Anda di halaman 1dari 18

PENATALAKSANAAN LUKA

Prioritas dalam penatalaksanaan luka adalah mengatasi perdarahan (hemostasis); mengeluarkan


benda asing yang dapat bertindak sebagai fokus infeksi; melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi;
krusta yang tebal dan pus; menyediakan temperatur, kelembaban, dan pH yang optimal untuk sel-sel yang
berperan dalam proses penyembuhan; meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan epitelialisasi;
dan melindungi luka dari trauma yang lebih lanjut serta terhadap masuknya mikroorganisme patogen.
tujuannya adalah untuk melindungi individu dari kerusakan fisiologis lebih lanjut, untuk menyingkirkan
penyebab aktual atau potensial yang memperlambat penyembuhan dan untuk menciptakan lingkungan
lokal yang optimal untuk rekonstruksi dan epitelialisasi vaskular dan jaringan ikat.
Luka harus dibersihkan dari kotoran atau debris. Pembersihan luka dapat dilakukan dengan bahan
pembersih luka, sabun atau bila perlu dengan disikat. Biasanya dilakukan tindakan anestesi sebelumnya
untuk mengurangi rasa sakit. Lalu dengan menggunakan larutan saline dilakukan irigasi untuk
menghilangkan semua partikel yang tertinggal pada luka. Debridement dilakukan untuk menghilangkan
jaringan yang mengalami devitalisasi agar didapat penutupan luka yang baik. Sebelum luka ditutup,
hemostasis harus tercapai. Bila tidak, maka akan terjadi hematoma di dalam jaringan yang dapat membuka
kembali luka yang telah ditutup. Pembuluh darah dapat diklem, diligatur atau dikauterisasi untuk
mengurangi perdarahan yang terjadi akibat luka yang terbuka.
Setelah luka dibersihkan, dilakukan debridement dan hemostasis tercapai, luka ditutup dengan
dijahit. Namun tidak semua luka membutuhkan penjahitan, luka kecil dapat dibiarkan dan dapat sembuh
tanpa penjahitan. Bila penjahitan dianggap perlu, tujuan penjahitan adalah mengembalikan jaringan ke
posisi semula, tergantung kedalaman dan posisi luka tersebut. Luka pada gingiva atau mukosa alveolar
dapat ditutup dengan penjahitan 1 lapis, sedangkan luka pada lidah atau bibir yang melibatkan otot harus
dijahit lapisan otot terlebih dahulu dengan benang jahit yang dapat teresorbsi, dan luka yang lebih dalam
membutuhkan penjahitan 3 lapis. Setelah penutupan luka, klinisi harus mempertimbangkan pemberian
terapi suportif untuk mempercepat penyembuhan seperti pemberian antibiotik dan anti tetanus. Kecuali
untuk luka superficial antibiotik tidak diindikasikan.
Protokol 1: Wound toilet dan debridement
Gunakan satu dari 2 antiseptik di bawah ini untuk luka:
- Larutan Povidone iodine 10% dua kali sehari
- Cetrimide 15% + chlorhexidine gluconate 1,5%
1. Bersihkan luka dengan sabun dan air matang selama 10 menit, kemudian luka diirigasi dengan larutan
salin
2. Debridement: membersihkan luka dari benda asing, jaringan mati dan rusak secara mekanis. Kemudian
irigasi luka kembali. Jika analgetik lokal dibutuhkan gunakan lidokain 1% tanpa epinefrin.
3. Tutup luka dengan kasa steril dan kering. Ganti kasa minimal sekali sehari.
Protokol 2: Manajemen luka dengan tetanus
1. Luka biasanya terinfeksi tetanus jika telah lebih dari 6 jam sebelum pembersihan luka dan
memperlihatkan tanda-tanda: tipe luka punctum, terdapat jaringan mati dalam jumlah signifikan, tanda
klinis sepsis, kontaminasi bakteri tetanus, dan luka bakar.
2. Untuk pasien terkontaminasi tetanus, WHO merekomendasikan injeksi TT (Tetanus Toksoid) atau Td
(vaksin tetanus dan diphteri) dan TIG (Immunoglobin tetanus)
3. Jika pemberian vaksin tetanus dan immunoglobin tetanus dalam satu waktu, maka harus diberikan
dengan syringe yang berbeda dan lokasi pemberian yang berbeda pula.
Protokol 3: Antibiotik profilaksis dan antibiotik perawatan
Antibiotik profilaksis
Antibiotik profilaksis diindikasikan untuk luka yang mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi seperti luka
yang terkontaminasi, vulnus penetratum, trauma abdominal, vulnus laseratum dengan ukuran lebih dari 5
cm, luka dengan banyak jaringan nekrotik, tempat yang berisiko tinggi seperti pada ekstremitas. Antibiotik
profilaksis yang direkomendasikan adalah penisilin G dan metronidazole dalam satu kali pemberian. Dosis
dewasa 8-12 juta IU, dan anak-anak 200.000 IU/kg BB dalam sekali pemberian.
Antibiotik perawatan
Jika infeksi telah terjadi, berikan antibiotik secara intravena, diberikan Penisilin G dan metronidazole untuk
5-7 hari. Penisilin untuk dosis dewasa 1-5 MIU setiap 6 jam, dan berikan secara peroral 2 hari kemudian
jika memungkinkan. Penisilin untuk dosis anak-anak 100 mg/kg BB setiap hari dibagi dalam beberapa dosis.
Metronidazole dewasa 500 mg setiap 8 jam dan anak-anak 7,5 mg/kg setiap 8 jam secara intravena.
Langkah-langkah pengelolaan luka jaringan lunak terdiri atas:
I. Pengelolaan vulnus secara umum :
1. Pembersihan luka (debridement)
Adalah tindakan membersihkan daerah luka dari benda-benda asing yang mengkontaminasi luka, dan
jaringan nekrotik yang terdapat pada luka.
Debridement terbagi atas 4 metode 14:
a. Surgery: merupakan cara tercepat jika jaringan nekrotik luas
b. Enzimatic: enzim yang dapat mendegradasi jaringan nekrotik
c. Autolisis: proses yang normal terjadi pada luka dan tidak melukai jaringan sehat di sekeliling luka
d. Mekanikal: dengan cara membilas/irigasi luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara:
- mencuci daerah luka untuk membersihkan debris atau benda asing yang tertinggal. Dilakukan dengan
menggunakan sikat halus steril/ kapas steril dengan larutan garam fisiologis.
- Dilanjutkan dengan membuang sisa jaringan nekrotik sehingga didapat pinggiran jaringan yang linear.
Pembuangan dilakukan seminimal mungkin, hanya jaringan non vital yang dieksisi.
Persiapan wound toilet 15:
- Jangan memakai sabun atau alkohol
- Gunakan salin steril
- Irigasi dengan tujuan menghilangkan benda asing
- Gunakan 50-100ml/cm salin dengan tekanan
II. Pengelolaan hematoma dan kontusio
1. Kompres dingin untuk mengurangi sakit dan perdarahan
2 Beri analgetik dan antiinflamasi
3. Instruksikan pada pasien keesokan harinya jika masih lebam dapat dikompres hangat sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah menyebabkan vaskularisasi aktif agar PMN bergerak untuk memfagositosis
sisa-sisa debris fibril atau leukosit dan trombosit yang mati. Tindakan ini dilakukan beberapa hari hingga
sembuh.
Setelah semua tindakan di atas dilakukan, maka dapat diberikan terapi suportif: pencegahan luka dari
infeksi
1. Spesifik dengan anti tetanus
2. Non spesifik dengan pemberian antibiotika
MEKANISME PENYEMBUHAN LUKA
Proses biokimia dan seluler kemudian terjadi dalam penyembuhan semua cedera jaringan lunak yang rusak
ini. Proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi dalam tiga fase yaitu : fase inflamasi, proliferasi, dan
remodelling jaringan.
Tabel 1.Fase Penyembuhan Luka

