HASIL PENELITIAN
sebesar 110 pasien dan jumiah data sampel yang telah memenuhi kriteria
Pertamina Jaya pada periode Januari 2011 - Juni 2012 adalah 75 pasien.
terbesar yaitu >60 tahun sebesar 76% (54 orang) dan persentase
terkecil usia <50 tahun sebesar 2,7% (3 orang). Data dalam bentuk
Tabel IV. 1
Distribusi berdasarkan kelompok usia.
Kelompok usia pasien Jumiah
(tahun) n %
<50 3 2.7
50-60 18 21,3
>60 54 76
Total 75 100
52
IV.A.2. Distribusi berdasarkan jenis kciamiu.
Tabel IV.2
Distribusi berdasarkan jenis kelamin.
Kelompok denis Kelamin Jumlah
n %
Laki - laki 34 45,3
Perempuan 41 54,7
Total 75 100
ada riwayat keluarga sebesar 74,7% (56 orang). Data dalam bentuk
53
IV.B.2. Distribusi berdasarkan riwayat penyakit.
4% (3 orang). Data dalam bentuk tabel dapat dilihat pada tabel IV.4
Tabel IV.4
Distribusi berdasarkan riwayat penyakit
54
IV.C. Pemeriksaan fisik mata.
glaukoma diperoleh hasil terbesar yaitu visus 6/60 hingga < 6/12
meskipun visus > 6/12 bukan merupakan visus kebutaan dapat juga
55
IV.C. 2. Distribusi berdasarkan tekanan intra okuler
Tabel IV.6
Distribusi berdasarkan tekanan intra okuler
obat antiglaukoma.
56
Tabel IV.7
Distribusi pemeriksaan tekanan intra okuler setelah terapi dengan
obat antiglaukoma.
Jumlah
Tekanan intra okuler (TIO)
n %
Tekanan intra okuler tetap 46 61,3
Tekanan intra okuler meningkat 3 4
Tekanan intra okuler menurun 26 34,7
Total 75 100
dalam bentuk tabel dapat dilihat pada tabel IV.8 Tabel IV.8
Distribusi pemeriksaan tajam penglihatan
(visus mata) setelah terapi dengan obat antiglaukoma
Jumlah
Ketajaman penglihatan (visus mata) n %
Peningkatan ketajaman penglihatan 15 20
Penurunan ketajaman penglihatan 8 10,7
Ketajaman penglihatan Tetap 52 69,3
Total 75 100
57
IV.D. Gambaran penggunaan obat antiglaukoma.
terbesar yaitu obat tetes mata timolol maleat 0,5% sebesar 50,7%
orang).
Tabel IV.9
Distribusi penggunaan antigiaukoma tunggal (topikal)
Pola terapi antiglaukoma tunggal Jumlah
(topikal) n %
Timolol maleat 0.5% 38 50,7
Betaksolol 0.5% 25 33.3
Brinzolamida 1% 6 8
Latanoprost 0.005% 3 4
Travoprost 0.004% 3 4
Total 75 100
(topikal+kombinasi)
58
maleat 0,5 % sebesar 1,3% (1 orang). Data dalam bentuk tabel dapat
Tabel IV.10
Gambaran penggunaan antiglaukoma kombinasi
(sistemik+topikal)
Pola terapi antiglaukoma Jumlah
kombinasi(sistemik+topikal) n %
Asetazolamida 250 mg + Timolol Maleat ,5% 10.7
8
Asetazolamida 250 mg + Betaksolol 0,5% 7 9,3
Total 75 100
dan persentase terkecil yaitu obat tetes mata natrium klorida 8,64 mg dan
kalium klorida 1,32 mg sebagai air mata buatan sebesar 13,3%. Data
penelitian dalam bentuk tabel dapat dilihat pada tabel IV. 10.
