PENDAHULUAN
1
1.2 Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengerti dan memahami pengolahan lewat
software matlab, khfilt, dan surfer. Selain itu maksud lain dari penelitian ini yaitu
mengerti tentang metode ini mulai dari mengolah data hingga memproses dan
menginterpretasinya. Penelitian ini bertujuan berupa dihasilkannya grafik Grafik
Tilt Vs. Elipt Australia dan Jepang kelompok 8, Grafik MA Tilt Vs. MA Elipt
Australia dan Jepang Kelompok 8. Selain itu, tujuan dari penelitian ini adalah
dihasilkannya penampang RAE Software Matlab Australia dan Jepang Kelompok
8, Penampang RAE Software KHFilt Australia dan Jepang Kelompok 8, dan
Penampang RAE Perhitungan Manual Australia dan Jepang Kelompok 8.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Formasi Semilir Secara umum formasi ini tersusun oleh batupasir dan
batulanau yang bersifat tufan, ringan, dan kadang-kadang diselingi oleh selaan
breksi volkanik. Fragmen yang menyusun breksi maupun batupasir biasanya
berupa batuapung yang bersifat asam. Di lapangan biasanya dijumpai perlapisan
yang begitu baik, dan struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai.
Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapan
berlangsung secara cepat atau berada pada daerah yang sangat dalam, berada pada
daerah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan sudah
mengalami korosi sebelum mencapai dasar pengendapan. Umur dari formasi ini
diduga adalah pada Miosen Awal (N4) berdasar pada
keterdapatan Globigerinoides primordius pada daerah yang bersifat lempungan
dari formasi ini, yaitu di dekat Piyungan (Van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini
menumpang secara selaras di atas anggota Butak dari Formasi Kebo – Butak.
3
Formasi ini tersingkap secara baik di wilayahnya, yaitu di tebing gawir
Baturagung di bawah puncak Semilir.
4
Ke arah atas, Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi
Wonosari (anggota Oyo) seperti singkapan yang terdapat di Sungai Widoro di
dekat Bunder. Formasi Sambipitu terbentuk selama zaman Miosen, yaitu kira-kira
antara N4 – N8 atau NN2 – NN5.
6. Endapan Kuarter Di atas seri batuan Endapan Tersier seperti telah tersebut di
atas, terdapat suatu kelompok sedimen yang sudah agak mengeras hingga masih
lepas. Karena kelompok ini di atas bidang erosi, serta proses pembentukannya
masih berlanjut hingga saat ini, maka secara keseluruhan sedimen ini disebut
5
sebagai Endapan Kuarter. Penyebarannya meluas mulai dari timur laut Wonosari
hingga daerah depresi Wonogiri – Baturetno. Singkapan yang baik dari Endapan
Kuarter ini terdapat di daerah Eromoko, sekitar Waduk Gadjah Mungkur.Secara
stratigrafi Endapan Kuarter di daerah Eromoko, Wonogiri terletak tidak selaras di
atas Endapan Tersier yang berupa batugamping berlapis dari Formasi Wonosari
atau breksi polimik dari Formasi Nglanggeran. Ketebalan tersingkap dari Endapan
Kuarter tersebut berkisar antara 10 hingga 14 meter. Umur Endapan Kuarter
tersebut diperkirakan Pliestosen Bawah.Stratigrafi Endapan Kuarter di daerah
Eromoko, Wonogiri secara vertikal tesusun dari perulangan tuf halus putih
kekuning-kuningan dengan perulangan gradasi batupasir kasar ke batupasir
sedang dengan lensa-lensa konglomerat. Batupasir tersebut mempunyai struktur
silang siur tipe palung, sedangkan lapisan tuf terdapat di bagian bawah, tengah,
dan atas. Pada saat lapisan tuf terbentuk, terjadi juga aktivitas sungai yang
menghasilkan konglomerat.
