Anda di halaman 1dari 43

USULAN PENELITIAN

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN


DALAM PEMBIAYAAN DI KOPERASI SYARIAH (BMT AL –
IGTISHADY)

Oleh
NURDIAN ADI SYAPUTRA
NIM:61511A0135

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2019
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 12

A. Tinjauan Umum Tentang Prinsip Kehati Hatian Dalam Pembiayaan 12

1. Pengertian Prinsip Kehati Hatian ................................................... 12

2. Dasar hukum penerapan prinsip kehati-hatian ............................... 13

3. Implementasi Prinsip Kehati-hatian ............................................... 15

B. Tinjauan Umum Pembiayaan ............................................................... 16

1. Pengertian pembiayaan .................................................................. 16

2. Tujuan pembiayaan ........................................................................ 17

3. Jenis jenis pembiayaan ................................................................... 18

4. Perjanjian dalam Pembiayaan ........................................................ 19

5. Prosedur Pembiayaan ..................................................................... 20

C. Tinjauan Secara Umum BMT .............................................................. 21

1. Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ................................. 21

2. Prinsip Utama BMT ....................................................................... 27


iii

3. Prosedur Pendirian BMT ............................................................... 28

4. Peran BMT dimasyarakat adalah: .................................................. 29

5. Ciri-ciri utama BMT ...................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 31

A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 31

B. Metode Pendekatan .............................................................................. 31

1. Pendekatan sosiologi (Sociological Approach) ............................... 31

2. Penelitian Hukum Normatf atau kepustakaan (Library Research) .. 32

C. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum ........................................................ 32

1. Bahan Hukum Primer ...................................................................... 32

2. Bahan Hukum Sekunder .................................................................. 32

3. Bahan Hukum Tersier ...................................................................... 33

D. Teknik Dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum Dan Data ................... 33

1. Wawancara ....................................................................................... 33

2. Dokumentasi .................................................................................... 34

3. Observasi .......................................................................................... 34

E. Analisis Data ........................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

adil dan makmur yang merata secara material dan spiritual berdasarkan

Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, dan

berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tertib,

dan dinamis dalam lingkungan yang merdeka, bersahabat dan damai.

Pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa

diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah.Masyarakat

menjadi pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban

mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana dan

iklim yang menunjang.1

Dalam menunjang pembangunan nasional, kegiatan ekonomi

menjadi aspek yang cukup penting, sebagaimana tujuan darikegiatan ekonomi

adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat. Ketentuan dasar dalam

melaksanakan kegiatan ini diatur oleh Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (1) yang berbunyi: Perekonomian disusun

sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.2 Dalam penjelasan

Pasal tersebut dikatakan bahwa produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua,

1
Undang-Undang Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, UU No. 20 Tahun 2008,
LN No. 93 Tahun 2008, TLN No. 4866, Penjelasan Umum.
2
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2

dibawah pimpinan atau pemilik anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran

masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang.Oleh sebab

itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan.Pembangunan perusahaan yang sesuai dengan itu ialah

koperasi.3

Perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini berkembang cukup

pesat, karena bisnis perbankan dianggap cukup menjanjikan keuntungan besar

apabila dikelola secara baik dan hati-hati.Untuk itu saat ini banyak koperasi

atau perbankan yang bermunculan, apalagi dengan perkembangan ekonomi

Islam di Indonesia yang cukup pesat, sehingga sangat berpengaruh pada

perkembangan ekonomi nasional.

Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan ekonomi adalah salah satu

kegiatan muamalah yang telah diatur dalam syariah.Jasa lembaga keuangan

syariah merupakan salah satu dari kegiatan ekonomi.Kehadiran lembaga

keuangan syariah sebagai penunjang kegiatan perekonomian sangat mutlak

adanya. Lembaga keuangan syariah sebagai perantara unit yang mempunyai

kelebihan dana dengan yang membutuhkan dana.4

berdirinya lembaga-lembaga keuangan yang secara teknis

menerapkan prinsip syariah merupakan salah satu proses untuk membangun

sistem ekonomi yang baik dalam skala mikro maupun makro. Lembaga

keuangan yang bisa dilihat dari segi kedudukan dan perannya ialah, lembaga-

3
Arifin Sitio, Koperasi Teori dan Praktik, (erlangga sinopsis, Jakarta, 2001), hal. 128.
4
Warkum Sumitro, Asas –Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait ( Raja
Grofindopersada, Jakarta, 1996), hal. 49.
3

lembaga keuangan syariah sejenis, Baitul Maal WaTamwil (selanjutnya

disebut BMT), Asuransi Syariah Tafakul di Indonesia, Bank Syariah,

Reksadana Syariah, Pasar Modal Syariah, Pegadaian Syariah dan muamalat

yang memiliki landasan hukum yang kuat sehingga dapat memberi peran yang

lebih maksimal dan memberi daya tawar positif untuk mempercepat

pertumbuhan ekonomi nasional.5 Dengan begitu semakin berkembangnya

perekonomian, maka akan dirasakan perlu adanya sumber-sumber penyediaan

dana untuk membiayai segala macam kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat.

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah salah satu penyedia

pembiayaan mikro (usahakecil) di Indonesia yang cukup berkembang. BMT

merupakan upaya pemberdayaan masyarakat lapisan bawah yang didukung

oleh dana-dana dari para anggota komunitas Islam. Organisasi pembiayaan

usaha kecil ini biasanya beroperasi berdasarkan prinsip pembagian hasil

(termasuk berbagi kerugian) dan menggunakan nilai-nilai moral Islam dan

solidaritas kelompok sebagai modal sosial guna mendorong pembayaran

pinjaman. Solidaritas kelompok dibangun melalui rapat-rapat dan konsultasi-

konsultasi berkala.Tidak jarang BMT sendiri juga menjalankan bisnis eceran

untuk mendukung skema pembiayaan usaha kecil.6

5
Deni K.Yusuf, Mekanisme Pemberian Kredit dan Pembiayaan di BMT, BMT dan Bank
Islam: Instrumen lembaga keuangan syari’ah, (Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004), hal. 135.
6 6
Minako Sakai, Kacung Marijan, Community Development through Islamic, (Australian
National: Crawford School of Economics and Government, 2004), hal.1.
4

Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16 /Per/M.KUKM/IX/2015,

bahwa:7

Kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah


dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah dengan tata kelola yang
baik, menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen resiko,
serta mematuhi peraturan yang terkait dengan pengelolaan usaha
simpan pinjam dan pembiayaan syariah. Penilaian atas kemampuan
dan kesanggupan mitra/calon mitra yang dibiayai untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan wajib
mempertimbangkan watak, kemampuan, modal, agunan dan
prospek usaha dari mitra/calon mitra.