Tabel IV.ll
Gainbaran penggunaan obat penunjang antiglaukoma
59
Jumlah
Pola terapi obat penunjang
n %
Kortikosteroid - antibiotik
Deksametason 0,1%, Neomisina 3,5 mg, 15 20
dan Polimiksina 6000UI
Air mata buatan
Natnum Klorida 8,64 mg dan Kalium 10 13,3
Klorida 1,32 mg
Analgesik
Asam Mefenamat 500mg 21 28
Antihistamin
Loratadin lOmg 11 14,7
Total 75 100
60
BABY
PEMBAHASAN
mata glaukoma di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Pertamina Jaya periode Januari
2011- Juni 2012 dengan hasil yang terbanyak adalah kelompok usia >60 tahun
sebesar 76%. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan usia diatas
60 tahun lebih beresiko untuk menderita penyakit glaukoma 1 Penderita sering baru
Walaupun demikian glaukoma bisa saja mengenai semua usia, sehingga setiap orang
perlu melakukan pemeriksaan mata secara teratur terutama bila usia diatas 60 tahun
diperlukan pemeriksaan lebih sering pada penderita yang memiliki risiko tinggi
glaukoma. Pemeriksaan mata pada sebaiknya dilakukan setiap 3-5 tahun bila usia
lebih dari 40 tahun setiap 1-2 tahun bila usia lebih dari 50 tahun dan mempunyai
mendapat cedera mata atau sering memakai obat steroid maka kontrol mata harus
1
lebih sering. Pengelompokkan berdasarkan jenis kelamin jumlah pasien dengan
penyakit glaukoma yang terbesar adalah pasien perempuan yaitu 54.7% dan yang
61
Riwayat keluarga sebagai salah satu f'aktor adanya penyakit mata glaukoma.
Berdasarkan hasil penelitian pada pasien galukoma di Rumah Sakit Pertamina Jaya.
diperoleh hasil sebesar 25,3% pasien yang memiliki riwayat keluarga. Adanya
riwayat keluarga yang menderita glaukoma berisiko untuk 4 kali lebih besar
mempunyai penyakit glaukoma. Risiko terbesar adalah hubungan dengan orang tua
gejala sampai teijadi kerusakan berat dari saraf optik dan tajam penglihatan mulai
berkurang atau hilang permanen. Pemeriksaan mata teratur sangatlah penting untuk
deteksi dan penanganan dini pada pasien dengan riwayat keluarga glaukoma.'1’ Hasil
sebesar 16%. diikuti penyakit diabetes melitus dan hipertensi sebanyak 13,3%,
persentase terkecil adalah penyakit asma sebesar 4%. Banyaknya penderita glaukoma
dengan riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus, hal ini dikarenakan
rusaknya saraf mata. Kerusakan saraf mata pada glaukoma sangat dipengaruhi oleh
kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan kontrol diabetes serta hipertensinya. Jika
merupakan salah satu penyebab utama kelainan mata dan kebutaan diseluruh
62
itu pasien diabetes dan hipertensi dengan usia lanjut diharapkan melaknkan
pemeriksaan fisik mata secara rutin minimal satu kali dalam setanun.1 '
Salah Vatu pemeriksaan fisik mata yang perlu dilakukan pada pasien
glaukoma di Rumah Sakit Pertamina Jaya. diperoleh hasil visus mata terbesar adalah
visus 6/60 hingga <6/12 (low vision) sebanyak 56%. umumnya didenta oleh pasien
dengan usia diatas 50 tahun. Visus mata dengan jumlah terkecil adalah visus 0 (buta
total) sebanyak 2,6%. Pasien dengan visus mata low vision sering tidak menyadari
telah menderita glaukoma, hal ini dikarenakan tajam penglihatannya memang lemah.
