Anda di halaman 1dari 16

Syahrul Ramadan

2019110011802

PENDAHULUAN

Partai politik awalnya berasal dari negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan
bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses
politik. Maka dari itu, partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung
antara rakyat dengan pemerintah. Jadi, lahirnya partai politik dikarenakan adanya kebutuhan
pemerintah dalam mendapatkan dukungan dari masyarakat dalam membuat suatu kebijakan.
Apabila parlemen harus terjun langsung kemasyarakat dalam menjaring aspirasi, maka efektivitas
kerja parlemen kurang terjamin. Untuk itu dibutuhkanlah suatu organisasi politik yang nantinya
akan membantu pemerintah dalam memenuhi keinginan masyarakat.Partai politik sesungguhnya
merupakan sebuah kendaraan, yang fungsinya untuk menyatukan orang-orang yang memiliki visi
dan misi yang sama dalam penyelenggaraan negara.
Menurut UU Nomor 2 Tahun 2011 Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional
dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota,
masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Carl J. Fiedrich (2008:404) mendefinisikan Partai Politik “Sekelompok manusia yang
terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap
Pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini kemanfaatan yang
bersifat idiil maupun materi kepada anggotanya”. Sedangkan menurut Roger F.Saltou (2008)
dalam Sofyadi Rahmat Mengenal Partai Politik, Partai Politik adalah “kelompok warga Negara yang
sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dengan
memanfaatkan kekuasaanya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan
menjalankan kebijakan umum yang mereka buat”.
Sifat dasar partai politik adalah perolehan kekuasaan atas nama rakyat yang dilakukan
melalui Pemilu. Bila menang dalam Pemilu, partai politik akan memegang kekuasaan melalui jalur
pengambil keputusan (eksekutif) dan jalur pembuat kebijakan (legislatif). Setiap keputusan yang
dibuat oleh partai politik melalui kedua jalur tersebut selalu mengatasnamakan rakyat, dan
berdampak luas terhadap kehidupan rakyat. Oleh karena itu partai polifik seharusnya memastikan

1
bahwa setiap tindakannya dilakukan demi rakyat yang diwakilinya, bebas dari politik uang dan
pengaruh kelompok kepentingan (vested interestgroup).
Pada kenyataannya, sulit sekali melepaskan partai politik dari pengaruh kelompok
kepentingan karena kehidupan partai politik justru tergantung pada sumbangan yang diterimanya.
Sangat mudah bagi kelompok kepentingan untuk mempengaruhi partai politik melalui sumbangan
yang diberikannya. Bila ini terjadi, orientasi partai politik bukan lagi kepada rakyat melainkan
kepada kepentingan para donaturnya. Oleh karena itu, pembatasan sumbangan kepada parpol
mutlak diperlukan. Selain itu, laporan keuangan yang transparan dan bertanggungjawab dapat
menghindari terjadinya politik uang karena setiap pemasukan dan pengeluaran keuangan akan
tercatat dan diinformasikan dengan jelas. Akibatnya, para pelaku politik tidak akan bisa
mengalokasikan uang partai politik untuk tujuan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan atau yang
melawan peraturan dan perundangan yang berlaku. Kejadian di mana para pelaku politik membagi-
bagikan uang untuk mempengaruhi para pemilih tidak mungkin lagi terjadi. Laporan keuangan yang
transparan dan bertanggungjawab juga akan menghindari pemakaian fasilitas publik untuk
kepentingan partai politik tertentu karena laporan keuangan seperti ini seharusnya memisahkan
dan merinci setiap dana/fasilitas yang diperoleh.
Proses politik demokratis tidak akan dapat berlangsung tanpa sumber keuangan. Tanpa
dana yang memadai, partai politik tidak akan dapat mengorganisasi dirinya, para politikus tidak
akan dapat berkomunikasi dengan publik, dan kampanye pemilu tidak akan dapat dilaksanakan.
Singkat kata, partai politik memerlukan dana yang cukup besar untuk dapat melaksanakan
fungsinya, baik sebagai jembatan antara masyarakat dengan negara maupun sebagai peserta
pemilu.
Berdasarkan pengalaman negara demokrasi di dunia, terdapat tiga alternatif sumber dana
partai politik :
1. Dari internal partai, seperti iuran anggota, sumbangan dari kader partai yang duduk
dalam lembaga legislatif atau eksekutif, dan badan usaha yang didirikan oleh partai.
Pada mulanya semua kebutuhan keuangan partai politik dipenuhi oleh iuran anggota.
Hubungan ideologis kuat antara partai politik dengan anggota menyebabkan partai
politik tidak sulit menggalang dana dari anggota. Namun sejalan dengan perubahan
struktur sosial masyarakat dan penataan sistem pemerintahan demokrasi yang
semakin kompleks, kini nyaris tidak ada partai politik yang hidup sepenuhnya dari iuran
anggota.

