Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA HIBREFRENIK

Disusun Untuk Memenuhi Syarat

Tugas Praktik Program Profesi Ners Stase Jiwa

Disusun Oleh:

ANI GALIH RINENGGO

J2 301700 60

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Skizofrenia Hebrefrenik adalah perilaku yang khas, regresi, primitive, afek
tidak sesuai dengan karakteristik umumnya, wajah dungu, tertawa aneh-aneh,
menangis dan menarik diri secara ekstrim (Mary C. Towsend dalam Novy Helena C,
1998 : 143).
Skizofrenia Hebefrenik adalah Percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek
yang datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. (Ann Isaac, 2004 :
153)
B. ETIOLOGI
1. FaktorPredisposisi
Beberapa factor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiology seperti pada harga diri rendah antara lain :
2. Faktor Genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Tetapi kromosom yang ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia ada
dikromosom no. 6 dengan kontribusi genetik tambahan no. 4, 8, 15 dan 22. Anak
kembar identik memilki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika
salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote peluangnya sebesar
15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia,
ssementara bila kedua orang tuany skizofreia maka peluangnya menjadi 35%.
3. Faktor Neurologis
Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan korteks limbik pada klien skizofrenia
tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien skizofrenia terjadi
penurunan volume dan fungsi otakyang banormal. Neurotransmitter yang
ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonine, dan glutamat.
a. Studi Neurotransmiter
Skizofrenia diduga juga disebkan oleh adanya ketidakseimbanga
neurotransmtter dopamine yang berlebihan.
b. Teori Virus
Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi faktor
predispossisi skizofrenia.
c. Psikologi
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu melindungi,
dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan
anaknya.
4. FaktorPresipitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frotal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku.
d. Gejala-gejala pencetus respon biologis :
1) Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama
sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.
2) Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan oran lain, isolasi sosial,
kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasidan ketidakmampian mendapatkan
pekerjaan.
3) Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal,
kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan
berlebihan dengan gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan,
ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala.
C. MANIESTASI KLINIS
Seseorang yang menderita skizofrenia herbefrenik, disebut juga disorganized
type atau “kacau balau” yang ditandai dengan gejala-gejala antara lain sebagai berikut
a. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
b. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidakserasi atau ketolol-tololan.
c. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
d. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.
e. Halusinasi yang terpecah-pecaj yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai
satu kesatuan.
f. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung
untuk menarik diri secara akstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001
:640)
D. PSIKOFISIOLOGI
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien
biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi sehingga
merasa senang dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain
ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku
menarik diri ( with drawl ).
c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien
susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien
merasa sangat kesepian atau sedih.
d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku
suicide.
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yang
umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat
berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk
secara abnormal, merasa dirinya bau dan homoseks. Onset biasanya pada usia
pertengahan, tetapi kadang-kadang yang berkaitan dengan bentuk tubuh yang
salah dijumpai pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering
dihubungkan dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham kejaran
pada kelompok minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang
berhubungan dengan wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang
