Definisi Amalgam
Amalgam adalah campuran dari dua atau beberapa logam, salah satunya adalah
merkuri. Aloi amalgam terdiri atas tiga atau beberapa logam. Amalgam itu sendirimerupakan
kombinasi aloi dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi atau triturasi.
Campuran merupakan bahan plastis dimasukkan ke dalam kavitasdan bahan tersebut menjadi
keras karena kristalisasi (Baum, 2012).
Komposisi Amalgam
Komposisi bahan restorasi dental amalgam terdiri dari perak, timah, tembaga, merkuri,
platinum, dan seng. Unsur – unsur kandungan bahan restorasi amalgam tersebut memiliki
fungsinya masing – masing, dimana sebagian diantaranya akan saling mengatasi kelemahan
yang ditimbulkan logam lain, jika logam tersebut dikombinasikan dengan perbandingan yang
tepat. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi persentase berat kandungan alloy amalgam
(Anusavice, 2004).
Silver 65 (maksimum)
Tin 29 (maksimum)
Copper 6 (maksimum)
Zinc 2 (maksimum)
Mercury 3 (maksimum)
Palladium 0,5
Klasifikasi Amalgam
Amalgam dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis menurut Craig (1993) yaitu :
1. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu :
a. Alloy binary, contohnya : silver-tin
b. Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper
c. Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium
2. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu :
a. Microcut, dengan ukuran 10 - 30 µm.
b. Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 µm.
3. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu :
a. Alloy lathe-cut
b. Alloy spherical
High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%), copper (13-
30%), zinc (0-1%). Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai:
a) Admixed/dispersi/blended alloys
Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe-cut alloy
dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper spherical alloy dengan low
copper lathe-cut alloy. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin
(17%), copper (13%), zinc (1%).
b) Single composisition atau unicomposition alloys
Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang sama.
Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (40-60%), tin (22-30%), copper (13-
30%), zinc (0-4%).
5. Berdasarkan kandungan zinc
a. Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc.
b. Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc.
Kelebihan :
Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat
dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga
amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada
beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari 15 tahun dengan
kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur.
Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada umumnya
lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam mulut yang saling
berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut.
Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudah dan tidak terlalu
“technique sensitive” bila dibandingkan dengan resin komposit, di mana sedikit
kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan dan
kekuatan bahan tambal resin komposit.
Biayanya relatif lebih rendah
Kekurangan :
Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontras dengan warna gigi, sehingga
tidak dapat diindikasikan untuk gigi depan atau di mana pertimbangan estetis sangat
diutamakan.
Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan yang
berbatasan langsung dengan gigi dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi
sehingga tampak membayang kehitaman.
Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergi dengan logam yang
terkandung dalam bahan tambal amalgam. Selain itu, beberapa waktu setelah
penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif terhadap
rangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebut tidak berlangsung lama
dan berangsur hilang setelah pasien dapat beradaptasi.
Hingga kini issue tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang
dikandungnya masih hangat dibicarakan. Pada negara-negara tertentu ada yang sudah
memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai bahan tambal.
Sering menyebabkan kebocoran mikro dan sekunder karies. Solusinya enggunakan
“cavity varnish” yang mengandung larutan resin alami atau sintetis dalam pelarut yang
menguap misalkan eter dan harus tahan air.
Mengakibatkan rasa nyeri bila menimbulkan arus galvanis bersama dengan tumpatan
logam lain. Solusinya dengan melepas tumpatan logam lain sebelum memakai
tumpatan amalgam.
5. Dilihat dari segi biokompatibilitasnya, amalgam memiliki adaptasi yang cukup baik pada
jaringan di rongga mulut terutama email dari gigi tersebut.
Kandungan merkuri dalam bahan restorasi amalgam dalam beberapa peristiwa memang
dapat menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas atau alergi. Tetapi peristiwa alergi yang
terjadi pada pasien yang menggunakan restorasi amalgam tidaklah signifikan, karena tidak
setiap pasien yang melakukan treatment menggunakan amalgam mengalami alergi.Beberapa
penelitian menerangkan bahwa penggunaan restorasi amalgam dapat pula menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan secara sistemik seperti kerusakan pada ginjal, alergi atau
hipersensitivitas atau gangguan terhadap neurobehavior. Namun, apabila penggunaan alamgam
dilakukan secara benar, tidak akan terjadi masalah terhadap biokombatibilitas dari restorasi
amalgam (Craig, 1993).
Seseorang dapat terpapar merkuri daridiet makanan, minuman, udara, dan restorasi
amalgam.Merkuri yang terlepas dari bahan restorasi amalgam biasanya terjadi akibat adanya
penguapan merkuri. Uap merkuri pada manusia dapat ditemukan pada hembusan nafas, pada
rongga mulut dengan keadaan mulut terbuka atau teertutupmelalu kateter yang dipasang
ditrakea melalu bronkoskop. Data dari penelitian menjelaskan bahwa merkuri secara terus
menerus terlepas dalam rongga mulut dari bahan restorasi amalgam. Tingkat pelepasan merkuri
pada seseorang dipengaruhi oleh banyak factor yaitu area restorasi, usia, diet, komposisi
amalgam, dan kuantitas permukaan yang mengalami oksidasi. Uap merkuri dapat terlarut pada
udara intraoral ataupun oleh saliva, kemudian dapat penetrasi ke organisme melalui banyak
cara (Uçar and Brantley, 2011).
World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa ditemukan kadar merkuri
dalam urin yang lebih tinggi yaitu sekitar 5 sampai 20 pada orang yang mengkonsumsi seafood
dengan frekuensi seminggu sekali jika dibandingkan dengan kadar merkuri akibat pajanan
restorasi amalgam yaitu sekitar 1 atau sekitar 1 mg/(Craig, 1993).
WHO merekomendasikan nilai batas paparan merkuri jangka panjang untuk para
pekerja atau operator adalah sebesar 25selain itu WHO merekomendasikan paparan yang
merkuri untuk wanita dalam masa subur harus lebih rendah dari nilai standar yaitu sekitar 10
(bindslev, 1991).
Penguapan merkuri dari bahan restorasi amalgam lebih kecil jika dibandingkan dengan
pengkonsumsian berbagai jenis ikan. Peningkatan kadar amalgam dalam urin dan darah dapat
dipengaruhi oleh berbagai factor, tidak hanya dipengaruhi oleh merkuri yang berasal dari bahan
restorasi amalgam. Secara keseluruhan merkuriyang berasal dari amalgam hanya
memberikansedikit pengaruh terhadap total kadar merkuri dalam tubuh .secara epidemiologi,
kadar merkuri dalam urin dan darah berkolerasi dengan jumlah paparan yang berasal dari
lingkungan dan diet (Craig, 1993).
Pencemaran merkuri terhadap lingkungan hidup dapat menimbulkan dampak negatif
pada kesehatan manusia. Pencemaran tersebut akan menyebabkan terjadinya toksisitas atau
keracunan tubuh manusia. Hal ini dapat terjadi pada lingkungan pekerjaan seperti
pertambangan, pertanian, industri, farmasi, kedokteran gigi dan aa banyak pekerjaan lain
dengan potensi paparan terhadap merkuri. Pencemaran merkuri di lingkungan dokter dapat
terjadi pada saat proses pembuatan amalgam sampai pemaaian amalgam sebagai tumpatan gigi
(Silalahi, 2002).