2
2. Dari kalangan swasta (private funding), seperti sumbangan dari individu (termasuk dari
orang kaya, keluarga kaya), badan usaha swasta, organisasi (seperti organisasi lobi),
dan kelompok masyarakat.
3. Dari negara (public funding), yaitu dari Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik yang dialokasikan
secara langsung maupung secara tidak langsung kepada partai politik. Bantuan negara
kepada partai politik ini merupakan hal wajar, karena hampir semua negara
memberikan subsidi kepada partai politik. Misalnya Jerman, Amerika Serikat, Portugal,
Ceko, Inggris, Afrika Selatan, dan Filipina.
Atas berbagai sumber dana yang diterima, sebagian besar partai politik hanya memiliki
laporan keuangan yang berasal dari APBN dan APBD. Partai politik cukup taat membuat laporan
tersebut karena jika laporan itu tidak dibuat maka dana bantuan keuangan berikutnya akan
berkurang. Sayangnya, partai politik sering terlambat dalam memberikan laporan tersebut.
Walaupun terlambat, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tetap
mengucurkan anggaran untuk partai politik pada tahun berikutnya.
Dalam rangka penguatan akuntabilitas keuangan negara terkait dengan kegiatan bidang
politik, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan
keuangan partai politik, yang penerimaannya berasal dari APBN/APBD. Sementara itu, untuk
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tahunan yang tidak bersumber dari APBN/APBD, serta atas
Laporan Dana Kampanye dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).
Sesuai Pasal 34A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, dinyatakan bahwa partai politik wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari
bantuan APBN dan APBD kepada BPK secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling
lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Wewenang yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 ini sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, dimana dalam Undang-Undang tersebut BPK mempunyai
wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Peran BPK dalam memeriksa pengelolaan keuangan partai politik dirasa penting karena
pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel diawali dari partai politik yang juga bersih,
transparan dan akuntabel.
Saat ini administrasi keuangan partai politik tampak belum tertib. Hampir semua partai politik
melaporkan penggunaan dana bantuan keuangan tidak sesuai dengan peruntukan. Laporan

3
pertanggungjawaban pun, terkadang dalam format yang sangat sederhana dalam selembar kertas.
Selain itu, banyak pula partai politik yang tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban.
Padahal, format laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan keuangan itu sangat
sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik yang diperjelas lagi oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam APBD,
Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggung-jawaban Penggunaan Bantuan Keuangan
Partai Politik.

4
PEMBAHASAN

1. Regulasi Partai Politik dan Pelaporan Dana Kampanye


Apabila kita mencoba membedah regulasi terkait partai politik, kita akan menemukan
beberapa referensi yang dapat dijadikan acuan bagaimana seharusnya tata kelola partai
politik, khususnya pada akuntabilitas dan transparansi keuangannya. UU No. 2 tahun 2011
sebagai perubahan UU No. 2 tahun 2008 menyebutkan beberapa poin penting, salah
satunya perubahan pasal 39 menyebutkan: “Pengelolaan keuangan partai politik diatur lebih
lanjut dalam AD ART” diubah menjadi (1) “Pengelolaan keuangan partai politik dilakukan
secara transparan dan akuntabel”. Tuntutan untuk mewujudkan akuntabilitas dan
transparansi diatur lebih lanjut pada poin selanjutnya: (2) Pengelolaan keuangan partai
politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan
secara periodik. Ayat selanjutnya juga menyebut bagaimana partai politik setidaknya harus
memberikan laporan realisasi anggaran partai politik, laporan neraca, dan arus kas.
Laporan keuangan parpol disajikan sebagai bentuk akuntabilitas dari dana publik
yang telah mereka gunakan dan sebagai bentuk compliance terhadap ketentuan UU (UU
No 31 Tahun 2002). Hal khusus berkaitan dengan akuntansi keuangan parpol adalah form
over substance,bukan substance over form. Berdasarkan ketentuan Form over substance,
maka parpol harus mencatat transaksi keuangannya berdasarkan ketentuan yang dibuat
oleh KPU, tetapi jika ada hal-hal yang belum tercantum dalam ketentuan KPU maka
akuntansi parpol dapat dilandaskan pada standar akuntansi yang berlaku umum.
Dasar penyusunan Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Parpol adalah PSAK 45
tentang Standar akuntansi untuk entitas nirlaba. PSAK 45 sementara ini adalah merupakan
standar/acuan bagi akuntansi partai politik sebelum ditetapkannya standar akuntansi khusus
yang berlaku untuk partai politik. (Indra Bastian:2007) Susunan lengkap dari laporan
keuangan partai politik terdiri dari:
1. Laporan posisi keuangan
2. Laporan aktivitas
3. Laporan arus kas
4. Catatan atas laporan keuangan
Susunan lengkap dari laporan keuangan parpol harus mencakup keseluruhan
informasi yang dipersyaratkan oleh PSAK 45 maupun PSAK selain 45 yang berlaku umum
untuk semua jenis usaha. Dengan demikian PSAK-PSAK yang lain akan applicable
sepanjang hal-hal tertentu belum diatur di PSAK 45.

