BAB I
PENDAHULUAN
1
2
analisa molekuler (Sharma et al., 2017). Namun, pemeriksaan analisis DNA baik
dari tulang maupun gigi dinilai mahal, sulit, dan memakan banyak waktu ( Nayer
et al, 2014). Jenis kelamin pada pulpa juga dapat dideteksi pada pulpa dengan
melihat keberadaan kromatin seks yakni kromatin X dan kromatin Y melalui
metode analisa histologi. Metode ini sederhana dan tidak membutuhkan biaya
yang besar namun aplikasinya terbatas pada kasus dengan kerusakan jaringan
yang parah (Syafitri et al, 2013). Selain itu, jaringan pulpa yang digunakan harus
berasal dari gigi yang sehat, atau gigi karies yang terbatas pada enamel dan dentin
(Basnaker dan Moolrajani, 2016). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Manokwiche (2014), diketahui pulpa gigi dapat mengekspresikan estrogen.
Estrogen merupakan salah satu hormon seks steroid yang mempunyai
struktur dasar kimia berintikan steroid dengan 18 cincin karbon yang dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu estron (E1), 17ᵝ- estradiol (E2), dan estriol (E3).
Estrogen berperan penting pada keseluruhan fisiologi manusia, terutama dalam
perkembangan karakter seks sekunder baik pada laki-laki maupun perempuan
(Kumar et al., 2016). Jumlah estrogen dalam tubuh dapat memberikan efek sangat
luas pada organ dan jaringan terlebih pada organ reproduksi (Hikmah, 2014). Pada
sistem skeletal, defisiensi estrogen terbukti meningkatkan resiko osteoporosis dan
fraktur tulang yang juga berakibat pada bertambahnya keparahan periodontitis
karena hilangnya tulang alveolar (Wang et al, 2013). Estrogen dapat mencapai sel
target diperantarai reseptor estrogen (Suparman dan Suparman, 2014).
Sejauh ini dikenal dua reseptor esterogen klasik yaitu ERs (ER-α dan ER-
β). Namun dalam dua dekade terakhir ditemukan 10-15% subpopulasi dari ERs
yaitu GPER (G-protein coupled estrogen receptor), sebelumnya dikenal sebagai
GPR30. Menurut pandangan klasik, setelah pengikatan ligan baik ER-α maupun
ER-β ditranslokasikan ke nukleus di mana mereka mengikat DNA bekerja sama
dengan sejumlah co-regulator untuk memengaruhi pola ekspresi gen. Sedangkan
untuk GPER, setelah mengikat ligan GPER menginduksi berbagai fungsi
perubahan seluler melalui jalur pensinyalan cepat (non-genomik) tertentu dimana
mereka juga berkontribusi pada keseluruhan efek transkripsional estrogen
termasuk regulasi proliferasi, migrasi sel, dan pengembangan. Dibandingkan
dengan reseptor estrogen klasik, GPER menunjukkan kinetika pensinyalan yang
berbeda dan lebih terbuka ke berbagai rangsangan seperti parakrin, autokrin, atau
endokrin (Marczell et al., 2018). Selain itu, pengikatan GPER terhadap E2 juga
lebih tinggi daripada ERs (Barton, 2015).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dari enamel tuft, enamel spindle, enamel lamellae, enamel prismata/ enamel rod,
Hunter cshreger bands, garus Retzius, enamel cuticula, dan perykimata (Fidya,
2018). Ketebalan enamel bervariasi, bagian yang paling tebal terdapat pada ujung
tonjol, yakni mencapai 2,5 mm dan yang paling tipis terdapat pada daerah tepi,
yaitu Cementoenamel Junction (CEJ). Warna enamel adalah putih susu atau
kuning muda, tergantung pada ketebalannya dan tingkat mineralisasi. Tingkat
mineralisasi yang lebih tinggi mengarah ke warna enamel yang lebih transparan
yang mencerminkan warna kekuningan dentin di bawahnya (Chen dan Liu, 2014).