1. Toksik merkuri
Toksik merkuri berkaitan dengan afinitasnya untuk membentuk ikatn kovalen
dengan gugus sulfhidril yang akan menganggu sistem enzim dalam organ. Keracunan
merkuri terjadi karena terbentuknya senyawa yang mudah di serap yaitu merkuri yang
teroksidasi atau terikat dengan sulfida. Merkuri dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui tiga
cara yaitu inhalasi, pencernaan, dan permukaan kulit. Inhlasi adalah jalur utama
absorbsi persenyawaan merkuri yaitu sebesar 80% (Silalahi, 2002).
2. Toksisitas akut
Lemah,mual, muntah, diare disertai lendir dan darah, sakit kepala, sukar
berbicara dan menelan, kulit pucat dingin,iritasi membran mukosa bronkus,
pneumonitis yang diikuti demam dan dispena, rasa sakit dan terbakar di kerongkongan
dan perut, penyempitan lapangan pandang, serta berkurangnya pengeluaran air seni
sampai berhenti sama sekali (Silalahi, 2002).
3. Toksisitas kronis
Paparan yang terus menerus dengan merkuri akan menimbulkan tiga gejala
berupa eretisme (keadaan sangat mudah terangsang), tremor, dan stomatitis. Gejala-
gejala neurologis dan psikis merupakan gejala yang paling karakteristik. Gejala dini
nonspesifik berupa anoreksia, penurunan berat badan, dan sakit kepala. Kemudian
gejala ini diikuti gangguan-gangguan yang lebih karakteristik seperti iritabilitas
meningkat,gangguan tidur,mudah terangsang, kecemasan,depresi,gangguan daya ingat,
dan kehilangan kepercayaan diri. Keracunan berat sering berakibat kelainan bicara
terutama mengenai pengecapan (Silalahi, 2002).
Korosi galvanik atau bimetalik terjadi ketika kedua atau lebih logam berbeda atau
alloy berkontak dengan larutan elektrolit, dalam hal ini adalah saliva. Besarnya arus
galvanis dipengaruhi oleh lama / usia restorasi, perbedaan potensial korosi sebelum
berkontak dan daerah permukaan ( Craig, 2002).
Jarak yang cukup lebar / besar dihasilkan dan berkontak elektrik dari beberapa
restorasi secara in vivo. Untuk restorasi amalgam – amalgam, perbedaan potensial korosi
sebelum berkontak mungkin akan berguna dalam memprediksi besarnya arus galvanis,
yang mana paling tidak perbedaan keluar adalah 24 V ( Craig, 2002).
Hubungan lama restorasi dengan besar arus galvanis berbanding terbalik, artinya
semakin lama usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya, semakin kecil arus
galvanis yang dihasilkan ( Craig, 2002).
b) Korosi
c) Tarnis
Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan film yang terlihat
dapat menyebabkan tarnish. Penyebab discoloration yang paling terkenal adalah
campuran silver dan copper sulfida karena reaksi dengan sulfur dalam makanan dan
minuman ( Craig, 2002).
a). Alergi
secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi antibodi yang ditandai
dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitan bernapas, pembengkakan, dan gejal lain (
Craig, 2002).
Dermaititis kontak atau reaksi hipersnsitif tipe 4 dari commbs mewakili efek
samping fisiologis yang paling mungkin terjadi pada amalgam gigi, tetapi reaksi ini
terjadi kurang dari 1% dari populasi yang dirawat ( Craig, 2002).
b). Toksisitas
sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air raksa sudah
mulai dipertanyakan. kadang - kadang masi ada dugaan bahwa keracunan air raksa dari
tambalan gigi adalah penyebab dari penyakit - penyakit tertentu yang diagnosisnya tidak
jelas dan ada bahaya bagi dokter gigi atau pasiennya. Ketika uap air raksa terhirup selama
pengadukan, penempatan dan pembuangan. suatu analisis pada dentin dibawah tambalan
amalgam mengungkapkan adanya air raksa yang turut berperan dalam perubahan warna
gigi ( Craig, 2002).
Jenis-jenis Amalgam
Tidak semua partikel alloy akan larut dalam merkuri. Struktur bahan setelah
reaksi pengerasan berupa struktur inti (γ yang tidak bereaksi), γ1 dan γ2 yang secara
mikroskopis membentuk suatu susunan jala yang tidak terputus-putus.
Menurut ANSI/ADA specificatin no.1, kekerasan maksimal amalgam dicapai
setelah 24 jam pengerasan. Reaksi pengerasan yang baik dengan pemampatan yang
cukup akan mencegah terjadinya ekspansi maupun kontraksi yang tidak diinginkan.
Ekspansi maupun kontraksi tersebut merupakan manifestasi dari perubahan dimensi.
Pada high-copper amalgam, tembaga akan terdisitribusi secara merata.
Peningkatan kandungan tembaga dalam alloy akan mempengaruhi reaksi pengerasan.
Sehingga untuk amalgam tipe high copper terdapat reaksi sekunder yang berlangsung
setelah reaksi pertama. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
γ 2 + Ag-Cu Cu6Sn5 + γ1
Setelah reaksi sekunder ini terjadi, amalgam tidak mengandung atau sedikit
mengandung fase γ2.
Modifikasi reaksi pengerasan yang terjadi pada amalgam tipe high copper
menghasilkan beberapa kelebihan, yaitu:
a. Compressive strength lebih tinggi
b. Final strength terjadi lebih cepat
c. Meminimalisasi creep
d. Meminimalisasi korosi
e. Hardness yang lebih tinggi
Proses amalgamasi
Amalgam merupakan kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang
disebut amalgamasi atau triturasi. Campuran yang merupakan bahan plastis
dimasukkan ke dalam kavitas dan bahan tersebut menjadi keras karena kristalisasi.
Triturasi amalgam dapat dilakukan dengan cara manual dan masinal. Cara manual
dilakukan dengan menggunakan alu dan mortal. Homogenitas amalgam tergantung dari
tekanan yang terjadi antara alu dan lumpang. Tekanan yang berbeda – beda dari
operator menyebabkan kekuatan amalgam yang berbeda homogenitasnya sehingga
hasilnya kurang baik. Lain halnya dengan cara masinal yang tekanannya selalu sama
sehingga menghasilkan amalgam yang homogen.
Manipulasi Amalgam
1. Proportioning
Perbandingan antara alloy dan merkuri harus sesuai. Menggunakan perbandingan
alloy dan mercury 5:7 atau 5:8. Kelebihan mercury mempermudah triturasi dan dapat
diperoleh hasil campuran yang plastis Jika mercury yang digunakan terlalu sedikit,
maka partikel alloy tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian restorasi
alloy tidak akan bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas
dan membuat amalgam menjadi lebih rapuh.
2. Triturasi
Pencapuran amalgam alloy dan merkuri dengan menggunakan amalgamator selama
waktu yang telah ditentukan. Proses triturasi dapat dilakukan dengan cara manual
dan mekanis.
