CASE REPORT
PENYUSUN:
PEMBIMBING:
FAKULTAS KEDOKTERAN
JULI 2019
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Penyusun
Menyetujui,
Pembimbing
Mengetahui,
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Madi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Alamat : Jati Cepoko Ngrayun 01/01
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk RS : 23 Juni 2019
Tanggal pemeriksaan : 24 Juni 2019
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Nyeri pada tangan kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien diantar warga ke IGD RSUD Harjono Ponorogo pada
tanggal 23 Juni pada pukul 12.08 WIB dengan keluhan nyeri tangan
kiri. Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh saat memanjat pohon dengan
ketinggian ± 3 meter pada jam 11.00 WIB, nyeri semakin terasa berat
saat tangan pasien digerakkan dan berkurang saat istirahat. Pasien
mengaku jatuh dalam posisi miring kekiri dengan tangan yang tertindih
oleh badan. Keluhan kesemutan (-), keluhan nyeri seluruh tubuh (-),
nyeri sebelum terjatuh (-). Saat setelah terjatuh pasien dalam kondisi
sadar, sesak (-), demam (-), pusing (-), mual (-), muntah(-), nyeri dada
(-), nyeri perut (-).
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol/obat-obatan : disangkal
F. Anamnesis Sistem
Sistem Serebro spinal : Pusing (-), demam (-)
Sistem Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-)
Sistem Digestivus : Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)
BAB lancar
Sistem Urogenital : BAK lancar, warna kuning jernih,
nyeri berkemih (-)
Sistem Muskuloskeletal : ada hambatan gerak di regio humeri
Sistem Integumentum : Akral hangat
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Vital Sign
TekananDarah : 120/80 mmHg
Nadi : 70x/menit, reguler
RR : 20x/menit, reguler
Suhu : 37 oC per axilla
SpO2 : 98 %
B. PT : 9.3 detik
APTT : 26.4 detik
C. Pemeriksaan foto polos regio humeris sinistra tanggal 23 Juni 2019
A. Anatomi Humerus
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal
dengan skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan
dua tulang, ulna dan radius. 3 Ujung proksimal humerus memiliki bentuk
kepala bulat (caput humeri) yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari
scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada bagian distal dari
caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai sebuah
lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada
bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus
merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio
bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah
lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum
merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua
tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah menjadi corpus
humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena fraktur
sering terjadi pada bagian ini. Corpus humeri merupakan bagian humerus
yang berbentuk seperti silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah
secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan
melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di
pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar
yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai
titik perlekatan tendon musculus deltoideus. Beberapa bagian yang khas
merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari humerus.
Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada
sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi
dengan caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang
berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna.
Fossa coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima
processus coronoideus ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani
merupakan suatu depresi posterior yang besar yang menerima olecranon
ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan epicondylus
lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari
ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan
menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang
merasa sangat nyeri ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi
menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di atas area posterior dari
epicondylus medialis
Gambar 1. Os Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah.
a.Kaput Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala,
yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan
bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang
lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas
dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas
Mayor dan disebelah depan terdapat sebuahmbenjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus
intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah
tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
b. Korpus Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah
semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan
disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid).
Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf
radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau
radialis.
c.Ujung Bawah Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan
bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang
terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat
persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang
bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah
humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial
B. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang,
kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara
sekunder akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan
fraktur-fraktur yang patologis. Fraktur bisa saja terjadi tidak lebih dari retak,
teremas atau pecahnya korteks, lebih sering patahan komplit. Hasilnya adalah
fragmen tulang dapat menjadi displaced atau undisplaced. Jika kulit diatasnya
masih intak maka disebut fraktur tertutup, jika kulit atau tulang menerobos
salah satu cavitas tubuh, maka disebut fraktur terbuka, berpotensi untuk
terkontaminasi dan infeksi.