tersebut adalah normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan.
E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Adapun komponen data yang perlu dikaji pada klien skizofrenia hebefrenik antara
lain
a. Identitas klien
b. Identitas informan atau yang bertanggung jawab terhadap klien
c. Keluhan utama
d. Riwayat perjalanan penyakit
e. Riwayat kekambuhan terakhir
f. Pertumbuhan dan perkembangan premorbid
g. Persepsi dan harapan klien dan keluarga
h. Keadaan kesehatan fisik
2. Riwayat Kesehatan/penyakit yang lalu
3. Pola Aktivitas sehari-hari
a. Penampilan dan kebersihan diri.
Klien skizofrenia menunjukkan penurunan minat terhadap penampilan dan
kebersihan dirinya. Ini tampak pada penampilan yang acak – acakan. Badan
tampak kotor.
b. Kebiasaan merokok dan minum – minuman keras.
c. Tidur dan istirahat :
Klien dapat sulit tidur. Adanya halusinasi dapat menyebabkan kecemasan,
klien mendengar suara – suara yang mengganggu atau mengancam dirinya.
Klien sering bermimpi buruk sehingga terbangun dan sulit tidur lagi, dan
sering dia berada dalam keadaan terjaga.
d. Nutrisi
Menurunnya kemauan dan meningkatnya aktivitas motorik menyebabkan
klien tidak mau makan. Porsi makan utuh/makan sedikit, dapat pula klien
menolak makan karena adanya halusinasi yang melarangnya makan.
e. Pola eliminasi.
f. Pemeriksaan fisik
g. Pemeriksaan penunjang
h. Status Mental
1) Afek / Emosi
2) Afek datar : tidak ada tanda ekspresi afektif, suatu monoton, da wajahnya
imobil.
3) Afek yang tidak serasi : tidak sesuai dengan rangsangan, misalnya orang
yang disekitarnya ramai tertawa karena ada kelucuan tetapi klien malah
menunjukkan kesedihan/menangis.
4) Keadaan emosi yang berlebihan sehingga kelihatannya seperti dibuat –
buat, misalnya dari keadaan gembira seketika itu berubah menjadi sedih.
5) Konsep Diri
Konsep diri kacau dan tidak realistik. Klien mempunyai perasaan rendah
diri, menganggap dirinya tidak mampu mengatasi kekurangannya, tidak
ingin melakukan sesuatu hal untuk menghindari kegagalan (takut gagal).
Klien menghinakan, menyalahkan dirinya atas suatu hal yang pernah atau
tidak pernah dilakukannya. Tidak punya keinginan/cita – cita, merasa diri
tidak berdaya, sakit sehingga tidak dapat melakukan peranannya. Dapat
terjadi klien merasa asing dengan dirinya, merasa bahwa dirinya sudah
menjadi yang lain.
6) Gaya Komunikasi
 Gaya verbal klien
Inkoherensi menyebabkan klien banyak bicara yang tak bisa dimengerti,
berteriak – teriak tanpa sebab. Isi pembicaraan sedikit, tersamar, abstrak
atau sangat konkret.
 Respon non verbal klien : Pandangan mata terkesan kosong, Tidak ada
kontak mata, Tersenyum – senyum, tertawa kecil tanpa adanya rangsang,
atau ekspresi wajah sedih
7) Interaksi/hubungan dengan dunia luar.
Adanya kecenderungan menarik diri dari keterlibatannya dari dunia luar
dan berpreokupasi dengan idenya yang tak logis. Gila parah kondisi itu
dinamakan autisme. Orang lain akan nampak sibuk dengan dunianya
sendiri, tidak terpengaruh dengan orang lain.
8) Pola pertahanan diri
Mekanisme pertahanan regresi (kekanak – kanakan), misalnya klien
menjadi tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhannya.
9) Persepsi sensorik
Klien skizofrenia hebefrenik sering mengalami gangguan persepsi sensorik
berupa ilusi/halusinasi, terutama halusinasi dengar, dimana klien akan
tampak berbicara sendiri atau tertawa sendiri.
10) Motorik
Aktivitas psikomotorik yang abnormal, tidak bertujuan seperti berlari – lari
jalan mondar – mondir, menggoyang – goyangkan badannya, memukul –
mukul tanpa sebab, atau imobilitas yang apatis. Hal ini umumnya
disebabkan adanya halusinasi, kecemasan yang meningkat, kebingungan,
atau adanya dorongan yang tidak dapat dikontrol.
11) Orientasi.
Pada periode kekambuhan, klien dapat bingung, tidak mengenal orang,
waktu atau tempat dimana ia berada.
12) Pikiran.
Gangguan pada isi pikir dapat berupa waham yang tidak sistematis, mudah
berubah. Klien merasa bahwa perasaannya, dorongan pikirannya atau
tindakannya dipaksakan dari luar kepada dirinya. Adanya preokupasi, yaitu
pikiran terpaku pada sebuah ide biasanya berkaitan dengan keadaan
emosional yang kuat, misalnya preokupasi dengan anaknya, suami yang
sudah meninggal. Klien dapat merasakan kekhawatiran yang berlebihan
tentang kesehatan fisiknya. Untuk gangguan pada bentuk dan arus pikir
yang sering ditemukan adalah kelonggaran asosiasi, dimana ide – ide
berpindah dari satu subjek ke subjek lain yang sama selalu tidak ada
hubungan atau hubungannya tidak tepat, dan hal lain tidak disadarinya.
Apalagi pelonggaran asosiasi ini terlalu berat dapat terjadi inkoherensi,
percakapan yang tidak dapat dimengerti. Dapat pula terjadi miskinnya isi