Selain itu dijelaskan juga pada Peraturan Menteri Negara

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 1 / PER / M.KUKM / XI

/ 2008 Tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit

Simpan Pinjam Koperasi, yaitu:8

Pelaksanaan kebijakan pengendalian resiko berdasarkan asas-asas


pemberian pinjaman yang sehat, dan menerapkan prinsip-prinsip
kehati-hatian serta pemberian pinjaman yang benar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku melalui penerapan analisis kelayakan usaha
yang cermat, watak dan kemampuan anggota dan calon anggota
peminjam, dan penetapan agunan baik fisik maupun non fisik
sebagai jaminan

Sedangkan pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan, juga diatur mengenai penerapan prinsip kehati-hatian yaitu

termuat dalam Pasal 2, yang menyatakan bahwa:

7
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Dan Menengah Nomor: 16
/Per/M.KUKM/IX/2015 hal. 19.
8
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi
5

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan


demokrasi, ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Kemudian dalam Pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa:9

Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip


syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan
analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan.

Selain peraturan di atas, terkait dengan penerapan prinsip kehati-


hatian pada BMT sebagai koperasi juga secara khusus diatur dalam
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
yaitu bahwa:10
1. Koperasi simpan pinjam wajib menerapkan prinsip kehati-
hatian.
2. Dalam memberikan pinjaman, koperasi simpan pinjam wajib
mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
peminjam untuk melunasi pinjaman sesuai dengan perjanjian.
3. Dalam memberikan pinjaman, koperasi simpan pinjam wajib
menempuh cara yang tidak merugikan koperasi simpan pinjam
dan kepentingan penyimpan.
4. Koperasi simpan pinjam wajib menyediakan informasi
mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian terhadap
penyimpan.
Penerapan prinsip kehati-hatian di BMT juga dikuatkan oleh
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
yang menyatakan bahwa:11
Bank Syariah dan UUS dalam melakukan kegiatan usahanya wajib
menerapkan prinsip kehati-hatian.

Pelaksanaan prinsip kehati-hatian merupakan hal penting untuk mewujudkan

sistem perbankan yang sehat, kokoh, dan kuat. Dukungan kontrol terhadap

aktivitas perbankan dan Bank Indonesia dengan kewajiban melaksanakan prinsip

kehati-hatian merupakan solusi terbaik dalam rangka menjaga dan

9
(1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992, LN No.31 Tahun 1992, TLN No.3472, Tentang Perbankan.
10
Undang-undang Nomor 25 tahun 1992, LN No. 116 Tahun 1992, TLN No. 3502,
Tentang Perkoperasian
11
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008, LN No. 31 Tahun 2008, TLN No.
3472,Tentang Perbankan Syariah
6

mempertahankan eksistensi perbankan yang pada akhirnya akan menimbulkan

kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri12.

Selanjutnya, keterkaitan antara prinsip kehati-hatian dan pembiayaan

sebagaimana yang diketahui bahwa BMT memiliki dua fungsi utama yakni

funding atau penghimpunan, dan financing atau pembiayaan.Prinsip utama

dalammanajemen funding ini adalah kepercayaan. Artinya kemauan

masyarakat menaruh dananya pada BMT sangat dipengaruhi oleh tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap BMT itu sendiri karena BMT pada

prinsipnya merupakan lembaga amanah (trust), maka setiap insan BMT harus

dapat menunjukan sikap amanah tersebut. Sedangkan dalam pelaksanaan

pembiayaan BMT harus memiliki kemampuan dalam menyalurkan dananya,

karena hal ini sangat mempengaruhi tingkat performance lembaga. Untuk itu

pengalokasian dana BMT harus memperhatikan aspek-aspek sebagai

berikut:13

1. Aman, artinya dana BMT dapat dijamin pengembaliannya;


2. Lancar, atrinya perputaran dana dapat berjalan dengan cepat;
3. Menghasilkan, artinya pengalokasian dana harus dapat memberikan
pendapat maksimal;
4. Halal, artinya pengalokasian dana BMT harus pada usaha halal, baik dari
tinjauan hukum positif maupun agama;
5. Diutamakan untuk pengembalian usaha ekonomi anggota.

Kemudian, perlu diketahui bahwa pembiayaan merupakan usaha yang

ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah kepada masyarakat dalam bentuk

pinjaman modal. Pembiayaan tersebut umumnya diberikan kepada pengusaha

12
Meylla Qurrata Ainy, Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pelaksanaan
Pembiayaan di BMT Bina Ummah Yogyakarta, (Magasid Asy-Syariah, Yogyakarta, 2014), hal.
10
13
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wal Tamwil (BMT), (Yogyakarta UUI
Press Yogyakarta (Anggota IKAPI, Yogyakarta, 2004), hal. 149
7

kecil dan menengah dalam bentuk bantuan modal usaha. Sebagai lembaga

keuangan syariah yang bergerak memberikan bantuan pembiayaan, BMT

tidak berposisi sebagai nirlaba yang tidak menuntut pengembalian

pembiayaan. Mekanisme pemberian pembiayaan yang dilakukan BMT

umumnya menetapkan suatu ketentuan teknis yang ditujukan bagi mitra/calon

mitra atau para pengusaha yang hendak menjalin kemitraan usaha dengan

BMT. Ketentuan teknis tersebut berisikan syarat-syarat yang ditetapkan oleh

pihak BMT kepada mitra yang mengajukan pembiayaan.14

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan

Atas undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu Pasal 1

ayat (12) berbunyi:

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang


atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang dan
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil.

Manajemen pembiayaan merupakan suatu cara usaha mengatur dan

melakukan proses pembiayaan untuk mencapai tujuan pembiayaan yaitu

keamanan, kelancaran dan menghasilkan. Usaha mengatur dan melakukan

proses pembiayaan ini adalah dengan melakukan analisis kelayakan usaha dan

analisis pembiayaan. Analisis kelayakan berdasarkan usaha meliputi aspek

manajemen, aspek pemasaran, aspek produksi, aspek hukum, aspek keuangan

14
Kautsat Riza salman, Akutansi Perbankan Syariah, (Jakarta, Akademia Permata,
2012), hal. 224
8

dan aspek sosial ekonomi. Layak berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha

belum tentu layak dibiayai, karena tidak cukup hanya layak usaha namun

perlu adanya analisis kelayakan pembiayaan dengan memperhatikan faktor

character, capital, capacity,condition of economic dan colateral atau dikenal

dengan istilah 5C. Selain itu lembaga keuangan syariah juga memperhatikan

kondisi amanah, kejujuran dan kepercayaan diri masing-masing calon anggota

pemohon pembiayaan. Penerapan 5C bukan sekedar syarat diatas kertas, tetapi

masuk dalam ruang bisnis anggota.15

Pada dasarnya pemberian pinjaman modal usaha atau pembiayaan

bersifat sementara dan sebagai rangsangan untuk mendorong kemajuan

produksi pasar sehingga dapat meningkatkan pendapatan bagi usaha-usaha

menengah kebawah, dengan meningkatkan pendapatannya maka kesejahteraan

dan keadilan dalam masyarakat dapat terwujud.Dengan demikian keberadaan

BMT diharapkan mempunyai efek yang sangat kuat terhadap ekonomi lemah

untuk mengurangi ketergantungan pengusaha menengah kebawah dan

pengusaha kecil dari lembaga-lembaga informal yang memberikan pinjaman

dengan bunga relatif tinggi.

