Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

SCHIZOPHRENIA PARANOID

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani


Kepanitraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
BLUR Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh

Disusun Oleh :

T. M. Jamil
17174020

Pembimbing:
dr. Ibrahim Puteh, Sp. KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
BLUD RUMAH SAKIT JIWA ACEH
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang mana berkat
Rahmad, Kasih Sayang dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga oenulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Schizophrenia
Paranoid”. Laporan kasus ini disususn sebagai salah satu tugas menjalani
kepanitraan klinik senior pada bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa RSJ Aceh,
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama.
Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada dr. Ibrahim Puteh, Sp.KJ yang telah
meluangkan banyak waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah
memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah
SWT selalu memberikan Rahmad dan Hidayah-Nya bagi kita semua.

Banda Aceh, Juli 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan


utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, pikiran yang terganggu, dimana
berbagai pemikiran tidak salaing berhubungan secara logis, persepsi dan
perhatian yang keliru afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai
gangguan aktifitas motorik yang bizzare (perilaku aneh).1

Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya


terbagi atau terpecah dan phrenia yang berarti pikiran.2 Skizofrenia
merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi fungsi
otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif, mempengaruhi
emosional dan tingkah laku.3

Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan


kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat
serius. Pada tahun 2001 WHO menyatakan, paling tidak ada satu dari empat
orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan
ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa.4
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling banyak dialami oleh
beberapa orang dibandingkan penderita gangguan jiwa lainnya yang
umumnya menyerang pada usia produktif dan merupakan penyandang utama
disabilitas kelompok usia 15-44 tahun.5 Skizofrenia memiliki prevalensi 1-
1,5% dari total penduduk dunia.6 Data WHO pada tahun 2004 menunjukkan
bahwa terdapat 26,3 juta penderita Skizofrenia di dunia, termasuk 6,2 juta
yang berasal dari Asia Tenggara yang menempati peringkat kedua tertinggi
didunia setelah Pasifik Barat. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data dari
33 Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia disebutkan bahwa jumlah penderita
gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang.7 Awitan terjadi lebih dini pada
pria dibandingkan wanita. Usia puncak awitan adalah 10-25 tahun untuk pria
dan 25-35 tahun untuk wanita.
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III, skizofrenia dibagi menjadi beberapa klasifikasi yaitu paranoid,
hebefrenik, katatonik, tak terinci, depresi pasca skizofrenia, residual,
simpleks, lainnya dan yang tak tergolongkan. Skizofrenia paranoid
merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil,
dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat.8

Diagnosis skizofrenia harus ditegakkan setalah membedakan antara


penyakin psikiatri dan penyakit medis yang lain, seperti gangguan mental
organik, efek samping obat , dan defisiensi vitamin yang mana dapat
menimbulkan gejala psikotik. Menurut PPDGJ (Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa) III, untuk mendiagnosis skizofrenia harus ada
sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua atau lebih
gejala bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas yakni gangguan
isi pikir berupa thought echo, thought of insertion or withdrawal atau thought
of broadcasting, selanjutnya waham meliputi waham dikendalikan (delusion
of control),waham dipengaruhi kekuatan dari luar (delusion of influence),
delusion of passivity dan atau delusion of perception atau waham-waham
menetap jenis lainnya serta gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik
atau jenis halusinasi lainnya. Dari berbagai penelitian yang telah
dipublikasikan disebutkan sekitar 70% penderita skizofrenia paranoid
memiliki gejala halusinasi pendengaran bahkan ada penelitian yang
menuliskan hingga 98%.9

Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu


menggembirakan. Sekitar 25 persen pasien dapat pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat premorbid sebelum munculnya
gangguan tersebut. Sekitar 25 persen tidak akan pernah pulih dan perjalanan
penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50 persen berada diantaranya,
ditandai ada kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan
efektif kecuali untuk waktu yang singkat.10
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. NF
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Umur : 32 tahun
Alamat : Beranang, Kuta Panjang, Gayo Lues
Status Pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Petani / Pekebun
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Islam
Suku : Gayo
TMRS : 3 Juli 2019
Tanggal Pemeriksaan : 15 Juli 2019

2.2 RIWAYAT PSIKIATRI

Data diperoleh dari:


1. Rekam medis : 1907.017.267
2. Autoanamnesis : 15 Juli 2019
3. Alloanamnesis : 15 Juli 2019

A. Keluhan Utama
Mengganggu kawan di lapas, berbicara sendiri, mengurung diri

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dibawa oleh keluarganya karena mengganggu kawan di
lapas. Sebelumnya pasien di penjara oleh karena membunuh tetangga. Pasien
merasa dirinya difitnah. Saat pemilihan geuchik, abang pasien mencalonkan
diri. Pasien tidak suka kalau abang pasien mencalonkan diri dan ingin
abangnya belajar mengaji saja, atau belajar agama saja. Pasien meyakini,
demokrasi tidak sesuai dengan ajaran islam. Pasien yakin dan menganggap
kalau mau jadi calon geuchik, ada proses gaib dan harus mengadu kepada
iblis. Ketika sholat pasien di datangi oleh jiwa korban yang menakuti pasien
dan pasien merasa dirasuki. Pasien merasa dirinya sakit, juga saat pasien
tidur, pasien merasa di datangi iblis dalam bentuk tentara yang mengejar-
ngejar pasien. Saat pulang mengaji, pasien merasa dipukul dan dikejar
sehingga pasien terjatuh. Pasien merasa terbang keatas, lalu pasien dilecut
oleh tentara dan jatuh kembali. Pasien tidak mengetahui siapa tentara yang
melakukan hal tersebu. Lalu, pasien didatangi oleh nenek-nenek yang
pasientakut. Ternyata, pikir pasien, iblis takut terhadap neraka. Ini terjadi
didalam mimpi pasien.
Saat pasien menjaga abangnya yang sakit. Datang korban kerumah
abang pasien. Ternyata korban menakut-nakuti pasien. Korban berkata bahwa
“Itu-itu kamu dikejar tentara!”. Lalu pasien pergi kerumah ibunya. Ibu pasien
bertetangga dengan korban. Korban mendatangi pasien lagi. Pasien merasa
takut terhadap korban. Kemudian pasien pergi ke kebun, namun korban terus
mengikuti pasien dan berkata, “Kalau beradu, langsung mati!”. Pasien
memang takut kepada korban. Korban kemudian tidur dan meyakini bahwa
jiwanya sudah bergabung dengan dirinya., oleh karena itu, pasien merasa
terus diganggu atau terganggu. Suatu ketika, pasien mendatangi korban dan
bertanya, “Sebenarnya kamu mau apa?”. Pasien mendatangi korban dan
mendorong korban, kemudian korabn terguling-guling. Korban mencabut
parangnya dan berhasil disingkirkan oleh pasien. Kemudian pasien menebas
korban, terkena ditangannya. Oleh karena korban berusaha untuk menangkis.
Korban dalam keadaan terbaring, ditebas kepalanyadan selanjutnya ditebas
leher korban beberapa kali. Setelah beberapa kali menebas, korban ketakutan
dan langsung lari tanpa parang ke kantor polisi. Dan saat itu masih terlihat
oleh pasien bahwa korban mengorok meregang nyawa.
Sesampainya di kantor polisi, pasien diikat dan dipukuli. Dan setelah di
prose, pasien akhirnya dihukum selama 13,5 tahun penjara. Pasien dipenjara
di Gayo Lues. Sebelumnya pasien pernah mengaji di pesantren “Khilafatul
Muslimn”.Disitu pasien diajari bahwa demokrasi tidak sesuai dengan Islam.
Hukum Islam, kalau mencuri harus dipotong tangan. Kalau berzina harus
dicambuk 100 kali. Setelah setahun dipenjara, pasien melarikan diri dengan
memanjat atap dan merasa ada petunjuk bahwa pasien harus lari dari atap.
Dan pasien berhasil melarikan diri. Kemudian pasien tertangkap di daerah
Pinding., sedang minum-minum di warung kopi. Kemudian dibawa kembali
ke lapas Kuta Cane. Setelah beberapa hari, pasien merasa di datangi Allah
dan RasulNya dalam bentuk cahaya. Allah berkata, bahwa kamu sudah
tersurat sebagai penyebar hari kiamat. Artinya, kalau ada orang yang berjalan,
bumi itu akan terasa tergoncang-goncang. Coba kamu pijak bumi itu.
Pasien mendapat surat yang mengatakan bahwa ia sebagai penjaga
makam Rasulullah.Penjaga makam Nabi Muhammad pernah bermimpi,
dunia akan kiamat dan pasien diperintahkan untuk menyebarkan berita
tersebut. Pasien mendapatkan surat sejak pasien kelas 5 SD. Dan yang
memberikan surat tersebut adalah teman pasien sendiri. Surat tersebut ada
perangko Arabnya. Tetapi pasien tidak mau menyebarkannya. Setelah itu,
pasien berfikir bahwa dunia ini hanya berusia 63 tahun lagi, tetapi
Allah.mengundurkannya lagi sehingga umur dunia ini berusia 100 tahun lagi.
Kemudian negeri ini sudah terlalu banyak didominasi oleh orang-orang yang
tidak sesuai dengan hukum Islam. Lalu, turun Nabi Muhammad untuk
menyucikan jiwa orang. Saat itu pasien merasa bahwa saat ini Nabi
Muhammad ada di sekitar Rumah Sakit Jiwa dan berbisik di telinga pasien
agar pasien mengajak orang-orang untuk taubatan nasuha, karena terlalu
banyak hiburan. Nabi Muhammad berada di Rumah Sakit Jiwa karena disini
banyak hiburan dan demokrasi. Pasien juga mengatakan bahwa Dajjal telah
lahir, Imam Mahdi sudah lahir, tapi masih kecil. Jadilah pengikut Imam
Mahdi. Nabi Muhammad berkata akan mengikuti pasien kemanapun ia pergi.
Di rumah sakit jiwa ini pasien merasa nyaman. Saat dipenjara, pasien
mengatakan dirinya tidak nyaman, karena disitu ada peredaran ganjadan sabu.
Narapidana dikatakan bebas mengisap dan mngonsumsi ganja> Mengenai
pendidikan pasien, pasien belajar di pesantren “Khilafatul Muslimin”, kurang
lebih 3 tahu. Disitu ia belajar tentang ilmu agama. Tidak boleh sembarang
berjihad. Al Quran dan Hadits mengatakan, jihad harus jihad fisabilillah. Jadi,
teroris itu salaj. Pasien tidak suka dengan demokrasi. Pasien merasa tidak
diridhai Allah untuk berdemokrasi, sehingga saat shalat pun, pasien terkentut,
jiwanya berpindah-pindah, sampai dengan Imam di Mekkah juga kentut saat
sembahyan, oleh karena Imam ikut demokrasi. Pasien merasa selalu didatangi
oleh jiwa Nabi Muhammad SAW.
C. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien belum pernah dirawat di RSJ Aceh sebelumnya.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang juga mengalami gangguan jiwa
E. Riwayat Pengobatan
Disangkal
F. Riwayat Penggunaan Zat
Riwayat penggunaan NAPZA dan alkohol disangkal. Pasien
merupakan perokok berat.
G. Riwayat Sosial
Pasien tinggal dirumah bersama Ibu dan saudara kandungnya.
H. Riwayat Pendidikan
Riwayat pendidikan terakhir pasien yaitu SMP.

I. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Masa prenatal : pasien merupakan anak yang direncanakan, dan orang tua
mengaku tidak ada kelainan pada masa ini.
2. Masa kanak-kanak awal : Pasien dibesarkan oleh orang tua dan riwayat
tumbuh kembang normal seperti anak-anak seusianya.
3. Masa kanak-kanak pertengahan: Pertumbuhan dan perkembangan pasien
sama seperti anak-anak seusianya. Riwayat trauma kepala disangkal.
4. Masa kanak-kanak akhir dan remaja: Keluarga pasien mengaku bahwa
kehidupan remaja akhir pasien baik baik saja seperti teman sebayanya dan
tidak terdapat kelainan. Pasien juga mengaku riwayat bullying disangkal.
5. Masa dewasa : Pasien sebelum masuk RSJ tidak memiliki pekerjaan yang
tetap. Pasien menjadi pendiam dan mulai curiga terhadap keluarga.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Tekanan Darah : 110/80 mmHg
3. Frekuensi Nadi : 72 x/menit
4. Frekuensi Napas : 22 x/menit
5. Temperatur : 36,9° C

