Anda di halaman 1dari 20

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

SEORANG LAKI-LAKI USIA 58 TAHUN CLOSE FRAKTUR 1/3 DISTAL


HUMERUS SINSTRA

PENYUSUN:

Ni Wayan Heldha N.S, S. Ked. J510195082

PEMBIMBING:

dr. Farhat, Sp. OT

PRODI PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

JULI 2019
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS

CASE REPORT

Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Seorang Laki-laki 58 Tahun dengan Close Fraktur 1/3 Humerus


Sinistra

Penyusun : Ni Wayan Heldha N.S, S. Ked, J510195082

Pembimbing : dr. Farhat, Sp.OT

Surakarta, 19 Juli 2019

Penyusun

Ni Wayan Heldha N.S, S.Ked

Menyetujui,

Pembimbing

dr. Farhat, Sp.OT

Mengetahui,

Kepala Program Studi Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD


BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. Madi
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 58 tahun
 Alamat : Jati Cepoko Ngrayun 01/01
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Pekerjaan : Petani
 Tanggal masuk RS : 23 Juni 2019
 Tanggal pemeriksaan : 24 Juni 2019

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Nyeri pada tangan kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien diantar warga ke IGD RSUD Harjono Ponorogo pada
tanggal 23 Juni pada pukul 12.08 WIB dengan keluhan nyeri tangan
kiri. Nyeri dirasakan setelah pasien jatuh saat memanjat pohon dengan
ketinggian ± 3 meter pada jam 11.00 WIB, nyeri semakin terasa berat
saat tangan pasien digerakkan dan berkurang saat istirahat. Pasien
mengaku jatuh dalam posisi miring kekiri dengan tangan yang tertindih
oleh badan. Keluhan kesemutan (-), keluhan nyeri seluruh tubuh (-),
nyeri sebelum terjatuh (-). Saat setelah terjatuh pasien dalam kondisi
sadar, sesak (-), demam (-), pusing (-), mual (-), muntah(-), nyeri dada
(-), nyeri perut (-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat mondok : disangkal
 Riwayat trauma : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat stroke : disangkal
 Riwayat jantung : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan
 Riwayat merokok : disangkal
 Riwayat minum alkohol/obat-obatan : disangkal

F. Anamnesis Sistem
 Sistem Serebro spinal : Pusing (-), demam (-)
 Sistem Respirasi : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
 Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-)
 Sistem Digestivus : Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-)
BAB lancar
 Sistem Urogenital : BAK lancar, warna kuning jernih,
nyeri berkemih (-)
 Sistem Muskuloskeletal : ada hambatan gerak di regio humeri
 Sistem Integumentum : Akral hangat
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
 Keadaan Umum : Lemah
 Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
 Vital Sign
TekananDarah : 120/80 mmHg
Nadi : 70x/menit, reguler
RR : 20x/menit, reguler
Suhu : 37 oC per axilla
SpO2 : 98 %

B. Pemeriksaan Fisik Generalis


1. Kepala/leher : Normocephal, jejas (-), peningkatan JVP (-)
2. Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Pupil  reflek cahaya (+/+), isokor (3 mm / 3mm)
3. Hidung : epistaksis (-), rhinorea (-), sekret (-)
4. Telinga : otorea (-), sekret (-)
5. Mulut : bibir tidak sianosis
6. Thoraks
a. Paru
 Inspeksi : simetris (+), ketinggalan gerak (-/-), jejas
(-)
 Palpasi : fremitus normal sama antara kanan dan kiri
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru (+/+), batas
paru-jantung (tidak ada pembesaran), batas paru-hepar
(tidak ada pembesaran)
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
b. Jantung
 Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat (+)
 Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
 Perkusi : Batas jantung tidak membesar (+)
 Auskultasi : S I-II reguler (+), murmur (-), gallop (-)
7. Abdomen
 Inspeksi : Distensi (-), massa (-), jejas (-), sikatrik (-)
 Auskultasi : Peristaltik (+), Normal (+)
 Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), defans muscular (-)
 Perkusi : Timpani (+), undulasi (-), pekak beralih (-)
8. Ekstremitas
 Atas : jejas (-/-), edema (-/+), akral dingin (-/-), CRT < 2
detik (+/+), deformitas (-/+)
 Bawah : jejas (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-),
CRT < 2 detik (+/+), deformitas (-/-)
C. Status Lokalis : Regio humerus sinistra
1. Look
 Deformitas :
1. Angulasi : (+) radius
2. Rotasi : (+) ke medial
3. Translasi :-
4. Edema : (+)
 Vulnus :-
2. Feel
 Nyeri tekan : (-/+) region distal humerus
 Akral hangat : (+/+)
 CRT : (<2/<2)
 Pulsasi :
o arteri radialis (+) reguler, sama kuat antara kanan dan kiri.
o arteri ulnaris (+) reguler, sama kuat antara kanan dan kiri.
o arteri Brachialis (+) reguler, sama kuat antara kanan dan kiri
 Saraf
o Sensorik :
 N. Radialis (+), N. Ulnaris (+), N. Medianus (+) sama
kanan dan kiri.
3. Movement
 False movement : (+)
 Krepitasi : (+)
 Nyeri gerak : (+) ekstensi & fleksi humerus sinistra
 ROM : terbatas karena nyeri