Dentin merupakan bagian yang terluas dari struktur gigi, meliputi seluruh
panjang gigi mulai dari mahkota hingga akar. Dentin pada mahkota gigi dilapisi
oleh enamel, sedangkan dentin pada akar gigi dilapisi oleh sementum. Dentin
dibentuk dari odontoblas yang berasal dari ektomesenkim. Dentin yang matang
tersusun oleh 70% bahan anorganik dentin berupa kristal kalsium hidroksiapatit
(Ca10(PO4)6(OH)2), 20% serat kolagen, dan 10% air. Kristal hidroksiapatit ini
mirip dengan yang ditemukan pada enamel tetapi dengan persentase yang lebih
rendah sehingga dentin lebih lunak dibandingkan enamel. Berdasarkan waktu
pembentukannya, dentin dapat dibagi atas tiga macam yaitu dentin primer, dentin
sekunder, dan dentin tersier (dentin reparative). Dentin primer adalah dentin yang
diproduksi sejak gigi dalam masa embrio hingga gigi erupsi sempurna. Dentin
sekunder terbentuk di bagian dalam dentin primer mahkota dan akar. Dentin ini
berkembang setelah mahkota mencapai fungsi oklusal dan akar hampir menutup
sempurna. Dentin sekunder terdeposit lebih lama dari dentin primer. Sedangkan
dentin tersier atau dentin reparatif adalah hasil dari stimulasi pulpa dan terbentuk
hanya pada letak aktivasi odontoblaS (Chen dan Liu, 2014).
Sementum merupakan lapisan luar berwarna kuning muda yang menutupi
permukaan akar gigi. Sementum penting untuk menjaga perlekatan gigi dan
periodontal. Jarigan ini sangat tipis, terutama dekat servikal gigi yaitu hanya
sekitar 20 hingga 50 mikron, dan 150 hingga 200 mikron di apikal akar. Cementum
diekskresikan oleh sel yang disebut sementoblas, yang berkembang dari sel
mesenkimal yang tidak berdiferensiasi di jaringan ikat dental sac. Sementum
sedikit lebih lunak daripada dentin dan terdiri dari sekitar 45-50% mineral
anorganik (terutama kristal apatit), 50–55% bahan organik (terutama kolagen dan
glikoprotein) dan sisanya adalah air (Chen dan Liu, 2014)
Pulpa merupakan jaringan lunak di dalam rongga pulpa yang dikelilingi oleh
dentin dan dihubungkan oleh foramen apikal ke jaringan periodontal. Pulpa
10
berkembang dari jaringan mesoderm yang sama dengan dentin , yaitu papilla
dental. Pulpa adalah jaringan ikat lunak dan longgar yang mengandung sel, serat,
saraf, pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan matriks ekstraseluler lainnya.
Seperti dentin, pulpa normalnya tidak dapat dilihat, kecuali pada radiograf dental
atau gigi yang dibelah (Chen dan Liu, 2014).
Pada tiap gigi terdapat jaringan periodonsium yang berfungsi untuk
mendukung dan mempertahankan fungsi gigi. Jaringan periodonsium terdiri dari
gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Gingiva atau gusi
adalah jaringan ikat fibrosa ditutupi epitel yang mengelilingi dan melekat ke gigi
dan tulang alveolar. Secara anatomis, gingiva terbagi menjadi marginal gingiva,
attached gingiva, dan interdental gingiva. Ligamen periodontal tersusun dari
pembuluh darah kompleks dan jaringan ikat yang sangat selular, mengelilingi akar
gigi dan melekat pada dinding bagian dalam tulang alveolar. Sementum adalah
jaringan mesenkim terkalsifikasi yang menyelubungi bagian luar akar gigi.
Prosesus alveolar merupakan bagian dari maksila dan mandibular yang
membentuk dan mendukung soket gigi (Newman et al, 2012).
2.3 Pulpa
Pulpa merupakan jaringan yang berasal dari neural crest. Proliferasi dan
kondensasi sel ini menyebabkan pembentukan papila dental yang akan
menghasilkan pulpa yang matur. Jaringan pulpa mirip dengan jaringan ikat lainnya
di dalam tubuh, tetapi memiliki karakteristik khusus. Hal ini dikarenakan jaringan
pulpa dikelilingi oleh jaringan keras dan berada dalam suatu lingkungan yang low
compliance (Okiji, 2012; Hargreaves, 2012). Pulpa terbagi menjadi pulpa mahkota
dan pulpa radikular. Pada pulpa mahkota terdiri atas tanduk pulpa dan kamar
11
dentinogenesis aktif, reticulum endoplasmik dan badan golgi menonjol dan ada
sejumlah mitokondria dan vesikel (Eroschenko, 2013).