B. Status Generalisata
1. Kepala : Normocephali (+)
2. Leher : Distensi vena jugularis (-), pembesaran KGB (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
4. Jantung : BJ I > BJ I, bising (-), iktus cordis di ICS V linea
midclavicula sinistra
5. Abdomen : Asites(-), nyeri tekan (-), soepel(+)
6. Ekstremitas
Superior : ikterik (-/-) tremor (-/-), rigiditas (+)
Inferior : ikterik (-/-) tremor (-/-), rigiditas (+)
7. Genetalia : Tidak diperiksa

C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda Rangsang Meningeal : (-)
3. Peningkatan TIK : (-)
4. Mata : pupil isokor (+/+),Ø3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
5. Motorik : rigiditas (+), bradykinesia (+)
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan

2.4 STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Tidak rapi
2. Kebersihan : Kurang bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Agitasi/Gelisah
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif

B. Mood dan Afek


1. Mood : Disforik
2. Afek : Datar
3. Keserasian Afek : Inappropriate Afek

C. Pembicaraan
1. Arus : Flight of Ideas
2. Isi : Obsesi
3. Asosiasi : Longgar

D. Pikiran
1. Arus pikir
● Inkoheren (-)
● Neologisme (-)
● Sirkumstansial (+)
● Tangensial (-)
● Blocking (-)

2. Isi pikir
● Waham kejar (+)
● Asosiasi longgar (+)
● Miskin ide (-)
● Thought (-)
● Delusion (-)

3. Bentuk Pikir
● Non realistic/derealistik (-)
● Illogical thought (-)
● Autistik (-)

E. Persepsi
1. Halusinasi
● Auditorik : (+)
● Visual : (-)
● Olfaktorius : (-)
● Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)
F. Intelektual
1. Intelektual : Terganggu
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi
● Diri : Normal
● Tempat : Normal
● Waktu : Normal
4. Daya ingat
● Seketika : Normal
● Jangka Pendek : Normal
● Jangka Panjang : Normal
5. Pikiran Abstrak : Normal

G. Daya nilai
● Normo sosial : Terganggu
● Uji Daya Nilai : Terganggu
H. Pengendalian Impuls : Terganggu
I. Tilikan : T1
J. Taraf Kepercayaan : Tidak dapat dipercaya

2.5 RESUME

Telah diperiksa Tn. NF, seorang laki-laki berusia 31 tahun yang dibawa oleh
keluarga ke RSJ dengan keluhan memukul orang lain, berbicara sendiri serta
tertawa sendiri.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah
110/80 mmHg, frekuensi nadi 72 x/menit, frekuensi napas 22x/menit, temperatur
36,9° C.
Pada pemeriksaan status mental, laki-laki sesuai usia, tidak rapi, aktifitas
psikomotor : agitasi, sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, mood: khawatir, afek:
datar, keserasian afek: datar, pembicaraan: spontan, inkoheren, disertai disartria,
arus pikiran: inkoheren, waham: agama, halusinasi auditorik (+). Pasien dengan
tilikan T1 dan taraf kepercayaan adalah tidak dapat dipercaya.

2.6 DIAGNOSIS BANDING


F20.0 Skizofrenia Paranoid
F22.0 Gangguan Waham Menetap
F25 Gangguan Skizoafektif

2.7 DIAGNOSIS KERJA


F20.0 Skizofrenia Paranoid

2.8 DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Axis II : Tidak ada diagnosis
Axis III : Tidak ada diagnosis
Axis IV : Tidak ada diagnosis
Axis V : GAF 40-31

2.9 TATALAKSANA
A. Farmakoterapi
IV Lodomer 5mg jika TD >100/60
Inj Diazepam amp jika sangat gelisah
Diazepam 2mg 1x1

B. Terapi Psikososial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan menjelaskan
mengenai penggunaan obat yang tidak boleh putus.
2. Memotivasi untuk minum obat secara teratur
3. Memberitahukan kepada pasien jika ada suara-suara jangan
diperdulikan.
4. Mencoba mengalihkan pikiran-pikiran negatif dengan mengisinya
dengan kegiatan positif yang bermanfaat
5. Bila pada saat keluhan datang, pasien dapat mencari perlindungan dari
anggota keluarganya atau jika masih mengganggu juga segera kontrol ke
dokter.
6. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai kondisi
pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi dukungan kepada
pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.
7. Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan
meningkatkan hubungan dengan orang-orang disekitar pasien.
8. Lebih mendekatkan diri pada Allah SWT.

3.5 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Malam

3.6 FOLLOW UP

Tanggal Evaluasi Terapi


8 Juli 2019 S/ Pasien sudah mulai tenang & tidak Haloperidol 5 mg 2x1
kooperatif. halusinasi auditorik (+), Trihexyphenidyl 2 mg, 2 x 1
tidur malam (-) Merlopam 2mg 1x1 (malam)
O/Penampilan: Pasien laki-laki
tampak sesuai dengan usia, tidak rapi
Kesadaran : compos mentis
Sikap : kontak mata kurang
Psikomotor : hipokinesia
Mood : irritable
Afek: datar
Keserasian: inappropriate
Pembicaraan : cepat
Arus pikir : inkoheren(+)
Proses pikir : flight of idea
Isi pikir : waham: (+), obsesi
Persepsi :Halusinasi auditorik (+)
Tilikan : T1
A/ Skizofrenia paranoid
9 Juli 2019 S/ Pasien mulai tenang & tidak Trihexyphenidyl 2 mg, 2 x 1
kooperatif. Tidur malam (-), halusinasi Haloperidol 5 mg 2x1
auditorik (+) Merlopam 2mg (1x1)
O/Penampilan: Pasien laki-laki
tampak sesuai dengan usia, tidak rapi
Kesadaran : compos mentis
Sikap : kontak mata kurang
Psikomotor :hipokinesia
Mood : irritable
Afek: datar
Keserasian: inappropriate
Pembicaraan : cepat
Arus pikir : inkoheren(+)
Proses pikir : flight of idea
Isi pikir : waham: (+), obsesi
Persepsi :Halusinasi auditorik (+)
Tilikan : T1
A/ Skizofrenia paranoid
10 Juli 2019 S/ Pasien tenang & tidak kooperatif. Seroquel 50 mg XR, 1x1
Tidur malam (+), minum obat (+), Trihexyphenidyl 2 mg, 2 x 1
halusinasi auditorik (-), Haloperidol 5 mg 2x1
Merlopan 1x2 mg
O/Penampilan: Pasien laki-laki
tampak sesuai dengan usia, tidak rapi
Kesadaran : compos mentis
Sikap : kontak mata kurang
Psikomotor :hipokinesia
Mood : irritable
Afek: datar
Keserasian: inappropriate
Pembicaraan : cepat
Arus pikir : inkoheren(+)
Proses pikir : flight of idea
Isi pikir : waham: (+), obsesi
Persepsi :Halusinasi auditorik (+)
Tilikan : T1
A/ Skizofrenia paranoid
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah


atau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia, terjadi pecahnya
atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku.1,2 Skizofrenia
adalah penyakit kejiwaan serius yang ditandai dengan munculnya gejala
positif, negatif dan kognitif yang mempengaruhi hampir semua aspek
aktivitas mental, termasuk persepsi, perhatian (atensi), ingatan serta emosi.
Skizofrenia bersifat kronik dan sebagian besar penderita akan menderita
kecacatan sepanjang hidupnya, serta memiliki karakteristik yaitu adanya
periode remisi dan eksaserbasi.3

Skizofrenia paranoid sendiri memiliki gejala berupa halusinasi dan atau


waham harus menonjol, seperti suara-suara halusinasi yang mengancam
pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal
berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa, ataupun waham dapat
berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion ofpassivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.2,3

3.2 Epidemiologi

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir


1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Data
WHO pada tahun 2004 menunjukkan bahwa terdapat 26,3 juta penderita
Skizofrenia di dunia, termasuk 6,2 juta yang berasal dari Asia Tenggara yang
menempati peringkat kedua tertinggi didunia setelah Pasifik Barat.
Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di
seluruh Indonesia disebutkan bahwa jumlah penderita gangguan jiwa berat
mencapai 2,5 juta orang.4
Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Awitan terjadi lebih dini pada pria dibandingkan wanita. Onset pada
laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35
tahun. Insidensi pada keduanya seimbang, walaupun pria cenderung memiliki
awitan yang lebih awal daripada wanita dan derajat penyakit yang lebih parah.
Wanita cenderung memiliki derajat penyakit yang lebih ringan, gejala negatif
yang lebih sedikit dan hasil akhir yang lebih baik daripada pria.5,6

Pasien yang mengalami pengobatan skizofrenia hampir 90% berusia


antara 15-55 tahun, awitan skizofrenia dibawah 10 tahun dan diatas 60 tahun
sangat jarang. Awitan yang terjadi setelah usia 45 tahun memiliki istilah
tersendiri yaitu skizofrenia awitan-lambat.6

Di tinjau dari diagnosa atau jenis skizofrenia, jenis skizofrenia


terbanyak terdapat pada skizofrenia paranoid sebanyak 40,8%, kemudian
diikuti dengan skizofrenia residual sebanyak 39,4%; skizofrenia hebrefenik
sebanyak 12%; skizofrenia katatonik sebanyak 3,5%; skizofrenia tak terinci
sebanyak 2,1%; skizofrenia lainnya sebanyak 1,4%; dan yang paling sedikit
adalah skizofrenia simpleks sebanyak 0,7%.6

3.3 Etiologi

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyebab yang tunggal, tetapi dari


berbagai faktor. Sebagaian besar ilmuwan meyakini bahwa skizofrenia adalah
penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor faktor genetik, ketidakseimbangan
kimiawi di otak, abnormalitas struktur otak, atau abnormalitas dalam lingkungan
prenatal.2,3