2.2. Geologi Lokal
Stratigrafi daerah Bantul dan sekitarnya tersusun oleh batuan tersier
yang terdiri dari batuan sedimen klastik vulkanik, batuan gunung api, dan
sedimen klastik karbonatan, serta endapan permukaan yang berumur Kuarter.
Berdasarkan sifat-sifat batuan dapat diperinci menjadi tujuh formasi yaitu
Formasi Yogyakarta (46%), Formasi Sentolo (18%), Formasi Sambipitu (3%),
Formasi Semilir Nglanggran (24%), Formasi Wonosari (8%), dan gumuk pasir
(1%).
Struktur geologi yang berkembang di daerah Opak Pleret adalah sesar
geser dan sesar normal. Di sepanjang Sungai Opak terdapat sesar normal yang
berada di sepanjang hampir 40 km dari pantai selatan Jawa di mulut sungai ke
arah Prambanan Kabupaten Klaten dengan arah 30 sampai 40 derajat ke timur
laut. Sesar Opak memotong Yogya Low dan Wonosari High dengan batuan
andesit tua (OAF) sebagai penyusun struktur pemotongan sesar, sedangkan di
timur Opak masih terdapat Formasi Semilir dan Nglanggran yang juga terlibat
dalam sistem sesar.
Kabupaten Bantul sendiri merupakan wilayah yang berada pada
dominasi struktur geologi Young Merapi Volcanic (Quartenary) bagian tengah
6
dan Volcanic (Miocine dan oligo-micine) pada bagian timur. Struktur-struktur
ini sudah berumur cukup tua (0,8-2,85 juta tahun yang lalu). Secara struktural
Kabupaten Bantul diapit oleh bukit patahan, yaitu lereng barat Pegunungan
Batur Agung (Batur Agung Ranges) pada bagian timur dan bagian Barat
berupa bekas laguna. Wilayah yang berada pada apitan bukit patahan ini
disebut dengan graben, maka wilayah Kabupaten Bantul dalam toponim
geologi dan geomorfologi disebut Graben Bantul. Graben ini terbentuk dari
proses diatrofisme tektonisme yang dipengaruhi oleh aktivitas gunung merapi
dan gunung api tua. Selain berada pada apitan bukit patahan, wilayah
Kabupaten Bantul juga berada pada bentang lahan Fluvio-Marin yang
memiliki banyak potensi dan masalah (pada wilayah Bantul Selatan). Hal ini
terjadi karena wilayah Kabupaten Bantul juga merupakan wilayah transisi
antara asal lahan fluvial (proses yang mengerjai air-sungai) dan asal lahan
marin (proses yang mengerjai angin dan gelombang dari Samudra Hindia).
Selain berada pada apitan bukit patahan dan bentuk lahan dataran
fluvio-marin, Kabupaten Bantul juga berada pada wilayah transisi yaitu
dataran yang asal prosesnya dari aktivitas Vulkanis dan endapan
sungai (Fluvio-Vulcan). Bentuklahan fluvial disebabkan oleh akibat aktivitas
aliran sungai. Aktivitas aliran sungai tersebut berupa pengikisan,
pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi) sehingga membentuk
bentangan dataran aluvial dan bentukan lain dengan struktur horisontal yang
tersusun oleh material sedimen . Bentukan-bentukan ini berhubungan dengan
daerah-daerah penimbunan seperti lembah-lembah sungai besar dan dataran
aluvial. Bentukan-bentukan lain dalam skala kecil yang mungkin terjadi dapat
berupa dataran banjir, tanggul alam, teras sungai dan kipas aluvial.
7
gawir menjadi dipertanyakan kembali. Hasil analisis data gempa menunjukkan
sesar penyebab gempa merupakan sesar naik dengan komponen geser mengiri
(Harvard-CMT, NEIC-FMT, dan NIED, 2006, dalam Tsuji, 2009; Meilano, 2007,
dalam Abidin, 2009; Abidin dkk, 2009; Tsuji dkk, 2009).