FASE INFLAMASI
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang
terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan
vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis
terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan fibrin
yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Sementara terjadi reaksi inflamasi, sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, pengeluaran sel-sel radang, disertai
vasodilatasi setempat yang menyebabkan oedem dan pembengkakan
Gambar Fase inflamasi
FASE PROLIFERASI
Serat-serat fibrin diperoleh dari darah yang mengalami pembekuan yang menutup luka, berbentuk seperti
anyaman. Fibroblas mulai terbentuk pada substansia dasar dan tropokolagen. Substansia dasar
mengandung sejumlah mukopolisakaride yang berguna untuk melekatkan serat-serat kolagen. Fibroblas
mengeluarkan fibronectin yaitu kandungan protein yang mempunyai fungsi membantu mempertahankan
kestabilan fibrin, membantu mengamati benda asing, menggerakkan sistem pertahanan tubuh, bertindak
sebagai faktor kemotaksis dari fibroblas, dan membantu makrophage.2
Fibrinolisis terjadi disebabkan oleh plasma yang dibawa oleh pembuluh darah kapiler yang baru. Fibroblas
yang terdapat pada tropokolagen akan menghasilkan serat kolagen. Jaringan dengan cepat tumbuh
menjadi kuat selama tahap fibroplastis, normalnya antara 2-3 minggu. Apabila tegangan pada luka terjadi
pada awal tahap fibroplastis, maka terjadi penarikan di sepanjang garis utama dan luka. Akan tetapi bila
terjadi pada akhir dan tahap ini akan menyebabkan lepasnya hubungan antara serat kolagen yang lama di
sepanjang tepi luka dan terbentuk kolagen yang baru. Gambaran akhir pada tahap fibroplastis adalah kaku
oleh karena banyaknya kolagen dan kemerahan oleh karena vaskularisasi.