3. Kondensasi
Teknik kondensasi yang baik akan memeras keluar merkuri dan menghasilkan fraksi
volume dari fase matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi yang tinggi
diperlukan untuk mengurangi porositas dan mengeluarkan merkuri dari amalgam lathe- cut.
Sebaliknya, amalgam sferis yang dimampatkan dengan tekanan ringan akan
mempunyai kekuatan yang baik.
4. Trimming dan Carving
Amalgam yang dibuat dari serbuk alloy yang kasar lebih sukar mengukirnya karena
kepingan alloy yang agak besar dapat tertarik oleh instrument dari permukaan. Apabila
dikehendaki pengukiran yang mudah, dapat menggunakan alloy spheris.
5. Polishing.
Amalgam konvensional baru dapat dipoles palng cepat 24 jam setelah penambalan,
yaitu setelah tambalan cukup kuat. Amalgam yang terbuat dari alloy kaya kuprum
lebih cepat mendapatkan kekuatannya, disebutkan bahwa bahan ini dipoles tidak
lama setelah penambalan.
Glass Ionomer Cement (GIC)
A. Gambaran Umum
Perkembangan amalgam, emas, dan restorasi porselain pada abad 19 menstimulasi
perkembangan bahan-bahan dental material yang digunakan sebagai material luting dan
material lining serta bahan-bahan dental material lain yang memiliki nilai estetika yang
baik. Sehingga pada awal abad 20, beberapa bahan digunakan untuk lining, basis, serta
bahan penumpatan, seperti zinc oxide eugenol (1875), zinc phospate (1879), dan semen
silikat (1908). Selain itu, bahan-bahan tersebut juga dapat digunakan untuk luting inlay,
mahkota, post, bridge, serta band ortodonti. Tahun 1963, penggunaan asam poliakrilat
untuk berikatan dengan jaringan gigi diteliti untuk pertama kali (Saito, et al., 1999).
Akhir-akhir ini, perkembangan material restorasi direk terus meningkat. Material
yang sering digunakan diantaranya ialah amalgam, resin komposit, dan glass ionomer
cement (GIC) (Roulet, 1997). Penggunaan amalgam sudah mulai ditinggalkan karena
amalgam memiliki merkuri yang bersifat toksik serta memiliki nilai estetik yang buruk
(Anusavice, 1996). Resin komposit merupakan bahan restorasi yang memiliki nilai estetik
yang baik dan sifat fisik yang baik, namun resin komposit memiliki kekurangan yakni
mahal, membutuhkan waktu yang lama dalam prosedurnya, serta membutuhkan prosedur
teknik sensitif adesif. GIC dapat dijadikan pilihan untuk menumpat pada beberapa kasus
karena GIC memiliki sifat fisik yang memungkinkan untuk dimodifikasi dengan merubah
rasio bubuk dan cairannya. Selain itu, GIC juga memiliki beberapa tipe sehingga cocok
untuk digunakan sebagai bahan tumpatan sesuai indikasinya. Macam aplikasi GIC
bergantung pada konsistensi semen dari viskositas yang tinggi ke rendah sesuai dengan
distribusi partikel serta rasio bubuk dan cairan GIC. Ukuran partikel bahan restoratif
maksimal adalah 50 µm, sedangkan bahan luting 15 µm (Sherwood, 2010). GIC memiliki
biokompatibilitas yang baik serta bersifat flour release sehingga dapat menghambat karies.
Namun, GIC juga memiliki beberapa kelemahan yakni sifat mekanis yang buruk seperti
rapuh, mudah aus, kekerasan rendah, dan kurang bisa ditempatkan pada area yang
memiliki tekanan yang besar (Xie et al., 2000).
GIC merupakan material yang dikenal sebagai semen berbahan dasar asam. GIC
berasal dari reaksi asam polimerik lemah dengan powdered glasses (Sidhu dan Nicholson,
2016). GIC merupakan material restoratif yang terdiri atas kalsium, stronsium,
aluminosilikat (base), dan water-soluble polimer (asam). Ketika bahan-bahan tersebut
dicampur, maka akan terjadi reaksi pengerasan yang terjadi karena adanya neutralisasi
kelompok asam oleh bahan-bahan base (Upadhya dan Kishore, 2005). Selanjutnya GIC
akan berikatan dengan gigi menggunakan mekanisme micromechanical interlocking dan
true chemical bonding (Sidhu dan Nicholson, 2016).
B. Klasifikasi
Menurut Wilson dan Mclean (1988) GIC di klasifikasikan sebagai berikut.
1. Tipe I : Luting
2. Tipe II : Restoratif
Tipe II.1 : Restoratif estetik (autocure resin-modified)
Tipe II.2 : Restoratif reinforced / Bis-reinforced filling materials
3. Tipe III : Lining atau base
D. Komposisi
Komposisi GIC terdiri dari bubuk dan cairan. Bubuk GIC adalah calcium
fluoroaluminosilicate glass yang larut dalam cairan asam. (Anusavice et al., 2013). Bubuk
dapat terurai oleh asam karena adanya ion Al3+ yang dapat mudah masuk ke jaringan silika
(Mahesh et al., 2011).
1. Bubuk (Powder)
a. Kalsium Fluorida
Berfungsi untuk meningkatkan opasitas dan mengatur pelepasan fluor.
b. Alumina
Berfungsi untuk meningkatkan opasitas dan kekuatan kompresi.
c. Silika
Berfungsi untuk mempengaruhi transparansi.
d. Fluoride
Berfungsi untuk antikariogenesis, meningkatkan translusens, kekuatan,
menghambat pembentukan plak serta memperpanjang waktu kerja.
e. Fosfat Aluminium
Berfungsi untuk meningkatkan translusens.
f.
Berfungsi untuk meningkatkan transparansi
g. Stronsium
Berfungsi untuk mengatur radioopasitas.
((Anusavice, 2013); (Sherwood, 2010); (Mahesh, 2011)).
Gambar 1.1 Komposisi dan berat tiap bahan pada bubuk GIC
Sumber: Mount (2003)
2. Cairan (Liquid)
a. Tartaric acid (5-15%)
Berfungsi untuk meningkatkan waktu kerja, memperlambat setting time
translusens, dan kekuatan.
b. Polifosfat (40-55%)
Polifosfat terdiri atas acrylic acid , itaconic acid, maleic acid, phosphonic acid.
Polifosfat berfungsi untuk memperpanjang waktu kerja dan melekat pada struktur
gigi tanpa perlakuan khusus.
c. Oksida logam
Berfungsi untuk mempercepar setting tim.
((Anusavice, 2013); (Sherwood, 2010); (Mahesh, 2011)).