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan
bengkak pada bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi) nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat
nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular. Apabila
gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat ditegakkan
walaupun jenis konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan
fragmen fraktur. Foto roentgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak
patah tulang harus diletakkan dipertengahan foto dan sinar harus menembus
tempat ini secara tegak lurus. Bila sinar menembus secara miring, gambar
menjadi samar, kurang jelas, dan berbeda dari kenyataan. Persendian
proksimal dan distal harus tercakup dalam foto.
C. Mekanisme Cedera
Fraktur dari kedua tulang lengan bawah terjadi cukup umum. Gaya
memutar (biasanya jatuh di tangan) menghasilkan fraktur spiral dengan tulang
patah pada tingkat yang berbeda. Gaya angulasi menyebabkan fraktur
melintang dari kedua tulang pada tingkat yang sama. Pukulan langsung
menyebabkan fraktur transversal hanya satu tulang, biasanya ulna.
Deformitas rotasi tambahan dapat dihasilkan oleh tarikan otot yang melekat
pada jari-jari: adalah otot bisep dan supinator ke sepertiga atas, pronator teres
ke tengah ketiga, dan pronator quadratus ke sepertiga bawah.
Perdarahan dan pembengkakan kompartemen otot lengan bawah dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi dan sindrom kompartemen. Cedera pada
tulang lengan bawah harus dipertimbangkan fraktur intra-artikular, karena
lengan bawah adalah sendi segiempat - dengan sendi radioulnar distal
proksimal di salah satu ujung dan sendi radioulnar distal di ujung lain.
Gangguan pada satu bagian - sendi radioulnar atau poros tulang panjang -
biasanya akan mengganggu bagian lain dari cincin segiempat. Malalignment
kemungkinan akan mempengaruhi rotasi lengan terutama pada tulang yang
matang.
D. Klasifikasi
Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan
tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Pada
fraktur terbuka digunakan klasifikasi Gustilo dan Anderson yang ditentukan
dari berat ringannya luka dan fraktur.
Derajat Luka Cedera Jaringan Lunak Cedera Tulang
I <1 cm Minimal Fraktur simple
II >1 cm Sedang, beberapa cedera Fragmen fraktur jelas
otot
IIIA Biasanya >1 cm Kontusio Pola cedera energi
berat+kompartemen tinggi : kominutif,
sindrom segmental
IIIB Biasanya >10 cm Kehilangan jaringan lunak Rekontrunsi jaringan
luas lunak
IIIC Biasanya >10 cm Sama dengan IIB dengan Rekontrunsi jaringan
kerusakan vaskuler. lunak
Tabel 1. Klasifikasi fraktur terbuka
Gambaran klinis
Terdapat gejala fraktur dan dislokasi pada daerah distal lengan bawah.
Adanya tonjolan tulang atau nyeri pada ujung ulnar adalah manifestasi
yang paling sering ditemukan. Nyeri dan edema pada jaringan lunak bisa
didapatkan pada daerah fraktur radius ulna 1/3 distal dan pada
pergelangan tangan. Cedera ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
radiologi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto polos adekuat dengan proyeksi anteroposterior dan lateral
regio humerus harus didapatkan. Pola fraktur harus diperhatikan,
karena akan berbeda tatalaksananya. Pemeriksaan foto polos dilakukan
dengan prinsip rule of two, yakni dua posisi proyeksi, dua sendi, dua
anggota gerak, dua cedera, dan dua kali foto.
F. Tatalaksana
Terapi fraktur secara umum memerlukan prinsip “empat R”, yaitu :
rekognisi, reduksi atau reposisi, retaining atau imobilisasi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi atau pengenalan adalah melakukan diagnosis yang benar
sehingga dapat membantu penangan fraktur karena perencanaan terapi
dapat dilakukan lebih maksimal.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-
fragmen tulang semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan
semula atau keadaan letak normal.