Odontoblas merupakan sel tahap akhir yang tidak akan mengalami
pembelahan sel lagi, sehingga disebut disebut sel postmitotic. Selama siklus
hidupnya, mereka mengalami fase fungsional, transisional, dan fase istirahat,
semua itu ditandai oleh ukuran sel dan ekspresi organel. Odontoblas dapat
berlanjut pada berbagai tingkat aktivitas selama hidupnya. Sejumlah sel
mengalami kematian yang terencana (apoptosis) seiring dengan penurunan
volume pulpa. Proses penyakit, terutama karies gigi, dapat merusak odontoblas,
tetapi bila kondisi memungkinkan, sel-sel ini dapat digantikan oleh generasi baru
sel lir-odontoblas yang berdiferensiasi dari sel-sel induk (Eroschenko, 2013).
Jika suatu reseptor estrogen berikatan dengan ligannya, maka akan terjadi
perubahan konformasi reseptor yang memungkinkan berikatan dengan
koaktivator. Kompleks estrogen-reseptornya kemudian akan berikatan dengan
esterogen reseptor element (ERE) yang terletak di dekat gen yang akan
dikendalikan transkripsinya. Setelah berikatan dengan ERE, kompleks tersebut
akan berikatan dengan suatu protrein koaktivator dan mengaktifkan faktor
transkripsi. Aktivasi transkripsi gen tersebut akan menghasilkan mRNA tang
mengarahkan pada sintesis protein tertentu, yang kemudian mempengaruhi fungsi
sel, tergantung sel targetnya (Zullies, 2006).
Sampai saat ini, reseptor estrogen terbagi menjadi dua famili yang berbeda
yaitu ERs (ER-α dan ER-β) yang dikategorikan sebagai reseptor hormon steroid
(SHRs) dan GPER (G-protein coupled Estrogen Receptor) yang merupakan
anggota superfamil dari GPCR (Filardo, 2018). Setiap jenis reseptor estrogen
dianggap unik dan independen berdasarkan evaluasi genentik, farmakologis,
biologis, dan aksi biokimianya (Gaudet et al., 2015).
independen dan menjalankan fungsi dari estrogen. GPER juga terbukti dapat
mengikat ligan alami seperti E2 dan juga ligan sintetis (Baston, 2015).
GPER pada manusia terletak pada kromosom 7p22.3 dan terdiri dari tiga
exon. GPER terdiri atas 375 asam amino, dan mempunyai massa molekul sebesar
41 kDa. Exon3 merupakan regio pengkodean asam amino pada GPER (Mizukami,
2010).
GPER berikatan dengan E2 dengan afinitas tinggi (Kd = 3-7 nM),
sedangkan ER-α dam ER-β berada dibawahnya yaitu pada kisaran 0,1-0,5 nM.
Hal tersebut menunjukkan bahwa GPER lebih banyak teraktivasi baik pada kondisi
lokal maupun sistemik. GPER juga mengikat E2 dengan selektivitas yang lebih
tinggi daripada steroid lain seperti testosteron, kortisol, dan progesteron. dan
berbeda secara struktural dari reseptor estrogen klasik (ERα dan ERβ). GPER
diketahui mengerahkan efeknya melalui pensinyalan cepat (non-genomik) serta
aktivasi transkripsional untuk menghasilkan migrasi sel, pertahanan, dan
proliferasi pada sel normal maupun sel ganas (Wei et al, 2016).
Pensinyalan cepat non-genomik sebagai respons terhadap E2 melalui
GPER dapat mengaktifkan beberapa jalur pensinyalan termasuk MAPK, PI3 K,
PKC, mobilisasi Ca2 + dan adenylyl cyclase. Secara khusus, aktivasi jalur MAPK
mengatur ekspresi gen melalui aktivasi factor transkripsi seperti cAMP-response-
element-binding (CERB) (Thorbrugge et al, 2018). GPER memediasi pensinyalan
transduksi sering melibatkan rapid calcium mobilization dan cAMP elevation jauh
lebih cepat dari ERs.
BAB III
memiliki fungsi yang luas, salahsatunya yaitu berfungsi membentuk karakter seks
sekunder pada perempuan. Secara kalsik, terdapat dua reseptor estrogen yaitu
ER-α dan ER-β yang melakukan pensinyalan secara genomik. GPER (G-Protein
coupled Estrogen Receptor) merupakan subpopulasi dari ERs (ER-α dan ER-β)
yang memerankan pensinyalan non-genomik. Baik ER-α, ER-β, maupun GPER
terbukti diekspresikan pada pulpa gigi manusia. Aktivitas sel Schwann dalam pulpa
wanita memiliki reaktivitas yang lebih tinggi ER-α dan ER-β. Sedangkan
perbedaan ekspresi GPER pada pulpa gigi laki-laki dan perempuan masih belum
jelas.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan ekspresi sel odontoblas
pada pulpa gigi laki-laki dan perempuan terhadap GPER (G-Protein coupled
Estrogen Receptor).