Gambar Fase proliferasi


FASE REMODELING
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih,
pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya pembentukan kembali jaringan yang baru. Fase ini
dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap.
Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem
dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen
yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini
dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lembut serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat
pengerutan maksimal pada luka.
Lebih jelasnya pada tahap ini kolagen yang lama dihancurkan, diganti dengan kolagen yang baru guna
meningkatkan ketahanan jaringan pada luka. Selama tahap ini kekuatan jaringan meningkat secara
perlahan, tetapi tidak seperti pada tahap fibroplastis. Kekuatan jaringan tidak lebih dari 80-85%
dibandingkan dengan jaringan yang normal dan hal ini tercapai kira-kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
Karena serat kolagen sangat sedikit akibatnya terbentuk bekas luka yang lunak. Metabolisme menurun,
sistem vaskularisasi berkurang sehingga kemerahan pada bekas luka juga berkurang. Elastin dan ligamen
tidak kembali pada penyembuhan luka, sehingga menyebabkan hilangnya fleksibilitas pada daerah bekas
luka.
Perawatan Trauma Pada Fraktur Dentoalveolar
Setelah ananmnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiologis telah lengkap, maka diagnosis
yang tepat juga dapat ditegakkan sehingga langkah perawatan terhadap kelainan akibat trauma pada
dentoalveolar dapat dilakukan dengan segera. Trauma pada gigi merupakan salah satu kasus darurat yang
memerlukan penanggulangan yang cepat dan tepat, karena keadaan ini mempengaruhi prognosis yang
akan datang. Maka pada prinsipnya perawatan trauma gigi ini adalah perawatan untuk mencegah prognosis
yang lebih buruk dan mengurangi rasa sakit akibat trauma.
Perawatan trauma gigi \dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu perawatan segera setelah terjadinya trauma
(perawatan darurat) dan perawatan terhadap gigi anterior yang mengalami trauma (perawatan definitif).
Perawatan Segera Setelah Terjadinya Trauma (Perawatan Darurat)
Perawatan darurat merupakan perawatan yang penting dan harus dilakukan dengan segera karena
menyangkut prognosa dari penderita. Perawatan darurat pada kasus trauma gigi anterior meliputi :
a. Membersihkan luka akibat trauma dengan menggunakan cairan antiseptik
b. Merawat luka akibat trauma, dengan melakukan penjahitan dan penutupan luka dengan kain kasa.
c. Menghentikan perdarahan
d. Menghilangkan rasa sakit
e. Pencegahan terhadap infeksi
Perawatan Gigi pada Cedera Dentoalveolar (Perawatan Definitif).
Perawatan trauma dentoalveolar pada prinsipnya adalah mengembalikan gigi yang mengalami
trauma keposisi semula (reposisi) dan mempertahankannya hingga proses penyembuhan (fiksasi dan
imobilisasi).
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan perawatan definitif pada kasus
trauma dentoalveolar, yaitu : keadaan umum pasien, umur pasien, trauma terjadi pada gigi sulung atau
gigi tetap, lokasi dan luas daerah yang terkena trauma, keadaan dari tulang pendukung, keadaan jaringan
periodontal serta gigi-geligi yang ada, Vitalitas gigi yang terkena trauma, apakah disertai dengan fraktur
tulang alveolar.
Pada dasarnya perawatan definitif trauma dentoalveolar meliputi :
a. Perawatan jaringan keras gigi, misalnya penambalan dengan resin komposit pada mahkota gigi yang
terkena trauma, pembuatan mahkota jaket, dll.
b. Perawatan jaringan pulpa, misalnya pada perawatan endodontik seperti pulp capping, pulpotomi, dll.
c. Perawatan pada gigi yang goyang dan berubah letak, yaitu dengan melakukan reposisi dan fiksasi.
Yang dimaksud dengan fiksasi adalah suatu tindakan pemasangan alat yang digunakan untuk
menstabilkan satu gigi atau lebih dengan mengikat atau menggabungkan gigi goyah atau berubah letak
kegigi sebelahnya yang masih kokoh melalui kawat, band atau splin dari logam cor, plastik atau acrylik.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan fiksasi yang baik 1,yaitu :
1. Dapat dengan mudah dipasang didalam mulut tanpa melalui prosedur laboratorium yang lama.
2. Bersifat pasif pada tempatnya, tanpa menyebabkan tekanan pada gigi.
3. Tindak berkontak dengan gusi dan tidak mengiritasi gusi.
4. Tidak terdapat sangkutan pada saat oklusi yang normal.
5. Dapat dengan mudah dibersihkan dan dipakai pada oral higiene yang baik.
6. Pada saat dipakai tidak menyebabkan trauma pada gigi atau gusi.
7. Dapat memberikan jalan bagi perawatan endodontik.
8. Dapat dengan mudah dikeluarkan.
9. Memperhatikan nilai estetik yang baik.
10. Harganya murah dan bahan-bahannya mudah diperoleh dipasaran.