5
2. Partai Politik dan Pendanaan
Kampanye menjadi salah satu tahapan penting dalam penyelenggaraan Pemilu, pada
tahapan ini terjadi sebuah interaksi antara kontestan dan pemilih. Dalam masa kampanye
ini kontestan berusaha mempengaruhi pemilih dengan segala macam cara, mulai dari cara-
cara substantif dengan menawarkan program kerja, rencana kerja dan isu-isu yang akan
menjawab permasalahan di dalam masyarakat hingga dengan cara-cara instan yang tidak
elegan melalui pendekatan uang. Para kontestan berlomba menarik suara rakyat dengan
berbagai modus yang pada prakteknya mencoba menawarkan uang dalam berbagai
bentuknya sebagai sebuah kompensasi dari suara yang harus mereka berikan pada saat
pencoblosan nanti.
Kontestasi seperti ini membuat uang menjadi faktor yang sangat diandalkan untuk
bisa menarik suara pemilih. Kandidat dengan modal berlimpah mempunyai peluang lebih
besar untuk menarik dukungan masyarakat. Kondisi ini memaksa para kandidat untuk
berlomba mengumpulkan dana semaksimal mungkin, hal ini kemudian menjadi pintu masuk
bagi dana-dana haram yang berusaha menanamkan sahamnya, yang berpotensi akan
mengganggu proses pengambilan kebijakan dan keputusan pejabat terpilih nantinya.
Dalam Publikasi IFES (International Foundation for Electoral Systems) mengenai
pengalaman global dalam pengaturan keuangan politik, menyatakan1:
“Pada tingkatan umum, keuangan politik ada di irisan antara berbagai aspek penting
kehidupan politik. Pemilu yang adil dan bebas, politik demokratis, pemerintahan yang efektif,
dan korupsi seluruhnya terkait keuangan politik, dan pendanaan partai politik dan kampanye
pemilu dapat secara positif atau negatif mempengaruhi itu semua. Dana yang cukup dapat
memungkinkan peserta pemilu merangkul pemilih, namun terlalu banyak juga dapat
mendistorsi kompetisi pemilu. Juga, setelah pemilu, sumber daya dibutuhkan untuk dialog
efektif dengan masyarakat, namun pejabat publik mungkin memiliki tanggung jawab kepada
para donor yang kaya raya, sehingga mempengaruhi seberapa responsifnya mereka
terhadap kepentingan masyarakat dan efektivitas pengelolaan dana negara mereka.
Akhirnya, partai politik dan politisi yang pendanaannya sudah terjamin lebih mudah menolak
godaan donasi illegal, namun pengaruh terselubung uang dalam politik dapat juga membuat
siklus korupsi dan berkurangnya kepercayaan masyarakat dalam sistem politik secara
keseluruhan”.
Pernyataan IFES ini memperlihatkan kebutuhan yang sangat pentingterhadap
keberadaan regulasi keuangan yang mampu menghadirkan persaingan yang adil dan sehat
bagi semua kontestan, serta sebuah kebutuhan bagi penyelenggara Pemilu agar bisa