F. Tahapan Pembuatan
1. Metode Pengadukan
Menurut Nagaraja dan Kishore (2005), metode pengadukan GIC berdasarkan jenis
bahannya antara lain sebagai berikut.
a. Powder dan Liquid
Powder diambil dengan menggunakan sendok khusus sesuai dengan besar kavitas,
ratakan di mulut botol, letakkan di atas kertas / kaca pengaduk. Botol liquid
didesain dengan prinsip dropper mechanism, di mana hanya mengeluarkan satu
tetes setiap aplikasinya. Setiap tetes liquid yang mengandung gelembung udara,
harus dibuang. Pengadukan terjadi sekitar 20-30 detik.
b. Kapsul
Powder dan liquid dikemas dalam bentuk kapsul. Keduanya dicampur
menggunakan mixing machine. Perbandingan powder-liquid dapat dikontrol.
c. Pasta
Bentuk pasta biasa digunakan untuk luting cements, lining cements, endodontik
dan orthodontic. Bentuk dua pasta dikemas dalam dua syringe berbeda, setelah itu
dicampur dengan teknik hand mixing. Ukuran partikel yang halus dan memiliki
setting time selama 3 menit. Campurkan material pasta secara cepat dengan
menggunakan spatula plastik selama 10-15 detik.
2. Teknik Aplikasi
Teknik aplikasi GIC untuk kavitas menurut Sherwood (2010) dan Noort (2013),
antara lain sebagai berikut.
a. Aplikasikan dentin conditioner yang mengandung asam poliakrilat 10% diletakkan
selama 10 detik Selain asam poliakrilat dapat juga menggunakan bahan seperti
EDTA, ferric chloride, atau asam sitrat.
b. Bersihkan dengan air selama 10 detik.
c. Buat permukaan kavitas dalam keadaan lembab.
d. Manipulasi bahan dengan handmixing apabila berupa bubuk dan cairan.
e. Aduk menggunakan spatula plastik yang dibawahnya dilembari kertas dan glass
slab.
f. Aplikasikan GIC ke tempat kavitas berada.
g. Setelah setting, aplikasikan varnish untuk mencegah kebocoran tepi
G. Reaksi Pengerasan
Reaksi pengerasan GIC terjadi pada saat pencampuran powder dengan liquid terdiri
dari 3 fase. Gambar 1.3 menunjukan fase-fase pada GIC.
Fase I Fase II Fase III
1. Fase I (Dissolution)
Pada tahap ini, saat terjadi pencampuran powder dan liquid , ion-ion hidrogen
terbentuk dari ionisasi asam poliakrilat dalam air. Ion hidrogen akan bereaksi dengan
partikel-partikel glass yang menyebabkan pelepasan ion-ion kalsium, aluminium, dan
fluor dan membentuk sebuah gel (Silica-based hydogel) di sekitar partikel-partikel
glass.
2. Fase II (Gelation / Hardering)
Pada tahap ini, ion-ion Ca2+ dan Al3+ dari silica hydrogel berikatan dengan polianion
pada gugus polikarboksilat semen yang memulai terbentuk pada saat pH meningkat.
Gugus karboksilat berikatan silang secara ionic dengan ranyal polianionyang
menyebabkan semen mulai mengeras. Kalsium polikarboksilay mulai terbentuk pada
5 menit pertama sedangkan alumunium karboksilat yang memiliki ikatan lebih stabil
dan kuat terbentuk setelah 24 jam. Awal pengerasan cenderung rapuh, namun sifat
fisiknya akan mulai meningkat bersamaan dengan terjadinya pembentukan
alumunium polikarboksilat.
3. Fase III (Hydration of Salts)
Pada tahap ini terjadi hidrasi pada gel (silica-based hydrogel) dan gugus
polikarboksilat yang menyebabkan peningkatan sifat-sifat fisik semen. Fase ini terjadi
selama beberapa bulan (Lohbauer, 2003).
I. Teknik Sandwich
Teknik sandwich pada GIC adalah restorasi berlapis yang menggunakan GIC dan
resin komposit, di mana GIC akan menggantikan dentin sedangkan resin komposit akan
menggantikan enamel (Hewlett and Mount, 2003). Istilah teknik sandwich mengacu
kepada tumpatan restorasi yang menggunakan GIC untuk menggantikan dentin dan resin
komposit untuk menggantikan enamel. Strategi ini menggabungkan sifat paling baik dari
kedua bahan tersebut seperti daya tahan terhadap karies, adhesi secara kimia terhadap
dentin, pelepasan fluor dan proses remineralisasi, pengerutan pada lapisan dalam yang
rendah, pengikatan GIC dengan enamel, penyelesaian akhir enamel, durabilitas dan sifat
resin komposit yang estetis (Mount and Hewlett, 2003). Biasanya dalam penerapan teknik
sandwich biasanya diawali dengan pelapisan GIC tipe II pada dasar kavitas, kemudian
dilanjutkan dengan penggunaan resin komposit untuk memberikan ketahanan dan
durabilitas (Annusavice, 2003).
GIC berfungsi untuk meningkatkan ikatan antara dentin dengan restorasi
menggunakan bahan komposit (Manappallil, 2003). Selain itu, keuntungan dari
penggunaan GIC yang lain adalah dapat melepaskan ion flour yang memungkinkan untuk
mencegah terjadinya karies sekunder. Namun di sisi lain GIC juga memiliki kekurangan
yaitu tidak dapat menerima tekanan kunyah yang besar, mudah abrasi, erosi, dan dari segi
estetisnya tidak sempurna karena translusensinya lebih rendah dari resin komposit. GIC
memiliki kelebihan berikatan dengan dentin dan email lebih baik karena melepaskan fluor
lebih banyak daripada resin komposit. GIC berikatan dengan dentin melalui adhesi kimia
(Manapphallil, 2003), sedangkan komposit tidak memiliki ikatan kimia terhadap email dan
dentin. GIC memiliki biokompabilitas yang lebih baik daripada resin komposit.
Resin komposit memiliki kelebihan yaitu memiliki sifat fisik lebih baik daripada GIC,
juga memiliki estetik yang lebih baik daripada GIC. Melihat dari kelebihan dan
kekurangan SIK dan resin komposit, 2 bahan ini dapat dipadukan. GIC sebagai base dan
resin komposit sebagai tumpatan di atas GIC yang dikenal dengan teknik sandwich. Ikatan
yang terjadi adalah ikatan GIC dengan email dan dentin (ionic bond) dan ikatan GIC
dengan material tumpatan (mechanics bond). Akibat adhesi dengan dentin, bahan
cenderung mengurangi terbentuknya ruang pada tepi gingival yang berlokasi di dentin,
sementum, atau keduanya akibat penyusutan polimerisasi dari resin. Permukaan semen
yang sudah mengeras di etsa untuk menghasilkan permukaan yang lebih kasar sehingga
menambah retensi, yang menjamin adhesi dengan bahan restorasi komposit (Manapphallil,
2003).
J. Modifikasi
1. Resin Modified Glass Ionomer Cement (RM-GIC)
RM-GIC merupakan bahan restorasi yang dihasilkan dari penggabungan sifat GIC
konvensional dengan resin komposit. Sifat yang dimiliki lebih mendekati sifat GIC
konvensional dibandingankan resin komposit. Hal ini, menyebabkan reaksi pengerasan
semen terjadi dalam 2 tahapan antara lain:
a. Reaksi asam basa
Reaksi asam basa terjadi pada saat pencampuran fluoroaluminosilicate glass
dengan cairan asam (polialkenoat).
b. Reaksi Polimerisasi
Reaksi polimerisasi dengan aktivator kimia/sinar dilakukan pada hibrid ionomer
untuk megaktifasikan monomer resin 2-hydoxyethylmethacrylate (HEMA) yang
terdapat di dalam bubuk dan atau cairan hibrid ionomer (Ningsih, 2014).