Ada beberapa macam teknik fiksasi yang digunakan pada kasus trauma dentoalveolar yaitu :
1. Interdental wiring fixation, yaitu fiksasi dengan pengikatan kawat interdental. Misalnya dengan metode
Essig, Ernt’s, Eyelet (Ivy).
2. Arch bar wiring, yaitu pengikatan kawat dengan arch bar. Misalnya dengan metode Erich arch bar,
Sauer’s arch bar, hauptmeye’s arch bar, Circumferential arch bar.
3. Resin komposit splin dengan menggunakan etsa asam.
4. Penggunaan alat Orthodontik bracket, misalnya pada gigi yang ekstrusi dan avulsi.
5. Metal cast splint, yaitu splin dengan menggunakan logam cor.
6. Sectional acrylic splint, yaitu splin dengan menggunakan bahan dari akrilik.
Berikut ini akan diuraikan berbagai macam perawatan definitif trauma dentoalveolar menurut beberapa
pakar bedah mulut yaitu sebagai berikut :
Fraktur Mahkota
Pada fraktur mahkota yang mengenai email, dentin serta pulpa tanpa disertai kegoyangan gigi biasanya
dilakukan penambalan pada gigi yang terkena fraktur dengan resin komposit sistem etsa dengan atau
tanpa didahului perawatan endodontik. Tetapi bila disertai dengan kegoyangan gigi dilakukan juga reposisi
gigi dan fiksasi gigi tersebut.
Fraktur Mahkota – Akar
a. Jika fragmen mahkota masih berada ditempat dan tidak goyang, maka perawatan yang dilakukan sama
dengan perawatan pada fraktur mahkota.
b. Jika garis fraktur jauh kearah apikal dan gigi masih dapat direstorasi, maka dilakukan perawatan
endodontik.
c. Jika disertai dengan fraktur tulang alveolar, maka sebaiknya dilakukan ekstraksi gigi tersebut.
Fraktur Akar
a. Jika garis fraktur sepertiga apikal prognosisnya sangat baik dan biasanya tidak diperlukan perawatan
yang khusus.
b. Jika garis fraktur berada sepertiga tengah akar, prognosisnya sangat baik terhadap pemulihan
pertahanan jaringan pulpa dan penyembuhan dari fraktur akar tersebut. Dan dalam hal ini diperlukan
tindakan reposisi dan fiksasi selama 2-3 bulan, karena pada periode ini biasanya telah terjadi proses
kalsifikasi dari jaringan dan gigi kembali vital.
c. Jika terjadi fraktur akar vertikal dilakukan tindakan ekstraksi gigi.
Gigi Sensitif (Concussion) 1
Perawatan yang khusus pada gigi sensitif ini biasanya tidak ada, hanya diperlukan pemeriksaan yang rutin
dan berlanjut untuk mengevaluasi kesehatan dari jaringan periodontal dan pulpa gigi tersebut dan jika
perlu mengurangi kontak incisal untuk mengurangi trauma saat oklusi yang diterima gigi.
Subluksasi Gigi
Gigi yang mengalami subluksasi sensitif terhada perkusi dan goyang. Perawatan yang diperlukan biasanya
perawatan simptomatik yaitu dengan memberikan makanan yang lunak dan jika perlu menghilangkan
kontak oklusal/incisal untuk mengurangi trauma saat oklusi yang diterima dari gigi. Dan apabila
kegoyangan gigi sudah sangat ekstrim, dilakukan fiksasi pada gigi lawannya.
Intrusi Gigi Perawatan Pada Gigi Yang Berubah Letak
Pada apeks yang belum terbentuk sempurna, biasanya dibiarkan saja karena diharapkan pada saat
pertumbuhan, gigi akan kembali pada posisi semula. Apabila akar sudah terbentuk sempurna, dilakukan
reposisi dan immobilisasi selama 2-3 bulan, dan penggunaan alat orthodonti juda dapat membantu gigi
yang mengalami instrusi dapat kembali keposisi semula.
2. Ekstrusi Gigi dan Luksasi Gigi ke lateral
Pada gigi yang mengalami ekstrusi dan perubahan letak kearah lateral dilakukan perawatan
reposisi gigi dengan tekanan jari, kemudian immobilisasi gigi selama 2-3 minggu.
Avulsi Gigi
Pada gigi yang mengalami avulsi, dilakukan replantasi gigi dan stabilisasi gigi. Keberhasilan replantasi gigi
pada gigi yang mengalami avulsi ini tergantung pada lamanya gigi berada diluar soket. Semakin cepat gigi
tersebut direplantasi, maka prognosisnya semakin baik. Andreasen dan Hjorting-Hansen 1 mengemukakan
bahwa 90% dari gigi yang direplantasi kurang dari 30 menit setelah terjadi avulsi gigi, tidak terdapat
resorpsi akar pada gigi tersebut. Dan resorpsi akar terlihat pada 95% gigi yang direplantasi setelah lebih
dari 2 jam mengalami avulsi.
Sebelum melakukan replantasi, gigi tersebut direndam dahulu dalam larutan garam fisiologis hangat seperti
cairan saline untuk mencegah kekeringan dari serat-serat periodontal. Kemudian gigi tersebut dikeringkan
dan setelah saku gusi dibersihkan dari gumpalan darah replantasi dapat segera dilakukan. Setelah gigi
direplantasi, gigi tersebut distabilisasi dengan splint sistem etsa asam atau splint akrilik selama 7-10 hari
(pada gigi yang apeksnya sudah terbentuk sempurna) dan 3-4 minggu pada gigi yang apeknya belum
terbentuk sempurna. Periode stabilisasi pada kasus cedera dentoalveolar dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Periode stabilisasi Durasi Imobilisasi