2.4. Penelitian Terdahulu
Tentu saja yang pertama plotting Sesar Opak dari Pak Wartono yang
diplot berdasarkan pemetaan geologi. Beliau menggunakan dasar data-data
permukaan dan memperkirakan posisi blok-blok yang mana yang bergerak relatif
naik dan mana yang relatif turun. Data-data beliau tentu saja sangat valid. Namun
Pak Wartono juga tidak secara tegas menggambarkan lokasi bidang patahannya,
karena diperkirakan sudah tertutup oleh endapan Merapi Muda. Patahan ini paling
mudah dimengerti karena morfologi serta topografi yang membatasi tinggian
Wonosari dengan Yogyakarta yang berada pada daerah dataran rendah. Walaupun
tidak dijumpai bidang patahannya, namun Sesar Opak yang di plot Pak Wartono
dkk inilah yang menjadi awal pemikiran dari keberadaan Sesar Opak yang
fenomenal. Kalau saja Pak Wartono berkenan mengupdate (memperbaharui) peta
ini sesuai dengan data-data baru yang beliau kumpulkan tentunya akan lebih
menarik lagi. Bagaimanapun peta singkapan adalah sebuah data sahih yang secara
fisik dapat dilihat oleh siapa saja.
8
BAB III
DASAR TEORI
9
(C/m2). Keempat persamaan tersebut dikaitkan dalam 4 persamaan maxwell
(persamaan 3.1).
B
E
t
D
H i (3.1)
t
B 0
D c
Persamaan (3.1) dapat direduksi dengan menggunakan hubungan-hubungan tensor
tambahan sehingga diperoleh persamaan yang hanya berkait dengan medan E dan
H saja. Apabila diasumsikan medan E dan H tersebut hanya sebagai fungsi waktu
eksponensial, akan diperoleh persamaan vektorial sebagai;
2E iE 2E
(3.2)
2H iH 2E
dengan permitivitas dielektrik (F/m), permeabilitas magnetik (H,m), dan
kondukivitas listrik (S/m). Bagian kiri pada sisi kanan persamaan (3.2)
menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian kanannya menunjukkan
sumbangan arus pergeserannya.
Di dalam VLF (pada frekuensi < 100 KHz), arus pergeseran akan lebih
kecil daripada arus konduksi karena permitivitas dielektrik batuan rata-rata cukup
kecil (sekitar 100 dengan 0 sebesar 910-12 F/m) dan konduktivitas target VLF
biasanya 10-2 S/m. Hal ini menunjukkan bahwa efek medan akibat arus
konduksi memegang peranan penting ketika terjadi perubahan konduktivitas
medium.
3.3. Segitiga Fase
Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik
(ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya
tertinggal 90o. Gambar 3.1 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P
dan ggl induksinya.
10
e
S S cos
R R sin
P
0
R cos S sin
Gambar 3. 1. Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder (S) dan primer
11
H
2 z cos
tan( 2 ) x 2
H
(3.3)
H
1 z
Hx
dan eliptisitasnya diberikan sebagai;
b H z H x sin
(3.4)
a H z e i sin H x cos 2
a
H
b
x
0.205𝐻+3 (3.6)
Persamaan filter linear (Karous dan Hjelt) di atas adalah persamaan untuk
menentukan rapat arus ekuivalen dan merupakan filter terpendek yang
memberikan kesalahan kurang dari 8% untuk medan dari lintasan arus tunggal.
12
3.6 Moving Average
Moving average adalah nilai rata – rata pengolahan data yang di
jumlahkan kemudian dibagi 4. Biasanya data yang diolah yaitu data tilt dan elipt.
Dengan perhitungan sebagai berikut :
Dimana :
Dimana :
MA tilt: moving average tilt
MA elipt : moving average elipt
Elipt : data elipt
Tilt : data tilt
(n-1) : data sebelumnya
(n+1) : data selanjutnya
13
distribusi kerapatan arus yang dapat memberi informasi mengenai daerah
konduktif.