3. Retaining atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan fragmen
dalam posisi reduksi selama proses penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah latihan untuk mengembalikan fungsi dari tulang
yang fraktur dengan tujuannya mencegah edema, kekakuan sendi,
mengembalikan fungsi otot dan pasien dapat kembali menjalani
aktivitas normal.
Pada anak-anak, close treatment sering berhasil karena periosteum
yang sulit cenderung menjaga dan mengontrol reduksi. Fragmen-fragmen
tersebut dipertahankan dalam cetakan full-length, dari distal ke aksila ke
poros metacarpal (untuk mengontrol rotasi). Cast diapikasikan dengan siku
pada posisi 90 derajat dan dibentuk dengan fiksasi tiga titik dengan bentuk
oval di atas lengan bawah dan dicetak dalam arah AP di atas lengan atas.
Jika fraktur bersifat proksimal terhadap pronator teres, lengan bawah
disupinasikan; jika distal ke pronator teres, lengan bawah dibiarkan netral.
Posisi diperiksa dengan X-ray setelah seminggu dan, jika memuaskan,
spintage dipertahankan sampai kedua fraktur bersatu (biasanya 6-8
minggu).
Selama periode ini, latihan tangan dan bahu dianjurkan. Anak harus
menghindari olahraga kontak selama beberapa minggu untuk mencegah
fraktur berulang.
Kadang-kadang diperlukan operasi, baik jika fraktur tidak dapat
diperbaiki atau jika fragmen tidak stabil. Fraktur yang semula tergeser
100% atau lebih harus dipegang dengan percutaneus atau intramedullari
rods bahkan jika fraktur dapat direduksi tertutup karena ada risiko tinggi
redisplacement.
Fiksasi dengan yang fleksibel intramedullary nails lebih disukai,
tetapi harus dimasukkan dengan sangat hati-hati untuk menghindari
cedera pada pelat pertumbuhan (growth plates). Sebagai alternatif, sebuah
plate atau fiksasi K-wire dapat digunakan.
G. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a. Cedera Nervus
Cedera saraf jarang disebabkan oleh fraktur, tetapi mungkin disebabkan
oleh tindakan bedah. Paparan radius dalam risiko ketiga proksimalnya
merusak saraf interoseus posterior di mana ia ditutupi oleh bagian
superfisial otot supinator. Fragmen radius proksimal mungkin telah
berputar sehingga saraf mungkin tidak di tempat yang diharapkan.
b. Cedera vaskuler
Cedera pada arteri radial atau ulnaris jarang menimbulkan masalah,
karena sirkulasi kolateral sangat baik
c. Kompartemen sindrom
Kombinasi dari edema jaringan dan perdarahan menyebabkan
pembengkakan di kompartemen otot dan ini dapat memicu iskemia.
d. Infeksi
Fraktur terbuka selalu berisiko infeksi, bahkan perforasi kecil harus
diperhatikan dan debridemen dilakukan sebelum lukanya ditutup.
2. Komplikasi lambat
a. Malunion
Dengan reduksi tertutup selalu ada risiko malunion, mengakibatkan
angulasi atau deformitas rotasi lengan bawah, persilangan fragmen, atau
pemendekan salah satu tulang dan gangguan sendi radioulnar distal.
Jika pronasi atau supinasi sangat terbatas, dan tidak ada persilangan,
mobilitas dapat ditingkatkan dengan osteotomi korektif. Namun, sangat
sulit untuk menghitung deformitas dan koreksi selanjutnya.
b. Delayed Union
Fraktur energi tinggi dapat terjadi delayed union. Jika tidak ada
kontak yang cukup pada situs fraktur, baik karena bone loss atau
kominusi, bone grafting dapat dipertimbangkan. Jika ada kegagalan
penyatuan kemajuan pada X-ray selama 6 bulan, intervensi sekunder
dapat dipertimbangkan.
c. Non-union
Non-union dapat terjadi pada bone loss atau infeksi yang
dalam,tetapi penyebab yang sering adalah pengobatan yang salah..
DAFTAR PUSTAKA