pada cedera dentoalveolar. 3
Cedera Dentoalveolar
Gigi yang mobile. 7 – 10 hari
Gigi yang berubah tempat 2 – 3 minggu
Fraktur akar. 2 – 4 bulan.
Replantasi gigi (matur) 7 – 10 hari.
Replantasi gigi (imatur) 3 – 4 minggu.
Menurut Andreasen, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan replantasi gigi yang
mengalami avulsi,1 yaitu sebagai berikut :
a. Gigi tersebut tidak mempunyai kelainan periodontal.
b. Saku alveolar dapat menyediakan tempat bagi gigi yang direplantasi.
c. Tidak ada pertimbangan untuk melakukan perawatan orthodontik, seperti gigi yang berjejal.
d. Berapa lama gigi tersebut berada diluar saku alveolar. Gigi yang berada diluar saku gusi kurang dari 30
menit, merupakan indikasi replantasi yang baik, sedangkan jika gigi berada diluar saku alveolar lebih dari
2 jam kemungkinan besar akan terjadi komplikasi yaitu resorpsi dari akar gigi dan gigi menjadi non vital,
kecuali sebelum direplantasi gigi tersebut dirawat endodontik terlebih dahulu.
e. Tingkat perkembangan akar.

Fraktur Tulang Alveolar


Fraktur tulang alveolar biasanya disertai dengan fraktur dari beberapa gigi sehingga dengan fraktur
tulang alveolar ini juga dapat terjadi fraktur mahkota, fraktur akar dan trauma pada jaringan lunaknya.Maka
perawatan yang dilakukan adalah mengembalikan bagian yang terkena fraktur keposisi semula dan
kemudian dilakukan stabilisasi selama 4 minggu sampai terjadi proses penyembuhan tulang serta
penjahitan gusi yang mengalami laserasi.Pada pasien yang mengalami fraktur tulang alveolar yang parah
dilakukan tindakan alveolektomi disertai ekstraksi gigi yang mengalami trauma.
Bentuk cedera pada daerah tidak bergigi ini tidak terlalu berarti. Jika mukosa mengalami perlukaan
maka sebelum tindakan operatif harus diberikan antibiotik terlebih dahulu baru kemudian dilakukan
debridemen, tulang alveolar yang lepas dan berukuran kecil dan tidak dapat dipertahankan dibuang dan
dilakukan alveolektomi. Kemudian mukosa gingiva atau rongga mulut diperbaiki dengan cara melakukan
penjahitan.
Cedera jenis ini jika mengenai daerah edentulous maksilla dapat menyebabkan terjadinya fistula oro-nasal
pada daerah premaksilla atau fistula oro-antral di daerah premolar dan molar.
Finger pressure dapat digunakan untuk menekan fragmen alveolar yang fraktur ke dalam posisinya yang
tepat dan jika pasien menggunakan gigi tiruan dapat digunakan sebagai alat bantu memfiksasi.
Masalah jangka panjang yang dapat terjadi jika prosesus alveolaris yang lepas berukuran besar akan
mengakibatkan kesulitan saat pembuatan gigi tiruan. Komplikasi ini memerlukan perawatan pendahuluan
sebelum pembuatan protesa yaitu augmentasi ridge, pendalaman sulcus atau teknik implant.
Letak Fraktur pada Procesus Alveolaris Bergigi.
Adanya segmen tulang alveolar yang fraktur dan terdapat gigi permanen pada fragmennya maka diperlukan
tindakan reduksi dan imobilisasi, kecuali gigi pada fragmen tulang alveolaris memerlukan pencabutan
segera. Perawatann ini dilakukan dengan anestesi lokal dibantu dengan sedasi, seperti diazepam oral atau
intra venous. Prognosis fragmen fraktur dapat ditingkatkan dengan tindakan imobilisasi, kemudian gigi
ditempatkan secara akurat pada posisinya dan juga membebaskan trauma oklusal dari gigi lawannya.
Splinting harus dipertahankan selama 6 minggu, jika terdapat gigi pada garis fraktur maka harus
dipertimbangkan perawatan lainnya seperti perawatan endodontik diperlukan jika pulpa mengalami
nekrosis. Kadang-kadang pada fraktur dentoalveolar gigi pada fragmen fraktur tidak mendapat dukungan
tulang alveolar terutama pada penderita usia tua, maka perlu dirujuk kepada ahli periodontologi dengan
melakukan perawatan splinting metoda Von Weissenfluh. Fraktur dentoalveolar pada usia sangat muda
dapat membaik tanpa memerlukan imobilisasi dan cukup dirawat dengan pemberian diet lunak. Tetapi
bagaimanapun jika fragmen alveolar yang fraktur cukup besar maka tetap diindikasikan untuk pemasangan
splint.
2.8 TERAPI
Adapun tujuan yang ingin didapatkan pada perawatan fraktur mandibula adalah18:
1) Mendapatkan oklusi yang stabil dalam fungsi dan estetik.
2) Memperbaiki pembukaan interinsisal dan pergerakan mandibula.
3) Menciptakan pembukaan mandibula yang maksimal.
4) Meminimalisir deviasi mandibula
5) Menghasilkan artikulasi yang bebas dari rasa sakit pada saat istirahat dan fungsi
6) Mencegah internal derangement pada TMJ sisi cedera atau sisi yang berlawanan.
7) Mencegah komplikasi jangka panjang pada gangguan pertumbuhan.
Prinsip dasar umum dalam perawatan fraktur mandibula ialah sebagai berikut. Evaluasi klinis secara
keseluruhan dengan teliti, pemeriksaan klinis fraktur dilakukan secara benar, kerusakan gigi dievaluasi dan
dirawat bersamaan dengan perawatan fraktur mandibula, mengembalikan oklusi merupakan tujuan dari
perawatan fraktur mandibula. Apabila terjadi fraktur mulitple di wajah, fraktur mandibula lebih baik
dilakukan perawatan terlebih dahulu dengan prinsip dari dalam keluar, dari bawah keatas. Waktu
penggunaan fiksasi intermaksiler dapat bervariasi tergantung tipe, lokasi, jumlah dan derajat keparahan
fraktur mandibula serta usia dan kesehatan pasien maupun metode yang akan digunakan untuk reduksi
dan imobilisasi. Penggunaan antibiotik untuk kasus compound fractures, monitor pemberian nutrisi pasca
operasi.
Terapi fraktur mandibula secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu dengan metode closed
reduction (reduksi tertutup) dan metode open reduction (reduksi terbuka)
Metode reduksi tertutup adalah suatu tindakan reduksi tertutup tanpa melalui suatu tindakan pembukaan
tulang untuk memudahkan lapang pandang secara pembedahan. Jenis-jenis reduksi tertutup diantaranya
external appliance seperti head bandage, head gear, head frame plaster of paris, intermaxillary fixation
seperti interdental wiring fixation dan splint fixation.
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction adalah fiksasi intermaksiler.
Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari
mandibula.
Beberapa tehnik fiksasi intermaksilaris ;
a. Tehnik Gilmer ; merupakan tehnik yang mudah dan efektif tetapi mempunyai kekurangan yaitu mulut
tidak dapat dibuka untuk melihat daerah fraktur tanpa mengangkat kawat. Kawat tersebut dilingkarkan
pada leher gigi, kemudian diputar searah jarum jam sampai tegang. Dilakukan pada gigi atas dan bawah
sampai oklusi baik. Kemudian kedua kawat atas dan bawah digabungkan dan diputar dengan hubungan
vertika maupun silang, untuk mencegah tergelincir ke anterior dan posterior
Tehnik eyelet (ivy loop) ; keuntungan tehnik ini bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan
jaringan periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya mengangkat ikatan intermaksilaris.
Kerugiannya kawat mudah putus waktu digunakan untuk fiksasi intermaksiler
Gambar 2.23 Tehnik eyelet / ivy loop15
c. Tehnik continous loop (stout wiring) ; terdiri dari formasi loop kawat kecil yang mengelilingi arkus dentis
bagian atas dan bawah, dan menggunakan karet sebagai traksi yang menghubungkannya

d. Tehnik erich arch bar ; indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup untuk
pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila,
didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai dengan
lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris. Keuntungan penggunaan arch bar ialah
mudah didapat, biaya murah, mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan
keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat digunakan pada penderita dengan
edentulous luas.