6
mengimplementasikan pengaturan dana kampanye Pemilu, sehingga ruang kontestasi
pemilihan kepala daerah mampu menghasilkan pemimpin yang berintegritas, yang terpilih
berdasarkan rasionalitas pemilih terhadap visi misi dan program kerja yang ditawarkan.
Pertemuan Asian Electoral Stakeholder Forum (AESF) di Bali pada tahun 2016
memberikan catatan khusus akan pentingnya pengaturan dana kampanye terhadap
pencapaian integritas sebuah Pemilu, di mana 3 dari 8 kunci menuju pemilu berintegritas
adalah mengenai pengaturan dana kampanye, yaitu melalui transparansi dalam
penggalangan dana kampanye, transparansi belanja kampanye dan akses publik yang
transparan untuk keuangan kampanye.
Sejalan dengan itu, Teten Masduki merumuskan bahwa :
“Dalam pengaturan dana kampanye setidaknya harus memuat prinsipprinsip sebagai
berikut2: 1) Menjaga kesetaraan bagi peserta Pemilu (political equality); 2) Membuka
kesempatan yang sama untuk dipilih (popular participation); 3) Mencegah pembelian
nominasi, pencukongan calon, dan pengaruh kontributor terhadap calon (candidacy buying);
4) Membebaskan pemilih dari tekanan kandidat atau partai dari iming-iming dukungan
keuangan; 5) Mencegah donasi ilegal atau dana hasil korupsi atau kejahatan lainnya”.
Menurut Larry Powell ada beberapa hal yang perlu diatur dengan jelas mengenai
dana kampanye, antara lain:
1) pembatasan dalam kontribusi dalam kampanye. Tujuan dari pembatasan dalam
kontribusi kampanye ini adalah untuk menjadikan kampanye lebih demokratis dan
mencegah agar hasil pemilihan umum tidak berdasarkan kemampuan seseorang
untuk mengumpulkan dana kampanye tapi bagaimana kualitas dari seorang kandidat
dan bagaimana mereka mengkampanyekan dirinya kepada masyarakat.
2) Laporan dana kampanye ini juga diperlukan untuk melakukan pengawasan dan
penegakan hukum terhadap aturan dan larangan yang ditentukan oleh undang-
undang serta peraturan terkait. Oleh karena itu, di beberapa negara lain di Amerika
Serikat misalnya, tim kampanye bahkan mempekerjakan akuntan dan pengacara
untuk memastikan bahwa laporan dana kampanye dibuat dengan baik dan tepat
waktu. Melalui laporan dana kampanye, maka rakyat dapat mengetahui siapa saja
penyumbang bagi kandidat yang akan dipilihnya.
3) pembatasan pengeluaran atau belanja kampanye. Pembatasan ini bertujuan untuk
menciptakan kesempatan yang lebih adil untuk masing-masing kandidat. Secara
ideal, pemenang pemilu seharusnya adalah kandidat yang memiliki visi, misi dan

7
program terbaik, bukan kandidat dengan uang terbanyak, oleh karena itu pembatasan
pengeluaran diperlukan untuk mengkondisikan hal tersebut sejak awal.
Kebijakan pengaturan dana kampanye di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang diatur pada
BAB XI tentang Kampanye, bagian keenam, pada Pasal 74 (terdiri atas 9 Ayat), Pasal 75
(terdiri atas 5 Ayat) dan Pasal 76 (terdiri atas 5 Ayat). Kemudian untuk melaksanakan
kebijakan ini KPU menetapkanPeraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Dana
Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan
/atau Walikota dan Wakil Walikota yang terdiri atas 65 Pasal dilengkapi lampiran yang
berisikan formulir dan berkas pelaporan.
Payung hukum mengenai pengaturan dana kampanye ini dari waktu ke waktu terus
dievaluasi oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan, serta kerapkali mengalami
perubahan dalam undang-undang pemilihan kepala daerah yang dilahirkan. Akan tetapi, di
sisi lain, banyaknya respons masyarakat terhadap realitas pengaturan dana kampanye
memberikan sebuah indikasi bahwa masih tingginya ketidakpuasan masyarakat terhadap
regulasi yang berlaku selama ini.
Regulasi dana kampanye di Indonesia, menurut Ramlan Surbakti (seorang akademisi
sekaligus praktisi Pemilihan Umum (Pemilu) yang juga pernah menjabat sebagai Ketua
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada priode 2004-2007), tidak hanya kurang memiliki tujuan
yang jelas dan fokus sehingga pengaturan yang dilakukan banyak mengandung
ketidakpastian hukum (banyak aspek yang tidak diatur, pengaturan yang satu bertentangan
dengan pengaturan yang lain, dan pengaturan yang mengandung tafsiran ganda), tetapi
juga implementasi dan penegakan regulasi tersebut sangat lemah. Kondisi ini membuat
sering terjadi kesalahpahaman dan kecurigaan antara stakeholder Pilkada.
3. Mahar Partai Politik
Maraknya sejumlah kasus mahar Parpol (Parpol) terhadap kandidat Paslon (Pasangan
Calon) Pilkada Serentak menggelitik banyak pihak untuk dikaji termasuk Puslitbang
Keuangan Daerah BPP Kemendagri. Mereka memandang permasalahan dana ‘mahar’
politik yang dilakukan oleh sejumlah Parpol (Partai Politik) sebagai masalah serius yang
mengakibatkan rawannya korupsi APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dalam
upaya ‘balik modal’ Kepala Daerah terpilih.
Dalam FGD (Focused Group Discussion) “Pilkada Sedot Dana ke Pusat: Dampaknya
Terhadap Perekonomian Daerah” pada Selasa, (13/2) di Aula BPP, sejumlah narasumber
ahli seperti Ubedillah Badrun (Dosen Univ. Negeri Jakarta), Donal Fariz (Indonesian

