Anda di halaman 1dari 19

OTONOMI DAERAH

OLEH :

I KETUT ARDIKA /1813011050 /II B

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Otonomi Daerah”. Makalah ini merupakan salah satu hasil pelaksanaan
pemikiran sederhana sebagai wujud partisipasi penulis dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.

Dalam penulisan karya tulis ini, banyak pihak yang memberi bantuan
kepada penulis. Oleh karena itu, maka pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. I Nyoman Natajaya, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, yang telah banyak memberikan masukan
dalam proses pembuatan makalah ini.
2. Teman-teman yang telah banyak memberikan dukungan agar
terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna menyempurnakan
makalah ini. Namun demikian penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi
pembaca.

Singaraja, 14 April 2019

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................ 2
1.4 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Otonomi Daerah............................................................... 3
2.2 Dasar Hukum dan Asas Otonomi Daerah.......................................... 4
2.3 Tujuan Otonomi Daerah..................................................................... 9
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah.................................... 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 15
3.2 Saran................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah Indonesia


membuat suatu kebijakan untuk daerah. Yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat
II diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya
sendiri, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat. Kebijakan ini dikenal dengan
Otonomi Daerah.

Terbentuknya Otonomi Daerah memiliki sejarah yang sangat panjang mulai


dari jaman kolonial sampai dengan sekarang. Dimulai dari jaman kolonial yang
memberi peluang untuk daerah dibentuknya satuan pemerintahan yang
mempunyai keuangan sendiri. Pada jaman penjajahan Jepang semua daerah
otonom disebukan memiliki sifat bersifat misleading. Kemudian pada saat
kemerdekaan dan pasca kemerdekaan banyak sekali dikeluarkan undang-undang
untuk mengatur Otonomi Daerah.

Pada era ini Indonesia juga harus memikirkan hal yang strategis, terutama
pemerintah yang ada di pusat, dimana yang terjadi saat ini pemerintah pusat yang
memiliki urusan yang terlalu banyak sehingga tidak satupun yang terselesaikan
dengan baik, pusat mengurus sampai pada urusan yang bersifat teknis yang ada di
daerah. Pemerintah seharusnya memikirkan yang strategis dan terfokus.

Hal yang sama sepertinya mulai terulang kembali, kalau kita memperhatikan
pengelolaan pemerintahan yang ada saat ini ada usaha untuk sentralisasi kembali
meskipun dengan cara yang berbeda sentralisasi yang berbeda pada orde baru,
menurut wawan mas’udi sentralisasi yang ada pada saat ini berada pada sofwer,
mencontohkan pada penganggaran. Disadari atau tidak bahwa watak dasar
pemerintah di indonesia adalah sentralistik, sehingga upaya pengelolaan
pemerintahan yang sentralistik bisa saja terjadi, meskipun pada konsep otonomi
daerah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan otonomi daerah ?
2. Apa dasar hukum dan asas otonomi daerah ?
3. Apa tujuan otonomi daerah ?

1
4. Bagaimana kelebihan dan kekurangan otonomi daerah ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang otonomi daerah
2. Untuk mengetahui dasar hukum dan asas otonomi daerah
3. Untuk mengetahui tujuan otonomi daerah
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan otonomi daerah

1.4 Manfaat

Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai


berikut:

1. Bagi penulis : dapat menambah wawasan tentang otonomi daerah

2. Bagi mahasiswa : dapat menambah motivasi dan minat untuk mempelajari


materi tentang otonomi daerah

3. Bagi pembaca : dapat menambah wawasan tentang otonomi daerah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri
dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi
daerah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri (Bayu Suryaninrat,1985).

2
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan
makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan
demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan
pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah
sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang dibutuhkan daerah maka dapat
dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk melakukan apa saja secara
mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar dan tentunya disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan daerah.

Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan


bahwa :

1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang


untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.

2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna


kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau
tidak bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu). Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.

3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan
memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.

4. Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh


dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal
berada di luar pemerintah pusat.

5. Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu


pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya
terpisah dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang diserahkan oleh
pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial
(sesunggguhnya atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang berbeda.

Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan oleh


para pakar. Dan dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa (inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah

3
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

2.2 Dasar Hukum dan Asas Otonomi Daerah

1. Dasar Hukum

Tidak hanya pengertian tentang otonomi daerah saja yang perlu kita bahas.
Namun ada dasar-dasar yang bisa menjadi landasan. Ada beberapa peraturan dasar
tentang pelaksanaan otonomi daerah, yaitu sebagai berikut:

a. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi


Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg
Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
NKRI.

b. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan


dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

c. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7

d. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan


daerah.

e. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan


negara.

f. Undan-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi


Undang-Undang No.32 Tahun 2004)

2. Asas Otonomi Daerah

Berikut uraian asas-asas otonomi daerah dan penjelasan lengkapnya


berdasarkan pendapat Dr. Agussalim Andi Gajong S.H. dalam bukunya yang
berjudul “Pemerintahan Daerah: Kajian Politik dan Hukum”:

1. Asas Desentralisasi

Menurut UU No. 32 tahun 2004 secara lugas menyebutkan bahwa


desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat

4
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya
dalam sistem negara kesatuan republik Indonesia.

Dalam ketatanegaraan pula, pemaknaan desentralisasi dibedakan dalam empat


hal, yaitu:

1. Kewenangan untuk mengambil keputusan diserahkan dari seorang pejabat


administrasi atau pemerintah kepada yang lain,

2. Pejabat yang menyerahkan kewenangan itu memiliki lingkungan pekerjaan


yang lebih luas dibanding pejabat yang diserahi kewenangan.

3. Pejabat yang menyerahkan kewenangan tidak dapat memberi perintah kepada


pejabat yang telah diserahi kewenangan tersebut mengenai pengambilan
keputusan atau isi keputusan yang dibuatnya.

Pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi dalam sistem


pemerintahan merupakan pembagian, penyebaran, pemencaran, pemberian
kekuasaan, dan kewenangan dapat dilihat dari pandangan yang dikemukakan oleh
Gerald S Maryanov dan Philip Mawhood, bahwa masalah desentralisasi berujung
pada pembagian kekuasaan atau kewenangan dalam suatu pemerintahan.

Sementara itu, R. Tresna memiliki pandangan bahwa desentralisasi dimaknai


sebagai pemberian kuasa mengatur diri kepada daerah-daerah dalam
lingkungannya guna mewujudkan asas demokrasi di dalam pemerintahan negara.

Soehino dalam bukunya “Asas-asas Hukum Pemerintahan” menyampaikan


pandangannya bahwa desentralisasi kedaerahan memberi wewenang kepada alat
perlengkapan suatu lembaga hukum untuk membentuk aturan hukum in abstracto
(aturan hukum yang belum diterapkan pada suatu kasus) dan pemberian delegasi
kepada alat perlengkapan dari lembaga hukum publik untuk membentuk aturan
hukum in concerto (aturan hukum yang telah diterapkan pada suatu kasus).

Pandangan pakar yang menganggap bahwa desentralisasi merupakan sarana


dalam pembagian dan pembentukan daerah dapat dilihat dari Aldelfer, yaitu
desentralisasi adalah pembentukan sistem politik di berbagai negara daerah
otonomi dengan kekuasaan-kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan
tertentu yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan
administrasi sendiri.

5
Jadi, desentralisasi itu menyangkut pembentukan daerah otonom dengan
dilengkapi kewenangan-kewenangan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu.
Dalam desentralisasi, pelimpahan wewenang adalah sesuatu yang bersifat hak,
dalam hal membuat aturan dan keputusan penyelenggaraan pemerintahan daerah
dengan dibatasi oleh peraturan dari badan yang lebih tinggi.

2. Asas Dekonsentrasi

Sama halnya dengan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi memiliki makna


yaitu pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah atau
dari badan otonom yang memiliki wewenang lebih tinggi ke badan otonom yang
wewenangnya lebih rendah. Hanya saja dalam dekonsentrasi, pendelegasian
wewenang hanya pada sektor administrasi, tidak ada pendelegasian wewenang
dalam sektor politik seperti pada desentralisasi dan wewenang politik berada di
tangan pemerintah pusat.