Dengan pemberian pembiayaan dari BMT sedapat mungkin bisa

memandirikan para pengusaha kecil dan tentunya BMT harus peka sebelum

memberikan pinjamankepada pengusaha-pengusaha kecil dengan menerapkan

prosedur yang telah ditetapkan pihak BMT agar tidak terjadi kendala di

kemudian hari. BMT dalam mengimplementasikan prinsip kehati-hatian

15
Ibid. hal 145
9

dalam proses pemberian kredit kecil bukan tanpa mengelami masalah/kendala.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan permasalahan dalam pemberian

kredit, faktor-faktor tersebut datang baik dari sisi intern maupun dari ekstern.

Kendala yang ada tersebut membuat pelaksanaan atau penerapan prinsip

kehati-hatian di BMT menjadi tidak maksimal.16

Secara khusus Koperasi Serba Usaha (Selanjutnya disebut KSU) BMT

Al – Iqtishady merupakan salah satu koperasi syariah yang menerapkan

prinsip syariah, selain menerapkan manajemen pembiayaan tetapi BMT ini

juga mempertimbangkan pada hati nurani dan logika. Data laporan

kolektibilitas pembiayaan di BMT Al - Iqtishady menunjukkan bahwa

pembiayaan mengalami permasalahan dalam proses pengembalian, yaitu

adanya mitra yang terlambat membayar pembiayaan sampai tanggal jatuh

tempo.

Berdasarkan latar belakang di atas, penyusun tertarik untuk melakukan

penelitian dalam bentuk kajian ilmiah (Proposal) yang berjudul“Tinjauan

Yuridis Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pembiayaan BMT Al –

Igtishady’’

16
Ibid hal 146
10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah landasan yuridis penerapan prinsip kehati-kahatian dalam kegiatan

pembiayaan di koperasi Syariah.

2. Bagaimanakah penerapan prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan di koperasi

syariah BMT Al-Iqtishady

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan pokok permasalahan di atas, maka

tujuan dan kegunaan dari penelitian yang akan dicapai, sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui landasan yuridis penerapan prinsip kehati-hatian

dalam kegiatan pembiayaan di lembaga koperasi syariah.

b. Untuk mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian dalam

pembiayaan di koperasi syariah BMT Al-Iqtishady

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan wawasan ilmu pengetahuan bagi pengembangan ilmu

hukum khususnya dalam hukum perbankan mengenai kajian

penerapan prinsip kehati-hatian pada perbankan syariah.


11

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan

dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, yang mana

masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi penyusun sendiri

dan para pelaku perbankan di Indonesia.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Prinsip Kehati Hatian Dalam Pembiayaan

1. Pengertian Prinsip Kehati Hatian

Prinsip kehati hatian (prudent banking principle) adalah suatu asas

atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan

kegiatan usahanya wajib bersikap hati hati (prudent) dalam rangka

melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya termasuk dalam

penyaluran dana yang berasal dari dana yang dihimpun tersebut. Hal ini

disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

bahwa perbankan Indonesia dalam menjalankan usahanya berasaskan

demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati hatian.17

Prinsip kehati hatian yang dimaksud adalah suatu prinsip yang

menegaskan bahwa lembaga keuangan dalam menjalankan kegiatan usaha

baik dalam penghipunan dana dan terutama penyaluran kredit kepada

masyarakat harus sangat berhati hati . tujuan dilakukannya prinsip kehati

hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya

dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum

yang berlaku di dunia perbankan. Dalam Pasal 12 dan Pasal 29 ayat (2)

17
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta, Kencana Prenada Media
Group, 2008), hal. 134
13

UU No 10 Tahun 1998, dan salah satu indikator kesehatan bank adalah

rendahnya nilai NPL/NPF lembaga keuangan tersebut.18

Penjelasan undang-undang perbankan yang secara eksplisit

mengandung substansi prinsip kahati hatian dapat dijamati yakni pada

Pasal 29 ayat (2), (3) dan (4) Undang-undang No. 10 Pahun 1998. Pasal

29 menjelaskan sebagai berikut19

a. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan


ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas solvabilitas dan aspek lain
yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan
kegiatan usaha
b. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya , bank
wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada
bank
c. Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan
informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian
sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui
bank.

2. Dasar hukum penerapan prinsip kehati-hatian

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan

dasar serta ketentuan terhadap bank agar menerapkan prinsip kehati-hatian

dalam melaksanakan kegiatannya. Prinsip kehati-hatian sangat penting

diterapkan oleh lembaga perbankan dikarenakan bank harus dapat

memperoleh kepastian bahwa kredit yang disalurkannya dapat kembali

sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Prinsip kehati-hatian dapat

18
Rahmadi Usman, Hukum Perbankan di Iindonesia, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2001), hal. 18
19
http://kuliahade,wordpress.com/2010/04/19/hukum-perbankan-asas-dan-prinsip-
perbankan/
14

diterapkan oleh bank dengan cara melakukan berbagai macam analisa-

analisa diantaranya dengan meerapkan prinsip 5C, yaitu:20

a. Character (Watak/Kepribadian)
Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau
watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar harus
dapat dipercaya. Untuk membaca watak atau sifat dari calon debitor
dapat dilihat dari latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat
pribadi cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga,
hobi dan jiwa sosial. Dari sifat dan watak ini dapat dijadikan suatu
ukuran tentang kemauan nasabah untuk membayar.
b. Capacity (Kemampuan)
Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan
nasabah dalam membayar kredit, dari penilaian ini terlihat kemampuan
nasabah dalam mengelola bisnis. Kemampuan ini dihubungkan dengan
latar belakang pendidikan dan pengalamannya selama ini dalam
mengelola usahanya, sehingga akan terlihat kemampuannya dalam
mengembalikan kredit yang disalurkan . Capacity sering juga disebut
dengan nama Capability
c. Capital (Modal)
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak
dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporam rugi laba)
yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi
likuiditas dan solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lainnya. Analisis
capital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada
sekarang ini, termasuk persentase modal yang digunakan untuk
membiayai proyek yang akan dijalankan berapa modal sendiri dan
berapa pinjaman.
d. Condition (Kondisi Ekonomi)21
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi
sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk di masa yang
ajan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai
hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik sehingga
kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
e. Colleteral (Argunan)
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupn nonfisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah
kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahan dan
kesempurnaannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan
yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

