaduk, agar tidak ada udara yang terjebak.
8. Pembuangan malam dan pemanasan. Bahan tanam dinyatakan telah bersih dari malam
apabila tidak nampak kebiru-biruan pada permukaannya.
9. Fitting, finishing, dan polishing. Fitting dilakukan dengan tujuan agar gigi tiruan tersebut
cocok dengan pasien. Sehingga nyaman untuk dipakai. Finishing dilakukan untuk
menghilangkan buble. Dan selanjutnya adalah polishing yakni mengkilapkan gigi tiruan
dengan rubber merah dan hijau agar permukaan gigi tiruan tidak kasar. Dimana permukaan
yang kasar tersebut mampu mengabrasi gigi lawannya.

RESTORASI INLAY

Inlay merupakan tambalan yang dibentuk diluar mulut dengan jalan membuat model malam
terlebih dahulu atau tidak, dapat bersifat logam maupun non logam dan disemen pada kavitas.
Sebelum resin ditemukan, porselen merupakan bahan dasar dari restorasi gigi dalam bentuk
porselen murni. mahkota porselen murni yang pertama dibuat oleh Land pada tahun 1889, di
mana sebelumnya pada tahun 1884 ia menggunakan dapur gas untuk melebur porsele tahun
1894, L.E . Custer menggunakan dapur api listrik. tahun 1898 pertama kali ditemukan low-
fusing porselen untuk membuat inlay. Dengan diperkenalkannya pewarnaan mineral pada
tahun 1904, memungkinkan bagi operator untuk membuat inlay porselen dan mahkota gigi
yang dianggap sebagai seni keramik yang bermutu tinggi. Dari segi estetis, memang tidak ada
yang menandingi, tetapi karena sulit untuk mendapatkan warna yang baik, dan kerena perlu
keahlian khusus dalam manipulasi, maka penggunaan porselin menjadi sangat terbatas.

sejak tahun 1959 penggunaan resin akriilik sebagai bahan restorasi yang cepat mendapat
tempat di dalam dunia kedokteran gigi. Resin akrilik merupakan bahan sintetis dari Asam
Akrilik yang secara kimia dikenal dengan nama methyl methacrylate. bahan ini terdiri dari
monomer, bahan cair dan polimer, bahan bubuk dalam bentuk sederhana, yang bila berpadu
akan memebntuk resin yang keras. faktor yang digunakan untuk memindahkan panas dalam
reaksi pengerasan resin akrilik dikenan sebagai sistem aktivator.

menurut Marrant ada 3 sistem aktivator yaitu:

1. Amine tertier yang dilarutkan pada cairan monomer dan benzoil peroxida yang
dicampur dengan bubuk polimer. reaksi antara monomer dan polimer akan
menghasilkan oksigen, yaitu initiator dari reaksi polimerisasi.
2. sistem kedua adalah kesanggupan dari asam sulfonik untuk mempolimerisasikan
methyl methacrylate tanpa bantuan zat-zat lain.
3. sistem ketiga adalah modifikasi dari sistem pertama dimana dasar dari sistem amina
peroxida telah diubah menjadi sulfur peroxida.

walaupun ketiga sistem itu telah sering digunakan namun perlu diingat bahwa ada kesulitan
yang besar yang tak dapat dihilangkan yaitu, penyusutan methyl methacrylate yang terjadi
selama polimerisasi.

PORCELAIN
Definisi PorcelainPorcelain adalah bahan keramik putih yang bersifat rapuh, tetapi mempunyai sifat
translusen, korosi yang rendah, dan mengkilat, dimana pembakarannya dengan temperature yang
tinggi (Sembiring,2006).
Porselen adalah bahan yang terbuat dari jenis keramik yang dibakar dengan suhu tinggi dari bahan
lempung murni yang tahan api. Terdiri dari senyawa logam dan non logam yang diproses dengan
pemanasan suhu tinggi (Anusavice, 2003).
Porcelain adalah bahan keramik yang terbuat dari kaolin, feldspar, silica, dan berbagai pigmen
(Kamus Kedokteran Gigi, 2013).

2.2. Syarat PorcelainSyarat Porcelain dalam Kedokteran Gigi adalah sebagai berikut :
a. Dapat memberikan penampilan natural gigi
b. Biokompatibel
c. Tidak toksik
d. Tidak mengiritasi
e. Tidak mengabrasi gigi antagonis
f. Tidak dapat larut dalam saliva
g. Dapat beradaptasi dengan baik dalam temperatur rongga mulut

2.3 Sifat-sifat Porcelain


1. Sifat fisis
Keuletan dan tegangan geseknya rendah tetapi tegangan tariknya tinggi. Thermal ekspansi dari dental
porselen sama dengan thermal ekspansi substansi gigi yaitu sekitar 4,1 x 10 mm/C³. selain itu sifat
insulatornya juga baik yakni penghantar panas yang rendah, difusi panas yang rendah, dan penghantar
listrik yang rendah (Craig, 2006).
2. Sifat kimiaSuatu porselen memiliki sifat kelembapan kimia, dimana kelembapan kimia ini
merupakan karakteristik yang penting karena memastikan bahwa permukaan restorasi gigi tidak
melepaskan elemen-elemen yang berbahaya selain mengurangi risiko dari kekerasan permukaan serta
meningkatnya kerentanan terhadap adhesi bakteri.Selain itu sifat kimia yang penting ini ialah porselen
merupakan bahan yang biokompatibel dengan lingkungan rongga mulut dan juga tidak dapat dirusak
oleh lingkungan (Craig, 2006).
3. Sifat mekanis
Porselen adalah suatu bahan yang getas, oleh karena itu perkembangan porselen lebih mengarah pada
perbaikan sifat mekanis, antara lain dengan penambahan alumina yang dapat memperkuat bahan.
Selain itu sebagian besar keramik memiliki sifat refraktori, kekerasan dan kerentanan terhadap fraktur
karena rapuh (Craig, 2006).Untuk kekerasan keramik disini saat sebelum diaplikasikan menjadi suatu
bahan restorasi memang memiliki kekuatan yang lebih besar daripada enamel. Akan tetapi pada saat
telah diaplikasikan, kekerasanya sangat diharapkan sama dengan enamel untuk meminimalkan
keausan pada restorasi keramik dan mengurangi kerusakan akibat keausan yang terjadi pada enamel
karena adanya restorasi keramik (Craig, 2006).
4. Sifat estetik
Sifat estetik adalah salah satu sifat yang sangat penting karena keramik mampu meniru penampilan
dan menyamai gigi asli (Craig, 2006).
5. Sifat porus
Pada saat pembakaran dapat terjadi gelembung-gelembung udara yang tidak dapat dihindari sehingga
menyebabkan terbentuknya rongga diantara partikel porselen.Hal ini menyebabkan porselen ini
mudah pecah karena kepadatan dari porselen itu sendiri kurang. Untuk mengurangi porusitas tersebut,
beberapa peneliti menganjurkan cara sebagai berikut (Craig, 2006) :a. Pembakaran pada tungku
hampa tekanan untuk mengeluarkan air.
b. Pembakaran dengan adanya suatu gas yang dapat merembes keluar dari porselen.
c. Pendinginan dibawah tekanan untuk mengurangi resultan besarnya pori-pori.

6. Sifat thermal
Konduktifitas thermal dan koefisien thermal mirip jaringan enamel dan dentin (Craig, 2006). 2.4
Komposisi Dental Porcelain Dental porcelain dibentuk dengan mencampur dengan membakar
mineral mineral khususnya feldspar, kaolin, quartz, fluks, dan pigmen (Sembiring,2006).

Anda mungkin juga menyukai