Kombinasi ini menyebabkan RM-GIC tetap dapat melepaskan ion fluor. Beberapa
penelitian menunjukkan jumlah ion fluor yang ionomer yang dilepaskan hibrid
ionomer lebih banyak dibandingkan bahan restorasi lainnya seperti resin komposit dan
kompomer. Namun, jumlah ion fluor yang dilepaskan oleh hibrid ionomer sedikit lebih
rendah atau sama dengan jumlah ion fluor yang dilepaskan oleh GIC. Sifat yang
dimiliki RM-GIC hamper sama dengan sifat GIC. Penambahan HEMA mampu
memperbaiki kekurangan GIC dari sifat mekanik dan estetik, tetapi penambahan
HEMA diduga juga dapat membahayakan jika langsung diletakan di dalam sel pulpa
karena kandungannya dapat menyebabkan toksisitas pada daerah sel pulpa (Ningsih,
2014).
Secara estetik restorasi ini lebih baik daripada GI karena mengandung resin
Komposisi:
1. Bubuk hybrid ionomer serupa dengan GIC
2. Liquid mengandung monomer, polyacid dan air
3. Hybrid ionomer set dengan reaksi asam basa dan light cured serta polimerasi self cured
resin
Sifat-sifat:
1. Melekat pada gigi tanpa menggunakan dentin-bonding agent (karena merupakan kontra
indikasi, dapat mengurangi pelepasan fluor)
2. Melepaskan fluor lebih banyak daripada kompomer dan komposit tetapi lebih sedikit
daripada GIC
GIC > RMGIC > compomer dan composit
3. Mendapat fluor (mengalami recharge) pada saat fluoridasi atau dari pasta gigi dengan
fluoride.
2. Kompomer
Kompomer yang disebut juga sebagai polyacid-modified composite resin,
merupakan bahan restorasi baru yang mengombinasikan resin komposit dengan GIC
yang dapat mengeluarkan fluor dan memiliki sifat adhesi yang baik.
Kompomer mengeras dengan aktivasi sinar pada matriks resin komposit.
Tanpa penyinaran, bahan ini tidak akan mengeras (monomer-
monomer tidak mengalami polimerisasi). Kekuatan kompomer dalam menerima
tekanan kunyah adalah berkisar 0,97-1,23 MPa. Oleh karena itu, kompomer
seharusnya tidak digunakan pada daerah yang menerima beban yang besar (Nicholson,
2007).
Kompomer didesain untuk melepaskan flour, fluor akan dilepas terjadi peningk
atan kondisi lingkungan yangasam dan sebagai penyeimbang (buffer) bagi asam
laktat. Beberapa peneliti percaya bahwa kompomer mampu bertindak sebagai reservoir
fluorida dengan mengabsorpsi fluorida dari lingkungannya. Selain itu,kompomer juga
mampu melepaskan ion yang jauh lebih besar pada kondisi lingkungan yang asam dan
mampu bertindak sebagai
buffering untuk mengubah pH asam menjadi pH netral. Kompomer diindikasikan
untuk kelas I dan II desidui, kelas III, kelas V, serta pit dan
fissure sealant, sedangkan kontra indikasinya adalah untuk kelas I, II, IV, dan VI
(Ireland, 2006).
Sebelum melakukan preparasi kavitas kelas I kompomer gigi sulung, harus ditentukan terlebih
dahulu outline form nya, kemudian akses jaringan karies menggunakan bur bulat dengan
kecepatanrendah, perdalam kavitas sekitar 0,5-1 mm, lalu perluas kavitas dengan
menggunakan bur silindris. Setelah selesai dipreparasi, bersihkan kavitas dengan
menggunakan air atau pumice dankeringkan sampai lembab. Kemudian aplikasikan liner yang
sesuai dan self– etching resinbonding system. Injeksikan kompomer ke dalam kavitas lalu light
cure setiap lapisan selama 30detik, gunakan bur bulat besar untuk membuang kelebihan
kompomer, lalu periksa oklusi gigi dengan menggunakan kertas artikulasi. Lakukan
polishing dengan menggunakan white stone dan brush yang halus. Adapun beberapa kelebihan
daripada kompomer adalah dapat melepaskan fluor, memiliki warna yang estetis dengan gigi
serta memiliki teknik penanganan yang sederhana sehingga sangat cocok untuk kedokteran gigi
anak, sedangkan kekurangan dari kompomer adalah dapat terjadi polimerisasi shrinkage
sekitar 2-3%, absorpsi air akan menyebabkanterjadinya diskolorisasi pada permukaan dan
marginal dari tumpatan setelah beberapa tahun, serta sulit untuk melakukan diagnosa dan
interpretasi bila ditinjau dari segi radiografi (Croll, 2004).
COMPOMER
Komposisi dan Reaksi Setting
Terdiri dari modifikasi monomer yaitu polyacid seperti : fluoride releasing silicate
glasses dan tanpa air
Perbandingan cairan = 42% – 67% , powder = 0,8 – 5 µm.
Dikemas dalam single paste formulations compules dan syringes
Reaksi setting : dipolimerisasi dengan light cured tetapi terjadi reaksi asam-basa
selama compomer menyerap air. Setelah itu ditempatkan dan kontak dengan saliva.
Sifat Bahan
Kegunaan
Cara Manipulasi
Karena compomer termausk resin sehingga membutuhkan bonding agent (bahan pengikat)
untuk dapat mengikat/melekat dengan struktur gigi
Komposisi:
1. Monomer, modifikasi grup polyacid
2. Silicate glass yang melepaskan fluor
3. Formula ini tanpa air
Sifat-sifat:
1. Pelepasan fluor pada kompomer sama seperti GIC dan RMGIC
2. Karena jumlah GIC dalam kompomer lebih sedikit jumlah fluor dan lama pelepasan fluor
juga lebih rendah daripada GIC dan hybrid Ionomer
3. Kompomer tidak menyerap fluor pada saat fluoridasi atau dari pasta gigi, seebanyak
yang terjadi pada GIC dan RMGIC
Sifat-sifat:
1. Mengeluarkan fluoride, dan ikatan kimia struktur gigi,
2. Dijadikan pilihan kedua komposit resin untuk area estetik tertentu
3. Sangat sensitif terhadap pencemaran air dan pengeringan
Komposisi:
1. Glass Ionomer
2. Compomer
Casting adalah proses pembuatan benda dari bahan logam atau alloy (logam
sebelumnya. Dalam hal ini logam dicairkan dengan cara pemanasan (peleburan) dan dengan
tekanan, logam cair tersebut didorong masuk ke dalam mould chamber. Maka terbentuklah
benda dari logam yang berbentuk sama dan sebangun dengan model malam sebelumnya ( Harty
Pengertian Mould Chamber adalah suatu ruangan yang terdapat dalam bahan pendam
(Investment Materials) yang merupakan ruangan bekas model malam yang sudah dicairkan
atau diuapkan keluar dari bahan pendam ( Harty dan Ogston, 1995).
