Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan masih merupakan 3 penyebab utama kematian maternal (ibu) tertinggi,
disamping preeklamsi/eklamsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang obstetri dibagi
menjadi 4 yaitu, perdarahan pada kehamilan muda (kurang dari 22 minggu), perdarahan
pada kehamilan lanjut, pendarahan saat persalinan dan pendarahan pasca persalinan (masa
nifas).
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu adalah
penyulit kehamilan seperti ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk
perdarahan pada kehamilan lanjut dan pada saat persalinan selain dari plasenta previa,
solusio plasenta dan gangguan pembekuan darah. Perdarahan pada kehamilan lanjut yaitu
perdarahan yang terjadi pada kehamilan yang lebih dari 22 minggu sampai sebelum bayi
dilahirkan.
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya yang
umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.robekan pada
uterus dapat di temukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus.
Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak
terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas hal itu di namakan kolpaporeksis.
Apabila pada ruptur uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal itu di
namakan ruptur uteri kompleta, jika tidak ruptur uteri inkompleta.pinggir ruptur biasanya
tidak rata,letaknya pada uterus melintang atau membujur atau miring dan bisa agak ke kiri
atau ke kanan.ada kemungkinan pula terdapat robekan dinding pada kandung kencing.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pendokumentasian asuhan kebidanan pada ibu ruptur uteri dengan metode
SOAP?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari ruptur uteri
b. Untuk mengetahui klasifikasi ruptur uteri
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala ruptur uteri
d. Untuk mengetahui komplikasi ruptur uteri
e. Untuk mengetahui penanganan ruptur uteri
f. Untuk mengetahui bagaimana cara pendokumentasian kasus asuhan kebidanan pada
ibu ruptur uteri dengan metode SOAP

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ruptur Uteri

2
Ruptur uteri merupakan robekan dinding rahim akibat dilampauinya daya regang
miometrium. Penyebab ruptur uteri adalah disporposi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik (Prawirohardjo, 2013).
Menurut Chapman (2006), Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat
terjadi selama periode antenatal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan
selama stadium ke tiga persalinan.
Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding Rahim akibat dilampauinya
daya regang miometrium uteri.

2.2 Klasifikasi Ruptur Uteri


a. Macam ruptur uteri berdasarkan jenisnya :
1) Ruptur uteri spontan
a) Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan
b) Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan
semen bawah rahim yang berlebihan
2) Ruptur uteri traumatik
a) Terjadi pada persalinan
b) Timbulnya ruptur uteri karena tindakan seperti ekstraksi forsep, ekstrasi
vakum, dll
3) Ruptur uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.

b. Klasifikasi berdasarkan robekannya:


1) Ruptur uteri komplet
Yaitu ruptur uteri dinding dan mukosanya robek sehingga dapat berada di rongga
perut.
a) Jaringan peritoneum ikut robek
b) Janin terlempar ke ruangan abdomen
c) Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d) Mudah terjadi infeksi
2) Ruptur uteri inkomplet
Yaitu ruptur uteri yang hanya bagian dinding uterus yang robek sedangkan bagian
mukosa (peritoneum) masih utuh.
a) Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b) Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c) Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d) Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma

c. Klasifikasi berdasarkan lokasinya :


1) Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.

3
2) Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama
tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3) Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi,
sedang pembukaan belum lengkap.
4) Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

2.3 Etiologi
Ruptur uteri bisa disebabkan oleh anomali atau kerusakan yang telah ada sebelumnya,
karena trauma atau sebagai komplikasi persalinan pada rahim yang masih utuh. Paling
sering terjadi pada rahim yang mengalami kelahiran sesar pada persalinan sebelumnya.
Lebih lagi jika terjadi pada uterus yang demikian dan persalinan di rangsang dengan
oksitosin atau sejenisnya.
Pasien yang beresiko tinggi antara lain :
a. Persalinan yang mengalami distosia, grandemultipara, penggunaan oksitosin atau
prostaglandin untuk mempercepat persalinan
b. Pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio sesarea atau
operasi lain pada rahimnya.
c. Pernah histerorafi

2.4 Patofisiologi
Saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi. Dengan demikian dinding
korpus uteri atau segmen atas rahim menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi
lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong kedalam segmen
bawah rahim. Segmen bawah rahim menjadi lebih besar dan karenanya dindingnya menjadi
lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi segmen atas rahim yang kuat, berulang dan
sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah
tinggi.
Apabila bagian terbawah janin tidak dapat turun oleh karena suatu sebab misalnya
panggul sempit atau kepala besar maka volume korpus yang tambah mengecil pada waktu
ada his harus diimbangi perluasan segmen bawah rahim ke atas. Dengan demikian lingkaran
retraksi fisiologis semakin meninggi kearah pusat melewati batas fisiologis menjadi
patologis yang disebut lingkaran band (Ring van bandl). Ini terjadi karena rahim tertarik