20
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal.
117-119
21
Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah STAIN Pamekasa, 2016, hal. 74
15

3. Implementasi Prinsip Kehati-hatian

Perbankan syariah diwajibkan menerapkan prinsip kehati-hatian

untuk pengelolaan perbankan berdasarkan hukum syariah (al-Quran dan

al-Hadits). Prinsip kehati-hatian ditujukan untuk menjaga kesehatan dan

keamanan lembaga keuangan syariah yang erat kaitannya dengan

perlindungan nasabah khususnya dari kerugian nasabah yang timbul ketika

lembaga keuangan syariah tersebut bangkrut, walaupun tidak

menimbulkan dampak terhadap sistem keuangan. Pengaturan ketentuan

kahati-hatian dan pelaksanaan pengawasan serta pemeriksaan perbankan

dilaksanakan karena nasabah tidak berada dalam posisi untuk menilai dan

mengetahui keamanan serta kesehatan dari banknya serta tidak memiliki

potensi yang lengkap tentang kegiatan usaha lembaga keuangannya.22

Perbankan syariah adalah salah satu unit bisnis, bahkan kalau

dicermati secara mendalam, bank syariah merupakan bank yang sarat

dengan resiko. karena dalam menjalankan aktivitasnya banyak

berhubungan dengan produk-produk perbankan yang mengandung resiko.

Resiko yang diakibatkan karena ketidakjujuran atau kecurangan nasabah

dalam melakukan transaksi.23 Oleh karena itu, para pejabat perbankan

syariah harus dapat mengendalikan resiko seminimal mungkin dalam

rangka untuk memperoleh keuntungan yang maksimum.Resiko bagi bank

atas transaksi berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat ini adalah lebih

kecil dari transaksi berdasarkan pesanan yang tidak bersifat mengikat.

22
Abdul Ghofur Anshori, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, ed.
Tarmizi dan Suryani, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hal. 146.
23
Ibid hal 147
16

Sedangan penerapan prinsip kehati-hatian yaitu menghindarkan

sifat keraguan, ketidak pastian, atau ketidak jelasan dalam melakukan

pembiayaan. Karena dalam setiap transaksi menghindarkan sifat keragu-

raguan atau ketidak jelasan dan tidak dapat dijamin atau dipastikan

kewujudannya secara matematis, rasional baik itu.

B. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan

1. Pengertian pembiayaan

Pembiayaan yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk

memenuhi kebutuhan pihak yang merupakan defisit unit, secara umum

kegiatan suatu bank antara lain adalah penghimpunan dana dari

masyarakat dalam bentuk tabungan, giro dan deposito, kemudian

menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau

pembiayaan, serta kegiatan jasa-jasa kecuangan lainnya.24

Pembiayaan merupakan kegiatan bank syariah dan lembaga

keuangan lainnya contohnya, KJKS dalam menyalurkan dananya kepada

pihak mitra yang membutuhkan dana . pembiayaan sangat bermanfaat bagi

bank syariah maupun KJKS, Anggota dan pemerintah . pembiayaan

memberikan hasil yang besar di antara penyaluran dana lainnya di lakukan

oleh bank syariah. Sebelum menyalurkandana melalui pembiayaan, bank

syariah perlu melakukan analisis pembiayaan yang mendalam . sehingga

kerugian dapat dihindari. Di dalam perbankan syariah, istilah kredit tidak

24
.Nur Arif, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, (Alfabeta, Jakarta, 2012), hal. 42
17

dikenal, karena bank syariah memiliki skema yang berbeda dengan bank

konvensional dalam menyalurkan dananya kepada pihak yang

membutuhkan. bank syariah menyalurkan dananya kepada nasabah dalam

bentuk pembiayaan.25

Menurut undang-undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan. pengertian pembiayaan adalah uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil.

2. Tujuan pembiayaan

Adapun tujuan pemberian, pembiayaan secara umum antara lain :26

a. Mencari keuntungan, keuntungan sangat penting dalam kelangsungan


hidup lembaga keuangan dan dapat membesarkan usahanya.
b. Membatu usaha nasabah yang memerlukan dana.
c. Membatu pemerinta diberbagi bidang bagi pemerintah semakin banyak
pembiayaan yang disalurkan oleh pihak lembaga keuangan, maka
semakin baik , mengingat semakin banyak pembiayaan berarti ada
kucuran dana dalam rangka peningkatan pembagunan diberbagi sector,
terutama sector riil.
d. Untuk meningkatkan daya guna uang karena gengan diberikannya
pembiayaan maka akan bergunaa untuk menghasilkan barang dan jasa.
e. Serta meningkatkan pemerataan pendapatan dalam pemberian fasilitas
pembiayaan terdapat unsur –unsur yang harus diperhatikan di
antaranya:

1) Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberian suatu pembiayaan
(KJKS) bahwa pembiayaan yang diberikan baik berupa uang atau
jasa yang akan benar-benar diterima kembali dimasa mendatang.

25
Muhammad Syafi’I Antonio, 2001, Bank Syariah dan Teori Ke Praktik, (Gemar Insani
Press, Jakarta, 2001), hal. 160
26
Faizal Abdullah, Manajemen Perbankan (Teknik Analisa Kinerja Kuangan Bank),
(Unifersitas Muhammadiyah Malang, 2003), hal. 82
18

Kepercayaan ini diberikan oleh bank kepada calon anggota/mitra


karena sebelumnya sudah dilakukan penyelidikan bagaimana
situasi dan kosndisi calon anggota.
2) Kesepakatan
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana
masing-masing pihak mendatangani hak dan kewajiban,
kesepakatan pembiayaan dituangkan dalam akad pembiayaan yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu KJKS dan calon
anggota disaksikan oleh notaris.
3) Jangka waktu
Jangka waktu ini mancakup masa pengembalian
pembiayaan yang telah disepakati . jangka waktu tersebut bisa
berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.
4) Resiko
Adanya suatu tengah waktu pengenbalian akan
menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian
pembiayaan semakin panjang suatu pembiayaan maka semakin
besar resikonnya begitu pula sebaliknya.
5) Balas jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian pembiayaan atau
jasa tersebut. Balas jasa dalam bentuk bungan, biaya provinsi, dan
komisi serta biaya administrasi bagi bank konversional ,
pembiayaan tersebut merupakan keuntungan utama suatu bank.
Sedangkan bagi bank berdasarkan prinsip syariah balas jasanya
adalah dalam bentuk bagi hasil

3. Jenis jenis pembiayaan

Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi


dua yaitu:27
a. pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukan untuk
memenuhi kebutuhan produk dalam arti luas, yaitu unutuk peningkat
usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis ginuakan untuk
memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluan, pembiayaan produksi dibagi menjadi dua hal
berikut.28
a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan :
1) Penigkatan produksi

27
Muhammad, Manajemen Pembiayaan syariah, (UPP AMP YKPN), Tahun,2005, Hal.
304
28
Wangsawidijaja, Pembiayaan Bank Syariah, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2012), hal. 42
19

2) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place


dari suatu barang
b. Pembiayaan investati, yaitu untuk memenuhi kebutuhhan barang-
barang modal (capital goods) serta fasilitas yang erat kaitannya dengan
itu.