e. Tehnik Kazanjian ; dengan menggunakan kawat yang kuat untuk tempat karet dipasang mengelilingi
bagian leher gigi. Tehnik ini untuk gigi yang hanya sendiri atau insufisiensi pada bagian dari pemasangan
arch bar.
Indikasi untuk metode reduksi tertutup adalah:18
a) Fraktur menguntungkan tanpa adanya pergeseran tempat ( nondisplace favorable fracture)

b) Fraktur comunitted yang luas, karena jika menggunakan open reduction, dapat mengganggu
vaskularisasi fragmen tulang yang kecil

c) Fraktur pada mandibula edentulus (tidak bergigi), karena open reduction dapat mengganggu
vaskularisasi

d) Fraktur mandibula pada anak, penggunaan open reduction dapat merusak benih gigi atau gigi yang
sedang tumbuh

e) Fraktur processus koronoidalis

f) Fraktur kondilus
Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi lebih rendah dan waktu operasi
yang lebih singkat. Tehnik ini dapat dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama,
gangguan nutrisi karena adanya MMF, resiko ankilosis TMJ dan problem airway.
Keuntungan dari ORIF antara lain ; mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen tulang yang lebih baik.
Kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan diperlukan ruang operasi dan pembiusan untuk tindakannya.
Dalam menangani fraktur mandibula umumnya digunakan lebih dari satu modalitas sebab terdapat banyak
variasi biomekanik dan problem klinis untuk mencapai mobilitas fiksasi di regio fraktur. Ada 5 metode yang
umum digunakan yaitu dengan biocortical transfacial compression plates pada bagian inferior dengan atau
tanpa tension band plate, monocortical transoral miniplates pada bagian superior, paired miniplates, lag
screws dan noncompression stabilization plates pada bagian inferior. Hasil yang didapatkan dari pemakaian
monocortical osteosynthesis adalah tercapainya netralisasi kekuatan tensi dan kompresi serta rotasi pada
garis fraktur sehingga diperoleh reduksi anatomis yang fisiologis, kompresi pada fragmen fraktur dan
imobilisasi yang rigid serta perbaikan kekuatan self kompresi fisiologis.
Pada angulus mandibula, plat paling baik diletakkan pada permukaan yang paling luas dan setinggi mungkin
di daerah linea oblique eksterna. Pada regio anterior, diantara kedua foramen mentalis, disamping plat
subapikal perlu juga ditambahkan plat lain di dekat batas bawah mandibula untuk menetralkan kekuatan
rotasi pada daerah simfisis tersebut. Pada daerah di belakang foramen mentalis sampai mendekati daerah
angulus cukup digunakan satu plat yang dipasang tepat dibawah akar gigi dan diatas nervus alveolaris
inferior. Penempatan plat didaerah sepanjang tension trajectory ternyata juga menghasilkan suatu fiksasi
yang paling stabil bila ditinjau dari prinsip biomekaniknya.
Pada bagian mandibula yang bergigi, archbar sudah cukup berfungsi menetralkan kekuatan tension,
sedangkan pada daerah angulus dan ramus mandibula fungis tersebut baru bisa didapatkan dengan
menggunakan plat yang kecil.
Fraktur pada daerah angulus mandibula merupakan problem khusus pada perawatan dengan
menggunakan rigid internal fixation. Angulus merupakan bagian yang sulit dicapai lewat intraoral karena
adanya otot-otot pengunyah dan otot-otot daerah suprahyoid. Batas inferior dari angulus sangat tipis dan
tidak mungkin dilakukan suatu kompresi. Adanya gigi molar 3 menyebabkan fraktur mudah terjadi, distraksi
dari kontak tulang menghambat reduksi dan vaskular dari sisi fraktur dan dapat menjadi sumber infeksi.
Penggunaan rigid internal fixation untuk mencegah hilangnya kontrol segmen proksimal, delayed union
dan malunion yang dapat terjadi bila digunakan terapi lain.
Metode reduksi terbuka adalah suatu tindakan reduksi dengan cara pembedahan untuk memudahkan
lapang pandang. Jenis-jenis dari metode terbuka contohnya interosseus wiring dan fiksasi dengan bone
plate and screw.
Indikasi reduksi terbuka adalah19 :
Fraktur yang tidak menguntungkan pada sudut mandibula
Fraktur ini diindikasikan untuk reduksi terbuka bila fragmen proksimal berubah tempat ke arah posterior
atau median dan reduksi tidak dapat dipertahankan tanpa intraosseus wiring, skrew dan plat.
Fraktur yang tidak menguntungkan pada bodi mandibula atau daerah para simpisis mandibula
Otot mylohyoid, digastrikus, geniohyoid dan genioglosus dapat menyebabkan perpindahan fragmen lebih
jauh. Ketika dilakukan perawatan reduksi terbuka, fraktur parasimpisis cenderung membuka pada border
inferior, dengan aspek dari segmen mandibula berputar ke arah median pada titik fiksasi. Dengan rotasi
medial dari body mandibula, cusp lingual seluruh premolar dan molar bergerak keluar dari kontak oklusal.
Kalau konstriksi ini tidak diperbaiki, akan terjadi inefisiensi pengunyahan dan perubahan periodontal yang
buruk .
Fraktur multipel pada tulang wajah
Pada kasus ini perawatan reduksi terbuka dari segmen mandibula membuktikan perbaikan yang stabil
Fraktur setengah wajah dan fraktur kondilus bilateral
Pada fraktur ini salah satu kondilus yang fraktur harus dirawat dengan reduksi terbuka untuk
mempertahankan dimensi vertikal wajah. Kalau prosedur ini tidak menyelesaikan masalah tipe wiring
apapun, seperti dari sutura frontozygomatikus ke daerah mandibula, cenderung gagal dan memaksa fraktur
setengah wajah berhimpitan dengan kondilus yang menyebabkan profil wajah menjadi lebih pendek.
Fraktur edentolous mandibula dengan perpindahan yang hebat fragmen fraktur
Pada fraktur ini reduksi terbuka dianggap bisa membuat kembali kontinuitas mandibula. Tehnik ini berguna
terutama pada mandibula yang nonatropic pada saat tidak ada gigi tiruan, sehingga oklusinya tidak menjadi
pertimbangan langsung. Pada situasi ini memberikan perawatan reduksi terbuka, fraktur parasimpisis
cenderung membuka pada border inferior, dengan aspek dari segmen mandibula berputar ke arah median
pada titik fiksasi. Dengan rotasi medial dari body mandibula, cusp lingual seluruh premolar dan molar
bergerak keluar dari kontak oklusal. Kalau konstriksi ini tidak diperbaiki, akan terjadi inefisiensi
pengunyahan dan perubahan periodontal yang buruk .
Fraktur multipel pada tulang wajah
Pada kasus ini perawatan reduksi terbuka dari segmen mandibula membuktikan perbaikan yang stabil
Fraktur setengah wajah dan fraktur kondilus bilateral
Pada fraktur ini salah satu kondilus yang fraktur harus dirawat dengan reduksi terbuka untuk
mempertahankan dimensi vertikal wajah. Kalau prosedur ini tidak menyelesaikan masalah tipe wiring
apapun, seperti dari sutura frontozygomatikus ke daerah mandibula, cenderung gagal dan memaksa fraktur
setengah wajah berhimpitan dengan kondilus yang menyebabkan profil wajah menjadi lebih pendek.
Fraktur edentolous mandibula dengan perpindahan yang hebat fragmen fraktur
Pada fraktur ini reduksi terbuka dianggap bisa membuat kembali kontinuitas mandibula. Tehnik ini berguna
terutama pada mandibula yang nonatropic pada saat tidak ada gigi tiruan, sehingga oklusinya tidak menjadi
pertimbangan langsung. Pada situasi ini memberikan
plat pada mandibula tanpa intermaxilary fixation merupakan kemungkinan yang kuat. Ketika
mandibulamenjadi atropik secara ekstrim, harus dipertimbangkan status dari suplai darah ke tulang dan
efek dari prosedur reduksi terbuka pada kompromi vaskularisasi. Pencangkokkan tulang harus
dipeertimbangkan pada fraktur mandibula yang mengalami atropic secara ekstrim.
Edontolous maksila dengan Fraktur mandibula
Adanya fraktur mandibula dengan edentolous maxila merupakan kesulitan untuk dilakukan intermaxilary
fixation, maka harus dilakukan metode open reduction. Metode ini dengan fiksasi rigid dengan fraktur
mandibula akan menggantikan kebutuhan intermaxilary fiksation. Jika diperlukan close reduction maka
perlu adanya prostetik pada maxilla, dan dapat distabilkan dengan palatal screw atau circum zygomatic
wires.
Perawatan yang tertunda dan Interposisi jaringan lunak antara fragmen fraktur yang tidak
kontak
Ketika perawatan tertunda dan jaringan lunak ada diantara fragmen fraktur maka diperlukan metode open
reduction. Alasan ditundanya perawatan karena adanya luka kepala atau adanya masalah medis yang
serius, sehingga terjadi jaringan penghubung antara fragmen fraktur yang menghambat osteogenesis.
Malunion
Ketika hasil perawatan fraktur mandibula yang buruk, berbagai tipe osteotomi diperlukan untuk
memperbaiki kekurangannya.
Kondisi sistemik tertentu yang merupakan kontraindikasi intermaxillary fixation
Pada situasi dimana mandibula harus tetap bergerak, contohnya pada pasien yang mengalami kesulitan
mengontrol akibat serangan yang tiba-tiba atau epilepsi, masalah psikiatrik dan neurologik, fungsi paru
yang harus dikompromikan, dan kelainan gastrointestinal.
Fraktur yang membutuhkan osteotomy/ Orthognathi Surgery
Fraktur yang membutuhkan bone graft.
Ada banyak metode perawatan fraktur mandibula dengan reduksi terbuka diantaranya12,20:
Pendekatan Bedah
Sebelum melakukan operasi pada fraktur mandibula, operator harus memperhatikan sudut mulut pada
lapangan operasi untuk memonitor aktifitas nervous facialis dan untuk meyakinkan anestesiologist tidak
membuat pasien paralisis dalam waktu yang lama.
Faktor yang harus diperhatikan adalah isolasi fraktur, garis wajah dan posisi nervous. Pendekatan bedah
sendiri antara lain (Gambar 3) :
- Pendekatan submandibular

