Anda di halaman 1dari 16

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. RAT
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 7 Oktober 1982
Umur : 36 tahun
Alamat : Jl. Puspa Raya Bodong
Pekerjaan : Pegawai
Agama : Kristen

1.2 ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis tanggal 11 Juli 2019 di Poli Kulit Kelamin

Keluhan Utama: lenting-lenting berisi cairan di lengan kanan.

Keluhan Tambahan: nyeri dan panas di daerah lengan kanan.

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Tujuh hari SMRS os mengeluh lengan kanan terasa kesemutan seperti tertusuk-tusuk,
kesemutan dirasakan hilang timbul, os juga mengeluh pegal-pegal pada lengan kanan dan
juga diikuti rasa nyeri tetapi nyeri tidak terlalu berat, nyeri yang dirasakan hilang timbul. Os
menyangkal ada gatal, demam, mual, muntah ataupun nyeri kepala.
Lima hari SMRS os mengeluh lengan kanan berwarna kemerahan lama kelamaan
semakin banyak. Os juga mengeluh gatal pada daerah tersebut. Nyeri ada dan dirasakan
terus-menerus. Os juga merasakan badan sedikit panas. Setelah itu tiba-tiba timbul lenting-
lenting berisi cairan yang semakin panas dan nyeri. Pasien kemudian berobat ke puskesmas
dan diberikan obat amoksisilin dan salep gentamisin tetapi tidak ada perubahan.
Satu hari SMRS lenting-lenting berisi cairan yang terasa nyeri dan panas sekitar
lengan kanan semakin banyak dan juga terdapat lenting di daerah punggung tangan kanan.
Keluhan nyeri semakin terasa ketika pada daerah lenting tersentuh ataupun tersenggol Os

1
sudah tidak mengeluh adanya demam, os menyangkal adanya nyeri kepala, di gigit serangga
juga di sangkal pasien. Kemudian os berobat ke Poli kulit kelamin di RSPAD Gatoto
Soebroto.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengatakan memiliki riwayat cacar air sebelumnya pada waktu masih kecil. Riwayat
alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada

1.3 STATUS GENERALIS


Keadaan Umum :Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis.
Keadaan Gizi : Baik.
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 90 x/menit.
Pernafasan : 20 x/menit.
Suhu : 36,4oC
Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-.
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-).
Telinga : Liang telinga lapang, sekret (-)
Mulut : Bibir tidak sianosis.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang.
Paru : Suara pernapasan vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-).
Jantung : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (-), hepar dan lien tidak teraba membesar.
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik, lihat status dermatologikus

2
1.4 STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi:
Regio brachii, antebrachii anterior dekstra dan dorsum manus dekstra.

Efloresensi:
Tampak vesikel berkelompok (herpetiformis), berukuran milier sampai lentikular, setinggi
dermatom C5-6 dekstra, dengan dasar permukaan eritematosa bentuk tidak beraturan dan
berbatas tegas.

Foto:

Gambar 1 : Regio brachii dan antebrachii anterior dekstra.

3
Gambar 2 : Regio brachii dan antebrachii anterior dekstra.

Gambar 3 : Regio dorsum manus dekstra

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada.

4
1.6 RESUME
Perempuan Ny. RAT 36 tahun datang ke Poli Kulit kelamin RSPAD Gatot Soebroto
dengan keluhan 7 hari SMRS os mengeluh parestesia brachii dan antebrachii dekstra, os juga
mengeluh mialgia pada brachii dan antebrachii dekstra dan juga diikuti rasa nyeri hilang
timbul. 5 hari SMRS os mengeluh brachii dan antebrachii dekstra berwarna eritema dan
diikuti timbul vesikel yang terasa panas dan nyeri. Os juga mengeluh pruritus pada daerah
tersebut. Os juga mengeluh febris. Pasien kemudian berobat ke puskesmas dan diberikan obat
amoksisilin dan salep gentamisin tetapi tidak ada perubahan. 1 hari SMRS vesikel timbul
semakin banyak bertambah di daerah dorsum manus dekstra yang semakin terasa panas dan
nyeri.
Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal dan pada pemeriksaan
dermatologikus didapatkan di regio brachii dan antebrachii anterior dekstra dan dorsum
manus dekstra tampak vesikel berkelompok (herpetiformis) berukuran milier sampai
lentikular, setinggi dermatom C5-6 dekstra dengan dasar permukaan eritematosa bentuk tidak
beraturan dan berbatas tegas. Pemeriksaan penunjang tidak ada.

1.7 DIAGNOSIS KERJA


Herpes zoster ekstremitas superior dekstra

1.8 DIAGNOSIS BANDING


Tidak ada

1.9 PEMERIKSAAN ANJURAN


Tes Tzanck.