Pengecoran suatu proses manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk
menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam
cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan
Menurut Harty dan Ogston (1995) proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua
1. Sand-Mold Casting
2. Dry-Sand Casting
3. Shell-Mold Casting
4. Full-Mold Casting
5. Cement-Mold Casting
6. Vacuum-Mold Casting
2. Permanent-Mold Casting
3. Centrifugal Casting
4. Plaster-Mold Casting
5. Investment Casting
6. Solid-Ceramic Casting
Jenis logam yang kebanyakan digunakan di dalam proses pengecoran adalah logam besi
bersama-sama dengan aluminium, kuningan, perak, dan beberapa non logam lainnya
a. Oven
b. Alat tuang sentrifugal dan crucible casting
c. Bumbung Tuang
e. Pinset
f. Pisau model
g. Blow Torch
2.6.2 Bahan:
Logam
Begitu bahan tanam mengeras setelah angka waktu tertentu- sekitar 1 jam untuk
sebagian besar bahan gipsum dan fosfor – pembakaran siap dilakukan. Prosedur untuk kedua
jenis bahan tanam ini hampir sama, jadi pembahasan berikut akan dipusatkan pada bahan tanam
gipsum. Crucible dan sorue logam dilepaskan dengan hati-hati. Semua kotoran pada lubang
masuk dibersihkan dengan sikat bulu unta. Jika pembakaran tidak langsung dilakukan setelah
penanaman, cincin berisi bahan tanam ini harus ditempatkan di dalam humidor dengan
kelamban 180%. Jika mungkin, bahan tanam ini tidak boleh dibiarkan mengering. Pembasahan
kembali dari bahan tanam yang sudah mengeras setelah disimpan dalam jangka waktu tertentu
tidak akan bisa menggantikan semua air yang sudah hilang (Anusavice, 2003).
Casting ring yang berisi bahan tanam ditempatkan pada tungku dengan temperatur kamar dan
dipanaskan sampai temperatur maksimal yang sudah ditentukan. Untuk bahan tanam gipsum,
temperaturnya adalah 465oC untuk teknik higroskopik atau 650oC untuk teknik ekspansi
termal. Untuk bahan tanam fosfat, temperatur pengerasan maksimalnya berkisar 700-870oC,
tergantung pada jenis logam campur yang dipilih. Pada saat investment, kemungkinan ada air
yang terjebak di antara porus investment. Bila air tidak dihilangkan, maka kemampuan
investment untuk mengabsorpsi wax menjadi berkurang. Akhirnya sisa wax akan menguap
menuju ke mould. Pemanasan yang tiba-tiba juga akan menyebabkan cracking atau keretakan.
Oleh karenanya, pemanasan awal permukaan diperlukan untuk menghindari hal tersebut.
Selama pembakaran, sejumlah malam yang mencair akan diserap oleh bahan tanam dan sisa
karbin akibat pembakaran malam cair menjadi terperangkap di dalam bahan tanam yang
Teknik ini mendapatkan kompensasi ekspansi melalui tiga cara (1) air rendam
bertemperatur 37 C akan membuat model malam berekspansi; (2) air hangat yang masuk bahan
tanam mold dari atas akan menambah ekspansi higroskopik, dan (3) ekspansi termal pada
temperatur 500C akan mengahasilkan ekspansi termal yang dibutuhkan. Teknik panas rendah
ini mempunyai kelebihan yaitu kurangnya perubahan bentuk mold, permukaan yang lebih
dingin untuk mendapatkan permukaan cor yang lebih halus, dan kemudahan menempatkan
mold langsung di dalam tungku 500C. Kelebihan terakhir ini memungkinkan satu atau
beberapa tungku tetap berada pada temperatur pembakaran sehingga mold dapat langsung
dimasukkan bila sudah siap. Ini terutama berguna di laboratorium besar di mana mold siap
pada waktu yang berbeda-beda. Namun waktu pembakaran yang memadai tetap perlu
diperhatikan karena malam akan beroksidasi lebih lambat pada temperatur yang rendah. Mold
harus tinggal paling sedikit selama 60 menit di dalam tungku, dan dapat dibiarkan sampai 5
jam atau lebih, tanpa menjadi rusak. Karena mold yang ditempatkan di dalam tungku secara
sempurna. Meskipun biasanya mold dibiarkan pada temperatur ini selama 60-90 menit, masih
ada sisa karbon halus dalam jumlah cukup untuk mengurangi pengaliran udara di dalam mold.
Karena kemungkinan terjadinya penurunan aliran udara inilah, maka porositas akibat tekanan
balik merupakan bahaya yang lebih besar pada teknik panas-rendah dibandingkan teknik
panas- tinggi, akrena bahan tanam yang digunakan pada teknik panas- rendah adalah bahan
Oven tungku tertentu bisa begitu kedap udara sehingga pembakaran terjadi di dalam
atmosfir yang berkurang, sehingga dapat mencegah oksidasi sempurna dari sisa malam. Sedikit
membuka pintu tungku akan memungkinkan masuknya udara sehingga menyediakan cukup
oksigen untuk pembuangan malam. Ini terutama penting untuk teknik ekspansi hidroskopik
Teknik hidroskopik standar telah dikembangkan untuk logam campur yang tinggi
kandungan emasnya; jadi, dibutuhkan ekspansi yang sedikit lebih besar jika digunakan logam
campur logam mulia yang lebih baru. Ekspansi tambahan ini bisa didapatkan dengan
Pendekatan ini hampir seluruhnya tergantung pada pembakaran panas tinggi untuk
mendapatkan ekspansi yang dibutuhakan, sekaligus pada saat yang sama menghilangkan
model malam. Ekspansi tambahan diperoleh dengan sedikit memanaskan bahan tanam gipsum
pada saat mengeras, jadi dengan demikian mengembangkan model malam, dan air akan
memasuki bahan tanam dari pelapik cincin yang basah sehingga menambah sejumlah kecil
Bahan tanam gipsum. Bahan tanam untuk pengecoran relatif rapuh dan membutuhkan
lehan sampai 650-700 C dalam waktu 60 menit dan ditahan selama 15 sampai 30 menit pada
Kecepatan pemanasan berpengaruh pada kehalusan dan pada beberapa kasus, pada
ukuran keseluruhan. Pada awalnya, pemanasan yang cepat akan menghasilkan uap yang dapat
menyebabkan pengelupasan dari dinding-dinding mold. Terlalu banyak model malam dalam
satu bidang di dalam bahan tanam sering menyebabkan pemisahan dari seluruh bahan tanam
ini, karena malam yang mengembang menciptakan tekanan yang sangat besar pada daerah yang
temperatur yang tinggi untuk jangka waktu lama akan mengakibatkan kontaminasi sulfur pada
hasil cor dan menjadi kasarnya permukaan cor akibat rusaknya bahan tanam (Anusavice,
2003).