Beberapa etiologi skizofrenia antara lain:2,3


a. Faktor Biokimia
 Aktivitas berlebihan dopaminergik.
Formulasi sederhana dari hipotesis dopamin pada pasien
skizofrenia adalah bahwa skizofrenia merupakan hasil dari aktivitas
dopaminergik yang berlebihan. Teori ini timbul dari dua
pengamatan. Pertama, efikasi dan potensi dari obat-obatan anti
psikotik (yaitu, antagonis reseptor dopamin (DRAs) yang memiliki
kemampuan bertindak sebagai antagonis dari reseptor Dopamin tipe
2 (D2). Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas
dopaminergik, terutama kokain dan amfetamin merupakan
psikotomimetik yang berarti cenderung menghasilkan manifestasi
seperti gejala psikosis, seperti halusinasi visual, distorsi persepsi,
dan perilaku mirip-skizofrenia. Pelepasan secara berlebihan
senyawa dopamin pada pasien skizofrenia telah dihubungkan
dengan beratnya gejala positif pada pasien. Hasil Position Emission
Tomography (PET) Scan pada reseptor dopamin menunjukkan
peningkatan reseptor D2 di nukleus kaudatus dari pasien skizofrenia
yang bebas obat. Penelitian lain menunjukkan peningkatan
konsentrasi dopamin di amygdala dan peningkatan jumlah reseptor
dopamin tipe 4 di korteks entorhinal.
 Aktivitas berlebihan serotonergik (5-HT)
Hipotesis saat ini menyebutkan bahwa pelepasan berlebihan
serotonin menyebabkan gejala positif maupun negatif pada pasien
skizofrenia. Beberapa penjelasan mengenai teori ini antara lain,
efikasi Clozapin pada skizofrenia resistenttreatment untuk
menghilangkan gejala yang ada dapat dicapai karena kombinasi
antara sifat antagonisme dopaminergik dan serotonergik pada
clozapin, sedangkan Obat LSD yang bekerja sebagai agonis parsial
dari reseptor 5-HT dihubungkan dengan munculnya gangguan
sensori dan halusinasi.
 Aktivitas berlebihan α-adrenergik
Data menunjukkan bahwa sistem noradrenergik memodulasi
sistem dopaminergik dengan cara tertentu sehingga kelainan sistem
noradrenergik mempredisposisikan pasien untuk sering relaps.
Peningkatan jumlah norepinefrin dapat ditemukan pada cairan LCS
pasien skizofrenia dengan gejala psikotik akut.
 Penurunan aktivitas GABA
Penelitian menunjukkan bahwa beberapa pasien skizofrenia
kehilangnya neuron-neuron GABAergik di Hippocampus. GABA
memiliki peran regulasi pada aktivitas dopamin, dan hilangnya
peran inhibisi terhadap neuron dopaminergik pada neuron
GABAergik dapat menyebabkan hiperaktivitas pada Neuron
Dopaminergik.
 Penurunan aktivitas glutaminergik
Antagonis reseptor NMDA, (misalnya ketamin, PCP) telah
terbukti menginduksi gejala positif dan negatif skizofrenia pada
sukarelawan sehat (mungkin melalui modulasi sistem DA) dan
memperburuk gejala pasien dengan skizofrenia, sedangkan obat
anti-psikotik clozapin dapat melemahkan efek ketamin tersebut.
 Penurunan reseptor asetilkolin dan nikotin
Penelitian postmortem pada skizofrenia telah menunjukkan
penurunan reseptor muskarinik dan nikotinat dalam
kaudatusputamen, hippocampus, dan daerah tertentu di korteks
prefrontal. Reseptor ini berperan dalam pengaturan sistem
neurotransmitter yang terlibat dalam kognisi, yang terganggu pada
skizofrenia.
 Gangguan Neuropeptid
Neuropeptida, seperti substansi P dan neurotensin,
terlokalisasi dengan neurotransmiter katekolamin serta indolamin
dan mempengaruhi kerja neurotransmiter ini. Perubahan dalam
mekanisme neuropeptida bisa memfasilitasi, menghambat, atau
mengubah pola penembakan sistem saraf.
b. Neuropatologi
Pada abad ke-19, ahli neuropatologi tidak mampu menemukan dasar
neuropatologi skizofrenia sehingga mereka mengklasifikasikan skizofrenia
sebagai gangguan fungsional, namun pada akhir abad ke20, para peneliti
membuat langkah signifikan dalam mengungkap dasar neuropatologi
skizofrenia antara lain adanya gangguan pada ventrikel serebral, sistem
limbik, korteks prefrontal, thalamus, ganglia basalis, batang otak dan
serebellum.
c. Faktor Genetik
Faktor Genetik terhitung menjadi liabilitas mayor untuk penyakit
skizofrenia. Kemampuan menurun (Heretabilitas) skizofrenia secara
genetik berkisar 60-80%. Penelitian genetika molekuler telah
mengidentifikasi gen yang terbukti paling berperan antara lain :
 Neuregulin (NRG1) pada kromosom 8p21-22 yang memiliki peran
ganda dalam perkembangan otak, plastisitas sinaptik dan sinyal
glutamat.
 Dysbindin (DTNBP1) pada kromosom 6p22 yang membantu
mengatur pelepasan glutamat.
 DISC1 (Disrupted In SChizophrenia) yaitu sebuah kromosom
translokasi seimbang (1,11) (q42;q14.3) yang memiliki peran ganda
dalam sinyal sinaptik dan fungsi sel.
d. Model diatesis-stres
Menurut model diatesis-stres, seseorang mungkin memiliki
kerentanan spesifik (diatesis) yang, bila diaktifkan oleh pengaruh yang
penuh tekanan, memungkinkan timbulnya gejala skizofrenia. Pada model
diatesis-stres, diatesis atau stres dapat berupa stres biologis, lingkungan atau
keduanya. Komponen lingkungan dapat bersifat biologis (contohnya,
infeksi) atau psikologis (contohnya, situasi keluarga yang penuh tekanan
atau kematian kerabat dekat). Dasar biologis diatesis dapat tebentuk lebih
lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti penyalahgunaan zat, stres
psikososial, dan trauma.

3.4 Manifestasi Klinis

Pasien skizofrenia biasanya menunjukkan gelala positif, negatif dan


terdisorganisasi.5,6
a. Gejala positif merujuk pada gejala yang muncul pada proses mental abnormal
yang dapat berupa tambahan gejala atau penyimpangan dari fungsi-fungsi
normal. Gejala positif terdiri dari fenomena yang tidak muncul pada individu
sehat) antara lain yang paling penting, halusinasi (persepsi yang salah dari
berbagai indra) dan delusi/waham (kepercayaan yang diyakini dengan pasti,
memenuhi pikiran pasien, yang tidak sesuai sosiokultural).
b. Gejala negatif merujuk pada hilang atau berkurangnya fungsi mental normal.
Gejala negatif juga dapat diartikan sebagai hilang atau berkurangnya
beberapa fungsi yang ada pada individu sehat antara lain penurunan
ketertarikan sosial atau personal, anhedonia, penumpulan atau
ketidaksesuaian emosi, dan penurunan aktivitas. Orang dengan skizofrenia
sering memperlihatkan gejala negatif jauh sebelum gejala positif muncul.
c. Gejala terdisorganisasi yang terdiri dari pikiran, bicara dan perilaku yang
kacau.
3.5 Penegakan Diagnosis