IV. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA


Close fraktur humerus sinistra
V. PLANNING DIAGNOSIS
Foto Rhontgen Humerus Sinistra AP/Lateral, Darah Lengkap, PPT-APTT

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan darah lengkap
Parameter Hasil Nilai normal
WBC 12.1 103/µL 4.1-10.9 103 /µL
NE 82.1 % 42.0-85.0 %
LY 9.5 % 11.0-49.0%
MO 4.9 % 0.0 -9.0
EO 3.0 % 0.0-6.0 %
BA 0.2 % 0.0-2.0 %
RBC 4.85 106 /µL 4.40-5.90 106 /µL
HGB 14.1 gr/dL 13.2-17.3 gr/dL
HCT 42.0 % 36.0-56.0 %
MCV 86.6 fL 80.0-100 fL
MCH 29.1 pg 28.0-36.0 Pg
MCHC 33.6 g/dL 31.0-37.0 gr/dL
RDW-CV 13.9 % 10.0-16.5 %
PLT 279 103 150-450 103
MPV 5.4 fL 5.0-10.0 fL
PDW 18.5 12.0-18.0
PCT 0,15 % 0.10-1.00

B. PT : 9.3 detik
APTT : 26.4 detik
C. Pemeriksaan foto polos regio humeris sinistra tanggal 23 Juni 2019

VII. PORM (PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD)


Daftar masalah Diagnostic Assesment Terapi Monitor
ing
Nyeri lengan kiri, Foto polos Close - Imobilisasi Obs TTV
setelah jatuh dari fraktur - Infus RL 20 Obs KU
memanjat pohon, humerus tpm
terdapat - Injeksi
sinistra
deformitas, Ketorolac 3x1
krepitasi, nyeri amp
gerak, false
movement,
edema, ROM
terbatas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Humerus
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal
dengan skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan
dua tulang, ulna dan radius. 3 Ujung proksimal humerus memiliki bentuk
kepala bulat (caput humeri) yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari
scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada bagian distal dari
caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai sebuah
lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada
bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus
merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio
bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah
lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum
merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua
tuberculum, dimana caput humeri perlahan berubah menjadi corpus
humeri. Bagian tersebut dinamakan collum chirurgicum karena fraktur
sering terjadi pada bagian ini. Corpus humeri merupakan bagian humerus
yang berbentuk seperti silinder pada ujung proksimalnya, tetapi berubah
secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga akhirnya menipis dan
melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di
pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar
yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai
titik perlekatan tendon musculus deltoideus. Beberapa bagian yang khas
merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari humerus.
Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada
sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi
dengan caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang
berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna.
Fossa coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima
processus coronoideus ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani
merupakan suatu depresi posterior yang besar yang menerima olecranon
ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan epicondylus
lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari
ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan
menempel. Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang
merasa sangat nyeri ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi
menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di atas area posterior dari
epicondylus medialis

Gambar 1. Os Humerus

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah.
a.Kaput Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala,
yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan
bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang
lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas
dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas
Mayor dan disebelah depan terdapat sebuahmbenjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus
intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah
tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
b. Korpus Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah
semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan
disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid).
Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf
radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau
radialis.
c.Ujung Bawah Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan
bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang
terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat
persendian dengan ulna dan disebelah luar terdapat kapitulum yang
bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah
humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial

B. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang,
kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara
sekunder akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan
fraktur-fraktur yang patologis. Fraktur bisa saja terjadi tidak lebih dari retak,
teremas atau pecahnya korteks, lebih sering patahan komplit. Hasilnya adalah
fragmen tulang dapat menjadi displaced atau undisplaced. Jika kulit diatasnya
masih intak maka disebut fraktur tertutup, jika kulit atau tulang menerobos
salah satu cavitas tubuh, maka disebut fraktur terbuka, berpotensi untuk
terkontaminasi dan infeksi.
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan
bengkak pada bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi) nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat
nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular. Apabila
gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat ditegakkan
walaupun jenis konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan
fragmen fraktur. Foto roentgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak
patah tulang harus diletakkan dipertengahan foto dan sinar harus menembus
tempat ini secara tegak lurus. Bila sinar menembus secara miring, gambar
menjadi samar, kurang jelas, dan berbeda dari kenyataan. Persendian
proksimal dan distal harus tercakup dalam foto.
C. Mekanisme Cedera
Fraktur dari kedua tulang lengan bawah terjadi cukup umum. Gaya
memutar (biasanya jatuh di tangan) menghasilkan fraktur spiral dengan tulang
patah pada tingkat yang berbeda. Gaya angulasi menyebabkan fraktur
melintang dari kedua tulang pada tingkat yang sama. Pukulan langsung
menyebabkan fraktur transversal hanya satu tulang, biasanya ulna.
Deformitas rotasi tambahan dapat dihasilkan oleh tarikan otot yang melekat
pada jari-jari: adalah otot bisep dan supinator ke sepertiga atas, pronator teres
ke tengah ketiga, dan pronator quadratus ke sepertiga bawah.
Perdarahan dan pembengkakan kompartemen otot lengan bawah dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi dan sindrom kompartemen. Cedera pada
tulang lengan bawah harus dipertimbangkan fraktur intra-artikular, karena
lengan bawah adalah sendi segiempat - dengan sendi radioulnar distal
proksimal di salah satu ujung dan sendi radioulnar distal di ujung lain.
Gangguan pada satu bagian - sendi radioulnar atau poros tulang panjang -
biasanya akan mengganggu bagian lain dari cincin segiempat. Malalignment
kemungkinan akan mempengaruhi rotasi lengan terutama pada tulang yang
matang.
D. Klasifikasi
Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan
tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Pada
fraktur terbuka digunakan klasifikasi Gustilo dan Anderson yang ditentukan
dari berat ringannya luka dan fraktur.
Derajat Luka Cedera Jaringan Lunak Cedera Tulang
I <1 cm Minimal Fraktur simple
II >1 cm Sedang, beberapa cedera Fragmen fraktur jelas
otot
IIIA Biasanya >1 cm Kontusio Pola cedera energi
berat+kompartemen tinggi : kominutif,
sindrom segmental
IIIB Biasanya >10 cm Kehilangan jaringan lunak Rekontrunsi jaringan
luas lunak
IIIC Biasanya >10 cm Sama dengan IIB dengan Rekontrunsi jaringan
kerusakan vaskuler. lunak
Tabel 1. Klasifikasi fraktur terbuka