- Pendekatan retromandibular

- Pendekatan preauricular
PERAWATAN FRAKTUR
A. Tujuan perawatan
Apabila stuktur wajah terkena trauma yang menyebabkan fraktur maksila maka tujuan utama perawatan
meliputi:
1. Penyembuhan tulang yang cepat.
2. Pengembalian penglihatan yang normal dan sempurna.

3. Kembalinya fungsi hidung untuk bernafas dan penciuman.

4. Kembalinya ruang bicara yang sempurna.

5. Hasil yang baik secara estetik baik dari gigi dan wajah seperti yang diinginkan.
Selama perawatan diusahakan meminimalkan hal-hal yang merugikan pasien, seperti pemberian nutrisi,
mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien serta kerusakan yang minimal jika memungkinkan.1
B. Prinsip perawatan
Untuk mencapai hal ini maka prinsip bedah hendaknya mengikuti aturan berikut ini
Prinsip perawatan fraktur maksila:
1. Debridement yaitu membersihkan sisi fraktur meticulous.

2. Reduction yaitu mensejajarkan ujung tulang yang patah.

3. Fixation yaitu menstabilkan fraktur tulang, setelah selesai prosedur diatas, baru-baru ini digunakan mini
plat tulang dan scrub ( rigid internal fixation ).

4. Imobilisasi yaitu pengikatan Fraktur pada bagian sendi, dicapainya dengan wiring sendi secara
bersamaan selama 4-6 minggu dengan penyebaran yang luas menggunakan fixasi interna yang kuat,
bagaimanapun prosedur ini sangat cepat dalam membantu penyembuhan.

5. Rehabilitasion yaitu mengistirahatkan total dari region yang terkena trauma seperti perlekatan kembali
secara prostetik dari gigi geligi yang hilang akibat trauma dan injury.
C. Metode perawatan
Perawatan fraktur maksila dapat dilakukan dengan metode terbuka maupun metode tertutup tergantung
dari berat dan ringannya kasus, namun untuk fraktur maksila yang meliputi le fort I, II, III atau yang diikuti
kelainan oklusi harus dilakukan dengan metode terbuka.
1. Reduksi tertutup ( close red )

Metode ini dilakukan tanpa melakukan insisi untuk mereduksi kembali bagian tulang yang fraktur seperti
pada frakmen fraktur ini bergerak, biasanya gigi geligi yang terdapat pada sekmen fraktur mengalami
kegoyahan . Pada kasus ini dibutuhkan tekanan berulang (digital) untuk mereduksi tulang yang patah.
Pada kasus fraktur unilateral maksila atau terpisahnya sisi kanan dan kiri palatum pada sutura palatine,
maka digunakan alat Rowe Disimpaction forceps atau Hayton-Williams forcep untuk mereduksi
kembali kedua sisi palatum tersebut. Arch bar dipasang pada lengkung maksila dan mandibula. Gigi yang
goyah diikat dengan kawat (wiring) kearch bar maksila, sedangkan gigi yang terdapat pada segment yang
tidak fraktur dilindungi dengan fiksasi intermaksila. Kemudian fiksasi dilanjutkan kedaerah fraktur yang
telah direduksi tadi. Fiksasi dibiarkan selama 4 sampai 6 minggu didalam mulut pasient dan pasien diberikan
diet lunak selama fiksasi.
Indikasi dilakukannya metode tertutup pada fraktur maksila adalah:
Dimana pada pemeriksaan klinis dan radiografis tidak memperlihatkan gambaran perobahan letak pada
kedua segmen fraktur atau segmen frakturnya terletak pada variable yang stabil dari tekanan otot-otot
mastikasi.( Undisplasment fracture )

Pada pasien yang edentulous (tidak bergigi) dan fraktur maksila secara radiology memperlihatkan
perobahan letak yang minimal dan letak garis fraktur kemudian menjadi stabil oleh otot-otot pengunyahan.
Maka union tulang pada fraktur ini dapat menjadi penghubung yang baik.

Pasien dengan fraktur yang menimbulakan kerusakan pada otak dan tidak adanya rangsangan untuk
bangun, maka metode terbuka untuk sementara merupakan kontra indikasi.
2 Reduksi terbuka (open red)

Metode ini lebih baik untuk kasus fraktur maksila khususnya yang komplek. Dengan metode ini dapat
dicapai immobilisasi fraktur yang sempurna 228
dan fiksasi yang kuat dan rigid. Metode ini dimulai dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pembukaan flap dengan insisi vestibular secara bilateral.

2. Sisi fraktur disingkapkan dengan meretraksi flap tadi

3. Dilakukan pembersihan segment pada garis fraktur.

4. Dilakukan perlekatan kembali kontunuitas tulang yang terputus.

5. Fiksasi garis fraktur dengan wiring atau mini dan mikro plat serta bautnya.

6. Tutup daerah operasi dengan mengembalikan flap pada posisi awal dan dijahit

7. Fiksasi inter maksila selama 4 minngu (masa penyembuhan)

8. Pasien diberikan diet lunak selama fiksasi dengan kandungan gizi yang cukup.

Indikasi dilakukannya metode fraktur terbuka adalah sebagai berikut:


Apabila metode tertutup gagal dilakukan

Fraktur dengan displacement yang kearah bawah dengan segala komplikasinya seperti open bite klasik,
elongasi fasial dana dish face.

Fraktur fasial kompleks dan multiple seperti Le fort I, II, III .

Fraktur dengan impaksi pada rahang bawah.

Fraktur yang memerlukan pemasangan miniplate dengan skrup untuk reduksi dan stabilitas segment
fraktur.

Fraktur yang membutuhkan bone graft.

Mikroplate and screw osteosynthesis


Pada abad ke dua puluh mulai diperkenalkannya pemakaian plat sederhana atau yang lebih dikenal dengan
Mini plate and screw. Sistem kompensasi plat logam ini menggunakan lobang-lobang plat eksentrik dan
skrup- skrup ( beberapa diantaranya ada yang menggunakan swa-ulir ) yang cocok untuk penatalaksanaan
fraktur orofasial. Pada tahun –tahun terakhir perkembangan plat dan skrup mengalami revolusi menjadi
Mikro plate yang lebih ringan yang terbuat dari titanium dan lebih bisa diterima oleh tubuh. Hal ini di
kembangkan karena bentuk 229
dan jenis fraktur maksila yang berfariasi dan sangat komplek sekali.Bentuk dan ukurannyapun disesuaikan
dengan anatomi tulang fasial.
Beberapa keuntungan pemakaian mikro plat ini adalah: 2,6
Kestabilan yang rigid pada fiksasi anatomi dari bagian –bagian fraktur.

Dapat meniadakan pemakaian IMF ( intermaksilari fiksasi ).

Mempercepat penyembuhan dan memperpendek durasi perawatan.

Indikasi dilakukannya pemasangan mikro plate pada fraktur maksila adalah:


Apabila fiksasi maksilo mandibula sulit dilakukan.

Untuk perawatan kasus yang penyembuhannya lama dan pseudoartrosis.

Fiksasi pada graft tulang.

Fraktur kompleks dan multiple dari Le fort I, II, III.

Fraktur maksila pada pasien edentulous dengan displasment

Aplikasi mikor plate dan skrup:


Pemaparan perkutan atau peroral dan kemudian dilakukan reduksi fraktur.

Lakukan adaptasi dan stabilisasi mikro plat dan pembuatan lobang untuk skrup pada tulang denga bur
tulang.

Lobang bur dicocokan sampai sesuai dengan besar srkupnya.

Skrup dipasang menurut dataran lubang pada plate untuk mendapatkan kompresi.

1-3 skrup diinsersikan pada sisi fraktur

Anda mungkin juga menyukai