Saat ini belum terdapat uji laboratorium dan fisik yang dapat secara pasti
mendiagnosis skizofrenia. Diagnosis skizofrenia dilakukan secara klinis dengan
anamnesis gejala.7
Berikut merupakan pedoman diagnostik dalam penegakan diagnosis
skizofrenia:7
a. DSM-V
Diagnosis gangguan skizofrenia ditegakkan saat pasien mengalami 2 gejala
dari gejala 1 sampai 5 dari kriteria A pada tabel (e.g. bicara kacau), kriteria
B mensyaratkan adanya gangguan fungsi, gejala harus bertahan selama
minimal 6 bulan, dan diagnosis dari gangguan skizoafektif atau gangguan
mood harus ditepis. Berikut Kriteria Diagnostik Skizofrenia yang lengkap
dalam DSM-V :
 Karakteristik Gejala
Terdapat 2 atau lebih dari kriteria dibawah ini, masing-
masing terjadi dalam kurun waktu yang signifikan selama 1 bulan
(atau kurang bila telah berhasil diobati). Paling tidak salah satunya
harus (1), (2), atau (3):
1. Delusi/Waham
2. Halusinasi
3. Bicara Kacau (contoh: sering melantur atau inkoherensi)
4. Perilaku yang sangat kacau atau katatonik
5. Gejala negatif, (yaitu: ekspresi emosi yang berkurang atau
kehilangan minat)
 Disfungsi Sosial/Pekerjaan
Selama kurun waktu yang signifikan sejak awitan gangguan,
terdapat satu atau lebih disfungsi pada area fungsi utama; seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang berada
jauh di bawah tingkat yang dicapai sebelum awitan (atau jika awitan
pada masa anak-anak atau remaja, ada kegagalan untuk mencapai
beberapa tingkat pencapaian hubungan interpersonal, akademik,
atau pekerjaan yang diharapkan).
 Durasi
Tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala
(atau kurang bila telah berhasil diobati) yang memenuhi kriteria A
(gejala fase aktif) dan dapat mencakup periode gejala prodromal
atau residual. Selama periode gejala prodromal atau residual ini,
tanda gangguan dapat bermanifestasi sebagai gejala negatif saja atau
2 atau lebih gejala yang terdaftar dalam kriteria A yang muncul
dalam bentuk yang lebih lemah (cth., keyakinan aneh, pengalaan
perseptual yang tidak lazim).
 Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif
Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar
dengan ciri psikotik telah disingkirkan baik karena
1. Tidak ada episode depresif manik, atau campuran mayor
yang terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif, maupun
2. Jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif durasi
totalnya relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan
residual.
 Eksklusi kondisi medis umum/zat
Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologis langsung
suatu zat (contoh: obat yang disalahgunaan, obat medis) atau kondisi
medis umum.
 Hubungan dengan keterlambatan perkembangan global
Jika terdapat riwayat gangguan autistik atau keterlambatan
perkembangan global lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia
hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang prominen juga
terdapat selama setidaknya satu bulan (atau kurang bila telah
berhasil diobati).
b. PPDGJ-III
Instrumen alat bantu diagnostik skizofrenia di Indonesia adalah
dengan menggunakan PPDGJ-III, berikut kriteria diagnosis skizofrenia:
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas):
 Thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang
atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda
; atau thought insertion or withdrawal, yaitu isi pikiran yang
asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan thought broadcasting, yaitu isi pikirannya
tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
 Delusion of control, yaitu waham tentang dirinya
dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau
delusion of influence yaitu waham tentang dirinya
dipengaruhi oleh suatukekuatan tertentu dari luar; atau
delusion of passivitiy, yaitu waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;
(tentang ”dirinya” dimana secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus); delusional perception, yaitu
pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
 Halusinasi auditorik antara lain (1) Suara halusinasi yang
berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau (2) Mendiskusikan perihal pasien-pasien di antara
mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau
(3) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu
bagian tubuh.
 Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain).
2. Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
 Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus.
 Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
 Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
 Gejala- gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara
yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal)
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri
sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
3.6 Klasifikasi

DSM-IV-TR mengklasifikasi skizofrenia berdasarkan presentasi klinisnya


menjadi 5 subtipe, antara lain skizofrenia paranoid, terdisorgaisasi/hebefrenik,
katatonik, tak terdiferensiasi, dan residual, sedangkan revisi kesepuluh
International Statistial Classification of Disease and Related Health Problems
(ICD-10) menggunakan sembilan subtipe antara lain skizofrenia paranoid,
skizofrenia tersdisorganisasi / hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia tak
terdiferensiasi, depresi pascaskizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks,
skizofrenia lain dan skizofrenia YTT. Subtipe-subtipe tersebut tidak secara erat
berhubungan dengan prognosis yang berbeda, untuk memeriksa prognosis pasien
skizofrenia direkomendasikan memeriksa prediktor prognosisnya yang spesifik.8
a. Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau
lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya
perilaku spesifik yang sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara
klasik, skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham
kejar atau kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami
episode pertama penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien
skizofrenia hebefrenik dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi
pada akhir usia 20-an atau 30-an biasanya telah memiliki kehidupan sosial
yang mapan yang dapat membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego
pasien paranoid cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia
hebefrenik atau katatonik. Pasien skizofrenia paranoid menunjukkna regresi
kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan
dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain.8,9
Pasien skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah curiga, berjaga-
jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif, namun
mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri mereka secara adekuat
pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak dipengaruhi
psikosisnya cenderung tetap utuh.6,7
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah adanya waham yang mencolok
atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan efek
yang relatif masih terjaga. Wahamnya biasanya adalah waham kebesaran,
atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain misalnya waham
kecemburuan, keagamaan mungkin juga muncul.6,7
Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoid :
 Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami
halusinasi auditorik.
 Tidak ada ciri berikut yang mencolok : bicara kacau, motorik kacau
atau katatonik, efek yang tak sesuai atau datar.
Berdasarkan pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ-III):3
● Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
● Sebagai tambahan berupa:
- Halusinasi atau waham harus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual atau
lain-lain perasaan halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau
passivity (delusion of passivity) dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam adalah yang paling khas.
- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatoniksecara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

b. Skizofrenia hebefrenik
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah
gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi
atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia
heberfrenik, waham dan halusinasinya banyak sekali.8
c. Skizofrenia katatonik
Timbulnya pertama kali antara usia 15 sampai 30 tahun, dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi
gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.8
d. Skizofrenia simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi
jarang sekali ditemukan.8

e. Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat
sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang
kea rah gejala negative yang lebih menonjol. Gejala negative terdiri dari
kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpukan afek, pasif dan
tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang
menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.8

