Disusun Oleh:
Nabila Claudya
021411024
Fisioterapi 2014
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, puji syukur
saya panjatkan atas rahmat dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Ischemic Stroke Hemipharese Dextra” tepat
sesuai waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini telah disusun secara maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada dosen Drs. Soeparman SSt. FT atas bimbingan yang telah diberikan selama
praktik klinis di Yayasan Werda Karya Bhakti Ria Pembangunan, Cibubur.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
dalam penulian makalah ini baik dari segi susunan kalimat, tata bahasa maupun penyajian materi.
Oleh karena itu, saya mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi
memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan manfaat untuk
pengembangan wawasan serta pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penuaan merupakan proses perubahan yang menyeluruh dan spontan yang dimulai dari
smasa kanak-kanak, pubertas, dewasa muda dan kemudian menurun pada pertengahan sampai
lanjut usia (lansia). Menurut WHO, lansia adalah mereka yang telah berusia ≥60 tahun. Angka
rata-rata harapan hidup manusia di dunia telah meningkat secara dramatis mencapai 125 tahun
pada wanita dan lebih singkat pada pria. Kemajuan teknologi dan perbaikan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat mengakibatkan meningkatnya sejumlah besar pasien yang selamat dari
kondisi yang dapat menimbulkan kematian. Fenomena ini mengakibatkan perpanjangan usia
hidup dan peningkatan pupulasi lansia. Indonesia sendiri memberikan kontribusi yang cukup
signifikan dalam percepatan penambahan lansia di dunia. Peningkatan populasi lansia tentunya
akan diikuti dengan peningkatan risiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes
melitus, penyakit serebrovaskuler, penyakit jantung koroner, osteoartritis, penyakit
musculoskeletal, dan penyakit paru.
Pada tahun 2000, di Amerika Serikat diperkirakan 57 juta penduduk menderita berbagai
penyakit kronis dan akan meningkat menjadi 81 juta lansia pada tahun 2020. Sekitar 50-80%
lansia yang berusia ≥ 65 tahun akan menderita lebih dari satu penyakit kronis. Saat seseorang
telah memasuki usia lanjut (lansia), seluruh fungsi fisiologis tubuhnya berubah dan berbagai
penyesuaian harus dilakukan untuk menjaga kondisi tetap sehat. Hal ini dapat menjadi suatu
masalah apabila kaum lansia tidak mendapatkan perhatian khusus sedari awal. Mereka yang
menginjak usia lanjut tidak lagi berada pada usia produktif dalam hidupnya dan akan memiliki
tingkat kemandirian yang semakin rendah (ketergantungan akan orang lain) seiring dengan
bertambahnya masalah kesehatan yang mereka miliki.
Stroke adalah suatu gangguan neurologis yang berkembang secara cepat akibat gejala fokal
(atau global) dengan gejala gangguan fungsional kurang dari 24 jam yang dapat mengarah ke
kematian (National & Centre, n.d.). Stroke juga didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akut
akibat gangguan suplai darah di otak, atau perdarahan yang terjadi mendadak, berlangsung dalam
atau lebih dari 24 jam yang menyebabkan cacat atau kematian (Davenport & Dennis, 2000). Stroke
merupakan kasus kelima tertinggi diantara semua kasus yang menyebabkan kematian, seperti
penyakit yang berhubungan dengan jantung, kanker, gangguan pernapasan, dan kecelakaan.
Pada tahun 2013, terdapat 6.5 juta pasien dengan stroke mengalami kematian yang
menyebabkan kasus stroke menduduki peringkat kedua tertinggi di dunia yang dapat menyebabkan
kematian. Di Amerika Serikat, terdapat kurang lebih 795.000 orang terserang stroke setiap
tahunnya dengan rata rata setiap 40 detik, 1 orang terserang stroke dan setiap 4 menit, 1 orang
meninggal dunia. Dengan prevalensi sekitar 70%, pasien stroke mengalami masalah dalam
melakukan aktifitas sehari hari serta partipasi sosial di lingkungannya. Sebesar 44% pasien
mengalami stroke ringan, 21% sedang, 16% parah serta 19% sangat parah (Peppen, n.d.). Sebesar
75% stroke terjadi pada pasien usia diatas 65 tahun, dengan insiden peningkatan yang progesif
pada periode 10 tahun dari usia 55 tahun keatas.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke
sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan
sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh.
Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan
konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa
darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena
terbentuknya asam laktat akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan
otak (Rico dkk, 2008).
Stroke merupakan penyakit yang dapat menyebabkan disabilitas dalam jangka waktu yang
lama, demensia, serta kematian. Prevalensi stroke meningkat pesat di negara barat bersamaan
dengan bertambahnya usia yang menyebabkan penyakit ini sering terjadi pada lansia. Gejala yang
terjadi saat terserang stoke dapat berupa kelemahan ekstremitas, gangguang bicara, kehilangan
penglihatan serta gangguan keseimbangan. Saat terjadinya stroke, suplai darah yang menuju ke
otak terhenti dan menyebabkan matinya sel sehingga dapat mengalami gangguan seperti
kehilangan memori, kebingungan, dan lumpuh. Patofisiologis dari stroke terbagi menjadi 3 yaitu
iskemik (non hemoragik), hemoragik, dan TIA (trancient ischemic attack).
Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau pembukuan
darah yang menyumbat pembuluh darah. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Sedangkan pada stroke hemoragik, terjadi pendarahan karena pecahnya pembuluh
darah. Terdapat dua jenis pendarahan utama pada stroke hemoragik yaitu: intracerebral
hemorrhage (terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum) dan
subarachnoid hemorrhage (perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer). Pada
serangan iskemik sesaat (Transient Ischemic Attacks) adanya gangguan fungsi otak yang
merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. Gejala TIA
terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit, jarang sampai lebih dari 1-2
jam, tergantung kepada bagian otak mana yang mengalami kekuranan darah.
Hampir semua pasien paska stroke mengalami gangguan dalam bergerak dan beraktivitas
sehari-hari. Mereka biasanya mengalami kesulitan saat berpindah posisi saat tidur, bangun dari
posisi duduk, mengerakkan kedua lengan, berdiri maupun berjalan. Masa periode emas (golden
period) penanganan pemulihan paska stroke adalah 3 bulan setelah terjadinya serangan. Jika
keterbatasan gerak dan fungsi tubuh insan paska stroke tidak segera ditangani saat 3 bulan setelah
serangan, akan terjadi kecacatan anggota gerak yang nantinya bersifat permanen.
Penanganan fisioterapi pasca stroke adalah kebutuhan yang mutlak bagi pasien untuk dapat
meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya. Berbagai metode intervensi fisioterapi yang dapat
diberikan yaitu pemanfaatan modalitas alat, hidrotherapy, dan terapi latihan memberikan manfaat
yang besar dalam mengembalikan gerak dan fungsi pada pasien pasca stroke. Akan tetapi peran
serta keluarga yang merawat dan mendampingi pasien juga sangat menentukan keberhasilan
program terapi yang diberikan.
2.1 DEFINISI
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat
dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak
yang terganggu. Insiden stroke pada pria lebih tinggi daripada wanita pada usia muda,
namun tidak pada usia tua. Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke
per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta
penderita stroke yang bertahan hidup (Adams et al., 2013). Stroke pada umumnya terjadi pada
orang dengan umur di atas 65 tahun, tetapi setiap orang ada kemungkinan terkena stroke.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) karena berkurangnya aliran darah dan pasokan oksigen
menuju otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini karena adanya sumbatan, penyempitan
atau pecahnya pembuluh darah. Stroke berkembang secara cepat dengan gejala gangguan
fungsional dan dapat mengarah ke kematian (Truelsen, Begg, & Mathers, 2001).
Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat penyumbatan pembuluh
darah serebral yang menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis di daerah yang
mengalami kekurangan pasokan aliran darah di bawah batas yang dibutuhkan sel otak.
b. Saraf Otak
b. Vaskularisasi otak
Metabolisme otak digunakan ± 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Otak memiliki
berat 2,5% dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima
darah dari jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh. Fungsi
darah adalah membawa O2, glukosa dan nutrisi lainnya serta mengangkut CO2, asam laktat dan
sisa metabolisme lainnya,. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri. Sebesar 2/3 bagian otak depan
yaitu kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah dari sepasang arteri karotis
interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebellum, korteks oksipital bagian
posterior batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri vertebralis kanan dan kiri dan
kemudian bersatu menjadi arteri basilaris. Kedua arteri utama ini disebut sistem karotis interna
dan sistem vertebrobasiler membentuk sirkulus arteriosus Willisi.
2.3 ETIOLOGI
Menurut Adam dan Victor (2009) , penyebab kelainan pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan stroke, antara lain :
1. Trombosis aterosklerosis
2. Transient iskemik
3. Emboli
4. Perdarahan hipertensi
5. Ruptur dan sakular aneurisma atau malformasi arterivena
6. Arteritis
a. Meningovaskular sipilis, arteritis sekunder dari piogenik dan meningitis tuberkulosis, tipe
infeksi yang lain (tipus, scistosomiasis, malaria, mucormyosis)
b. Penyakit jaringan ikat (poliarteritis nodosa, lupus eritromatous), necrotizing arteritis
Wegener arteritis, temporal arteritis, Takayasu diseases, granuloma atau arteritis giant sel
dari aorta
7. Trombophlebitis serebral : infeksi sekunder telinga, sinus paranasal, dan wajah.
8. Kelaianan hematologi : antikoagulan dan thrombolitik, kelainan faktor pembekuan darah,
polisitemia, sickle cell disease, trombotik trombositopenia purpura, trombositosis,
limpoma intravaskular.
9. Trauma atau kerusakan karotis dan arteri basilar.
10. Angiopati amiloid
11. Kerusakan aneuriisma aorta.
12. Komplikasi angiografi.
2.4 KLASIFIKASI
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Stroke hemoragik adalah jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah
di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami
hipoksia.
2. Stroke iskemik yaitu tanda kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya alirah
darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak
(Sjahrir,2003). Kurangnya aliran darah ke otak disebabkan karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis
ini. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak.
2.6 PATOFISIOLOGI
Secara patologi suatu infark dapat dibagi dalam :
a. Trombosis serebri
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan
iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah
thrombosis. Keadaan yang dapat menyebabkan thrombosis serebri adalah atherosklerosis yaitu
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah, hypercoagulasi dan artheritis (radang pada arteri).
b. Emboli serebri
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan
udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral.
2. Terapi Latihan
Terapi ini merupakan kegiatan fisik yg diberikan kepada pasien untuk meningkatkan
kemampuan dalam kebebasan bergerak dan fungsi anggota tubuh didasarkan pada aatomi, fisiologi
kinesiology, prosedur pemeriksaan medis serta ilmu patologi.(Bear & Psych, n.d.)
Terapi latihan berguna unutk mempercepat penyembuhan dan perbaikan setelah terjadinya
suatu kondisi penyakit tertentu.
a. Latihan Pasif
Latihan pasif merupakan suatu gerakan yang dilakukan oleh bantuan dari luar tanpa adanya
kontraksi otot dari dalam. Fungsinya untuk meningkatkan mobilitas sendi. (Rkr, Swaminathan, &
La, 2014)
b. Latihan Aktif
Latihan aktif merupakan suatu gerakan yang dilakukan secara sadar dan terjadi kontraksi
otot dari dalam . Latihan aktif dibagi menjadi:
Free exercise : gerakan yang dilakukan oleh kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan dari
luar.