8
Corruption Watch), dan Eko Listianto (Institute for Development of Economics & Finance)
Juga berkomentar.
Menurut Donal Fariz, permasalahan ‘mahar’ politik yang dilakukan sejumlah parpol
juga dipengaruhi oleh budaya masyarakat di musim pemilu. “Akibatnya sepanjang 10 tahun
ini sudah ada 350 kepala daerah yang terkena kasus korupsi oleh KPK,” terangnya
mengawali pembicaraan.
Hal itu dipengaruhi dari ‘hutang’ beberapa Kepala Daerah terhadap sejumlah biaya
yang dikeluarkan dalam kampanye. “Kita memang tidak bisa terlepas dari 4 perilaku, yakni
perilaku parpol, perilaku elit itu sendiri, dan perilaku masyarakat,” terangnya.
Perilaku parpol yang dimaksud Donal adalah ada beberapa Parpol yang menetapkan
sejumlah tarif kepada kandidat paslon yang mau maju dalam Pilkada Serentak. “Pemerintah
juga harus jeli, karena beberapa kasus transaksi di luar negeri, salah satunya Singapura.
KPK harus paham ini, apalagi berupa saham, KPK belum pernah lho dalam bentuk saham,”
ungkapnya.
Selain itu, ada perilaku elit itu sendiri yang mempengaruhi bentuk mahar politik..
Tidak hanya itu, masalah mahar politik juga dilatarbelakangi oleh perilaku masyarakat itu
sendiri. “Coba saja sekarang kita lihat, dana kampanye itu juga butuh biaya, di musim
Pilkada masyarakat milih ada uangnya saja, terlebih lagi di musim Pilkada pasti marak
dengan proposal, akibatnya Paslon akan berusaha mencari uang lebih untuk menarik
simpati masyarakat,” tandasnya.
Perilaku masyarakat juga penting menjadi sorot perhatian pemerintah dalam
memberikan pendidikan politik yang tidak memanfaatkan momen pilkada. “Tidak adanya
regulasi yang jelas terhadap sanksi para tersangka, baik itu kandidat paslon, pihak
penerima, ataupun Parpol itu sendiri menjadikan ‘mahar’ sebagai budaya politik yang
semakin mengakar,” tutupnya.
4. Kejujuran menjadi persoalan Mendasar Laporan Dana Kampanye
Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden serta 16 partai politik peserta pemilu
telah menyerahkan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) ke
Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (2/5/2019). LPPDK kemudian diserahkan ke Kantor
Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk KPU. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen
Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai, ada persoalan mendasar terkait dengan
kesadaran partai politik untuk jujur dan taat asas laporan dana kampanye. "Persoalan
mendasar justru pada kesadaran peserta pemilu, mulai khususnya parpol untuk jujur dan

