Anda di halaman 1dari 4

Memulai untuk Mencintai

Pagi-pagi yang sejuk dengan kelas yang cukup hening. Ku termenung menatap
jendela yang disamping bangkuku. Hm…. Fisika. Aku benar-benar tidak begitu tertarik
dengan fisika. Apalagi aku paling malas dengan soal yang hitung-hitungan. Begitu
menyusahkan buatku. Sebenarnya apa manfaat aku harus belajar ini? Ngapain aku harus
menghitung bagaimana gaya grafitasi itu? Entahlah.
Namun, yang membuatku cukup bersemangat dengan pelajaran ini adalah karena
dia. Seseorang yang cukup pintar di kelasku. Namanya Jhoni. Dia benar-benar paling
bersemangat dengan pelajaran fisika. Aku menyukai pelajaran ini karena aku senang
melihat sosoknya yang selalu bersemangat dengan pelajaran ini. Rasanya tak bosan-bosan
aku melihat wajah dia yang penuh semangat itu. Memang kalau orang yang mabuk cinta itu
bisa gila. Sayangnya, aku hanyalah salah satu pengagum rahasia Jhoni. Karena di kelasku,
cukup banyak yang menyukainya. Ya, wajarkan? Dia anak yang supel, pintar, ramah dan
yang paling penting juga manis. Dia gak ganteng, tapi manis tepatnya. Tapi, itulah daya
tariknya. Wajah manis dan senyum manis yang mampu mengalahkan para cewek-cewek di
kelas. Entah kapan aku bisa dekat dengan Jhoni.
“Baiklah, kali ini ibuk akan membagikan kelompok tugas fisika. Ibuk ingatkan
jangan ada yang tidak ikut andil dalam kelompok!” buk Resti pun membacakan nama-nama
kelompok untuk tugas fisika. Aku berharap aku bisa sekelompok dengan Jhoni. Namun,
aku tidak ingin terlalu berharap, karena nanti akan kecewa. Karena, sudah berkali-kali aku
berharap agar sekelompok dengan dia. Namun, selalu saja harapan itu kandas. Apakah kali
ini tuhan berpihak padaku? Apakah aku akan sekelompok dengan Jhoni? Sungguh aku
benar-benar berharap. “Kelompok lima, Jhoni, Kevin dan….. Tasya.” Ah, ternyata aku
tidak beruntung. Aku kira aku bakal sekelompok dengan Jhoni. Ah, mengapa aku susah
sekali satu sekelompok dengan Jhoni? Jika aku sekelompok dengan Jhoni, selain
mengerjakan tugas jadi lebih mudah, aku juga bisa mengenal Jhoni lebih dekat. Sudahlah,
tak perlu disesali. Mungkin memang selamanya aku bakalan jadi penggemar rahasianya
Jhoni.
*****
Sepulang ngampus. Tiba-tiba Tasya menghampiriku. “Nin, bisa gak kita tukeran
kelompok?” seketika aku terkejut. “Lah? Emangnya kenapa? Kok tiba-tiba kamu minta
tukeran?” tanyaku. “Habisnya ada si Kevin, mu taulah kan, Kevin itu mantanku. Hubungan
kami pun gak baik sekarang. Walaupun ada Jhoni dikelompok itu, tapi kalau ada Kevin
didalamnya, sama aja gak bakalan beres-beres nanti tugas kami. Pliiss ya nin? Aku udah
minta izin juga sama teman-teman dikelompokmu biar di tukar, ya ya ya?” melihat Tasya
begitu berharap padaku, akhirnya aku pun setuju. Aku gak tahu harus berkata apa.
Bagaimana mungkin aku akhirnya sekelompok dengan Jhoni? Benar-benar sebuah
keajaiban. Selama perjalanan menuju kos. Rasanya aku tidak berhenti untuk tersenyum.
Aku benar-benar senang akan hal ini. Padahal, aku sempat sedih.
Malamnya, aku terus-terusan melihat handphone-ku. Aku menanti-nanti sebuah chat
dari Jhoni. Apakah dia akan bertanya-tanya padaku? Atau dia akan diam saja? Menunggu
aku yang bertanya dahulu? Sepanjang malam, aku terus-menerus mengecek whatsapp-ku.
Namun, nama dia tidak kunjung muncul di notifikasiku. Ah, mungkin dia sibuk. Aku tak
perlu untuk menunggunya, sebaiknya aku beristirahat daripada menunggu sesuatu yang tak
pasti. Aku cukup kecewa. Namun, tak apa. Aku mungkin harus lebih bersabar. Baru saja
aku memejamkan mataku. Tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Dengan segera kumelihat
siapa yang mengechatku malam-malam begini. Dengan perasaan yang tak menentu, aku
pun segera membuka handphoneku. Seketika, aku menjadi kesal. Ternyata, hanyalah