Berdasarkan garis fraktur, fraktur dibagi menjadi fraktur komplit dan


inkomplit. Fraktur komplit terjadi ketika tulang patah menjadi dua atau lebih
fragmen. Terdapat fraktur transversal, fraktur oblik atau spiral, fraktur
impaksi, dan fraktur kominutif. Pada fraktur inkomplit, tulang tidak patah
secara komplit dan periosteum tetap menyatu. Pada fraktur greenstick, tulang
tertekuk atau bengkok, biasanya pada anak-anak.
E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui penyebab fraktur dan
memperkirakan kerusakan jaringan lunak akibat fraktur tersebut.
Adanya penyakit penyerta yang dapat menyebabkan fraktur patologis
perlu disingkirkan. Informasi tentang posisi jatuh baik tubuh maupun
bagian yang terhantam lebih dulu dan posisi ekstremitas setelah
trauma, serta arah hantaman perlu diketahui. Selalu menanyakan
tentang nyeri dan bengkak di lain tempat, kesemutan atau kehilangan
gerak, kulit pucat atau sianosis.
2. Pemeriksaan fisik
a. Look
Deformitas (angulasi, rotasi, dan translasi) dan edema
mungkin sangat jelas, tapi poin pentingnya adalah masih intaknya
kulit, jika kulit terbuka dan luka berhubungan dengan fraktur,
maka cedera ‘terbuka’. Jika terdapat luka terbuka maka perlu
dideskripsikan tentang ukuran dan derajat kontaminasinya dan
akan lebih baik jika melakukan pengambilan gambar dengan
kamera untuk aspek klinis dan legalitas.
Perlu diperhatikan bentuk distal dari ekstremitas dan warna
kulitnya. Pemeriksaan pada warna, kualitas, dan tanda-tanda pada
kulit perlu dilakukan dengan teliti. Cari memar, luka dan ulserasi,
bekas luka menjadi data informasi di masa lalu. Warna
menunjukkan status vaskuler atau pigmentasi seperti pucat pada
iskemia, kebiruan pada sianosis, kemerahan pada inflamasi, atau
ungu gelap pada memar lama. Lipatan abnormal, kecuali karena
fibrosis, menunjukkan kelainan yang kurang jelas, kulit kencang,
berkilau tanpa lipatan secara tipikal adalah edema.
b. Feel
Pada pemeriksaan fisik feel, dilakukan asses terhadap
derajat nyeri dan status neurovaskular. Perlu diberikan perhatian
khusus untuk mengenali tanda – tanda sindrom kompartemen. Pada
fraktur tibia dapat terjadi kerusakan nervus common peroneal dan
cabang-cabangnya seperti nervus tibial posterior, nervus sural dan
nervus saphenous. Pulsasi arteri dan capillary refill perlu dinilai.
Pada bagian yang sakit dipalpasi secara lembut dapat ditemukan
nyeri lokal, krepitasi, dan temperature setempat yang meningkat.
Lakukan pemeriksaan vaskuler distal dari lokasi ekstremitas yang
sakit. Tanda dari cedera vaskuler dapat berupa hematoma yang
luas, pulsasi yang hilang atau lemah, penurunan neurologi
progresif pada fraktur tertutup.
c. Move
Lakukan pemeriksaan pergerakan dengan mengajak pasien
untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan
distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada pasien dengan
fraktur, setiap gerakan dapat menyebabkan nyeri hebat sehingga
uji pergerakan dilakukan secara lembut, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf.

Gambaran klinis
Terdapat gejala fraktur dan dislokasi pada daerah distal lengan bawah.
Adanya tonjolan tulang atau nyeri pada ujung ulnar adalah manifestasi
yang paling sering ditemukan. Nyeri dan edema pada jaringan lunak bisa
didapatkan pada daerah fraktur radius ulna 1/3 distal dan pada
pergelangan tangan. Cedera ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
radiologi.

3. Pemeriksaan penunjang
Foto polos adekuat dengan proyeksi anteroposterior dan lateral
regio humerus harus didapatkan. Pola fraktur harus diperhatikan,
karena akan berbeda tatalaksananya. Pemeriksaan foto polos dilakukan
dengan prinsip rule of two, yakni dua posisi proyeksi, dua sendi, dua
anggota gerak, dua cedera, dan dua kali foto.