Filter Karous-Hjelt menggunakan apparent depth dan rapat arus H0 yang
berasal dari turunan magnitudo komponen vertikal dan medan magnetik pada
lokasi tertentu. Kedalaman ditentukan dari jarak spasi yang digunakan dalam
perhitungan.
𝐻0 = 0.102𝑀1 − 0.059𝑀2 + 0.561𝑀3 − 0.561𝑀5 + 0.059𝑀6 –
0.102𝑀7
Keterangan :
𝐻0= sinyal output hasil filterkarous-hjelt
𝑀𝑖= datake-i
14
BAB IV
METODOLOGI
15
4.3. Peralatan dan Perlengkapan
4
5 3
16
4.4. Diagram Alir Pengambilan Data
Mulai
Setting Alat
( F1, F2, mode Tilt)
Pengukuran Data
Selesai
17
4.6. Diagram Alir Pengolahan
Mulai
Raw Data
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Data
18
4.7. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Berdasarkan diagram alir di atas, dapat diketahui urut-urutannya, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Mengolah data dengan Ms.Excel untuk mendapatkan nilai tilt dan elipt
rata-rata, MA (Moving Average) tilt dan MA Elipt, kedalaman koordinat
dan nilai RAE (Rapat arus ekuivalen) pada setiap titik pengukuran.
2. Membuat penampang manual dengan datanya berupa jarak, kedalaman,
dan nilai RAEnya di Software Surfer baik itu untuk Australia ataupun
Jepang.
3. Membuat penampang RAE di matlab dengan mengubah isi scriptnya
(spasi antar titik pada baris ke 18 dan 103 dan nama filenya pada baris ke
11) sebelum terlebih dahulu membuat datanya di notepad yang berisikan
stasiun, nilai tilt rata-rata dan nilai elipt rata-rata (disimpan satu folder
dengan script matlabnya). Setelah itu disimpan dan dijalankan scriptnya
dan akan muncul penampangnya, lakukan baik itu untuk Australia ataupun
Jepang.
4. Membuat penampang RAE KHFilt dengan cara membuat datanya di
notepad yang berisikan stasiun, nilai tilt rata-rata dan nilai elipt rata-rata
(Bagian atasnya diisikan stasiun, baris ketiga diisikan jumlah file dan
angka 2). Membuka software KHFilt kemudian buka notepad tadi dan
simpan dalam karous data lalu buka karous data ini di surfer lalu buat
penampang KHFiltnya
5. Interpretasi dengan bantuan referensi berupa tinjauan pustaka dan pustaka-
pustaka lainnya
19
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 8
Tabel 5.1. Tabel perhitungan Jepang lintasan 8
No Stasiun Tilt (%) Elipt (%) Keterangan tilt rata rata elipt rata rata ma tilt ma elipt rae
20 13 kedalaman 4 kedalaman 8 kedalaman 12 kedalaman 16
1 0 20 13 jarak rae jarak rae jarak rae jarak rae
20 13 20.000 13.000
20 13
2 4 19 13 10.000 -9.824 20.000 -10.893 30.000 -12.114 40.000 -12.126
19 14 19.333 13.333 78.333 52.000
19 13
3 8 20 12 14.000 -9.551 24.000 -11.482 34.000 -9.272 44.000 -13.149
20 12 19.667 12.333 78.333 51.000
20 12
4 12 19 13 18.000 -10.851 28.000 -11.942 38.000 -11.813
20 14 19.667 13.000 80.000 53.000
20 14
5 16 21 15 22.000 -10.488 32.000 -9.568 42.000 -10.882
22 15 21.000 14.667 83.667 57.333
21 15
6 20 22 15 26.000 -12.207 36.000 -12.375 46.000 -9.260
23 15 22.000 15.000 88.667 58.667
23 14
7 24 24 14 30.000 -9.641 40.000 -11.511 50.000 -9.462