Maka dari itu, pada dekonsentrasi, badan otonom yang diserahi wewenang
hanya dapat melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan dari
pemerintah pusat. Sedangkan menurut Laica Marzuki, dekonsentrasi adalah
ambtelijke decentralisastie atau delegatie van bevoegdheid, yaitu pendelegasian
kewenangan dari alat kelengkapan negara di pusat kepada instansi di bawahnya,
untuk melakukan pekerjaan tertentu dalam terselenggaranya pemerintahan.
Pemerintah pusat tidak mungkin kehilangan kewenangannya karena instansi di
bawahnya melaksanakan tugas mereka atas nama pemerintah pusat.

Jadi dekonsentrasi diartikan sebagai penyebaran atau pemancaran kewenangan


pusat kepada petugasnya yang tersebar di wilayah-wilayah untuk melaksanakan
kebijakan pusat. Namun pelimpahan wewenang ini hanya terjadi pada bidang
administratif alias tata usaha dalam penyelenggaraan negara. Mereka yang
diserahi wewenang ini tidak memiliki kuasa untuk membuat suatu aturan tentang
pelaksanaan dekonsentrasi dan mereka diwajibkan untuk menjalankan aturan atau
putusan dari pemerintah pusat atau badan otonom yang lebih besar wewenangnya.

Pemaknaan asas dekonsentrasi berdasarkan dengan undang-undang


pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif sampai sekarang ini,
antara lain

1. Undang-Undang No. 1 tahun 1945, UU No. 22 tahun 1948

6
2. Undang-Undang No. 1 tahun 1957, Penpres RI No. 1959

3. Undang-Undang No. 18 tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan


eksplisit dalam batang tubuhnya

4. Undang-Undang No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999

5. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 menegaskan secara jelas bahwa


dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan.

3. Asas Tugas Pembantuan

Tugas pembantuan merupakan suatu asas dasar hukum otonomi daerah yang
memiliki sifat membantu pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi
tingkatannya dalam menyelenggarakan negara atau daerah melalui kewenangan
yang dimiliki oleh pemerintah atau badan otonom yang dimintai bantuannya
tersebut.

Dalam hal ini, badan otonom yang dimintai bantuan memiliki kewajiban
untuk melakukan hal atau tugas dari badan otonom yang lebih tinggi
kekuasaannya. Mereka diwajibkan karena berdasarkan ketentuan hukum yang
lebih tinggi, daerah terikat untuk melakukan hal atau tugas dalam rangka
memenuhi asas tugas pembantuan.

Undang-Undang No. 22 tahun 1948 menyatakan bahwa pemerintahan daerah


diserahi tugas untuk menjalankan kewajiban pemerintah pusat di daerah, begitu
juga dari pemerintah daerah yang lebih atas kepada daerah yang tingkatannya
lebih rendah.

Undang-Undang No. 1 tahun 1957 menyatakan, tugas pembantuan adalah


sebagai menjalankan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang No. 18 tahun 1965 menyatakan tugas pembantuan sebagai


pelaksanaan urusan pusat atau daerah yang lebih atas tingkatannya.

Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang desa secara lugas menyatakan,


tugas pembantuan ialah tugas untuk ikut serta dalam menjalankan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada perangkat desa oleh pemerintah pusat atau
perangkat daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskannya.

7
Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah
menyebutkan dalam Bab I, Pasal 1 huruf g bahwa tugas pembantuan ialah
penugasan dari pemerintah pusat pada daerah dan desa, serta dari daerah ke desa
untuk menjalankan suatu tugas yang diikuti anggaran, sarana, dan prasarana serta
sumber daya manusia dengan diharuskan melaporkan jalannya tugas pembantuan
dan bertanggung jawab pada yang menugaskan.

Undang-Undang No. 32 tahun 2004 menegaskan dalam Bab I, Pasal 1 ayat 9


tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pada daerah dan atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa serta dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melakukan tugas tertentu.

Dalam pasal 12 ayat (1) dan (2) disebutkan

a. Dengan peraturan perundang-undangan, pemerintah dapat menugaskan


kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan,

b. Dengan peraturan daerah, pemerintah daerah tingkat I dapat menugaskan


kepada pemerintah daerah tingkat II untuk melaksanakan tugas pembantuan.