pembicaraan dimana isi pembicaraannya masih cukup tetapi isinya sedikit
karena samar, abstrak, atau sangat konkret, berulang – ulang (stereotipik).
Hambat pikir (blocking) dapat pula terjadi, yaitu jalan pikiran tiba-tiba
berhenti di tengah sebuah kalimat. Klien tidak dapat menerangkan mengapa
ia berhenti. Gangguan lain berupa irelevasi, isi pikiran atau ucapan yang
tidak ada hubungannya dengan pertanyaan, atau dengan hal yang sedang
dibicarakan.
13) Insight (penghayatan)
Tingkat penghayatan terhadap kondisi dirinya dan kebutuhannya. Klien
merasa dirinya tidak sakit atau bahkan merasa dirinya sakit parah. Klien
dapat menyadari atau tidak menyadari akan faktor – faktor yang
mempengaruhi tingkah lakunya, sehingga adakalanya ia tidak mampu
bereaksi sesuai dengan realitas dan bertanggung jawab.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
b. Gangguan proses pikir
c. Kerusakan komunilasi verbal
d. Isolasi social
e. Defisit perawatann diri
f. Ansietas
g. Koping individu tidak efektif
h. Ketidak seimbangan nutrisi
i. Resiko bunuh diri
5. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
 Bina hubungan saling percaya
 Bantu klien mengenal halusinasi
 Diskusikan dengan klien wktu, isi, frekuensi dan situasi pencetus
munculnya halusinasi
 Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya.
 Diskusikan cara baru untuk mengendalikan halusinasi.
b. Gangguan proses pikir
 Bina hubungan saling percaya
 Latihan mengingat memori yang telah dilalui
 Ingatkan kembali masa lalu klien
 Libatkan klien dalam TAK orientasi realitas
 Beri kesempatam klien mendiskusikan wahamnya dengan petugas / perawat
 Dukung klien untuk memfalidasi keyakinan terhadap wahannya
 Berikan aktivitas reaksi atau aktivitas yang membutuhkan perhatian atau
dan ketrampilan di waktu luang klien
c. Kerusakan Komunikasi Verbal
 Bina hubungan saling percaya
 Beri kesempatan klien untuk bicara
 Dengarkan pembicaraan klien lalu identifikasi tema yang berkaitan
 Kaji kemampuan klien menilai pesan pembicaraan orang lain
 Kaji kemampuan klien menangkap dan menerima pesan non verbal dari
lawan bicara
 Latihan daya ingat untuk mengungkapkan perasannya secara verbal atau
non verbal
d. Isolasi Sosial
 Bina hubungan saling percaya
 Dorong klien untuk membagi masalah yang dihadapinya
 Berikan perasaan aman dan nyaman pada klien
 Bantu klien mengidentifikasi kelebihan, hambatam, dan kesulitan dalam
komunikasi dengan orang lain.
 Dukung klien mengembangkan hubungan yang telah terbina
 Lebatkan klien dalam TAK sosialisasi
e. Defisit perawatan diri
 Bina hubungan saling percaya
 Diskusikan bersama klien keuntungandan manfaat kebersihan diri
 Bantu klien menentukan tindakan untuk perawat klien
 Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan kegiatan sehari-hari
 Kaji perasaan klien setelah perawatan dirinya terpenuhi.
f. Ansietas
 Bina hubungan saling percaya
 Tenangkan klien
 Kaji kecemasan klien
 Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang
mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
 Berusaha memahami klien
 Gunakan pendekatan sentuhan verbalisasi untuk meyakinkan perasaan klien
tidak sendiri dan mengajukan pertanyaan
 Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan
 Bantu klien mengidentifikasi yang dapat menimbulkan cemas
 Tentukan klien untuk mengambil keputusan
 Intruksikan klien untuk menggunakan teknik relakasasi barikan pengobatab
untuk menurunkan kecemasan.
g. Koping individu tidak efektif
 Bina hubungan saling percaya
 Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit dan konsep diri
 Hargai dan diskusikan alternative respon terhadap situas
 Hargai sikap klien terhadap perubahan peran dan hubungan
 Dukung penggunaan sumber spiritual jika diminta
 Gunakan pendekatan yang tenang dan berikan jaminan
 Bantu klien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi
keterbatasan dan mengelola gaya hidup dan perubahan
 Bantu klien beradaptasi dan mengatasi perubahan klien
h. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
 Bina hubungan saling percaya
 Monitor perubahan berat badan
 Monitor tipe dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan
 Monitor kulit dan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual muntah
 Monitor kalori dan intake cairan
i. Resiko bunuh diri
 Bina hubungan saling percaya
 Tentukan riwayat percobaan bunuh diri
 Tentukan apakah ia mempunyai rencana spesifik untuk bunuh diri
 Diskusikan dengan klien factor pencetus bunuh diri.
 Lakukan observasi secara ketat
 Jauhkan benda-benda berbahaya dari lingkungan klien
 Awasi klien selama melakukan aktivitas diluar.

Anda mungkin juga menyukai