9
taat asas terkait laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye mereka," ujar Lucius
kepada Kompas.com, Jumat (3/5/2019).
Kejujuran itu, lanjutnya, dipertanyakan di awal hingga akhir pelaksanaan kampanye.
Apakah dana yang dilaporkan diragukan ataukah hanya untuk kepentingan administratif
saja. Ia menuturkan, soal benar atah tidaknya jumlah dana yang dilaporkan, sepertinya
bukan persoalan bagi penyelenggara. Pasalnya, bagi penyelenggara, yang paling penting
adalah ada atau tidaknya laporan dan disampaikan tepat waktu atau tidak. "Penyelenggara
fokus pada urusan administratif soal ada atau tidaknya laporan dan apakah dilaporkan tepat
waktu atau tidak. Walau menggunakan akuntan publik, tapi itu pun tak bermakna menjawab
keraguan publik akan transparansi dan akuntabilitas parpol," ungkapnya kemudian. Jadi,
seperti diungkapkan Lucius, nampaknya persoalan mendasar terkait kejujuran laporan dana
kampanye akan sulit diwujudkan lantaran pelaporan masih sekadar urusan administratif
saja.
"Ketika cara pandangnya terbatas pada urusan administratif dan formalitas, tim audit
pun tak merasa diwajibkan melakukan audit investigasi laporan dana kampanye,"
ungkapnya kemudian. Menurutnya, bagaimanapun juga, parpol memiliki kepentingan untuk
menyembunyikan sumbangan yang akan memancing kecurigaan atau sumbangan yang
menyalah aturan. "Peserta pemilu berkepentingan agar laporan mereka tak dicurigai.
Karenanya, yang masuk dalam laporan dana kampanye yang wajar-wajar saja," imbuhnya.
5. Belum Tertipnya Pelaporan Dana Kampanye Partai Politik
Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) menemukan sejumlah peserta Pemilu 2019
belum tertib administrasi dalam Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye
(LPPDK). Peserta pemilu yang dimaksud meliputi pasangan calon presiden dan wakil
presiden serta partai politik. "Ketidaktertiban terlihat dari identitas penyumbang (dana) yang
disampaikan dalam laporan tidak lengkap. Identitas penyumbang menyangkut alamat,
nomor telepon, nomor identitas, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)," kata Anggota
Bawaslu Fritz Edward Siregar dalam sebuah diskusi di kawasan Tanah Abang, Jakarta
Pusat, Selasa (28/5/2019).
Bawaslu menemukan, dalam LPPDK pasangan calon presiden dan wakil presiden
paslon nomor urut 01 Joko Widodo dan KH. Ma’ruf Amin, terdapat 222 penyumbang
perseorangan, 3 kelompok, dan 5 badan usaha non pemerintah yang tidak memiliki
kelengkapan identitas. Sedangkan pada LPPDK paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto
dan Sandiaga Uno, ada 42 penyumbang perseorangan dan 18 penyumbang kelompok yang
tidak memiliki identitas lengkap.

10
Dari 16 partai politik peserta Pemilu 2019, delapan partai tidak melaporkan identitas
penyumbang dana secara lengkap yaitu, PKB, Golkar, Garuda, Berkarya, PSI, Hanura,
Demokrat, dan PKPI. "Kelengkapan tersebut terkait dengan nomor kontak telepon dan
NPWP," ujar Firtz. Meski belum tertib secara administrasi, Firtz menyebut, peserta pemilu
telah patuh dalam pengelolaan pelaporan dana kampanye sebagaimana diatur oleh
ketentuan perundang-undangan. Baik paslon maupun parpol telah patuh pada pembukuan
dan batasan sumbangan. "Peserta pemilu juga patuh menyampaikan Laporan Awal Dana
Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), dan
LPPDK. Soal batas waktu pelaporan kepada KPU, peserta juga patuh," kata Fritz.
Berikut rincian LPPDK capres-cawapres:
1. TKN Jokowi-KH Ma'ruf Amin
• Penerimaaan: Rp 594.883.534.772
• Pengeluaran: Rp 549.231.435.632
• Saldo akhir: Rp 5.552.737.653
2. BPN Prabowo-Sandi
• Penerimaaan: Rp 210.780.974.526
• Pengeluaran: Rp 211.464.770.813
• Saldo akhir: Rp 449.609.509
Berikit rincian LPPDK partai politik:
1. PKS
Penerimaaan: Rp 150.042.753.916
Pengeluaran: Rp 150.025.870.027
Saldo akhir: Rp 16.883.889 - Menyerahkan: 531 caleg
2. NasDem
Penerimaaan: Rp 259.474.071.714
Pengeluaran: Rp 232.113.494.650
Saldo akhir: Rp 27.360.577.064 - Menyerahkan: 575 caleg
3. Gerindra
Penerimaaan: Rp 134.721.849.581
Pengeluaran: Rp 134.717.249.021
Saldo akhir: Rp 4.600.560 - Menyerahkan: 575 caleg
4. PDI Perjuangan
Penerimaaan: Rp 345.025.077.816