2.3 Tujuan Otonomi Daerah

Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat
mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat
peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya
dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.

Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari
otonomi daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat
dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai
berikut.

a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk


mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat
yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan
melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.

b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk


mencapai pemerintahan yang efisien.

8
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan
agar perhatian lebih fokus kepada daerah.

d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat
turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Otonomi Daerah

a. Kelebihan Otonomi Daerah

Kelebihan otonomi daerah sesuai tujuannya terlihat jelas. Kelebihan ini


diharapkan dapat benar-benar terjadi jika pelaksanaan otonomi daerah sesuai
aturan. Kelebihan tersebut dilihat dari sudut pandang masyarakat daerah,
pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.

1. Prioritas Pembangunan Jelas

Kelebihan pertama otonomi daerah adalah prioritas pembangunan menjadi


lebih jelas dan tepat sasaran. Karena jika semua diatur oleh pemerintah pusat,
maka ada kemungkinan tidak sesuai dengan kondisi daerah, kebutuhan
masyarakatnya, dan aspirasi atau keinginan dari masyarakat daerah sendiri.
Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah bebas mengatur dan menyesuaikan
pembangunan dengan kondisinya. Jika daerah mempunyai banyak sumber daya
pertanian, maka pembangunan diprioritaskan kepada pertanian. Jika daerah
membutuhkan banyak infrastruktur, maka alokasi dana pembangunan untuk
infrastruktur.

2. Pembangunan Daerah Lebih Maju

Pembangunan daerah dapat menjadi lebih maju. Ini adalah akibat dari
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan. Pelayanan dan kesejahteraan meningkat
karena pembangunan lebih tepat sasaran. Daerah yang sebagain besar wilayahnya
di tepi pantai dan penduduk bermatapencaharian nelayan, maka kebijakan akan
diarahkan untuk pembangunagan perairan dan perikanan. Dengan demikian,
peningkatan kesejahteraan lebih cepat dirasakan.

3. Daerah Mengatur Pengelolaan Sendiri

Otonomi daerah memungkinkan daerah mengatur pengelolaan sumber


dayanya sendiri. Pengelolaan disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing.
Sehingga tidak ada daerah yang memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang

9
tidak sesuai dengan potensinya. Dan daerah yang mempunyai lebih banyak
sumber daya alam dapat lebih berkontribusi dalam pembangunan nasional. Daerah
mengatur pendapatan dan pengeluarannya sesuai RAPBD yang telah disusun.

4. Kerjasama Terjalin dengan Rakyat

Pemerintah daerah adalah yang paling dekat dengan rakyat. Seharusnya


dengan otonomi daerah, aspirasi rakyat dapat lebih terserap dan diutamakan.
Secara tidak langsung aka nada kerja sama yang terjalin baik antara pemerintah
dengan rakyat

5. Mengurangi Tugas Pemerintah Pusat

Adanya otonomi daerah mengurangi menumpuknya pekerjaan pemerintah


pusat. Dengan demikian pekerjaan pemerintah pusat akan lebih efisien.
Pemerintah akan lebih bisa berfokus kepada tugas yang menyangkut negara secara
keseluruhan dan hubungan dengan luar negeri. Pemerintah pusat hanya tinggal
menerima laporan dan melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintah
daerah, untuk selanjutnya membuat kebijakan yang bersifat nasional dan dapat
diterapkan di semua daerah.

6. Mudah Menyesuaikan dengan Kebutuhan Khusus Daerah

Otonomi daerah membuat pemerintah lebih mudah menyesuaikan diri dengan


kebutuhan khusus daerah. Contoh dengan adanya daerah-daerah tertentu, seperti
Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang tentunya mendapat perlakukan berbeda
sebagai ibu kota negara. Atau daerah Istimewa Yogyakarta yang arah
pemerintahannya bergaya keraton sesuai dengan kebudayaan masyarakatnya. Atau
Nagroe Aceh Darusalam yang kebijakan pemerintahan daerahnya Islam sesuai
aspirasi masyarakatnya.