Assisted resisted exercise : gerakan yang terjadi karena adanya kerja otot tanpa melawan
gravitasi dan setiap gerakannya diberikan sedikit tahanan secara manual.
c. Stretching
Stretching exercise dapat diaplikasikan pada otot yang spastik yang berguna untuk
mengindetifikasi adanya perubahan panjang otot spastis, meningkatkan koordinasi otot, dan serta
kepadatan tendon. Stretching harus dilakukan perlahan dengan end-position harus di pegang.
(Management, n.d.)
BAB III
KAJIAN KASUS
3.3 PROGNOSIS
Prognosis stroke sulit dipastikan karena adanya perbandingan 50:50 dimana ada yang
sembuh walaupun tidak total dan ada pula yang meninggal. Prognosis stroke ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain : lokasi dan luas area lesi, umur, tipe stroke, cepat lambatnya
penanganan serta kerjasama tim medis dengan pasien dan keluarga. Jika pasien dengan cepat dapat
mengatasi serangan pada tahap akut, maka kemungkinan besar mempunyai prognosis yang baik
dan dengan rehabilitasi yang aktif, banyak pasien dapat beraktifitas dengan sendiri tanpa
ketergantungan dari orang lain.
1.Personal Care :
Dapat melakukan sendiri makan dan minum 4
Memerlukan persiapan atau dengan alat bantu 3
Memerlukan supervisi untuk melakukan makan dan minum 2
Memerlukan batuan penuh untuk makan dan minum 1
2.Grooming :
Dapat melakukan sendiri gosok gigi, cuci muka, menyisir, mencukur dan make-up. 4
Memerlukan persiapan alat bantu atau melakukan sangat lambat 3
Memerlukan supervise atau bantuan moderat/sedang 2
Semua tidak melakukan sendiri 1
3.Bathing :
Dapat melakukan sendiri mandi dan mengeringkan badan 4
Memerlukan alat bantu, melakukan dengan lambat, atau kurang aman. 3
Memerlukan supervise atau bantuan moderat. 2
Tidak dapat melakukan sendiri 1
4.Dressing upper body:
Dapat mengenakan pakain dan membuka sendiri 4
Memerlukan alat bantu atau modifikasi pakaian 3
Memerlukan supervise atau bantuan sedang 2
Seluruhnya dibantu atau tidak mampu melakukan sendiri 1
5.Toileting:
Dapat melakukan sendiri 4
Memerlukan alat bantu atau sangat lambat melakukan 3
Memerlukan supervise atau bantuan sedang 2
Seluruhnya dengan bantuan 1
6.Bladder Control:
Dapat mengendalikan sendiri tanpa inkotinensia 4
Memerlukan kateter, kantong, obat, dan dilakukan sendiri 3
Memerlukan supervise atau bantuan sedang 2
Seluruhnya dibantu, inkontinentia meskipun dengan alat bantu 1
7.Bowel control:
Dapat mengendalikan sendiri, tidak inkontinentia 4
Memerlukan alat batu termasuk obat 3
Memerlukan supervise, bantuan sedang 2
Seluruhnya dengan bantuan, inkontinentia setiap hari 1
8.Transfers to bed, chair, or wheelchair:
Jika mampu berjalan, duduk, dan bangkit lagi tanpa bantuan 4
Jika dg kursi roda mampu pindah dari dan ke kursi tanpa bantuan 4
Memerlukan alat bantu khusus untuk pindah 3
Memerlukan supervise atau bantuan sedang 2
Seluruhnya dengan bantuan 1
9.Transfer ke toilet :
Jika berjalan mampu duduk dan berdiri tanpa bantuan 4
Jika dengan kursi roda dapat pindah dari dan ke toilet tanpa bantuan 4
Memerlukan alat bantu untuk pindah atau melakukan dg tidak aman 3
Memerlukan supervise atau bantuan sedang 2
Seluruhnya dengan bantuan. 1