11
Pengeluaran: Rp 345.006.553.771
Saldo akhir: Rp 18.524.045 - Menyerahkan: 572 caleg
Tidak menyerahkan: 1 caleg
5. PKB
Penerimaaan: Rp 142.322.647.279
Pengeluaran: Rp 141.012.647.279
Saldo akhir: Rp 1.310.000.000 - Menyerahkan: 572 caleg
Tidak menyerahkan: 3 caleg
6. PKPI
Penerimaaan: Rp 6.291.747.254
Pengeluaran: Rp 6.289.666.567
Saldo akhir: Rp 1.310.000.000 - Menyerahkan: 137 caleg
Tidak menyerahkan: 3 caleg
7. PSI
Penerimaaan: Rp 84.660.186.785
Pengeluaran: Rp 84.657.844.428
Saldo akhir: Rp 2.342.356 - Menyerahkan: 573 caleg
Tidak menyerahkan: 1 caleg
8. Partai Golkar
Penerimaan: Rp 307.638.877.704
Pengeluaran: Rp 307.471.571.477
Saldo Akhir: Rp 167.306.227 - Menyerahkan: 570 caleg
Tidak Menyerahkan: 4 caleg
9. PAN
Penerimaan: Rp 169.048.328.526
Pengeluaran: Rp 169.048.328.526
Saldo Akhir: - - Menyerahkan: 575 caleg
Tidak Menyerahkan: -
10. Partai Demokrat
Penerimaan: Rp 189.732.653.608
Pengeluaran: Rp 189.410.285.327
Saldo Akhir: Rp 321.868.231 - Menyerahkan: 453 caleg
Tidak Menyerahkan: 119 caleg

12
11. Partai Garuda
Penerimaan: Rp 3.475.515.041
Pengeluaran: Rp 3.361.424.903
Saldo Akhir: Rp 164.090.138 - Menyerahkan: 225 caleg
Tidak Menyerahkan: 1 caleg.
12. PBB
Penerimaan: Rp 117.857.534.724
Pengeluaran: Rp 117.756.600.000
Saldo Akhir: Rp 100.934.724 - Menyerahkan: 484 caleg
Tidak Menyerahkan : -
13. Perindo
Penerimaan: Rp 228.238.374.435
Pengeluaran: Rp 228.116.161.935
Saldo Akhir: Rp 705.332.500 - Menyerahkan: 346 caleg
Tidak Menyerahkan: 222 caleg
14. Partai Hanura
Penerimaan: Rp 49.498.116.814
Pengeluaran: Rp 49.485.201.423
Saldo Akhir: Rp 12.915.391 Menyerahkan: 424 caleg
Tidak Menyerahkan: 3 caleg
15. Partai Berkarya
Penerimaan: Rp 107.164.300.058
Pengeluaran: Rp 107.159.300.058
Saldo Akhir: Rp 5.000.000 - Menyerahkan: 545
Tidak Menyerahkan : 7
16. PPP
Penerimaan: Rp 76.551.752.526
Pengeluaran: Rp 76.551.752.526
Saldo Akhir: - - Menyerahkan: 360 caleg
Tidak Menyerahkan: 194 caleg
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merilis hasil audit laporan dana kampanye peserta
pemilu melalui situs resminya www.kpu.go.id. “Pasangan calon nomor urut 01 Jokowi - Ma'ruf Amin
tidak mengeluarkan dana pribadi untuk penerimaan dana kampanye sebesar Rp 594 miliar.”