24 14 23.667 14.000 88.333 27.333
7 -28
8 28 30 -15 34.000 -12.494 44.000 -9.015 54.000 -11.255
20 -4 19.000 -15.667 85.333 -12.333
23 2
9 32 23 6 38.000 -11.139 48.000 -9.169
25 7 23.667 5.000 88.333 2.000
22 8
10 36 22 7 42.000 -9.563 52.000 -9.573
22 8 22.000 7.667 85.667 38.333
16 15
11 40 18 22 46.000 -9.908 56.000 -8.355
20 17 18.000 18.000 76.667 58.333
18 16
12 44 19 14 50.000 -9.030 60.000 -8.080
19 14 18.667 14.667 73.333 64.667
18 16
13 48 18 17 54.000 -8.078 64.000 -11.135
18 19 18.000 17.333 71.000 60.667
16 12
14 52 17 11 58.000 -8.286
16 11 16.333 11.333 67.333 51.667
17 12
15 56 17 12 62.000 -8.904
16 11 16.667 11.667 68.000 45.667
17 11
16 60 18 11 66.000 -9.963
20 11 18.333 11.000 73.667 46.333
20 12
17 64 20 13 70.000 -10.183
21 13 20.333 12.667 79.667 50.667
21 13
18 68 21 15 74.000 -12.527
20 15 20.667 14.333 82.667 56.333
21 15
19 72 21 15
21 15 21.000 15.000 83.667 60.000
21 16
20 76 21 15
21 16 21.000 15.667 84.000 62.333
21 16
21 80 21 16
21 16 21.000 16.000 64.667 50.667
1 3
22 84 2 3
2 3 1.667 3.000
21
5.3. Grafik Analisis Lintasan 8
5.3.1. Grafik Tilt Vs. Elipt Australia Lintasan 8
22
5.3.2. Grafik MA Tilt Vs. MA Elipt Australia Lintasan 8
23
5.3.1. Grafik Tilt Vs. Elipt Jepang Lintasan 8
24
5.3.2. Grafik MA Tilt Vs. MA Elipt Jepang Lintasan 8
25
5.4. Pembahasan Penampang
5.4.1. Penampang RAE Software Matlab
5.4.1.1. Penampang RAE Software Matlab Australia Lintasan 8
26
ini arahnya cenderung menujam vertikal ke dalam tanah. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya rembesan air pada kondisi lapangannya.
27
5.4.1.2. Penampang RAE Software Matlab Jepang Lintasan 8
28
5.4.2. Penampang RAE Software KHFilt
5.4.2.1. Penampang RAE Software KHFilt Australia Lintasan 8
29
daerah dengan nilai RAE cukup tinggi yang berada di stasiun 40 hingga stasiun 56
besar kemungkinan terkena sesar dengan nilai RAEnya sekitar 3-6.5%.
Keberadaan sesar ini dikuatkan dengan adanya rembesan air yang membentuk
kolam kecil pada daerah sesar (zona lemah). Struktur pada daerah penelitian ini
kemungkinan merupakan sesar minor dari sesar opaknya (pengontrol struktur) itu
sendiri.
30
5.4.2.1. Penampang RAE Software KHfilt Jepang Lintasan 8
31
5.4.3. Penampang RAE Perhitungan Manual
5.4.3.1. Penampang RAE Perhitungan Manual Australia Lintasan 8
32
rekahannya dan rekahannya ini telah terisi oleh air sehingga nilai RAEnya cukup
tinggi. Sesarnya ini arahnya cenderung menujam vertikal ke dalam tanah. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya rembesan air sehingga banyak terbentuk kolam-
kolam kecil pada kondisi lapangannya.
Jika dibandingkan antara Penampang RAE Perhitungan Manual Australia
Lintasan 8 dengan Penampang RAE Software Matlab Australia Lintasan 8 maka
terlihat adanya kemiripan dimana daerah dengan nilai RAE sedang hingga
tingginya berada di bagian tengah penampang sementara daerah dengan nilai RAE
rendah berada di bagian kanan dan kiri penampang.