3.7 Penatalaksanaan

Skizofrenia merupakan penyakit kronis yang mempengaruhi hampir semua


aspek kehidupan penderitanya, karenanya prinsip terapi pasien skizofrenia
memiliki tiga tujuan : 1) menurunkan atau menghilangkan gejala, 2)
memaksimalkan kualitas hidup dan fungsi adaptif, 3) meningkatkan dan
mempertahankan pemulihan dengan membantu pasien dalam mencapai tujuan
kehidupan pribadi seperti pekerjaan dan hubungan sosial.10
Pengobatan pada pasien skizofrenia harus dilakukan secepat mungkin, karena
keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita
menuju ke kemunduran mental.9
a. Non farmakologi
 Terapi psikososial
Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar
mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya
dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada
orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga atau
masyarakat, pasien diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak
melamun, banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul.
 Terapi psikoreligius
Terapi keagaman terhadap penderita skizofrenia ternyata
mempunyai manfaat misalnya, gejala-gejala klinis gangguan jiwa
skizofrenia lebih cepat hilang. Terapi keagamaan yang dimaksudkan
adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah
keagamaan dan kajian kitab suci.
 Terapi fisik berupa olahraga.
 Berbagai kegiatan seperti kursus atau les.
b. Farmakologi
Obat-obat antipsikotik juga dikenal sebagai neuroleptik dan juga
sebagai trankuiliser mayor. Obat antipsikotik pada umumnya membuat
tenang dengan mengganggu kesadaran dan tanpa menyebabkan eksitasi
paradoksikal.9
Mekanisme Kerja Antipsikotik menghambat (agak) kuat reseptor
dopamine (D2) di sistem limbis otak dan di samping itu juga menghambat
reseptor D1/D2 ,α1 (dan α2) adrenerg, serotonin, muskarin dan histamin.
Akan tetapi pada pasien yang kebal bagi obat-obat klasik telah ditemukan
pula blokade tuntas dari reseptor D2 tersebut. Riset baru mengenai otak
telah menunjukkan bahwa blokade-D2 saja tidak selalu cukup untuk
menanggulangi skizofrenia secara efektif. Untuk ini neurohormon lainnya
seperti serotonin ( 5HT2), glutamate dan GABA (gamma-butyric acid) perlu
dipengaruhi.10
Golongan obat antipsikotik ada 2 macam yaitu:
 Golongan antipsikotik tipikal : chlorpromazine, fluperidol,
haloperidol, loxapine, molindone, mesoridazine, perphenazine,
thioridazine, thiothixene, trifluperezine.
 Golongan antipsikotik atipikal : aripiprazole, clozapin, olanzapine,
quetiapine, risperidone, ziprasidone.

Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau


kronis. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami
atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan di sini
adalah mengurangi gejala psikotik yang parah. Dengan fenotiazin biasanya
waham dan halusinasi hilang dalam waktu dua sampai tiga minggu. Biarpun
masih ada waham dan halusinasi, penderita tidak begitu terpengaruh lagi
dan menjadi lebih kooperatif, mau ikut serta dalam kegiatan lingkungannya
dan mau turut terapi kerja.9,10
Setelah empat sampai delapan minggu, pasien masuk ke tahap
stabilisasi sewaktu gejala-gejala sedikit banyak sudah teratasi, tetapi resiko
relaps masih tinggi, apalagi bila pengobatan terputus atau pasien mengalami
stres. Sesudah gejala-gejala mereda, maka dosis dipertahankan selama
beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan
skizofrenia itu sudah lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejala
mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun.9,10
Setelah enam bulan, pasien masuk fase rumatan (maintenance) yang
bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Kepada pasien dengan skizofrenia
menahun, neuroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan
lamanya dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan pasien
(seperti juga pemberian obat kepada pasien dengan penyakit badaniah yang
menahun, misalnya diabetes melitus, hipertensi, payah jantung, dan
sebagainya). Senantiasa kita harus waspada terhadap efek samping obat.9,10
Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah yang
dapat memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan tidak
mengganggu fungsi psikososial pasien. Hasil pengobatan akan lebih baik
bila antipsikotik mulai diberi dalam dua tahun pertama dari penyakit. Tidak
ada dosis standar untuk obat ini, tetapi dosis ditetapkan secara individual.
Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan profil efek samping dan respon
pasien pada pengobatan sebelumnya. Ada beberapa kondisi khusus yang
perlu diperhatikan, misalnya pada wanita hamil lebih dianjurkan
haloperidol, karena obat ini mempunyai data keamanan yang paling baik.
Pada pasien yang sensitif terhadap efek samping ekstrapiramidal lebih baik
diberi antipsikotik atipik, demikian pula pada pasien yang menunjukkan
gejala kognitif atau gejala negatif yang menonjol.
Untuk pasien yang pertama kali mengalami episode skizofrenia,
pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu meberikan efek
samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan
mengurangi ketaatberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan
(adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikotik atipik atau
antipsikotik tipikal tetapi dengan dosis yang rendah.9,10

3.8 Prognosis

Maramis & Maramis (2009) menyebutkan bahwa sepertiga dari pasien


skizofrenia yang datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama
akan sembuh sama sekali (full remission/recovery), sepertigayang lain dapat
dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit dan masih harus
sering diperiksa dan diobati selanjutnya dan sisanya biasanya, mereka tidak dapat
berfungsi didalam masyarakat dan menuju kemunduran mental, sehingga mungkin
menjadi penghuni tetap rumah sakit jiwa.7,8
Pasien yang menghentikan pengobatan disebutkan 60-70% akan
mengalami kekambuhan dalam satu tahun, dan 85% dalam 2 tahun, dibandingkan
dengan pasien yang tetap aktif melaksanakan pengobatan yaitu 10-30%. Prognosis
dapat ditetapkan juga dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti,
kepribadian prepsikotik, jenis skizofrenia, umur, dan pengobatan.5
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil autoanamnesis dan alloanamnesis pasien dibawa ke RSJ


Aceh oleh keluarga karena mengamuk dan memukul keluarganya. Hal ini dirasakan
sejak dua hari terakhir. Pasien juga tidak mau makan dan merasa lemas. Keluarga
pasien juga mengatakan bahwa pasien sudah tidak tidur malam sejak beberapa hari
ini. Paasien sebelumnya pernah menjalani perawatan di RSJ Banda Aceh dengan
keluhan yang sama namun sudah boleh dipulangkan dan melakukan rawat jalan poli
klinik. Pasien mengaku mengalami halusinasi sejak 17 tahun yang lalu. Awal nya
terjadi ketika pasien kehilangan cinin kesayangannya yang menurut pasien diambil
oleh kakak kandungnya sendiri. Saat ini kakaknya tersebut sudah meninggal dunia.
Pasien juga memakai anting yang menurut pasien anting tersebut dapat mendengar
semua percakapan yang ada di dunia ini. Pasien mengaku ingin merasa mati karena
menurut pasien dengan mati maka pasien akan masuk surga. Pasien juga mengaku
awal sakitnya karena dipukul oleh ustad tempat mengajinya dulu saat MIN pada
tahun 1997. Pasien mengatakan bahwa semua amal ibadah hukumnya sunah dan
pahala pasien sudah disurga dicuri oleh seseorang.