13
Demikian keterangan dalam sistus KPU. Sedangkan Prabowo - Sandiaga Uno menggelontorkan
dana pribadi Rp 192 miliar dari total penerimaan dana kampanye sebesar Rp 210 miliar.
Dana kampanye Jokowi - Ma'ruf Amin paling besar didapatkan melalui sumbangan pihak
kelompok yang mencapai Rp 259 miliar. Sumber penerimaan lainnya dari partai politik atau
gabungan partai politik sebesar Rp 76 miliar, sumbangan perorangan Rp 20 miliar, sumbangan
badan usaha non pemerintah Rp 246 miliar, dan sisa lainnya mencapai Rp 82 juta.
Ini berbeda dengan sumber dana kampanye pasangan calon 02, Prabowo Subianto-
Sandiaga Uno. Sumber dananya berasal dari partai politik atau gabungan partai politik sebesar Rp
4 miliar, sumbangan perorangan Rp 9 miliar, sumbangan pihak kelompok Rp 1 miliar, sumbangan
badan usaha non pemerintah Rp 2 miliar, dan sisa lainnya mencapai Rp 111 juta.
Laporan juga menayangkan pengeluaran dana kampanye kedua paslon. Terhitung sejak 23
September 2018 hingga 25 April 2019, pasangan calon Prabowo - Sandiaga Uno mengeluarkan
dana kampanye dengan total Rp 211 miliar. Sedangkan pasangan calon inkumben menghabiskan
dana Rp 549 miliar. “Seluruh laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pemilihan
umum 2019 telah diaudit kantor akuntan publik untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak 27 April
2019.” Selain kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, laporan itu juga mencakup
seluruh laporan dana kampanye 16 partai politik dan Dewan Perwakilan Daerah dari 34 provinsi.

14
KESIMPULAN

Berdasarkan ururaian Panjang literatur review, analisis analis data atas kepatuhan
transaparansi, dan akuntabilitas Partai Politik terhadap laporan penerimaan dan pengeluaran dana
kampanye.

1) Berdasarkan review dan analisis terhadap dokumen hasil audit atas laporan dana
kampanye dua belas (16) partai politik oleh KAP yang telah mengaudit dana
kampanye perpol peserta pemilu 2019 atas patokan UU No.8 tahun 2012 yang di
ubah menjadi UU No.1 tahun 2014 dan PKPU No.17 tahun 2013 menunjukan
bahawa parpol peserta pemilu, secara umum sudah cukup patuh tapi secara khusus
belum patuh dengan beberapa alasan dan fakta diantaranya: maish ada
penyumbang perseorangan yang tidak mengisi surat pernyataan penyumbang;
waktu pelaporan masih belum sesuai dengan UU dan PKPU serta cakupan laporan
awal yaitu termasuk saldo awal RKDKP yang tidak jelas sumbernya; nama bank
dan nama pemilik RKDKP belum sesuai UU dan peraturan; formulir penyumbang
individo, kelompok dan badan usaha non pemerintah masih dilaporkan dalam
bentuk nihil yang artinya tidak sumbangan baik dari individu, kelompok maupun
badan usaha non-pemerintah
2) Berdasarkan prinsip transparansi dalam kerangka berpikir menunjukan bahawa:
laporan penerimaan dan pengunaan dana kampanye partai politik belum transparan
karena beberapa faktor diantaranya;parpol peserta pemilu tidak membuka semua
penerimaan dan pengunaan dana kampanye, tidak membuka daftar penumbang
dalam formulir laporan yang disediakn oleh KPU, tidak mencatat semua penerimaan
dan pengunaan dana baik dalam rekening koran rekening khusus dana kampanye
mapun dalam daftar laporan penerimaan dan pengunaan dana kampanye partai
politik dan formulira laporan penerimaan dan pengunaan dana kampanye berupa
DK1-parpol s/d DK13-parpol dilaporkan tapi dalam bentuk nihil. Sehingga laporan
tersebut tidak mempunyai relevansi dan bernilai ekonomi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ohman, Magnus & Zainulbhai, Hani, 2009, Regulating Political Finance, The Global Experience.
Washington: IFES.

Teten Masduki, 2008, Urgensi Pengawasan Dana Kampanye Pemilu, Jakarta. 3 Larry Powell,
2010, “Political Parties and the Finance Law” dalam Melissa M. Smith, Glenda C. Williams, Larry
Powell, and Gary A. Copeland, Campaign Finance Reform: The Political Shell Game, Maryland:
Lexington Books.

https://nasional.kompas.com/read/2019/05/03/17542621/ini-rincian-laporan-dana-kampanye-
paslon-dan-partai-politik

http://litbang.kemendagri.go.id/website/peneliti-icw-mahar-parpol-juga-dipengaruhi-budaya-
masyarakat-indonesia/

https://kpu.go.id

https://nasional.kompas.com/read/2019/05/03/14234591/kejujuran-jadi-persoalan-mendasar-
laporan-dana-kampanye.

16

Anda mungkin juga menyukai