4
terus menerus kearah proksimal tetapi tertahan dibagian distalnya oleh serviks yang
dipegang tempatnya oleh ligamentum-ligamentum pada sisi belakang (ligamentum
sakrouterina), pada sisi kanan dan kiri (ligamentum cardinal) dan pada sisi dasar kandung
kemih (ligamentum vesikouterina).
Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin tidak kunjung
turun lebih kebawah, maka lingkaran retraksi semakin lama semakin tinggi dan segmen
bawah rahim semakin tertarik keatas dan dindingnya menjadi sangat tipis. Ini menandakan
telah terjadi rupture uteri imminens dan rahim terancam robek. Pada saat dinding segmen
bawa rahim robek spontan dan datang his berikutnya terjadilah perdarahan yang banyak
(ruptur uteri spontanea).
Ruptur uteri pada bekas seksio sesarea lebih sering terjadi terutama pada parut bekas
seksio sesarea klasik dibandingkan pada parut seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan
oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang tenang pada saat nifas memiliki
kemampuan sembuh lebih cepat sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio
klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan di mulai sedangkan
pada bekas seksio profunda lebih sering pada saat persalinan. Rupture uteri biasanya terjadi
lambat laun pada jaringan-jaringan di sekitar luka yang menipis kemudian terpisah sama
sekali. Disini biasanyaperitoneum tidak ikut serta, sehingga terjadi rupture uteri
inkompleta. Pada peristiwa ini perdarahan banyak berkumpul di ligamentum latum dan
sebagian lainnya keluar.
2.5 Tanda dan Gejala Ruptur Uteri
Menurut buku kapita selekta tanda-tanda ruptur uteri yaitu:
a. Nyeri abdomen
Dapat terjadi tiba-tiba, tajam dan seperti di sayat pisau. Apabila tejadi ruptur saat
persalinan, kontraksi uterus yang intermiten dan kuat akan berhenti secara tiba-tiba,
dan pasien akan mengeluh nyeri uterus yang menetap.
b. Pendarahan pervaginan
Dapat simptomatik karena pendarahan aktif dari pembuluh darah yang robek.

Sebelum mendiagnosa pasien terkena ruptur uteri maka, petugas kesehatan harus
mengenal tanda-tanda dari gejala ruptur uteri mengancam. Hal ini dimakksudkan agar
petugas kesehatan seperti bidan dapat mencegah ruptur uteri yang sebenarnya.
Tanda-tanda gejala ruptur uteri yang mengancam adalah:
a. Dalam anamnesa, pasien mengatakan telah ditolong/dibantu oleh dukun/bidan, dan
partus sudah lama berlangsung atau partus macet.
b. Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut

5
c. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
d. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
e. Ada tanda dehidrasi karena parvtus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut
kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
f. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
g. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduanya.
h. Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
i. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke
atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi
ada hematuri.
j. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
k. Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti
oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

Jika ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan terjadi gejala ruptur uteri
yang sebenarnya yaitu:
a. Gejala yang terlihat saat anamnesis dan inspeksi:
 Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,
pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps
 Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
 Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
 Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
 Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih
kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
 Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
 Kontraksi uterus biasanya hilang.
 Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan
meteoristis (paralisis usus).
b. Gejala yang teraba saat palpasi:
 Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
 Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
 Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka
teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
 Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
c. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.

6
d. Pemeriksaan dalam
 Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat
didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
 Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita
temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis
seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
e. Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

2.6 Komplikasi
a. Gawat janin
b. Syok hipovolemik
Terjadi karena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi
darah.
c. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi
sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa
dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera
memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita
peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.
d. Kecacatan dan morbiditas
1) Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak
hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
2) Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

2.7 Penanganan Ruptur Uteri


Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus
diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,
persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan
efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan
bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum

7
perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan
tidak akan bisa diterima. Jadi, segera perbaiki shok dan kekurangan darah. Perbaikan shok
meliputi pemberian oksigen, cairan intravean, darah pengganti dan antibiotik untuk
pencegahan infeksi.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik dan diagnosa telah ditegakkan,
selanjutnya dilakukan laparotomi (tindakan pembedahan) dengan tindakan jenis operasi:
a. Histerektomi, baik total maupun subtotal.
b. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
c. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.

Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
a. Keadaan umum
b. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
c. Jenis luka robekan
d. Umur dan jumlah anak hidup
e. Kemampuan dan keterampilan penolong.