10.Transfer to shower or tub:
Jika berjalan dapat pindah ke dan dari kamar mandi tanpa bantuan 4
Jika dengan kursi roda, dapat pindah dengan aman 4
Memerlukan alat bantu khusus atau melakukan sendiri dg tidak aman 3
Memerlukan supervise, atau bantuan sedang 2
Seluruhnya dengan bantuan 1
11.Locomotion:
Berjalan 50 meter tanpa alat bantu 4
Berjalan 50 meter dengan alat bantu ortosis 4
Jika dengan kursi roda, dapat melakukan manuver sekurang 50 meter 3
Memerlukan supervise, atau bantuan sedang 2
Seluruhnya dengan bantuan 1
12.Stair:
Dapat naik dan turun tangga tanpa bantuan 4
Dapat naik dan turun tangga dengan alat bantu 3
Memerlukan supervise, atau bantuan sedang 2
Seluruhnya dengan bantuan 1
13.Comprehension of language:
Dapat berbicara atau menulis dalam percakapan 4
Mengalami kesulitan bicara atau menulis percakapan 3
Tidak dapat mengikuti percakapan tanpa bantuan 2
Tidak dapat mengikuti pembicaraan atau menulis percakapan 1
14.Expression of language:
Dapat mengungkapkan ide –ide yang komplek dengan lancar 4
Dapat mengungkapkan ide-ide yang komplek tetapi kesulitan mengkomunikasikan
keinginan dasar dan kebutuhannya. 3
Dapat mengungkapkan pikirannya dg pola yg konfus atau perlu bantuan 2
Tidak dapat mengungkapkan kebutuhan atau keinginannya. 1
15.Social Interaction:
Dapat interaksi dengan tepat dengan family dan orang lain 4
Dapat berpartisipasi dengan layak pada situasi terstruktur 3
Berperilaku tak terduga atau tidak kooperatif 2
Tidak berfungsi dalam klompok atau keluarga 1
16.Problem solving:
Dapat menggunakan pengetahuannay utk menyelesaikan tugas 4
Mengalami kesulitan utk berinisiatif atau koreksi diri 3
Memerlukan bantuan orang lain utk menyelesaikan tugas 2
Tidak dapat memecahkan persoalan 1
17.Memory:
Dapat mengenali orang dan mengingat rutinitas sehari-hari dengan mudah 4
Mengalami beberapa kesulitan dengan memori, isyarat yg dimilikinya 3
Memerlukan bisikan orang lain utk mengingat 2
Tidak mengenali orang atau tidak ingat aktivitas rutin 1
b. MMT
REGION GERAKAN DEXTRA SINISTRA
Shoulder Fleksi 3 5
Ekstensi 3 5
Elbow Fleksi 3 5
Ekstensi 3 5
Wrist Fleksi 4 5
Ekstensi 4 5
Hip Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
Knee Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
Ankle Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
c. Ashworth Scale
- Skor 1+
Keterangan:
e. ROM
Dextra Shoulder
S : 0-0-70
F : 0-0-80
Dextra elbow
S: 0-0-130
Dextra wrist
S : 40-0-60
F : 20-0-45
Dextra hip
S : 20-20-50
Dextra knee : 85-50-110
D. PROBLEMATIKA FISIOTERAPI
1 .Impairment
a) Adanya kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah.
b) Adanya spastisitas pada tungkai bawah.
c) Adanya keterbatasan ROM.
d) Adanya keterbatasan aktivitas.
2.Fungtional Limitation
a.Pasien mengalami keterbatasan untuk berjalan.
b.Pasien mengalami kesulitan untuk memakai baju, makan.
3.Disability
a.Pasien mengalami hambatan saat beraktifitas ketika menggunakan ekstremitas atas dan bawah
bagian kanan yaitu sholat.
E. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Adanya gangguan berjalan karena kelemahan dan spastisitas otot ekstremitas bawah akibat
stroke hemiparese dextra.