Penderita glaukoma di Rumah Sakit Pertamina Jaya dengan visus 0 (buta total) telah
diketahui sejak kunjungan pertama, hal ini dikarenakan pasien tidak memeriksakan
berkurang hingga hilang sama sekali (buta).(I’3> Glaukoma adalah penyakit yang
ditandai dengan kelainan lapang pandang dan kerusakan saraf optik, yang disebabkan
mengontrol tekanan bola mata sehingga tidak memberikan kerusakan pada saraf
pemeriksaan tekanan intra okuler dengan alat tonometri schiotz selama diterapi
dengan obat antiglaukoma diperoleh hasil terbesar tekanan intra okuler 10-21 mmHg
(normal) dengan presentase sebesar 60%, hal ini dikarenakan umumnya pasien
glaukoma yang berkunjung di Rumah Sakit Pertamina Java sudah mendapat terapi
63
pengobatan dan kontrol mata secara berkala sehingga tekanan bola mata tetap
normal. Hasil terkecil adalah tekanan intra okuler >21 mmHg (tinggi) sebanyak 40%,
pemeriksaan tekanan intra okuler setelah terapi dengan obat antiglaukoma selama
satu hingga enam bulan diperoleh hasil terbesar tekanan intra okuler tetap normal
tekanan intra okuler sebanyak 4%. Keadaan ini membuktikan banvaknya pasien
dapat mempertahankan tekanan intra okuler dalam kondisi normal. Dan hasil
evaluasi pemeriksaan visus mata atau tajam penglihatan setelah terapi dengan obat
antiglaukoma secara teratur, diperoleh hasil terbesar yaitu 69,3% mata pasien dengan
tajam penglihatan tetap, hal ini membuktikan bahwa pola terapi penggunaan obat
dan pemeriksaan mata rutin dapat mempertahankan fungsi penglihatan dan glaukoma
yang dialami pasien tidak mengakibatkan kebutaan yang progresif. Hasil terkecil
sebesar 10,7% mata pasien mengalami penurunan ketajaman penglihatan hal ini
menggunakan obatnya yang harus digunakan seumur hidup, kehabisan obat, dan
adanya efek samping sistemik obat yang mengurangi kenyamanan pasien misalnya
64
(topikal) yang paling banyak di gunakan oleh pasien pada pengobatan glaukoma
adalah obat tetes mata timolol maleat digunakan dengan persentase sebesar 50.7%
hal iiu dikarenakan timolol maleat merupakan terapi pertama pada pengobatan
glaukoma dan merupakan salah satu golongan betabloker non selektif yang paling
umum digunakan sampai saat ini. Timolol maleat juga merupakan obat yang
barn. Mekanisme keijanya merupakan betabloker non selektif yang memiliki efek
Timolol maleat dikontraindikasikan pada pasien penyakit asma atau riwayat penyakit
paru obstruktif kronik karena meningkatkan risiko bronkospasme. gagal jantung dan
pasien yang hipersensitif terhadap timolol maleat.(8,15) Penggunaan pola terapi obat
tetes mata terbesar kedua adalah betaksolol dengan persentase sebesar 33,3%,
adalah tidak adanya inhibisi beta-2 adrenergik sehingga meminimalkan risiko efek
samping pada respirasi sehingga dapat digunakan pada pasien glaukoma yang
menderita asma. Efek samping sistemik lainnva juga jarang ditemukan. meskipun
betaksolol kurang efektif dalam menurunkan tekanan intra okuler dan mengurangi
diserap secara sistemik sehingga efek samping sistemik dapat teijadi. Diindikasikan
untuk menurunkan tekanan intra okuler pada glaukoma sudut terbuka dan hipertensi
65
okular. Dapat diberikan sebagai monoterapi atan sebagai terapi tambahan pada
penggunaan obat lain. Penggunaan brinzolamid tiga kali sehari sebagai tambahan
pada penggunaan timolol maleat dua kali sehari untuk memberikan efek penurunan
tekanan intra okuler yang lebih baik pada glaukoma sudut terbuka dan hipertensi
okular.*1:1 1
Penggunaan obat tetes mata travoprost sebesar 4% yang merupakan
cairan mata melalui uveosklera sehingga dapat menurunkan tekanan intra okuler
pada pasien glaukoma sudut terbuka primer dan hipertensi okular. Travoprost
diberikan jika pasien sudah tidak respon dengan penggunaan timolol maleat.
Meskipun obat ini tergolong mahal namun penggunaannya sangat diperlukan bila
paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik tanpa efek samping sistemik.