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
Aplikasi rumus :
n = (1,96 x 1,1877) ²
1
=5
≈6
Berdasarkan perhitungan sampel diatas, sehingga jumlah total
sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 6 buah gigi premolar.
4.3 Variabel Penelitian
4.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis kelamin sampel yang
digunakan, yaitu laki-laki dan perempuan.
4.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ekspresi GPER (G-Protein
coupled Esterogen Receptor) pada sel odontoblas gigi.
4.3.3 Variabel Kendali
Variabel kendali pada penelitian ini adaah gigi premolar yang sesuai
dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan.
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Juni – September 2019.
24
b. Jas Laboratorium
c. Masker
d. Sabun Antiseptik
4.6 Definisi Istilah/Operasional
4.6.1 Sel Odontoblas
Pada penelitian ini, yang dimaksud sel odontoblas yaitu sel yang terletak
pada perifer pulpa, dan berbentuk kolumnar dengan inti sel berada pada kutub
proksimal prosesus badan sel.
4.6.2 GPER (G-Protein coupled Esterogen Receptor)
GPER (G-Protein coupled Esterogen Receptor) yang dihitung adalah yang
diekspresikan dengan sel odontoblas dengan pewarnaan imunohistokimia.
Perbesaran yang digunakan adalah 1000x dengan 5 lapang pandang.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pengambilan Sampel Jaringan
Sampel yang didapat segera dimasukkan ke dalam wadah berisi formalin
10% untuk mencegah kematian dari sel.
4.7.2 Pembuatan Preparat Jaringan Keras Gigi
1. Fiksasi dilakukan dengan merendam jaringan dalam formalin 10% selama
minimal 2 hari kemudian dilanjutkan dengan tahap pencucian menggunakan air
mengalir selama 15 menit.
2. Dekalsifikasi jaringan menggunakan larutan EDTA 14% hingga konsentrasi
jaringan lunak dan siap dipotong.
3. Melakukan pencucian kembali menggunakan air mengalir selama 15 menit.
4. Jaringan memasuki proses dehidrasi menggunakan acetone sebanyak 4 kali
dalam 1 jam. Kemudian, dilakukan pembeningan (clearing) guna menarik
alcohol sehingga dapat diganti dengan paraffin menggunakan xylol sebanyak 4
kali dalam 30 menit.
5. Impregnasi menggunakan paraffin cair pada suhu 55̊ C – 80̊ C sebanyak 4 kali
dalam 1 jam.
6. Penanaman jaringan dalam blok paraffin (embedding), kemudian didinginkan
selama 24 jam.
7. Sediaan dilakukan penyayatan dengan ketebalan 3-5 mikron menggunakan
microtom rotary.
8. Hasil sayatan diletakkan pada water bath pada suhu 30̊ C.
26
9. Sayatan diletakkan pada object glass dan didiamkan selama 24 jam, kemudian
dapat dilakukan pewarnaan immunohistokimia.
4.7.3 Pewarnaan Immunohistokimia Indirek
Metode pewarnaan pada penelitian ini menggunakan metode
Immunohistokimia Indirek yang menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi
primer dan antibodi sekunder yang telah dikonjugasi dengan peroksidase. Antibodi
primer berfungsi untuk mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first
layer). Peroksidase yang terkonjugasi pada antibodi sekunder berfungsi untuk
mengkatalis reaksi antara kromogen (DAB) dan hidrogen peroksida (H₂O₂)
sehingga terbentuk endaan warna coklat yang menunjukkan keberadaan molekul
dalam jaringan.
Prosedur pewarnaan Immunohistokimia pada Protap Pengecatan
Immunohistokimia Fakultas Farmasi UGM adalah sebagai berikut (CCRC UGM,
2009) :
1. Melakukan deparafinisasi preparat (blok paraffin) denga xylene sebanyak 3 kali
masing-masing 3 menit.
2. Melakukan rehidrasi preparat dengan menggunakan etanol 100% selama 2
menit, etanol 95% selama 2 menit, dan etanol 70% selama 1 menit. Media
pengganti zat warna kejar ?