4. Perjanjian dalam Pembiayaan

Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang tersebut: menyatakan bahwa

prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam dalam

penjelasanPasal tersebut tidak disebutkan, tetapi dalam peraturan bank

Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana

Bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip

Syari’ah dalam Pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa akad adalah perjanjian

tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan kabul (penerimaan) antara bank

dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak

sesuai dengan prinsip syariah.29

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akad adalah perjanjian

yang menimbulkan kewajiban berprestasi pada salah satu pihak dan hak

bagi pihak lain atas prestasi tersebut secara timbal balik. Perbankan

syari’ah sebagai lembaga intermediasai keuangan dengan kegiatan

utamanya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kembali dalam bentuk pembiayaan senantiasa

mendasarkan pada perjanjian (kontrak), sehingga hukum perjanjian Islam

29
Syarifudin Arif Manunggal, Pengantar Manajemen Keuangan Syariah, (Tulungangung
Press, Jakarta, 2011), hal. 159
20

yang rukun dan syaratnya telah diatur dalam Al-Quran, Hadits, Ijmak dan

Qiyas.30

Perjanjin adalah perjanjian jual beli barang dimana pihak bank

membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah, harga jual

kepada nasabah adalah sebesar harga pokok barang ditambah margin

keuntungan yang telah disepakati antara bank dan nasabah. Prinsip dalam

perbankan merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli,

dimana bank akan membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah atau

mengangkat nasabah sebagai agen bank atau sebagai kuasa bank untuk

membeli barang tersebut.31 Pasal 1347 KUH Perdata menentukan bahwa

hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan secara diam-diam

dianggap telah dimasukkan pula ke dalam perjanjian itu, meskipun hal itu

tidak secara tegas dinyatakan dalam perjanjian. Berdasar Pasal tersebut

maka ketentuan syariah berkedudukan sebagai hukum kebiasaan

sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1347 KUH Perdata.

5. Prosedur Pembiayaan

Adapun berbagai prosedur dalam pembiayaan antara lain:32

a. Nasabah datang sendiri ke customer service untuk dilayani


keperluannya, setelah itu customer service menanyakan apa
keperluannya, kegunaan customer service menanyakan hal tersebut
adalah untuk mengetahui pembiayaan yang akan dilakukan oleh
nasabah. Dalam hal pembiayaan yang diperhatikan adalah: apa barang
yang akan dibeli/dibiayai, berapa harga barang tersebut, berapa uang
muka (modal nasabah peminjam), jangka waktu yaitu berapa lama

30
Ibid hal 161
31
Ibid hal. 163
32
Sultan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (PT.Kreatama, Jakarta, 2005), hal. 13
21

pengembalian pembiayaannya, apakah nasabah punya penghasilan


tetap atau tidak
b. Customer service setelah mengetahui kelima hal ini kemudian
memberikan blangko Surat Pemohonan Pembiayaan yang harus
dilengkapi data dan kelengkapan admisitrasinya oleh calon nasabah,
kemudian nasabah membawa lagi blangko yang telah lengkap tersebut
kepada customer service untuk dicek kelengkapannya.33
c. Berkas permohonan tersebut setelah lengkap dimasukkan ke bagian
administrasi untuk dimasukkan ke agenda surat masuk/diregester dan
dibagian administrasi ini diagendakan dalam rangka pengawasan, yaitu
untuk mengetahui kepastian pemohon pembiayaan ditolak atau
dikabulkan. Dan dalam praktek di Cabang Yogyakarta paling lama dua
minggu
d. Permil, untuk pengusaha, nasabah pembiayaan dianjurkan membayar
asuransi jiwa.34
e. ADP (administrasi pembiayaan) melakukan pengecekan ulang dari
seluruh berkas permohonan pembiayaan sebelum realisasi, baik
mengenai legalitas maupun administrasinya dan pada saat ini juga
antara pimpinan cabang mengadakan kordinasi apakah pemohonan
pemohon pembiayaan dikabulkan atau tidak. Setelah permohonan
pembiayaan dikabulkan maka nasabah pembiayaan merealisasikan
permohonan pembiayaannya.

C. Tinjauan Secara Umum BMT Al-Iqtishady

1. Baitul Maal Wa Tamwil (BMT)35

BMT merupakan salah satu bentuk koperasi, yang termuat dalam

undang-undang perbankan pada Pasal 21 poin 2 (b). Penggunaan istilah

BMT diambil dari kata-kata Baitul Mal Wa Tamwil atau biasa ditulis

Baitul Maal Wa Baitul Tamwil, yang kemudian dalam perkembangannya

menjadi Baitul Maal Wa Tamwil yang disingkat menjadi BMT. Secara

harfiah baitul maal berarti rumah dana dan Baitul Tamwil berarti rumah

usaha.

33
Ibid hal. 14
34
Ibid hal. 16
35
Muhammad Ridwan, Op.Cit, hal. 158
22

Baitul Maal dikembangkan berdasarkan sejarah

perkembangannya, yakni dari masa Nabi sampai I abad pertengahan

perkembangan Islam, dimana baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan

sekaligus mentasyarufkandana sosial. Sedangkan baitul tamwil merupakan

lembaga bisnis yang bermotif laba dengan mengembangkan usaha- usaha

produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi

masyarakat terutama masyarakat dengan usaha skala kecil. Dari pengertian

tersebut dapat ditarik suatu pengertian yang menyeluruh bahwa BMT

merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT

akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT

terlihat dari definisi baitul tamwil. Sebagai lembaga sosial, baitul maal

memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ),

oleh karenanya baitul maal harus didorong agar mampu berperan secara

profesional menjadi LAZ yang mapan.36

Fungsi tersebut paling tidak meliputi upaya pengumpulan dana

zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber dana-dana sosial yang lain, dan

upaya pensyarufan zakat kepada golongan yang paling berhak sesuai

dengan ketentuan asnabiah yang mana sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 38 Tahun 1999. Dengan melihat tujuan dari BMT tersebut

sehingga dapat diketahui bahwa sistem ekonomi syariah memiliki nilai

positif yang dapat diterima masyarakat pada umumnya, hal ini dapat

dibuktikan dengan berkembangnya perekonomian masyarakat dan dapat

36
Ibid hal. 159
23

membuktikan kebenaran hukum ekonomi syariah dibandingkan dengan

hukum ekonomi kapitalis ataupun ekonomi komunis.37

Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya

pada sektor keuangan, yakni simpan-pinjam. Usaha ini seperti usaha

perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah)

serta menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan

menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk

mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor keuangan

lain yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Pada dataran

hukum di Indonesia, badan hukum yang paling mungkin untuk BMT

adalah koperasi baik serba usaha (KSU) maupun simpan-pinjam (KSP).