BAB 3
PENDOKUMENTASIAN DENGAN SOAP

1. Data Subyektif
a. Biodata : Berisikan biodata atau identitas pasien

8
1) Nama : Untuk mengetahui nama pasien agar tidak tertukar apabila ada
kesamaan nama
2) Umur : Untuk mengetahui faktor resiko dan pengaruhnya terhadap
permasalahan kesehatan pasien.
3) Pekerjaan : Untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap
permasalahan kesehatan yang sedang di keluhkan.
4) Agama : Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kesehatan
pasien yang dipengaruhi oleh kebiasaan dan kebudayaan. Dengan diketahuinya
agama pasien bisa memudahakan bidan melakukan pendekatan di dalam
melaksanakan asuhan kebidanan.
5) Pendidikan : Memudahkan KIE dan pendekatan kepada pasien
6) Alamat : Memudahkan bidan untuk mrlakukan kunjungan rumah
b. Keluhan
Ibu nyeri hebat pada perut bawah saat ada kontraksi, mengeluarkan darah dari
kemaluan dengan jumlah banyak, badan lemah dan kesulitan bernafas.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang dan Lalu
Untuk mengetahui faktor-faktor penyakit yang telah di derita ibu yang berkaitan
dengan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan ini.
d. Riwayat Persalinan Lalu
Ada atau tidaknya induksi persalinan yang lama, disporposi janin dan panggul sehingga
segmen bawah uterus makin lama makin di renggangkan, pada saat direnggangkan
melampaui myometrium.
e. Riwayat obstetric
1) Riwayat bedah sesar
2) Kehamilan dengan multiparitas
3) Partus lama

2. Data Obyektif
Dikumpulkan melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus
a. Pemeriksaan Umum
1) Tekanan darah

9
Dimana tekanan darah pada ibu hamil yang mengalami ruptur uteri mengalami
penurunan bahkan sampai tidak terukur
2) Nadi
Nadi teraba kecil dan cepat (>100 x/menit)
3) Pernafasan
Pernafasan dangkal dan cepat (>40 x/menit)
4) Suhu
Suhu pada ibu yang terkena ruptur uteri cenderung meningkat

b. Pemeriksaan Khusus
Wajah : Terlihat pucat dan keringat dingin
Dada : Pulmo tidak ada ronchi, kardio tidak ada gangguan jantung /s1-s2
tunggal
Abdomen : Pembesaran sesuai usia kehamilan, perut nampak abnormal atau terlihat
bendle, nyeri tekan, detak jantung janin tidak teratur.
Vagina : v/v : oedema porsio, perdarahan banyak atau sedikit
Pemeriksaan lab : Usg terlihat robekan di korpus uteri

3. Analisa Data
Diagnosa : GIII P2 A0 uk 39 minggu dengan ruptur uteri
Diagnosa Potensial : Resiko sepsis, syok hipovolemik, anemia
Masalah : Resiko kehilangan darah

4. Penatalaksanaan
Waktu Penatalaksanaan Paraf
1. Pasien MRS
2. Menjelaskan keadaan pasien saat ini
kepada ibu dan keluarga bahwa ibu mengalami rupture uteri
atau robekan di dinding rahim sehingga harus dilakukan
tindakan untuk menyelamatkan ibu dan janin yang di
kandungnya, ibu dan keluarga mengerti serta kooperatif.
3. Memantau keadaan umum pasien dan
TTV, kondisi umum ibu pucat, gelisah dan keringat dingin,
tekanan darah ibu relatif turun, nadi kecil dan cepat, nafas

10
dangkal dan cepat, suhu ibu meningkat
4. Memantau perdarahan, perdarahan
tidak begitu banyak
5. Kolaborasi untuk tindakan pembedahan

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang myometrium. Ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau bersalin merupakan
suatu bahaya besar yang mengancam jiwa ibu dan janinnya. Kematian ibu dan bayinya
karena ruptur uteri masih tinggi terutama dinegara berkembang.
Penyebab ruptur uteri yaitu disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik. Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika, antibiotika,
dsb.

11
Terjadinya ruptur uteri dapat di cegah dengan prenatal care, pimpinan persalinan yang
baik dan tepat, kecepatan untuk merujuk dan penyediaan darah bagi ibu ruptur uteri.

4.2 Saran
a. Bagi tenaga kesehatan
1) Tenaga kesehatan hendaknya dapat memberikan pelayanan kesehatan mulai dari
awal kehamilan dan saat persalinan dengan baik untuk menghindari ruptur uteri
2) Tenaga kesehatan harus cepat dan tanggap dalam mengambil keputusan dalam
penatalaksanaan ruptur uteri.
b. Bagi ibu dan keluarga
1) Melakukan kunjungan ANC selama kehamilan
2) Bersalin di Nakes
3) Segera datang ketenaga kesehatan jika terdapat tanda – tanda bahaya pada
kehamilan dan tanda – tanda bahaya persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

Basarah, Jivita C. 2002. Studi Referat Ruptur Uteri. Bandung


Chapman, V. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC
Cunningham, Gery et al. 2005. Obstetri William Edisi 21.Jakarta : EGC
Norwitz, Errol dan Schorge, John. 2007. At a Glance Obstetri & Ginekologi Edisi kedua.
Jakarta: Erlangga
Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Resnik, R.2003.High Risk Pregnancy. In: Emedicine journal obstetrics and gynekology.Volume
99. No: 3.

12

Anda mungkin juga menyukai