Jarak waktu tuang yang diperbolehkan. Ketika mendingin, bahan tanam akan
mengalami kontraksi termal. Jika digunakan teknik ekspansi termal atau teknik panas-tinggi,
bahan tanam akan kehilangan panasnya setelah cincin yang dipanaskan dikeluarkan dari
tungku, dan mold akan pengerutan. Karena adanya pelapik dan sifat penghantar panas yang
rendah dari bahan tanam, ada sedikit waktu luang sebelum temperatur mold terpengaruh. Pada
kondisi pengencoran normal, ada kira-kira 1 menit sebelum terjadinya perubahan dimensi pada
mold.
d. Melting dan Casting
1. Ada beberapa tipe mesin casting yang dapat dipergunakan untuk dua proses ini
2. Tipe pertama, alloy dilelehkan langsung pada crucible dan diikuti aplikasi tekanan
udara untuk memasukkan lelehan logam menuju mold (air pressure casting machine)
3. Tipe kedua, alloy dilelehkan pada crucible dan lelehan masuk ke mold karena gaya
4. Tipe ketiga, alloy dilelehkan secara elektronis dengan mesin furnace, kemudian masuk
ke mold dengan gaya sentrifugal oleh motor penggerak ataupun koil/spring (spring
5. Tipe keempat, alloy dilelehkan secara elektronis tetapi proses cor dilakukan dengan
1. Alat tuang sentrifugal disiapkan dengan cara memutar 3 kali alat tersebut dengan menaikkan kenop
pemutar
2. Cawan tuang ( crucible casting) panas diletakkan pada alat tuang sentrifugal, kemudian logam
dituangkan
3. Keluarkan bumbung tuang dari oven., kemudian letakkan pada alat sentrifugal
5. Setelah logam masuk ke dalam bumbung tuang , putaran alat diperlambat dengan menekan
7. Setelah dingin hasil tuang dikeluakan dari dalam bumbung tuang dan dibersihkan dari bahan tanam
dimana wax pattern dari restorasi dikonversi untuk mereplikasikan dental alloy. Proses casting
digunakan untuk membuat restorasi gigi seperti inlay, onlay, mahkota jaket, jembatan dan
Kegagalan proses casting mungkin terjadi dan kegagalan proses casting dapat dikelompokkan
menjadi 4 macam :
1. Distorsi
Hasil casting dapat disebabkan karena terjadinya distorsi pola malam. Konfigurasi, tipe, dan
ketebalan pola malam berpengaruh terhadap terjadi atau tidaknya distorsi. Pola malam yang
terlalu tipis memiliki kemungkinan distorsi yang lebih tinggi. Distorsi pada proses penuangan
logam terjadi saat manipulasi malam inlay, sehingga pencegahan terjadinya distorsi tergantung
pada proses manipulasi malam inlay. Distorsi terjadi akibat stress release, yaitu tekanan yang
sangat besar pada material akibat malam di cetak tanpa pemanasan yang cukup hingga diatas
suhu transisi solid-solid. Distorsi dapat terjadi sewaktu membentuk dan melepas model malam
dari mulut atau die. Keadaan ini terjadi karena perubahan suhu dan pelepasan stress yang
muncul sewaktu terjadinya kontraksi saat pendinginan, udara yang terjebak serta temperatur
model sesegera mungkin setelah dikeluarkan dari mulut atau die. Die dan model malam
dipasang pada saluran tertutup yang mempunyai piston dan mengandung air, dengan
temperatur 380 (1000F). Bila piston ditekan, tekanan hidrostatik akan teraplikasikan secara
Hal ini mungkin terjadi karena adanya sisa gelembung udara selama proses casting,
pemanasan yang terlalu cepat, pemanasan yang kurang menyebabkan tersisanya wax, W/P
rasio material investment yang tidak tepat, prologed heating yang menyebabkan disintegrasi
material investment, tekanan dan temperatur casting yang tidak tepat, adanya benda asing yang
masuk ke dalam mold, impak pelelehan logam, posisi pola malam, dan terjadinya inklusi
karbon.
Permukaan hasil cor seharusnya meruakan reproduksi yang akurat dai permukaan model
malam asalnya.Kasarny atau tidak beraturannya ermukaan luar dari tuangan memerlukan
Kekasaran permukaan dari tuangan gigi akan lebih besar daripada model malamnya. Ketidak-
bulatan kecil, yang bukan menjadi area karakteristik dari seluruh area permukaan. Perbedaaan
ini mungkin berkaitan denganukuran partikel dari bahan tanam dan kemampuannya untuk
dalam keakuratan dimensi. Tetapi, teknik yang tidak benar dapat menjurus kekasaran
3. Porositas
Porositas yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain terjadinya
pengkerutan saat solidifikasim porositas oleh beberapa macam gas atau gelembung udara, dan
Incomplete casting. Efek gelembung (bubbling ) pada casting muncul sebagai tombak dari
kelebihan bahan yang melekat pada permukaan casting. Ini mencerminkan adanya permukaan
yang porositas dalam penanaman model, masalahyang mungkin bisa diatasi oleh vacuum
investing. Bubbling pada casting muncul sebagai bulatan-bulatan banyak yang menempel pada
permukaan dari casting. Ini mencerminkan adanya porositas pada saat investment(penanaman
model). Suatu masalah dimana dapat terisi alloy cair pada investment yang kosong tadi
(Mc.cabe,2008,pg.82).Porositas dapat terjadi pada permukaan dalam maupun luar dari hasil
casting.
Porositas di permukaan luar adalah suatu faktor dari kekasaran permukaan, tetapi
umumnya juga merupakan manifestasi dari porositas bagian dalam. Porositas internal tidak
warna. Jika parah, dapat menyebabkan kebocoran pada pertemuan gigi denganrestorasi dan
karies sekunder. Meskipun porositas di dalam tuangan tidak dapat dihindari sepenuhnya,
Bagian pecah pada investment atau partikel kotor dimana bisa menjatuhkan sprue,
mungkin menjadi perlekatan di dalam casting dan menghasilkan lubang pada permukaan.
Untuk alasan ini, semua mould pada casting dapat diatasi dengan sprue yang lebih ke bawah.
(Mc.cabe, 2008,pg.82).
Pada proses pengerasan dibagi menjadi dua, yaitu localized shrinkage porosity Dan
pinhole porosity
cas inclusions
subsurface porosity
Localized shrinkage porosity terjadi pada persimpangan saat pemasangan sprue dan
mungkin terjadi dimana saja diantara dendrite, dimana itu merupakan bagian terakhir dari
casting pada titik lebur logam yang rendah yang dapat memperkuat percabangan dari dendrite.
(Annusavice,2003,pg 343).
Microporosity juga terjadi akibat dari penyusutan pada saat pengerasan tetapi umumnya
hadir dalamcasting fine-grain saat proses pengecoran ini terlalu cepat. Fenomena seperti ini
dapat terjadi ketika pengerasanalloy terlalu cepat karena suhu mould terlalu rendah
(Annusaavice, 2003,pg.343). Pinhole dan inklusi gas dapat terjadi karena adanya gas yang
terjebak saat proses pengerasan. Porositas akibat inklusi gas lebih besar daripada pinhole.