33
5.4.3.1. Penampang RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 8
34
Jika dibandingkan antara Penampang RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan
8 dengan Penampang RAE Software KHFilt Jepang Lintasan 8 maka terlihat
adanya kemiripan dimana daerah dengan nilai RAE sedang hingga tingginya
berada di bagian bagian kanan dan kiri penampang.sementara daerah dengan nilai
RAE rendah berada di bagian tengah penampang
35
5.5. Korelasi Penampang RAE
36
diperkirakan dari utara-selatan. Terindikasi terdapat 2 sesar dengan arah yang
berbeda karena diperkirakan sesarnya sendiri berupa sesar minor.
37
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan juga pembahasan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan, seperti:
1. Pada grafik Konduktivitas vs Inphase High Penetration lintasan 2 dan
grafik Konduktivitas vs Inphase Low Penetration lintasan 2terindikasi
anomali bernilai tinggi hingga 4x lipat pada jarak x nya 428112 hingga
428118 dengan y nya 9134790.
2. Pada grafik MA Konduktivitas vs MA Inphase High Penetration dan grafik
MA Konduktivitas vs MA Inphase Low Penetration terindikasi anomali
bernilai tinggi hingga 5x lipat pada jarak x nya 428112 hingga 428118
dengan y nya 9134790.
3.
4. Tilt vs Elipt Australia, nilai tertinggi dan terendah pada tilt adalah 4.33%
dan -9.33% lalu nilai tertinggi dan terendah pada elipt adalah 9.33% dan
9%.
5. Pada grafik MA Tilt vs MA Elipt Australia, nilai tertinggi dan terendah
pada tilt adalah 16.33% dan -27.667% lalu nilai tertinggi dan terendah
pada elipt adalah 31% dan -19%.
6. Pada grafik Tilt vs Elipt Jepang, nilai tertinggi dan terendah pada tilt
adalah 23.667% dan -1.667% lalu nilai tertinggi dan terendah pada elipt
adalah 18% dan -15.667%.
7. Pada grafik MA Tilt vs MA Elipt Jepang, nilai tertinggi dan terendah pada
tilt adalah 88.667% dan 64.667% lalu nilai tertinggi dan terendah pada
elipt adalah 64.667% dan -12.333%.
8. Pada penampang RAE Software Matlab Australia Lintasan 8, struktur
sesar berada di tengah penampang.
9. Pada penampang RAE Software Matlab Jepang Lintasan 8, hasilnya
berkebalikan dengan penampang RAE Software Matlab Australia Lintasan
8.
38
10. Pada penampang RAE Software KHFilt Australia Lintasan 8, struktur
sesar bernilai RAE 3-6.5% dan cenderung berada di tengah penampang.
11. Pada penampang RAE Software KHFilt Jepang Lintasan 8, Nilai RAE
tinggi berada di bagian kanan dan kiri penampang.
12. Pada penampang RAE Perhitungan Manual Australia Lintasan 8, struktur
sesar arahnya menujam vertikal ke bawah permukaan.
13. Pada penampang RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 8, hasilnya
mirip dengan penampang RAE Software KHFilt Jepang Lintasan 8.
14. Pada korelasi penampang RAE terindikasi adanya sesar minor berarah
utara-selatan dan berarah barat-timur
6.2. Saran
Sebaiknya, dalam interpretasi, perlu banyak membaca literatur. Pengacuan
dari peta geologi dan geologi regional serta lokal perlu dilakukan karena akan
memudahkan dalam interpretasi serta cermati setiap langkah pengolahan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Geologi Regional dan Lokal Daerah Yogyakarta. Dikutip dari
dokumen.tips/documents/geologi-lokal-dan-regional-daerah-
yogyakarta.html. Diakses pada tanggal 10 Septeber 2017 pukul 13.36
WIB.
Bemmelen, van, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Martinus Nyhoff, The
Haque: Nederland.
40