Mekanisme kerja latanoprost dengan meningkatkan aliran keluar cairan mata melalui
timolol maleat. Latanoprost telah terbukti lebih efektif di banding dengan obat lain
hal ini dikarenakan lama kerjanya antara 20-24 jam, sehingga hanya digunakan satu
tetes sehari pada malam hari. Namun karena harganya lebih mahal sehingga masih
Gambaran pola terapi penggunaan obat antiglaukoma kombinasi yang paling banyak
maleat sebesar 10.7%. hal ini dikarenakan jika pada penggunaan timolol saja kurang
66
efektif menurunkan produksi cairan mata sehingga dikombinasikar dengan
memberikan efek menurunkan tekanan bola mata lebih besar.(l517 Tertinggi kedua
poia terapi kombinasi ini digunakan agar dapat menmgkatkan efek penurunan
tekanan bola mata pada pasien glaukoma yang menderita asma, penyakit paru
travoprost sebesar 4%, pola kombinasi ini digunakan jika pada penggunaan
travoprost saja kurang efektif untuk menurunkan tekanan bola mata. Biasanya
digunakan bila tekanan bola mata sudah sangat tinggi dan dapat menyebabkan
kerusakan pada saraf optik jika tekanan bola mata tidak segera diturunkan.'13 X)
sebesar 1.3% terapi ini diberikan untuk menurun produksi cairan mata dengan segera.
Hal ini dikarenakan tekanan bola mata sangat tinggi misalnya pada penderita
adalah asam mefenamat sebesar 28%. Pemakaian asam mefenamat sebagai analgetik
atau meredakan nyeri pada mata glaukoma dan nyeri sesudah operasi bedah mata.
Untuk mengurangi keluhan rasa gatal pada mata pasien glaukoma digunakan
67
keluhan dan efek samping penggunaan obat asetazolannd diperlukan obat penunjang
yang mengandung kalium L apartat dan magnesium L aspartat sebesar 24% yang
hipomagnesia, aspartat sebagai somber asam amino yang sangat penting bagi
metabolisme tubun.(16,I7) Obat penunjang topikal yang paling sering digunakan yaitu
digunakan sebagai kostikosteroid dan anti infeksi sebesar 20%. Banyaknya pasien
pasien seperti mata merah, pedih dan gatal pada mata.(16,l7) Pada penderita glaukoma
air mata buatan sebesar 13,3% berguna sebagai pelumas mata kering dan iritasi,
banyaknya keluhan mata kering dan pedih pada pasien glaukoma hal ini dikarenakan
efek dan pengawet benzalkonium klorida yang terdapat pada obat tetes mata
antiglaukoma yang digunakan. Obat tetes air mata buatan mengandung natrium
klorida dan kalium klorida, dengan cara pakai sebanyak enam kali sehari.<16'17)
68
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.A. Kesimpulan
periode Januari 2011-Juni 2012 paling banyak yaitu pada rentang usia > 60
tahun (76%), dengan jenis kelamin perempuan 54,7%, ada riwayat keluarga
penelitian yang menunjukan tekanan intra okuler tetap dalam batas normal
sebesar 69,3%.
kering dan gatal ini terbukti pada hasil penelitian banyaknya penggunaan
69
VI.B. Saran
70
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S., .2007. Glaukoma ( Tekanan Bola Mata Tinggi ). Edisi ketiga, CV.
7. Ilyas S., 2001. Penuntun llmu Penyakit Mata. Edisi kedua, Fakultas
71
9. Tanuja Dada, Shalini Mohan, Ramanjit Sihota., 2005. Pathogenesis of
10. Ilyas S., 2004. Ilmu Perawatan Mata, Edisi kesatu, CV. Sagung Seto. Jakarta.
Hal. 135-144.
11. Trope GE, 2004. Glaucoma : a patient’s Guide To The Disease. 4th edition,
12. Ilyas S., 2001. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit
13. Quigley HA, 2005. New Paradigms in The Mechanisms and Management of
15. Anonim, 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008. Penerbit Badan
72
18. Parrish RK et al, 2003. A Comparison of Latanoprost, Bimatoprost, and
135:688.
111:104.
73