Namun demikian, sangat mungkin dibentuk perundangan tersendiri,

mengingat sistem operasional BMT tidak sama persis dengan

perkoperasian, semisal LKM (Lembaga Keuangan Mikro) Syariah.

BMT merupakan salah satu dari beberapa koperasi yang ada di

Indonesia yang mana juga bergelut dalam bidang perekonomian dengan

mengusung sistem syariah dengan bertujuan memajukan ekonomi lemah

yang ada di masyarakat. BMT ini aktivitas usahanya adalah menghimpun

dan menyalurkan dana dari/kepada anggota atau calon anggota dengan

sisitem mudhārabah (bagi hasil) atau murabahah (jual beli) yang dijamin

sah menurut syariah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan Negara Republik Indonesia, dan transaksi yang diterapkan

37
Ibid hal. 160
24

dalam aktivitas BMT tidak mengandung unsur riba yang dilarang menurut

syariah.

Koperasi syariah yaitu BMT didalamnya, menegakan prinsip-

prinsip ekonomi Islam, sebagai berikut:38

a. Kekayaan adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh
siapapun secara mutlak;
b. Manusia diberi kebebasan bermuamalah selama bersama dengan
ketentuan syariah;
c. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi;
d. Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk ribawi dan
pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau seelompok
orang saja.

Menurut Muhammad Ridwan, BMT berlandaskan Pancasila dan UUD

1945 serta berdasarkan Prinsip syariah Islam, keimanan, keterpaduan,

kekeluargaan atau koperasi,kebersamaan kemandirian dan profesionalisme.

Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal.

Sebagai lembaga keuangan Syariah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-

prinsip Syariah. Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh

dan berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai

sukses di dunia dan akhirat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil (sosial

dan bisnis). Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai

kesuksesan tersebut diraih secara bersama.

Kemandirian berarti BMT tidak dapat hidup hanya dengan bergantung

pada uluran tangan pemerintah, tetapi harus berkembang dari meningkatnya

partisipasi anggota dan masyarakat, untuk itulah pada pengelolaannya harus

38
Ibid hal. 162
25

profesional. Sedangkan, dasar hukum koperasi sendiri yaitu untuk prinsip

koperasi berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang

Perkoperasian, yaitu modal terdiri dari simpanan pokok dan surat modal koperasi

(SMK). Dalam hal ini BMT disebut sebagai Koperasi Jasa Keuangan Syariah

(KJKS), sehingga BMT yang beroperasi secara sah di wilayah Republik Indonesia

adalah BMT yang berbadan hukum koperasi yang izin operasionalnya dikeluarkan

oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Usaha Menengah atau

departemen yang sama di masing-masing wilayah kerjanya, selain itu koperasi

BMT (KJKS) juga harus tunduk sebagaimana koperasi yang beroperasi di

Indonesia dengan dasar yaitu Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang

Perkoperasian.39

Selanjutnya, koperasi bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan

perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil,

dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

berpedoman pada prinsip-prinsip Islam.

Baitul Maal wa Tamwil memiliki perbedaan yang jelas dengan

Koperasi Konvensional, yaitu :40

a. Baitul Maal wa Tamwil (BMT) :

1) Sistemnya margin tiap bulannya tidak berubah;


2) Mekanisme bank syariah didasarkan pada prinsip efisiensi,
keadilan dan kebersamaan;
3) Terjadi kesepakatan dengan anggota dalam tiap bulan angsuran
(disesuaikan dengan tingkat kemampuannya);

39
Ibid hal. 164
40
Ibid hal. 165
26

4) Aktiva : kewajiban + modal+ hutang ( hutang yang mengikat ).

b. Koperasi Konvensional :
1) Berdasarkan bunga, dikarenakan bank konvensional menerapkan
bunga sudah lama sehingga masyarakat sudah banyak yang kenal
dengan metode tersebut;
2) Bunga bisa berubah pada tiap bulannya;
3) Bank kovensional lebih kreatif dalam menciptakan produk-
produknya dengan metode yang sudah teruji dan berpengalaman;
4) Bunga dihitung sampai perjanjian selesai;
5) Aktiva: kewajiban + modal.

Secara umum profil BMT dapat dirangkum dalam butir-butir berikut:41


1) Tujuan BMT, yaitu meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya
2) Sifat BMT, yaitu memiliki usaha bisnis yang bersifat mandiri,
ditumbuhkembangkan dengan swadaya dan dikelola secara
professional secara berorientasi untuk kesejahteraan anggota dan
masyarakat lingkungannya
3) Visi BMT, yaitu menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat
dan kuat, yang kualitas ibadah anggotanya meningkat sedemikian
rupa sehingga mampu berperan menjadi wakil pengabdi Allah
memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat
manusia pada umumnya
4) Misi BMT, yaitu mewujudkan gerakan pembahasan anggota dan
masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan dan ekonomi
ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam
kegiatan ekonomi riil dan kelembagaannya menuju tatanan
perekonomian yang makmur dan maju dan gerakan keadilan
membangun struktur masyarakat madani yang adil dan
berkemakmuran berkemajuan.
5) Fungsi BMT, yaitu:
a) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong

dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi

anggota, dan kerjanya42

41
M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (PT. Era Audicitra Intermedia,
Solo, 2011), hal. 320
42
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Kencana, Jakarta,2010), hal.
13
27

b) Mempertinggi kualitas anggota menjadi lebih professional

dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi

tantangan global

c) Menggalang dan mengorganisisr potensi masyarakat dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan anggota