7. Lebih Cepat dalam Menangani Kebutuhan Mendesak

Untuk kebutuhan mendesak, adanya otonomi daerah akan mengefisiensikan


waktu yang ada. Tidak perlu persetujuan dari pemerintah pusat untuk tindakan
darurat. Misalnya untuk daerah yang terkena bencana alam longsor, maka
pemerintah daerah dapat dengan cepat menyalurkan bantuan tanpa persetujuan
pusat.

8. Mengurangi Kemungkinan Kesewenangan Pemerintah Pusat

10
Otonomi daerah juga memnbatasi kekuasaan pemerintah pusat secara tidak
langsung. Hal ini mengurangi kemungkinan kesewenangan pemerintah pusat
menerapkan aturan dan kebijakan yang tidak sesuai aspirasi rakyat. Atau bahkan
mencegah terjadi kediktatoran.

9. Meningkatkan Kualtas Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan publik juga dapat ditingkatkan di daerah, karena


pemerintahan ini berhubungan langsung dengan masyarakat. Kualitasnya dapat
terjaga dan dapat diawasi.

10. Hubungan Harmonis Antar Daerah dan Pusat

Adanya otonomi daerah juga menciptakan hubungan pemerintah pusat dan


daerah di Indonesia menjadi lebih harmonis. Karena setiap daerah mempunyai
kewenangan mengatur daerah, tidak akan ada ketidakpuasan di sana. Tidak ada
konflik kepentingan yang terjadi.

11. Efisiensi Waktu dan Biaya

Otonomi daerah membuat efisiensi waktu dan biaya dalam segala bidang.
Tidak semua permasalahan harus diselesaikan ke pemerintah pusat yang
membutuhkan waktu dan biaya lebih banyak.

12. Mengurangi Birokrasi

Efisiensi waktu dan biaya akibat otonomi daerah juga mengurangi birokrasi
yang panjang dan berbelit-belit. Bisa dibayangkan, jika hanya untuk mengurus
Kartu Tanda Penduduk saja harus ke pemerintah pusat.

b. Kekurangan Otonomi Daerah

Selain kelebihan, otonomi daerah mempunyai beberapa kekurangan.


Kekurangan yang harus disadari sehingga bisa diminimalisir kejadiannya.
Kekurangan yang dapat memacu semua pihak terkait untuk selalu intropeksi agar
lebih banyak kelebihan yang dicapai daripada kekurangan. Kekurangan otonomi
daerah tersebut, antara lain :

1. Pertentangan Peraturan

Otonomi dapat membuat terjadinya pertentangan peraturan antara pemerintah


daerah. Namun, meskipun demikian selama peraturan yang berbeda tersebut bisa

11
saling melengkapi, tidak akan menimbulkan masalah. Contoh pertentangan
peraturan adalah adanya peraturan pelaksanaan hukum Islam di Propinsi Nangroe
Aceh Darusalam. Bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang lain yang
berlaku di Indonesia. Karena hal tersebut adalah keinginan masyarakat dan dalam
pelaksanaannya dalam saling melengkapi, juga menciptakan ketertiban, maka
tidak ada hal negatif yang terjadi.

2. Pengawasan Lemah

Pengawasan pemerintah pusat ke pemerintah daerah menjadi lemah. Pada


beberapa kasus, hal tersebut memungkinkan timbulnya penguasa-penguasa daerah
yang sewenang-wenang. Untuk mengawasi hal ini, maka masyarakat daerah yang
harus berperan aktif dalam daerahnya.

3. Rentan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Pengawasan yang lemah, juga menyebabkan mudahnya korupsi, kolusi, dan


nepotisme di kalangan pejabat pemerintah daerah. Penyalahgunaan wewenang
untuk kepentingan pribadi dan merugikan negara secara pribadi dapat terjadi.
Korupsi dana pembangunan daerah yang paling banyak dilakukan. Selain itu,
penyalahgunaan dalam bentuk kolusi dan nepotisme, di mana tidak adanya
profesionalisme dalam pekerjaan juga marak. Setiap proyek pembangunan
diserahkan kepada perusahaan milik pribadi atau keluarga tanpa melalui proses
seharusnya banyak dilakukan.