sebuah notifikasi dari grup whatsapp. Kupikir, aku akan mendapatkan notifikasi darinya.
Tapi ternyata tidak. Dengan segera ku berbaring lagi dan mulai tertidur dengan perasaan
yang campur aduk.
Rasanya, aku baru saja memulai untuk tidur. Tidak terasa ternyata subuh telah
datang. Alarmku terus berbunyi tiada henti demi membangunkanku yang masih ingin
tertidur. Dengan berat aku pergi ke kamar mandi dan berwudhu. Lalu, menunaikan ibadah.
Setelah itu, aku pun mandi dan bersiap-siap menuju kampus.
Sampai di kampus. Seperti biasa, kelas masih hening. Hanya ada aku seorang yang
berada di kelas. Aku memang suka pergi lebih awal. Karena bosan menunggu, aku pun
membuka handphoneku. Dan mulai bermain game. Tanpa kusadari, seseorang tengah
berjalan menuju bangku-ku. “Hei, Nina!” seru seseorang. Seketika handphoneku terlempar
karena kaget. “Aduh, siapa sih? Padahal lagi seru-serunya nih!” seseorang itu memungut
handphone-ku dan memberinya padaku dengan tersenyum. “Nih, maaf ya, mengganggu.”
Mataku seketika membulat. Tiba-tiba aku merasa wajahku memanas, ternyata dia adalah
Jhoni! Ya ampun, harusnya aku tidak membentak dia tadi. Aduuh, malu banget! “Aduh,
maaf ya aku udah membentak.” Jhoni pun tertawa, “hahahaha, santai aja. Gak perlu minta
maaf, aku yang salah udah ngagetin.”
“Jadi, gimana? Kapan nih kita ngumpul buat tugas?” akhirnya pertanyaan itu keluar
juga dari mulut Jhoni. Pertanyaan yang kutunggu semalaman. “Terserah Jhoni mau kapan.
Aku ikut-ikut aja.” Jhoni mengangguk-angguk, “hem…. Sore nanti bisa? Kita kumpul di
rumah Kevin nanti. Kemarin aku juga udah bahas sama Kevin apa yang mau kita buat.
Mohon kerja sama-nya ya!” aku tersenyum dan mengangguk.
Sorenya, aku, Jhoni dan Kevin memulai percobaan. Kami membuat alat peraga
sederhana fisika, kapal uap. Kami pun memulai percobaan berkali-kali. Kadang-kadang
lilinnya yang bermasalah karena tidak mau hidup. Atau kadang-kadang air yang diisi di
dalam kaleng terlalu banyak. Atau juga ketika sudah hampir berhasil ternyata sterofomnya
berlubang. Namun, kami tak menyerah. Kami terus-terusan mencoba. Awalnya aku ingin
beristirahat karena sudah berkali-kali kami coba, Namun, karena melihat Jhoni yang begitu
gigih ingin berhasil, maka aku pun tidak ingin menyerah juga.
Selama beberapa hari ini, aku terus-terusan bertemu dengan Jhoni. Ya, dengan
Kevin juga. Dari kerja kelompok ini, aku jadi belajar. Bahwa ternyata fisika itu cukup
menarik. Apalagi, Jhoni yang dengan sabar menjelaskan apa yang ku tak mengerti dengan
fisika dengan baik. Lama-lama aku jadi cukup mengerti dengan fisika. Contohnya seperti
pembuatan kapal uap ini. Ternyata, sesuatu yang sederhana seperti ini juga termasuk
dengan fisika. Memang terkadang aku cukup kesal. Tapi, aku ingat bahwa Jhoni sudah
mengajarkanku dengan baik. Aku pun juga cukup mengerti. Seharusnya, aku bisa lebih
mencintai fisika. Seharusnya aku tidak kesal. Apalagi aku benar-benar termotivasi dengan
kata-kata Jhoni, “cintai saja dulu apa yang tidak kamu suka. Karena kalau tidak cinta
bagaimana mungkin kamu bisa mengerjakan apa yang tidak kamu sukai. Aku juga dulu
tidak begitu menyukai fisika. Aku merasa fisika kurang menarik. Namun, aku berpikir.
Kalau aku tidak menyukai pelajaran ini, aku tidak akan pernah bisa untuk mengerjakannya.
Untuk itu aku mencoba untuk mencintai fisika. Awalnya cukup berat, tapi lama-lama aku
jadi terbiasa dan menjadi menyukai pelajaran ini.” Begitulah yang dikatakan Jhoni.
Aku jadi berpikir, Jhoni saja yang dulu gak menyukai fisika, bisa menyukai fisika.
Seharusnya aku juga bisa. Baiklah, mulai sekarang, aku akan memulai untuk mencintai
fisika. Dengan begitu, aku akan menjadi lebih paham dan bisa menjadi seperti Jhoni.

Anda mungkin juga menyukai