3. Melakukan perendaman dalam peroxidase blocking solution pada suhu kamar
selama 10 menit.
4. Inkubasi preparat dalam prediluted bocking serum 25̊ C selama 10 menit.
5. Merendam preparat di dalam antibodi monoklonal anti-GPER selama 10 menit.
6. Mencuci preparat menggunakan PBS (Phosphate Buffer Saline) selama 5
menit.
7. Inkubasi preparat dengan antibodi sekunder (conjucted to horse radish
peroxidase) 25̊ C selama 10 menit.
8. Mencuci preparat menggunakan PBS (Phosphate Buffer Saline) selama 5
menit.
9. Inkubasi preparat dengan peroxidase 25̊ C selama 10 menit.
10. Mencuci preparat menggunakan PBS (Phosphate Buffer Saline) selama 5
menit.
11. Inkubasi preparat dengan kromogen DAB (diaminobenzinidine) 25̊ C selama
10 menit.
12. Mencuci preparat dengan air mengalir.
27
Pewarnaan Imunohistokimia
menggunakan antibodi anti-GPER
DAFTAR PUSTAKA
Eckhard, G. Marino, S.R. Abbey, G. 2015. Overall, The Human Dental Pulp
Proteome and N-Terminome : Levering the Unexplored Potential of
Semitrypic Peptides Enriched by TAILS to Identify Missing Protein in the
Human Proteome Project in Unexplored Tissues. J. Proteome Res. Vol.
14 : 3568-3582.
Higgins, D. dan Austin, J.J. 2013. Teeth as Source of DNA for Foresic Identification
of Human Remains : A Review. Science and Justice. Vol.53, No.4 : 433-
441.
Inaba, Tomohiro., et al. 2013. Expression of mRNA for Sex Hormone Receptors in
Human Dental Pulp Cells and The Respons to Sex Hormones in The
Cells. Archives od Oral Biology. Vol.58 : 943-950.
Khanna, Kaveri S. 2015. Efficacy of Sex Determination from Human Dental Pulp
Tissue and its Reliability as a Tool in Forensic Dentistry. Journal of
International Oral Health. Vol.7 : 10-16.
Khrisam, Kewal., Kanchan, Tanuj., Garg, Arun. 2015. Dental Evidence in Forensic
Identification- An Oveview, Methodology and Present Status. The Open
Dentistry Journal. Vol.9 : 250-256.
Kim, Mi-Jin., Kim, Tae-Hee., Lee, Hae-hyeog. 2015. G-protein Coupled Esterogen
Receptor (GPER/GPR30) and Women’s Health. Journal of Menopousal
Medicine. No.21 : 79-81.
Monica, Gladys S., Siwu, James., Mallo, Johannis. Identifikasi Personal dan
Identifikasi Korban Bencana Massal di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandau
Manado Periode Januari 2010- Desember 2012. Jurnal Biomedik (JBM).
Vol.5, No.1. 119-126.
Naik, Prachi R., et al. 2012. Viability of Human Dental Pulp in Determination of Sex
of an Indivodual by Identifying SRY Gene Through DNA Analysis : A
Single Blind Pilot Study. Journal of Indian Academy of Oral Medicine and
Radiology. Vol.4, No.2 : 133-136.
Nayar, Amit., Singh, H P., Leekha, Swati. 2014. Pulp Tissue in Sex Determination
: A Fluorescent Microscopic Study. Journal of Forensic Dental Sciences.
Vol.6, Issue 2
Sandoval,C., Nunez, M., Roa, I., 2014. Dental Pulp Fibroblast and Sex
Determination in Controlled Burial Condition. Int. J. Morphol. Vol.2, No.32
: 537-541.
Septadina, Indri Seta. 2015. Identifikasi Individu dan Jenis Kelamin Berdasarkan
Pola Sidik Bibir. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol.2, No.2 : 231-
236.
Shekhawat, Kudeep S., Chauhan, Arunima. 2016. Analysis of Dental Hard Tissues
Exposed to Hight Temperatures for Forensic Applications : an In Vitro
Study. J Forensic Dent Sci. Vol.8, No.2 : 90-94.
Verma et al. 2014. Role of Dental Expert in Forensic Odontology. National Journal
of Maxillofacial Surgery. Vol.5 , Issue 1.
Wei et al. 2016. Expression and Functional Roles of Esterogem Receptor GPR30
in Human Intervertebral Disc. Joural of Steroid Biochemistry & Molecular
Biology. Vol.158 : 46-55.