F. Tatalaksana
Terapi fraktur secara umum memerlukan prinsip “empat R”, yaitu :
rekognisi, reduksi atau reposisi, retaining atau imobilisasi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi atau pengenalan adalah melakukan diagnosis yang benar
sehingga dapat membantu penangan fraktur karena perencanaan terapi
dapat dilakukan lebih maksimal.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-
fragmen tulang semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan
semula atau keadaan letak normal.
3. Retaining atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan fragmen
dalam posisi reduksi selama proses penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah latihan untuk mengembalikan fungsi dari tulang
yang fraktur dengan tujuannya mencegah edema, kekakuan sendi,
mengembalikan fungsi otot dan pasien dapat kembali menjalani
aktivitas normal.
Pada anak-anak, close treatment sering berhasil karena periosteum
yang sulit cenderung menjaga dan mengontrol reduksi. Fragmen-fragmen
tersebut dipertahankan dalam cetakan full-length, dari distal ke aksila ke
poros metacarpal (untuk mengontrol rotasi). Cast diapikasikan dengan siku
pada posisi 90 derajat dan dibentuk dengan fiksasi tiga titik dengan bentuk
oval di atas lengan bawah dan dicetak dalam arah AP di atas lengan atas.
Jika fraktur bersifat proksimal terhadap pronator teres, lengan bawah
disupinasikan; jika distal ke pronator teres, lengan bawah dibiarkan netral.
Posisi diperiksa dengan X-ray setelah seminggu dan, jika memuaskan,
spintage dipertahankan sampai kedua fraktur bersatu (biasanya 6-8
minggu).
Selama periode ini, latihan tangan dan bahu dianjurkan. Anak harus
menghindari olahraga kontak selama beberapa minggu untuk mencegah
fraktur berulang.
Kadang-kadang diperlukan operasi, baik jika fraktur tidak dapat
diperbaiki atau jika fragmen tidak stabil. Fraktur yang semula tergeser
100% atau lebih harus dipegang dengan percutaneus atau intramedullari
rods bahkan jika fraktur dapat direduksi tertutup karena ada risiko tinggi
redisplacement.
Fiksasi dengan yang fleksibel intramedullary nails lebih disukai,
tetapi harus dimasukkan dengan sangat hati-hati untuk menghindari
cedera pada pelat pertumbuhan (growth plates). Sebagai alternatif, sebuah
plate atau fiksasi K-wire dapat digunakan.

G. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a. Cedera Nervus
Cedera saraf jarang disebabkan oleh fraktur, tetapi mungkin disebabkan
oleh tindakan bedah. Paparan radius dalam risiko ketiga proksimalnya
merusak saraf interoseus posterior di mana ia ditutupi oleh bagian
superfisial otot supinator. Fragmen radius proksimal mungkin telah
berputar sehingga saraf mungkin tidak di tempat yang diharapkan.
b. Cedera vaskuler
Cedera pada arteri radial atau ulnaris jarang menimbulkan masalah,
karena sirkulasi kolateral sangat baik
c. Kompartemen sindrom
Kombinasi dari edema jaringan dan perdarahan menyebabkan
pembengkakan di kompartemen otot dan ini dapat memicu iskemia.
d. Infeksi
Fraktur terbuka selalu berisiko infeksi, bahkan perforasi kecil harus
diperhatikan dan debridemen dilakukan sebelum lukanya ditutup.
2. Komplikasi lambat
a. Malunion
Dengan reduksi tertutup selalu ada risiko malunion, mengakibatkan
angulasi atau deformitas rotasi lengan bawah, persilangan fragmen, atau
pemendekan salah satu tulang dan gangguan sendi radioulnar distal.
Jika pronasi atau supinasi sangat terbatas, dan tidak ada persilangan,
mobilitas dapat ditingkatkan dengan osteotomi korektif. Namun, sangat
sulit untuk menghitung deformitas dan koreksi selanjutnya.
b. Delayed Union
Fraktur energi tinggi dapat terjadi delayed union. Jika tidak ada
kontak yang cukup pada situs fraktur, baik karena bone loss atau
kominusi, bone grafting dapat dipertimbangkan. Jika ada kegagalan
penyatuan kemajuan pada X-ray selama 6 bulan, intervensi sekunder
dapat dipertimbangkan.
c. Non-union
Non-union dapat terjadi pada bone loss atau infeksi yang
dalam,tetapi penyebab yang sering adalah pengobatan yang salah..
DAFTAR PUSTAKA

1. Blom, A., Warwick, D., & Whitehouse, M. (2017). Apley &


Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma (10th ed.).
Danvers: Taylor & Francis Group.
2. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Injuries of the forearm and
wrist. In: (Solomon L, Warwick D, Nayagam S. eds.) Apley’s
System of Orthopaedics and Fractures. Ninth Edition.UK: Hodder
Arnold.2010
3. Rasjad Chairuddin, Struktur dan Fungsi Tulang dalam: Rasjad
Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Cetakan keenam.
Penerbit PT. Yarsif Watampone. Jakarta. 2009.
4. Sjamsuhidajat. R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.2005

Anda mungkin juga menyukai