2. Prinsip Utama BMT

Dalam melaksanakan usahanya, BMT berpegang teguh pada prinsip


utamanya sebagai berikut:43
a. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan
mengimplementasikannya pada prinsip-prinsip syari’ah dan muamalah
islam ke dalam kehidupan nyata.
b. Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggerakkan dan
mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, adil, dan berakhlaq
mulia.
c. Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersma diatas
kepentingan pribadi. Semua pengelola pada setiap tingkatan, pengurus
dengan semua anggota, dibangun rasa kekeluargaan, sehingga akan
tumbuh rasa saling melindungi dan menanggung.
d. Kebersamaan, yakni kesatuan pola piker, sikap, dan cita-cita antar
semua elemen BMT. Antara pengelola dengan pengurus harus
memiliki satu visi bersama-sama anggota untuk memperbaiki kondisi
ekonomi dan sosial.
e. Kemandirian, yaitu mandiri diatas semua golongan politik. Mandiri
juga tidak tergantung dengan dana-dana pinjaman dan bantuan‟ tetapi
senantiasa proaktif untuk menggalang dana masyarakat sebanyak-
banyaknya.
f. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi (amalus sholih/
ahsanu amala) yakni dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja yang
tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, tetapi juga
kenikmatan dan kepuasan rohani dan akhirat. Kerja keras dan cerdas
yang dilandasi dengan pengetahuan yang cukup, ketrampilan yang
cukup ditingkatkan, serta niat dan gairah yang kuat. Semua itu dikenal
dengan kecerdasan emosional, spiritual, dan intelektual. Sikap
profesionalisme dibangun dengan semangat untuk terus belajar demi
mencapai tingkat standar kerja yang tertinggi.

Jafril Khali , prinsip syariah dalam perbankan” jurnal Hukum Bisnis, Edisi Nomor 20
43

Bulan Agustus, 2002 hal. 9


28

g. Istiqomah, yakni konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tan


henti dantanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap
berikutnya dan hanya kepada Allah SWT kita berharap.
29

3. Prosedur Pendirian BMT

Baitul Maal Wat Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau

lembaga keuangan syariah nonperbankan yang sifatnya informal yaitu

lembaga keuangan yang didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat

(KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga

lainnya.44

BMT dapat didirikan dan dikembangkan dengan suatu proses

legalitas hukum yang bertahap. Awalnya dapat dimulai sebagai kelompok

swadaya masyarakat dengan mendapatkan sertifikat operasi/kemitraan dari

PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil Menengah) dan jika dan jika

telah mencapai nilai aset tertentu segera menyiapkan diri ke dalam badan

hukum koperasi.45

Penggunaan badan hukum kelompok swadaya masyarakat dan

koperasi untuk BMT disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada

lembaga keuangan formal yang di jelaskan dalam UU No. 10 Tahun 1998

tentang Perbankan. Yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan

menyalurkan dana masyarakat adalah bank umum dan bank penkreditan

rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan

prinsip syariah bagi hasil.46

Namun secara demikian ada yang perlu diperhatikan, yaitu

mengenai lokasi atau tempat usaha BMT. Sebaiknya berlokasi ditempat

kegiatan-kegiatan ekonomi para anggotanya berlangsung, baik anggota


44
Muhammad Ridwan, Op.Cit, hal. 179
45
Andri Soemitra, Op.Cit, hal. 47
46
Ibid hal. 457
30

penyimpan dana maupun pengembang usaha atau pengguna dana. Selain

itu, BMT dalam operasionalnya bisa menggunakan masjid atau secretariat

pesantren sebagai basis kegiatan.

4. Peran BMT dimasyarakat adalah:

Adapun berbagai peran BMT dimasyarakat antaran lain:47

a) Menjauhakan masyarakat dari praktik ekonomi non syariah, aktif


melakukan sosialisasi ditengah masyarakat tentang arti pentingnya
system ekonomi islam. Hal ini bias dilakuakan dengan pelatihan-
pelatihan mengenai cara transaksi secara islam, misalnya dilarang
mengurangitimbangan, bukti transaksi, jujur terhadap konsumen, dan
sebagainya.
b) Melepas ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih
tergantung rentenir ini disebabkan karenan rentenir mampu memenuhi
keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka
BMT harus mampu melayani masyarakat dengan baik. Misalnya
tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana, dan sebagainya.
c) Melakuakan pembinaan pendanaan usaha kecil, BMT harus bersikap
aktif dalam menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro,
misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan
pengawasan terhadap usaha nasabah atau masyarakat umum.
d) Menjaga keadilan ekonomi masyarakat, fungsi BMT langsung
berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut harus pandai
bersikap. Oleh karena itu, langkah-langakah untuk melakuakan
evaluasi yang harus diperhatikan misalnya, dalam masalah
pembiayaan, BMT harus memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal
golongan nasabah dan jenis pembiayaan yang ingin diajukan oleh
nasabah.

5. Ciri-ciri utama BMT

Adapun cirri-ciri utama dalam BMT antara lain:48

a. Brorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan


ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya
b. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan
penggunaan zakat, infak, dan shadaqoh bagi kesejahteraan orang
banyak

47
M. Nur Rianto Al-Arif, Op.Cit, hal. 354
48
Muhammad Ridwan, Op.cit, hal. 172
31

c. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di


sekitarnya
d. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu
sendiri, bukan milik orang seseorang atau orang dari luar masyarakat
tersebut.
32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Normatif Empiris. Dikatakan Normatif karna penelitian ini mengkaji tentang

aturan-aturan hukum yang mengatur prinsip kehati-hatian. Pengertian empiris

di katakana mengkaji tentang implementasi atau penerapan prinsip kehati-

hatian pada koperasi syariah khususnya BMT Al-Iqtishody.

B. Metode Pendekatan

Adapun metode pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

a. Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan

perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu

hukum) yang sedang dihadapi. Seperti Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata KUH Perdata, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang

Perkoperasian, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2018 Tentang

Perbankan syariah, Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha dan

Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015,

Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Nomor 1/Per/M.KUKM/XI 2018 Tentang Pedoman Pengawasan

Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.


33

2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi

penting sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang

dalam ilmu hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi

hukum ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi.

Pandangan/doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan

pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang

relevan dengan permasalahan.

a) Makalah Ilmiah dan artikel/jurnal yang terkait.

b) buku-buku tentang perbangkan syariah, dan kehati-hatian

dalam pembiayaan syariah.

c) Website tentang perbangkan syariah.

d) Hasil penelitian.

3. Pendekatan Sosiologis (Sociological Approach)

Pendekatan Sosiologis (Sociological Approach) adalah suatu

landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup

bersama dalam masyarakat. Hal ini peneliti harus memahami tentang

bagaimana prosesperjanjiankerjaantarapekerja dengan perusahaan yang

bersangkutan.
34

C. Jenis Bahan Hukum dan Data

1. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan hukum yang mengikat dan merupakan bahan pokok, yang

berupa peraturan undang-undang yang meliputi:

b. Kitab Undang-undang hukum perdata (KUH Perdata)

c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Perkoperasian

d. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2018 Tentang Perbankan syariah

e. Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha dan Menengah Republik

Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015

f. Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Nomor 1/Per/M.KUKM/XI 2018 Tentang Pedoman Pengawasan

Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, berupa pendapat hukum/doktrin teori-teori

yang diperoleh dari literature hukum, hasil penelitian artikel ilmiah, maupun

website yang terkait dengan penelitian bahan hukum sekunder pada dasarnya

digunakan untuk memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.