Pasien mengaku ada yang merasa iri terhadapnya dan selalu ingin
menyakitinya. Pasien pernah memukul kakak kandungnya sendiri sampai telinga
kakaknya mengeluarkan darah. Hal tersebut dilakukan pasien karena ada yang
berbisik ditelinganya dan menyuruhnya untuk memukul kakaknya. Pasien mengaku
saat itu tidak bisa mengontrol dirinya. Pasien susah untuk bergaul dan lebih suka
menyendiri.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan mood


halusinasi auditorik dan waham curiga. Oleh karena itu pasien ini di diagnosis
gangguan skizofrenia paranoid. Berdasarkan teori, Skizofrenia tipe paranoid
ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi
auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku spesifik yang sugestif untuk tipe
hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid terutama
ditandai dengan adanya waham kejar atau kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid
biasanya tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap
bermusuhan atau agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri
mereka secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak
dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh.

Ciri utama skizofrenia tipe paranoid adalah adanya waham yang mencolok
atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan efek yang
relatif masih terjaga. Wahamnya biasanya adalah waham kebesaran, atau keduanya,
tetapi waham dengan tema lain misalnya waham kecemburuan, keagamaan
mungkin juga muncul. Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoid :
Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami halusinasi
auditorik dan Tidak ada ciri berikut yang mencolok : bicara kacau, motorik kacau
atau katatonik, efek yang tak sesuai atau datar.

Pada pasien ini mendapatkan terapi Haloperidol 2x5 mg, Trihexipenidyl 2x2
mg, Merlopan 1x2 mg, Seroquel 50 mg 1x1 dan Psikoterapi. Berdasarkan teori,
Haloperidol merupakan salah satu obat golongan anti psikotik atipikal. Mekanisme
Kerja Antipsikotik menghambat (agak) kuat reseptor dopamine (D2) di sistem
limbis otak dan di samping itu juga menghambat reseptor D1/D2 ,α1 (dan α2)
adrenerg, serotonin, muskarin dan histamin. Haloperidol sendiri bekerja dengan
cara menghambat reseptor dopamin D1 dan D2 di otak, menekan retikukar
activating system, dan menghambat pelepasan hormon pada hipotalamus dan
hipofisis.

Lorazepam (Merlopam) termasuk antikonvulsan golongan benzodiazepine


yang sering digunakan untuk terapi pasien agitasi akut atau insomnia. Obat ini
bekerja dengan cara meningkatkan efek unsure kimia tertentu di dalam otak yaitu ,
asam gamma-aminobutirat (GABA). Dengan meningkatnya aktivitas GABA, kerja
otak akan melambat dan menghasilkan efek yang menenangkan. Pasien yang
memiliki gejala klinis yang berkaitan dengan emosi yang tidak stabil dan cemas
dapat diberikan golongan benzodiazepine seperti lorazepam yang dapat bekerja
cepat untuk gejala simptomatis tersebut, dan berperan dalam aktivasi emosi dan
distress somatik.
Trihexipenidil merupakan antikolinergik yang sering digunakan untuk
mengurangi efek ekstrapiramidal yang merupakan efek samping pemberian
antipsikotik. Pemberian antipsikotik bekerja dengan mem-blockade reseptor
dopamine sehingga dapat muncul gejala ekstrapiramidal seperti pada kasus
Parkinson. Trihexipenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih
kuat daripada perifer. Obat ini juga memiliki efek menekan dan menghambat
reseptor muskarinik sehingga menghambat sistem saraf parasimpatik dan juga
memblok reseptor muskarinik pada sambungan saraf otot sehingga terjadi relaksasi.
Pemberian secara oral dapat memberikan efek yang cukup baik. Pemberhentian
obat ini harus secara tapering off, dosis awal dapat diberikan 1-4 mg/2-3x/hari dosis
maksimal 15 mg yang diberikan semala 4-8 minggu.

Peran psikoterapi yang dapat diberikan pada pasien yaitu berupa psikoterapi
individual berupa psikoterapi suportif atau terapi perilaku. Psikoterapi supportif
berfokus kepada aktivitas sehari-hari. Selain itu juga perlu dukungan keluarga dan
orang terdekat sebagai orang yang sangat berpengaruh terdapat kondisi pasien.
Selanjutnya pasien juga akan dibantu secara bertahap untuk dapat beradaptasi
kembali dengan lingkungannya dengan baik.

BAB IV
KESIMPULAN

Jenis skizofrenia tersering adalah skizofrenia paranoid, sedangkan


prevalensi skizofrenia di Indonesia tertinggi khususnya daerah Aceh sebesar
2,7%. Faktor– faktor yang berperan terhadap timbulnya skizofrenia adalah
faktor genetik, usia, jenis kelamin, penyakit autoimun, dan neuroinflamasi
serta lingkungan, seperti pekerjaan, status perkawinan, status ekonomi, dan
faktor psikosial. Pasien skizofrenia dapat mengalami kekambuhan yang dapat
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan keluarga. Terapi skizofrenia
menggunakan antipsikotik tunggal maupun kombinasi yang masing-masing
dipilih berdasarkan indikasi tertentu.
Skizofrenia paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak yang
dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi
(halusinasi), berbicara, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional bahwa
dirinya seorang yang penting atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan
tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau
bermaksud mencelakainya. Pada pasien didapatkan adanya halusinasi
auditorik, halusinasi visual, waham kebesaran, waham rujukan, waham siar
dan waham bizzare sehingga didapatkan diagnosis Skizofrenia Paranoid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Harold IS, Benjamin JG, Jack A. Mood disorder: synopsis of


psychiatry (terjemahan). Edisi Pertama. Tanggerang: Binarupa aksara. 2010.

2. Maslim, Rusdi. Buku pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa


(PPDGJ III dan DSM-5). PT. Nuh Jaya. Jakarta. 2003.

3. Departemen Litbang Kemenkes RI. Laporan RISKESDAS 2018. Balai


Penerbit Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2018.

4. Zahnia S. Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Bagian Ilmu Kedokteran


Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. 2016.

5. Utami VC. Skizofrenia Paranoid Remisi Partial pada Pria Usia 35 Tahun di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. 2017.
6. American Psychological Association. Diagnosis and statistical manual of
mental disorders. Washington DC. APA. 2003.

7. Mirza, Raihan, Kurniawan H. Hubunganlamanya Perawatan pasien


Skizofrenia Dengan Stres Keluarga. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. 2015.

8. Fatani, et all. Schizophrenia: Etiology, Pathophysiology and Management -


A Review. The Egyptian Journal of Hospital Medicine. 2017. 2640-2646.

9. Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan


Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 210-31.

10. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.


Direktorat Kesehatan Jiwa Dep. Kes RI. Jakarta. 2012.

Anda mungkin juga menyukai