4.5 Evaluasi
1. Evaluasi sesaat: Os nampak lelah setelah latihan.
2. Evaluasi berkala: Setelah beberapa hari, perkembangan keadaan pasien sebagai berikut:
12 September 2017
1. tekanan darah :
2. HR :
3. RR :
4. MMT Post Terapi
REGION GERAKAN DEXTRA SINISTRA
Shoulder Fleksi 3 5
Ekstensi 3 5
Elbow Fleksi 3 5
Ekstensi 3 5
Wrist Fleksi 4 5
Ekstensi 4 5
Hip Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
Knee Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
Ankle Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
5. ROM:
Dextra Shoulder
S : 0-0-70
F : 0-0-80
Dextra elbow
S: 0-0-130
Dextra wrist
S : 40-0-60
F : 20-0-45
Dextra hip
S : 20-20-50
Dextra knee : 90-50-110
18 September 2017
1. tekanan darah :
2. HR :
3. RR :
25 September 2017
1. tekanan darah :
2. HR :
3. RR :
4. MMT Post Terapi
REGION GERAKAN DEXTRA SINISTRA
Shoulder Fleksi 3 5
Ekstensi 3 5
Elbow Fleksi 3 5
Ekstensi 3 5
Wrist Fleksi 4 5
Ekstensi 4 5
Hip Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
Knee Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
Ankle Fleksi 2 5
Ekstensi 2 5
5. ROM
Dextra Shoulder
S : 0-0-80
F : 0-0-80
Dextra elbow
S: 0-0-140
Dextra wrist
S : 40-0-60
F : 20-0-45
Dextra hip
S : 20-20-50
Dextra knee : 97-50-110
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.3 Saran
5.4 Edukasi
Pasien dianjurkan untuk sering melakukan latihan ADL
1. Pasien dan keluarga dianjurkan untuk selalu aktif menggerakkan dan melatih anggota gerak
yang mengalami kelemahan dengan bantuan perawat atau keluarga minimal 2 kali sehari.
2. Selama perawatan di tempat tidur, pasien dan keluarga disarankan untuk selalu melakukan
change posisi dengan cara miring ke kanan dan ke kiri, bangun dari tidur ke duduk, minimal sitiap
dua jam sekali dengan cara yang telah diajarkan oleh terapis.
DAFTAR PUSTAKA
Prince,sylfia A. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Vol. 2, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Adams, H. P., Bruno, A., Connors, J. J. B., Demaerschalk, B. M., Khatri, P., Mcmullan, P. W.,
… Wang, D. Z. (2013). AHA / ASA Guideline Guidelines for the Early Management of
Patients With Acute Ischemic Stroke. https://doi.org/10.1161/STR.0b013e318284056a
Ansari, N. N., Naghdi, S., Hasson, S., & Rastgoo, M. (2009). Efficacy of therapeutic ultrasound
and infrared in the management of muscle spasticity, 23(July), 632–638.
https://doi.org/10.1080/02699050902973939
Bear, M., & Psych, M. E. (n.d.). Exercise , Physical Appearance and Self-Esteem in
Adolescence.
Davenport, R., & Dennis, M. (2000). Neurological emergencies : acute stroke, 277–288.
Farmakologi, B., Kedokteran, F., & Trisakti, U. (2006). Prevalensi penyakit kronis dan kualitas
hidup pada lanjut usia di Jakarta Selatan, 25(4).
Management, S. (n.d.). No Title.
National, T., & Centre, C. (n.d.). National clinical guideline for diagnosis and initial
management of acute stroke and transient ischaemic attack (TIA).
Peppen, R. P. S. Van. (n.d.). Towards evidence-based physiotherapy for patients with stroke.
Risk Factors for Stroke. (n.d.).
Rkr, P., Swaminathan, N., & La, H. (2014). Passive movements for the treatment and prevention
of contractures ( Review ), (12).
Truelsen, T., Begg, S., & Mathers, C. (2001). The global burden of cerebrovascular disease.