Dengan adanya bahan hukum sekunder maka penelitian akan tebantu untuk

memahami menganalisis bahan hukum primer.

Nara sumber yaitu:49

a. Makalah ini dan artikel/jurnal yang terkait.

49
http://www/daringobrolhukum.wordpress.com/Tanggal 17, 2019
35

b. Buku-buku perbangkan syariah, dan Kehati-hatian dalam Pembiayaan

syariah

c. BMT Website tentang perbangkan syariah.

d. Laporan Penelitian

e. Hasil Penelitian

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan

dan penunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

yaitu:50

a. Kamus Hukum

b. Berbagai majalah dan surat kabar

c. Kamus bahasa inggri

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum dan Data

Teknik dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:51

1. Wawancara

Dimana penyusun melakukan wawancara terbuka. Metode

wawancara terbuka adalah metode wawancara dengan cara mengajukan

beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada responden, sehingga responden

dapat memberikan keterangan dengan terbuka. Teknik pengumpulan data

ini berfungsi untuk memperoleh data yang valid dari pihak-pihak yang

50
http://www/daringobrolhukum.wordpress.com/Tanggal 17, 2019
51
http://www.eprints.undip.ac.id/40985/3/BAB III Metode Penelitian. Tanggal 24, 2019.
36

berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu terkait dengan penerapan

prinsip kehati-hatian di BMT Al-iqtishady

E. Analisis Data

Analisis yang dugunakan dalam penelitian ini yang di peroleh baik

dalam penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan adalah dengan

metode analisis deskriptif-kualitatif. Analisis deskriptif yaitu metode yang

menggambarkan dan menjelaskan data yang diperoleh dari teori dan dari hasil

penelitian di lapangan sehingga dapat menjawab pertayaan dalam

permasalahan yang ditulis tersebut. Analisis kualitatif merupakan metode

analisis yang menggabungkan data primer dan data sekunder yang telah

dikumpulkan dari hasil penelitian. Data yang dikumpulkan kemudian diadakan

klarisifikasi data. Setelah data di kumpulkan dan diklarisifikasi kemudian data

tersebut dipisahkan antara data yang relevan dengan data yang tidak relevan.

Kemudian data tersebut disusun secara sistematis dan kemudian

dihubungkann pendekatan secara deduktif untuk ditarik satu kesimpulan

sehingga akan memberikan kejelasan terhadap persoalan-persoalan yang ada.

Metode deduktif yaitu dengan cara pengabilan kesimpulan yang berpijak pada

ketentuan-ketentuan yang bersifat umum. Dari yang bersifat umum tadi

kemudian datarik kesimpulan yang bersifat khusus.


37
38

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Ghofur Anshori, 2014, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, ed.
Tarmizi dan Suryani, (Jakarta: Sinar Grafika)

Abdullah Saeed, 2004, Menyoal bank syariah, (paramadina, Jakarta)

Andri Soemitra, 2010, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Kencana, Jakarta:)

Arifin Sitio, 2001, Koperasi Teori dan Praktik, (erlangga sinopsis, jakarta,)

Deni K.Yusuf, 2004, Mekanisme Pemberian Kredit dan Pembiayaan di BMT,


BMT dan Bank Islam: Instrumen lembaga keuangan syari’ah, (Pustaka
Bani Quraisy, Bandung)

Faizal Abdullah, 2003, manajemen perbankan (Teknik Analisa Kinerja Kuangan


bank), (Unifersitas Muhammadiyah Malang)

Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Kencana Prenada


Media Group, Jakarta)

Kasmir, 2002, Dasar-Dasar Perbankan, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta)

Kautsat Riza salman, 2012, Akutansi perbankan Syariah, (Akademia permata,


Jakarta)

M. Nur Rianto Al-Arif, 2011, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (PT. Era Audicitra
Intermedia, Solo)

Meylla Qurrata Ainy, 2014, penerapan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan


pembiayaan di BMT Bina Ummah Yogyakarta, (magasid Asy-Syariah,
yogyakarta)

Muhammad Ridwan, 2004, Manajemen Baitul Maal Wal Tamwil (BMT),


(Yogyakarta UUI Press Yogyakarta (Anggota IKAPI, Yogyakarta)

Muhammad Syafi’I Antonio, 2001, Bank Syariah dan Teori Ke Praktik, (Gemar
Insani press, Jakarta

Nur Arif, 2012, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, (Alfabeta, jakarta)

Rahmadi Usman, 2001, Hukum Perbankan di Iindonesia, (PT. Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta)
39

Saifudin Azwar, 2010, Metode Penelitian, ( Pustaka Pelajar, Yogyakarta )

Sultan Remy Sjahdeini, 2005, perbankan islam, (PT.Kreatama, Jakarta)

B. Peraturan-peraturan

Undang-Undang Tentang Usaha Mikro, Kecil dan menengah, UU No. 20 Tahun


2008, LN No. 93 Tahun 2008, TLN No. 4866, Penjelasan Umum.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Dan Menengah nomor:
16/Per/M.KUKM/IX/2015.

Peraturan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha kecil dan menengah

Republik indonesia Nomor: 21/per/m.kukm/xi/2008 Tentang Pedoman


Pengawasan koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang


Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang


Nomor 7 Tahun 1992, LN No. 31 Tahun 1992, TLN No. 3472, Tentang
Perbankan.

Undang-undang Nomor 25 tahun 1992, LN No. 116 Tahun 1992, TLN No. 3502,
Tentang Perkoperasian.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008, LN No. 31 Tahun 2008, TLN No. 3472
Tentang Perbankan Syariah.

C. Jurnal

Jurnal Ekonomi dan Perbankan syariah STAIN Pamekasa, 2016

Jafril Khalil, 2002 , “prinsip syariah dalam perbankan” jurnal Hukum Bisnis,
Edisi Nomor 20 Bulan Agustus
40

Jurnal Sosioteknologi, Edisi 12 Sugiyono. 2006, metode penelitian Kuantitatif,


Maret 2009

Minako Sakai, Kacung Marijan, „Community Development through Islamic,


(Australian National: Crawford School of Economics and Government,
2004)

Muhammad, Manajemen pembiayaan syariah, (UPP AMP YKPN)

D. Internet

http://kuliahade,wordpress,com/2010/04/19/hukum-perbankan-asas-dan-prinsip-
perbankan/

http://www.daringobrolhukum.wordpress.com/, Tanggal 24, 2019

http://www.eprints.undip.ac.id/40985/3/BAB III Metode Penelitian. Tanggal 24,


2019.

http://www/daringobrolhukum.wordpress.com/Tanggal 17, 2019

Anda mungkin juga menyukai