4. Kesenjangan Antar Daerah

Dampak negatif selanjutnya adalah kesenjangan antar daerah. Karena tidak


semua wilayah mempunyai sumber daya yang banyak. Atau mungkin sumber
daya yang banyak tetapi tidak dikelola dengan baik. Akibatnya, terjadi
kesenjangan antar daerah. Wilayah yang satu lebih sejahtera dibandingkan
wilayah lain. Cara mengatasi kesenjangan sosial, budaya, dan ekonomi harus
diupayakan karena dapat memicu konflik antar daerah.

5. Koordinasi Sulit

Banyaknya pemerintah daerah, berarti juga banyak organisasi dan instansi di


bawahnya. Selain membuat lemahnya pengawasan, hal ini menyebabkan
koordinasi sulit. Pemerintah pusat tidak bisa melakukan kebijakan yang berada di

12
luar wewenangnya dengan cakupan seluruh wilayah Indonesia. Karena nantinya
pemerintah daerah harus diikutsertakan dalam kewenangan tersebut.

6. Keseimbangan Kepentingan Sulit Tercapai

Keseimbangan kepentingan sulit tercapai karena setiap daerah mempunyai


aturan yang berbeda. Untuk menyatukannya menjadi hal sulit. Apalagi
menyeimbangkan kepentingan daerah yang satu dengan daerah lain. Perlu
kebijakan kepala daerah dan ketegasan pemerintah pusat untuk mencapai
keseimbangan.

7. Perlu Biaya Desentralisasi

Seperti telah disebutkan, bahwa otonomi daerah atau desentralisasi berarti


membuat bertambahnya pejabat di daerah. Secara birokrasi, ini lebih efisien
waktu, tenaga , dan biaya. Namun secara keorganisasian, membutuhkan biaya
lebih banyak. Sistem di daerah juga harus dibangun dengan biaya tidak sedikit
hingga dapat menyerap aspirasi masyarakat.

8. Kedaerahan

Seharusnya, setiap wilayah mengusahakan upaya menjaga keutuhan NKRI.


Otonomi daerah membuka peluang kedaerahan atau kelompok menjadi terbuka.
Jika tidak dijaga, sikap mementingkan kelompok / wilayah / daerahnya lebih
terasa dibandingkan kepentingan nasional

9. Keputusan Lebih Panjang

Dalam hal yang mendesak, keputusan menjadi lebih cepat. Namun, mencakup
keputusan nasional alurnya bertambah panjang. Karena untuk menerapkan
kebijakan nasional, pemerintah pusat harus mempertimbangkan aspirasi dari
semua daerah. Jangan sampai kebijakan hanya menguntungkan daerah tertentu
saja.

BAB III

PENUTUP

13
3.1 Kesimpulan

Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri
dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi
daerah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga sendiri (Bayu Suryaninrat,1985).

Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah, yaitu


sebagai berikut:

c. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi


Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg
Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka
NKRI.

d. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan


dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

e. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7

f. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan


daerah.

g. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan


negara.

h. Undan-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi


Undang-Undang No.32 Tahun 2004)

Asas-asas otonomi daerah menurut pendapat Dr. Agussalim Andi Gajong S.H.
dalam bukunya yang berjudul “Pemerintahan Daerah: Kajian Politik dan Hukum”
yaitu : Asas Desentralisasi, Asas Dekonsentrasi, Asas Tugas Pembantuan.

Tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan
dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut :

a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk


mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang
demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.

14
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk
mencapai pemerintahan yang efisien.

c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan


agar perhatian lebih fokus kepada daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah memiliki kelebihan dan kekurangan yang


saling melengkapai.

3.2 Saran

Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga


perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat
memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat
pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah.
Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif
dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dede Rosyada. dkk (2005). Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta : PRENADA MEDIA.
https://guruppkn.com/asas-asas-otonomi-daerah (diakses tanggal 16 April 2019)
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah.
Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda
Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Sujamto, Otonomi Daerah Yang Nyata Dan Bertanggung Jawab, edisi revisi, Jakarta,
Ghalia Indonesia, 1990
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber
Daya. Bandung: Djambatan.
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai