Anda di halaman 1dari 17

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

INFEKSI SALURAN KEMIH

PENYUSUN

Asri Febria W , S.Ked

J510195073

PEMBIMBING

dr. Nadia Masdiaty A., Sp. A

dr. Siti Ariffatus S., Sp. A, M. Kes

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Infeksi Saluran Kemih


Penyusun : Asri Febria W, S.Ked (J510195073)

Pembimbing : dr. Nadia Masdiaty A., Sp. A

dr. Siti Ariffatus S., Sp. A, M. Kes

Magetan, 13 Agustus 2019

Menyetujui, Penyusun
Pembimbing

dr. Siti Ariffatus S., Sp. A, M. Kes Asri Febria W , S.Ked

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD


I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. ACNZ
Tanggal Lahir : 22-01-2016
Umur : 3 tahun 7 bulan
Berat Badan : 12 kg
JenisKelamin : Perempuan
Alamat : Plangkrongan, Magetan
Agama : Islam
Tanggal MRS : 28-07-2019
Tanggal Pemeriksaan : 29-07-2019

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien dengan demam mulai siang hari
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien demam sejak siang hari naik turun disertai
dengan nyeri perut skala 2 post pijat sekitar 1 minggu yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan nyeri saat BAK, BAK sedikit namun sering. Pasien tampak lesu dan
tidak bersemangat, nafsu makan turun sejak demam tapi minum masih baik.
Muntah (-) batuk pilek (-), BAB (+), diare (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat gangguan pada kehamilan : disangkal
Pohon Keluarga

II

III

e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Ibu melahirkan pasien di bidan dengan spontan pada usia kehamilan cukup bulan.
Ibu mengatakan rutin melakukan ANC dan ketika lahir menangis keras. Pasien
lahir dengan Apgar Score 8-9.
f. Riwayat Imunisasi
- Bulan ke 0: Hepatitis B
- Bulan ke 1: BCG dan polio
- Bulan ke 2: DPT, Hepatitis B, Polio
- Bulan ke 3: DPT, Hepatitis B, Polio
- Bulan ke 4: DPT, Hepatitis B, Polio
- Bulan ke 9: Campak
- Bulan ke 15: MR
- Bulan ke18: Polio, DPT, Campak
- Bulan ke 36: -
g. Riwayat Tumbuh Kembang
- Berat badan :12 kg
- Tinggi badan : 95 cm
- Tengkurap : 5 bulan
- Merangkak : 8 bulan
- Duduk : 9 bulan
- Berdiri : 10 bulan
- Berjalan : 12 bulan
h. Riwayat Makanan
Anak mendapat ASI sejak lahir sampai usai 6 bulan, disertai dengan makanan
pendamping ASI sejak usia 6 bulan yang berisi sayuran dan lauk seperti ayam dan
tahu tempe. Sebelum sakit asupan makanan dan minuman baik, setelah sakit
makan dan minum berkurang.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
- KU : lemah
- Kesadaran : CM (E5V4M6)
- Status Gizi : gizi baik
b. Tanda Vital
- HR : 96x/menit
- RR : 20x/menit
- T : 38,8 oC
c. Gambaran Umum Lainnya
Status gizi : gizi baik
d. Pemeriksaan Status Generalis
- Kepala : normocephal, konjungtiva anemis (-), pernapasan cuping hidung (-),
sariawan (-)
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorax
Paru-paru
Inspeksi : dada simetris, napas spontan, retraksi (-)
Palpasi : fremitus teraba simetris kanan kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi :tidak terkesan pelebaran batas jantung
Auskultasi : BJ I/II normal regular
- Abdomen
Inspeksi : flat abdomen, ruam (-)
Auskultasi : Suara bising usus normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : Ada nyeri tekan, tidak ada hepatosplenomegali
- Genitalia : Dalam batas normal
- Ekstremitas : Akral hangat, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, ADP kuat
angkat
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Lengkap
- Leukosit : 16,32 x 103 / mikroliter
- Eritrosit : 4,35 x 106 / mikroliter
- Trombosit : 346 x 103 / mikroliter
- Hb : 12,2 g/dl
- Hct : 35,5 %
- MCV : 81,6 fL
- MCH : 28,0 pg
b. Laboratorium Urinalisis
- Erythrosit : 2-3
- Leucosit : 4-5
- Epith : 4-5
- Kristal : - 1 NEG
- Cylinder : -1 NEG
- Lain-lain : -1 NEG

V. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


a. Diagnosis Kerja : Infeksi Saluran Kemih
b. Diagnosis Banding: ISPA, demam typoid

VI. PLANNING TATA LAKSANA


D5 ½
Inf Sanmol 3x 150mg
Sanpicilin 3x 100mg
L bio 1x1
PEMBAHASAN
A. Definisi
Infeksi saluran kemih merupakan istilah umum untuk menyatakan adanya
pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih., meliputi infeksi di parenkim ginjal
sampai infeksi di kandung kemih. Infeksi saluran kemih merupakan penyebab
demam kedua tersering setelah infeksi akut saluran napas pada anak berusia
kurang dari dua tahun.
B. Epidemiologi
Prevalensi dan insidensi ISK lebih banyak pada perempuan daripada laki-
laki, hal ini dikarenakan faktor klinis seperti perbedaan anatomi dan pola perilaku.
Perempuan lebih sering terkena ISK daripada laki-laki karena uretra wanita lebih
pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah menuju kandung kemih, selain
itu juga karena letak saluran kemih perempuan lebih dekat dengan rektal sehingga
mempermudah kuman-kuman masuk ke saluran kemih, sedangkan pada laki-laki
disamping uretranya yang lebih panjang juga karena adanya cairan prostat yang
memiliki sifat bakterisidal sebagai pelindung terhadap infeksi oleh bakteri. Data
dari Departemen Kesehatan RI tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah penderita
penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) mencapai 90-100 kasus per 100.000
penduduk per tahun.
C. Etiologi
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%)
pada ISK serangan pertama. Penelitian di dalam negeri antara lain di RSCM
Jakarta juga menunjukkan hasil yang sama. Kuman lain penyebab ISK yang
sering adalah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka,
Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan
Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus. Pada ISK kompleks, sering
ditemukan kuman yang virulensinya rendah seperti Pseudomonas, golongan
Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau epidermidis. Haemofilus
influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai penyebab ISK pada anak. Kuman
ini tidak dapat tumbuh pada media biakan standar sehingga sering tidak
diperhitungkan sebagai penyebab ISK. Bila penyebabnya Proteus, perlu dicurigai
kemungkinan batu struvit (magnesiumammonium-fosfat) karena kuman Proteus
menghasilkan enzim urease yang memecah ureum menjadi amonium, sehingga
pH urin meningkat menjadi 8-8,5 Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit
seperti kalsium, magnesium, dan fosfat akan mudah mengendap.
D. Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi,
dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK
asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi
ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan
menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks.
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik
yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar
10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik
berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK
non spesifik.
Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan
urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada
pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga tata laksananya (pemeriksaan,
pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda.
Untuk kepentingan klinik dan tata laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK
simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK kompleks (complicated UTI). ISK
kompleks adalah ISK yang disertai kelainan anatomik dan atau fungsional saluran
kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan
saluran kemih dapat berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran
kemih, buli-buli neurogenik, benda asing, dan sebagainya. . ISK simpleks ialah
ISK tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih.
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan
ISK menjadi ISK atipikal dan ISK berulang. Kriteria ISK atipikal adalah; keadaan
pasien yang sakit berat, diuresis sedikit, terdapat massa abdomen atau kandung
kemih, peningkatan kreatinin darah, septikemia, tidak memberikan respon
terhadap antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh kuman non E. coli. ISK
berulang berarti terdapat dua kali atau lebih episode pielonefritis akut atau ISK
atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK atas disertai satu atau lebih
episode sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau lebih episode sistitis atau ISK
bawah.
E. Patogenesis
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara : ascending
(terbanyak), mulai dari uretra menuju kandung kemih, ureter dan terakhir berada
di ginjal. Mikroorganisme tersebut akan mengakibatkan reaksi antigen antibodi
yang nantinya akan mengeluarkan sitokin proinflamsi seperti TNF-a, IL 1, IL6
dan IFN-g. Sitokin-sitokin ini bersifat pirogenik (mengeluarkan panas) sehingga
terjadi peningkatan suhu tubuh yang mengakibatkan gangguan termoregulasi.
Selain itu sitokin-sitokin akan menyebabkan pembengkakan pada jaringan sekitar
infeksi hal ini akan menyebabkan obstruksi saluran kemih yang berujung pada
gangguan pengeluaran urin (disuri) dan nyeri saat berkemih.
F. Manifestasi klinis
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas
reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien.
Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada
anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji
tapis (screening programs). ISK asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi
pielonefritis dan prognosis jangka panjang baik.
Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau
minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu
tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinik hanya berupa apati
dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour).
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam, penurunan
berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah,
diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa kesakitan.
Demam yang tinggi dapat disertai kejang.
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang
tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul
dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih
ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria,
urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau
pireksia lebih jarang ditemukan.
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala
saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih
normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel
dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis,
yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang dulu dikenal sebagai nefropenia
lobar.
Pada sistitis, demam jarang melebihi 380C, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu
berkemih, rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin,
dan enuresis.
G. Diagnosis
Anamnesis
Neonatus usia 2 bulan, gejalanya menyerupai sepsis, berupa demam, apatis,
berat badan tidak naik, muntah, mencret, anoreksia, gangguan minum dan
sianosis. Paa bayi gejalanya demam, berat badan sukar naik, atau anoeksia. Anak
yang lebih besar gejalanya lebih khas seperti sakit saat miksi, frekuensi miksi
meningkat, nyeri perut atau pinggang, mengompol, polakisuria, atau urin yang
berbau menyengat.
Pemeriksaan fisik
Harus diperiksa ada atau tidak fimosis, sinekia/ adhesi labia, tanda-tanda
pielonefritis, epididimo-orkitis dan tanda khas dari spina bifida, seperti anal
dimple, tonjolan lunak, dan hairy patch di kulit sakrum. Tidak adanya demam
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya proses infeksi.
Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisis : Adanya piuria (> 5 leukosit per lapang pandang besar) dan
bakteriuria dalam sampel urin memperkuat diagnosis klinis ISK.
Bakteriuria tanpa piuria ditemukan pada 0,5% spesimen. Bakteriuria tanpa
piuria bisa jadi akan ditemukan: Kontaminasi bakteri, Kolonisasi
(bakteriuria asimptomatik). Ketika mengumpulkan sebuah spesimen
sebelum ada gejala dari reaksi inflamasi. Dalam kasus semacam ini, akan
disarankan untuk mengulang urinalisis setelah 24 jam untuk
mengklarifikasi. Sebaliknya piuria tanpa bakteriuria bisa jadi disebabkan
karena: Terapi antimikroba yang tidak lengkap, Urolitiasis dan benda asing
-Infeksi yang disebabkan oleh M. tuberculosis dan bakteri lain, misal., C.
trachomatis.
Pada neonatus dan anak usia kurang dari 6 bulan, baik piuria,
bakteriuria ataupun uji nitrit, secara terpisah kurang memiliki nilai
prediktif untuk ISK. Sebaliknya, nilai prediktif positif dari pewarnaan
gram pada piuria adalah 85%. Pada anak yang lebih tua, piuria dengan uji
nitrit positif akan lebih terpercaya untuk didiagnosis ISK, dengan nilai
prediktif positif 98%. Mengkombinasikan bakteriuria dan piuria pada anak
dengan febris, hasilnya ≥ 10 WBC/mm3 dan ≥ 50,000 cfu/mL pada sebuah
spesimen yang dikumpulkan dengan kateterisasi termasuk signifikan untuk
sebuah ISK, dan dapat membedakan antara infeksi dan kontaminasi.
b. Penanda biokimia
Penanda yang paling sering digunakan adalah nitrit dan leukosit
esterase yang dikombinasikan dalam uji dipstik. Uji dipstik bermanfaat
untuk mengeksklusi ISK dengan cepat dan terpercaya bila uji nitrit dan
leukosit esterase adalah negatif. Jika hasil tes positif, maka perlu
mengkonfirmasikan hasil dalam kombinasi dengan gejala klinis dan uji
lainnya. Beberapa biomarker baru untuk ISK pada anak seperti C-reactive
protein, Nacetyl-β-glucosaminidase, dan IL-6 masih dalam tahap
penelitian.
c. Kultur urin
Diagnosis definitif ISK pada anak bila di temukan 5x104 cfu/mL.
Spesimen urin bisa jadi akan sulit untuk diperoleh pada seorang anak usia
kurang dari 4 tahun dan memiliki risiko tinggi mengalami kontaminasi.
Beberapa metode pengumpulan specimen urin pada anak : Aspirasi
kandung kemih suprapubik – Kateterisasi − Kantong urin yang ditempel
pada genitalia.
d. Pencitraan
Pencitraan yang ideal adalah pemeriksaan yang relatif tidak mahal,
tanpa rasa sakit, aman dan memiliki radiasi minimal atau tanpa radiasi,
serta memiliki kemampuan dalam mendeteksi anomali struktural yang
signifikan. Beberapa pemeriksaan pencitraan yang diperlukan sebagai
pemeriksaan penunjang adalah sebagai berikut:
 Ultrasonografi
Ultrasonografi sangat bermanfaat pada anak karena aman, cepat
dan memiliki akurasi tinggi dalam identifikasi anatomi dan ukuran
parenkim ginjal dan collecting system. Teknik ini subyektif dan
tergantung pada operator, serta tidak memberikan informasi
mengenai fungsi ginjal. Jaringan parut bisa diidentifikasi.
 Radionuklida
Tc-99m DMSA membantu menentukan massa ginjal fungsional
dan memastikan jaringan parut kortikal dengan menunjukkan area-
area hipoaktivitas, yang mengindikasikan kurangnya fungsi.
Adanya ISK akan memberikan gambaran defek pada area
parenkim ginjal. Defek yang berbentuk seperti bintang dalam
parenkim ginjal bisa mengindikasikan pielonefritis akut. Defek
fokal dalam korteks ginjal biasanya mengindikasikan lesi kronis
atau sebuah jaringan parut ginjal. Ransley dan Risdon telah
melaporkan bahwa Tc-99m DMSA menunjukkan sebuah
spesifisitas 100% dan sensitivitas 80% untuk jaringan parut ginjal.
Sidik Tc-99m DMSA lebih sensitif daripada pemeriksaan
pielografi intravena/ intravenous pyelography (IVP) dan USG
dalam pendeteksian jaringan parut ginjal
H. Tata Laksana
ISK Ringan
ISK ringan dianggap sebagai infeksi berisiko rendah pada anak. Pengobatan
oral yang direkomendasikan adalah dengan TMP, sefalosporin oral atau
amoksisilin /asam klavulanat, dengan tetap menyesuaikan dengan pola resistensi
kuman. Durasi perawatan dalam ISK tanpa komplikasi dirawat secara oral harus
mencapai 5-7 hari. Dosis parenteral tunggal dapat digunakan bila tingkat
kepatuhan minum obat yang rendah dan saluran kemih tidak ditemukan kelainan.
Jika responnya buruk atau timbul komplikasi, anak harus dirawat inap untuk
perawatan parenteral.
ISK Berat
ISK berat akan membutuhkan rehidrasi parenteral dan terapi antimikroba
yang tepat, biasanya dengan cefalosporin (generasi ketiga: cefixime atau
cefotaxime). Pada ISK gram positif, aminoglikosida memberikan hasil yang baik
bila dikombinasi dengan ampisilin atau amoksisilin/asam klavulanat. Pengobatan
antimikroba harus dimulai dari antibiotik lini yang lebih rendah, namun harus
disesuaikan dengan hasil kultur sesegera mungkin. Pada pasien yang alergi
terhadap sefalosporin, aztreonam atau gentamisin dapat digunakan. Ketika
aminoglikosida diperlukan, level serum harus dimonitor untuk penyesuaian dosis.
Untuk periode awal 24-36 jam, terapi parenteral antimikroba dengan
spektrum luas dapat digunakan pada anak yang lebih tua, kecuali tetrasiklin
(karena mempengaruhi warna gigi). Fluorinated quinolone dapat menghasilkan
toksisitas kartilago, tetapi jika diperlukan bisa digunakan sebagai terapi lini kedua
dalam penanganan infeksi berat. Ketika anak menjadi afebris dan bisa minum,
terapi dapat diberikan secara oral untuk melengkapi 10-14 hari perawatan, yang
bisa dilanjutkan dalam rawat jalan. Cara ini mempunyai dampak yang positif,
seperti efek psikologis yang lebih kecil dan memberikan kenyamanan buat pasien,
tidak membutuhkan biaya yang terlalu mahal, dapat ditoleransi dan pada akhirnya
bisa mencegah infeksi oportunistik. Antimikroba oral yang banyak digunakan
antara lain: trimetoprim (TMP), kotrimoksazol (TMP & sulfametoksazol),
sefalosporin oral, atau amoksisilin/asam klavulanat. Namun, indikasi pemberian
TMP semakin menurun karena resistensi antibiotik yang semakin meningkat.
Pada anak usia kurang dari 3 tahun dan yang memiliki kesulitan dalam
mengkonsumsi obat oral, perawatan parenteral selama 7-10 hari lebih disarankan.
Jika terdapat kelainan traktus urogenital (misalnya VUR atau obstruksi),
intervensi urologi yang tepat harus diperhitungkan. Jika terdeteksi jaringan parut
ginjal, pasien akan membutuhkan follow-up yang seksama oleh dokter anak dalam
antisipasi gejala lanjutan seperti misalnya hipertensi, kerusakan fungsi ginjal dan
ISK berulang.
I. Deteksi dan Pencegahan infeksi berulang
Infeksi berulang terutama pielonefritis akut merupakan faktor yang
berperan dalam terjadinya parut ginjal. Diperkirakan 40 – 50% kasus ISK
simtomatik akan mengalami infeksi berulang dalam dua tahun pengamatan dan
umumnya berupa reinfeksi, bukan relaps. Deteksi ISK berulang dilakukan dengan
biakan urin berkala, misalnya setiap bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3
bulan. Jika terdapat ISK berulang, berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil
biakan urin
Beberapa faktor berperan dalam terjadinya ISK berulang, terutama pada
anak perempuan, antara lain infestasi parasit seperti cacing benang, pemakaian
bubble bath, pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian deodorant yang bersifat
iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva, pemakaian toilet paper yang salah,
konstipasi, ketidak mampuan pengosongan kandung kemih secara sempurna, baik
akibat gangguan neurologik (neurogenic bladder) maupun faktor lain (non
neurogenic bladder), RVU, preputium yang belum disirkumsisi.
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum pasien
termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat, dan
menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan miksi
yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang. Pada kasus refluks dianjurkan
miksi berganda (double micturation maupun tripple micturation). Koreksi bedah
terhadap kelainan struktural seperti obstruksi, refluks derajat tinggi, urolitiasis,
katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks yang disertai obstruksi sangat
bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang. Indikasi tindakan bedah harus
dilihat kasus per kasus. Risiko terjadinya ISK pada bayi laki-laki yang tidak
disirkumsisi meningkat 3-15 kali dibandingkan dengan bayi laki-laki yang sudah
disirkumsisi. Tindakan sirkumsisi pada anak laki telah terbukti efektif
menurunkan insidens ISK.
Pemberian antibiotik profilaksis merupakan upaya pencegahan ISK berulang yang
sudah sejak lama dilaksanakan, namun belakangan ini pemberian antibiotik
profilaksis menjadi kontroversial dan sering diperdebatkan.
J. Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila di
lakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan
terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian
besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan
meskipun telah telah diberikan pengobatan yang adekuat dan dilakukan koreksi
bedah, hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi
dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut,
kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua pasien sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah ke fase gagal
ginjal kronis.
JOURNAL READING

A. Validitas

1. Apakah peserta penelitian dirandomisasi? Dan Tidak


apakah tabel randomisasinya disembunyikan?

2. Apakah karateristik kedua kelompok sebanding Ya


sebelum dilakukan intervensi?

3. Apakah kelompok perlakuan mendapat Ya


perlakuan yang sama, selain intervensi
pengobatan?

4. Apakah semua pasien yang ikut dalam uji klinik Ya


diikutsertakan dalam analisis akhir? Dan apakah
mereka dianalisis dala kelompok awal saat
dirandomisasi?

B. Importancy :
 Apakah jurnal ini penting ? Tidak penting. Karena tidak dapat diukur nilai
per protocol analysis dan intention to treat analysis

C. Kemamputerapan :
1. Apakah pasien kita mirip dengan subyek yang diteliti? ya

2. Apakah simpulan kita terhadap hasil studi bermanfaat apabila ya


disampaikan kepada pasien dalam tatalaksana secara
keseluruhan?

3. Apakah tersedia obat, keahlian, fasilitas, dan biaya yang ya


diperlukan?

4. Apakah pasien dan keluarga pasien dapat menerima ya


pengobatan dalam nilai social, budaya, dan agama?

Kesimpulan : Jurnal ini tidak valid, tidak penting, dan mampu diterapkan.

Anda mungkin juga menyukai