Inhole dihasilkan ketika alloy mencair sedangkan inklusi gas disebabkan oleh penggunaan api
mixing zone atau zona oksidasi (Annusavice, 2003,pg 344). Subsurface porosity disebabkan
oleh nukleasi stimultaneous butiran padat dan gelembung gas padasaat pertama ketika alloy
membeku pada dinding cetakan. Namun jenis porositas ini dapat diatasi denganmengontrol
tingkat dimana logam cair memasuki cetakan. Porositas pada casting tidak dapat dihindari
tepat.(Annusavice,2003,pg.346)
Entrapped air porosity atau disebut juga back pressure porosity ini dapat menghasilkan
cekunganyang besar akibat depresi. Hal ini disebabkan akibat udara dalam mould tidak dapat
keluar melalui pori-pori dari investment atau karena gradient tekanan pada saat pemasangan
sprue. (Annusavice,2003,pg, 346). Dana danya back pressure yang menyebabkan adanya celah
pada alloy cair. Copper, gold, silver, platinum dan partikel palladium, semua melarutkan
oksigen di dalam bagian cair. Saat mendingin, alloy membebaskan gas yang terabsorbsi tapi
beberapa sisa gas terjebak ketika alloy menjadi rigid. Tipe porositas dapat terjadi di seluruh
casting. Hal ini dapat dikurangi dengan menghindari pemanasan berlebih dari alloy atau casting
Untuk meminimalisir porositymaka ditambahkan flux. Zat yang disebut fluks biasanya
molding paduan dan mempengaruhi kualitas akhir dari casting. Jenis flux yang digunakan
tergantung pada suhu aliran, jenis sumber panas yang di gunakan, jenis pengecoran paduan dan
jenis investment. (Powers, 2008,pg.276). Salah satunya adalah Borax, atau sodium tetraborate
(Craig,2002,pg.545)
Kadang-kadang ditemukan tuangan yang tidak utuh atau mungkin sama sekali tidak
ditemukan tuangan. Penyebab yang jelas dari keadaan ini adalah terhalangnya logam cair untuk
mengisi mold secara utuh. Paling sedikit ada dua factor yang dapat menghambat jalannya
Penganginan yang kurang berhubungan langsung dengan tekanan balik yang dikeluarkan oleh
udara didalam mold . Jika udara tidak dapat dikeluarkan dengan cepat, logam cair tidak dapat
memasuki mold sebelum memadat. Dalam keadaan ini, harus dipertimbangkan besarnya
tekanan cor. Jika tekanan cornya kurang,tekanan balik tidak dapat di atasi. Lebih jauh lagi,
tekanan cor harus ditahan paling sedikit 4 detik. Mold akan terisi logam memadat dalam waktu
1 detikatau kurang, meski logam masih cukup lunak selama tahap awal.
BAB III
PEMBAHASAN
II. 1 PENGERTIAN RESTORASI LOGAM DENGAN INDIRECT
RESTORATION
Indirect Restoration adalah restorasi yang dibuat diluar mulut pasien yang akan
dilekatkan atau disemen pada gigi pasien yang telah dipreparasi setelah siap dipasang.
Indirect restoration dibagi menjadi dua yakni intra koronal (restorasi yang terdapat dalam
kontur gigi, contoh inlay) dan ektra koronal (restorasi yang menutupi bagian mahkota gigi
asli yang masih ada untuk mendapatkan montur anatomis, contoh onlay, veneer, dan mahkota
pigura). Teknik yang digunakan untuk membuat restorasi melalui Indirect Restoration adalah
teknik restorasi logam. Teknik restorasi logam adalah suatu restorasi yang dibuat berbahan
dasar metal atau alloy (Jones and Grundy, 1992) .
RESTORASI INLAY
Inlay merupakan tambalan yang dibentuk diluar mulut dengan jalan membuat model malam
terlebih dahulu atau tidak, dapat bersifat logam maupun non logam dan disemen pada kavitas.
Sebelum resin ditemukan, porselen merupakan bahan dasar dari restorasi gigi dalam bentuk
porselen murni. mahkota porselen murni yang pertama dibuat oleh Land pada tahun 1889, di
mana sebelumnya pada tahun 1884 ia menggunakan dapur gas untuk melebur porsele tahun
1894, L.E . Custer menggunakan dapur api listrik. tahun 1898 pertama kali ditemukan low-
fusing porselen untuk membuat inlay. Dengan diperkenalkannya pewarnaan mineral pada
tahun 1904, memungkinkan bagi operator untuk membuat inlay porselen dan mahkota gigi
yang dianggap sebagai seni keramik yang bermutu tinggi. Dari segi estetis, memang tidak ada
yang menandingi, tetapi karena sulit untuk mendapatkan warna yang baik, dan kerena perlu
keahlian khusus dalam manipulasi, maka penggunaan porselin menjadi sangat terbatas.
sejak tahun 1959 penggunaan resin akriilik sebagai bahan restorasi yang cepat mendapat
tempat di dalam dunia kedokteran gigi. Resin akrilik merupakan bahan sintetis dari Asam
Akrilik yang secara kimia dikenal dengan nama methyl methacrylate. bahan ini terdiri dari
monomer, bahan cair dan polimer, bahan bubuk dalam bentuk sederhana, yang bila berpadu
akan memebntuk resin yang keras. faktor yang digunakan untuk memindahkan panas dalam
reaksi pengerasan resin akrilik dikenan sebagai sistem aktivator.
1. Amine tertier yang dilarutkan pada cairan monomer dan benzoil peroxida yang
dicampur dengan bubuk polimer. reaksi antara monomer dan polimer akan
menghasilkan oksigen, yaitu initiator dari reaksi polimerisasi.
2. sistem kedua adalah kesanggupan dari asam sulfonik untuk mempolimerisasikan
methyl methacrylate tanpa bantuan zat-zat lain.
3. sistem ketiga adalah modifikasi dari sistem pertama dimana dasar dari sistem amina
peroxida telah diubah menjadi sulfur peroxida.
walaupun ketiga sistem itu telah sering digunakan namun perlu diingat bahwa ada kesulitan
yang besar yang tak dapat dihilangkan yaitu, penyusutan methyl methacrylate yang terjadi
selama polimerisasi.
PORCELAIN
Definisi PorcelainPorcelain adalah bahan keramik putih yang bersifat rapuh, tetapi mempunyai sifat
translusen, korosi yang rendah, dan mengkilat, dimana pembakarannya dengan temperature yang
tinggi (Sembiring,2006).
Porselen adalah bahan yang terbuat dari jenis keramik yang dibakar dengan suhu tinggi dari bahan
lempung murni yang tahan api. Terdiri dari senyawa logam dan non logam yang diproses dengan
pemanasan suhu tinggi (Anusavice, 2003).
Porcelain adalah bahan keramik yang terbuat dari kaolin, feldspar, silica, dan berbagai pigmen
(Kamus Kedokteran Gigi, 2013).
2.2. Syarat PorcelainSyarat Porcelain dalam Kedokteran Gigi adalah sebagai berikut :
a. Dapat memberikan penampilan natural gigi
b. Biokompatibel
c. Tidak toksik
d. Tidak mengiritasi
e. Tidak mengabrasi gigi antagonis
f. Tidak dapat larut dalam saliva
g. Dapat beradaptasi dengan baik dalam temperatur rongga mulut
6. Sifat thermal
Konduktifitas thermal dan koefisien thermal mirip jaringan enamel dan dentin (Craig, 2006). 2.4
Komposisi Dental Porcelain Dental porcelain dibentuk dengan mencampur dengan membakar
mineral mineral khususnya feldspar, kaolin, quartz, fluks, dan pigmen (Sembiring,2006).