1.10 PENATALAKSANAAN
 Non Medikamentosa
 Istirahat cukup
 Tetap mandi dan menjaga kebersihan tubuh, terutama daerah lesi perlu dibersihkan
dan jangan digaruk agar vesikel tidak pecah.
 Tidak menggaruk area yang gatal agar vesikel tidak pecah
 Menghindari gesekan kulit yang mengakibatkan pecahnya vesikel.
 Mencegah kontak dengan orang lain.

5
 Medikamentosa
 Sistemik:
 Asiklovir tablet 5 x 800 mg per hari diberikan selama 7 hari
 Asam Mefenamat tablet 3 x 500 mg per hari diberikan bila nyeri
 Topical:
 Bedak As. Salisilat 2% diberikan 2 kali perhari (diberikan apabila lenting belum
pecah)
 Kompres Nacl 0,9 % (diberikan apabila lenting sudah pecah dan basah)
 Gentamicyn cream 0,1% (diberikan apabila lenting sudah pecah dan ada krusta)

1.11 PROGNOSIS
 Quo ad vitam : Bonam
 Quo ad functionam : Bonam
 Quo ad sanationam : Bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HERPES ZOSTER

2.1 DEFINISI
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varisella Zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer. Artinya setiap orang yang pernah mengalami infeksi Varicella Zoster atau
yang lebih dikenal dengan cacar air, mempunyai kemungkinan untuk mengalami Herpes
Zoster.1
Herpes Zoster adalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel-vesikel
yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik kulit sesuai dermatom.2

2.2 EPIDEMIOLOGI
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan dalam
definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela.
Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan
kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau
herpes zoster.1
Herpes zoster ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, salah satunya adalah
transmisi melalui pernapasan sehingga virus tersebut dapat menjadi epidemik di antara inang
yang rentan. Resiko terjangkit herpes zoster terkait dengan pertambahan usia. Hal ini
berkaitan adanya immunosenescence, yaitu penurunan sistem imun secara bertahap sebagai
bagian dari proses penuaan. Selain itu, hal ini juga terkait dengan penurunan jumlah sel yang
terkait dalam imunitas melawan virus Varicella Zoster pada usia tertentu. Penderita
imunosupresi, seperti pasien HIV/AIDS yang mengalami penurunan CD4 sel-T, akan
berpeluang lebih besar menderita herpes zoster sebagai bagian dari infeksi oportunistik.
Biasanya terjadi pada orang dewasa, kadang-kadang juga pada anak-anak.Insiden
pada pria dan wanita sama banyaknya. Infeksi ini tidak tergantung musim.2

7
2.3 FAKTOR RESIKO3
1) Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini, akibat daya tahan
tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko
terserang nyeri.
2) Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan
leukemia.
3) Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4) Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.

2.4 PATOFISIOLOGI
Pada episode infeksi primer, virus dari luar masuk ke tubuh hospes atau penerima
virus. Selanjutnya terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan
multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Virus akan menjalar melalui
serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten.
Infeksi hasil reaktivasi virus Varicella yang menetap di ganglion sensorik setelah infeksi
Chicken Fox pada masa anak-anak. Sekitar 20% orang yang menderita cacar akan menderita
Shingles (Herpes Zoster) selama hidupnya dan biasanya hanya terjadi sekali. Ketika
reaktivasi virus berjalan dari ganglion ke kulit area dermatom.1
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.Virus
Varicela Zoster (VVZ) bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2
minggu. Pasien infeksius sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta. Selama terjadi kulit
yang erupsi, VVZ menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan
ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten. Virus berjalan sepanjang saraf sensorik ke
area kulit yang dipersarafinya dan menimbulkan vesikel dengan cara yang sama dengan cacar
air. Herpes zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf
sensorik. Latensi adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi
peranannya dalam patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur
hidup pada hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai
media transmisi kepada seseorang yang rentan. Reaktivasi mungkin karena stres,
immunosupresi, atau mungkin terjadi secara spontan. Virus kemudian menyebar ke saraf
sensorik menyebabkan gejala prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang
dermatomal.1

8
Mekanisme re-aktivasi Virus Varisela Zooster

Dermatom tubuh

2.5 GEJALA KLINIS4


1) Gejala prodromal
 Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodromal yang berlangsung selama 1-4 hari.

9
 Gejala yang mempengaruhi tubuh: demam, sakit kepala, fatigue, malaise, nausea,
rash, kemerahan, sensitif, sore skin (penekanan kulit), nyeri (rasa terbakar atau
tertusuk), gatal dan kesemutan.
 Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus atau hilang timbul.
Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
2) Gejala yang mempengaruhi mata
 Berupa kemerahan, sensitif terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata,
kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain lain.
3) Timbul erupsi kulit
 Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafi oleh satu ganglion sensorik.
 Erupsi dapat terjadi diseluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion
thorakalis.
 Lesi dimulai dengan makula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dan
dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pustul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat
bertahan selama 2-3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental
juga menghilang.
 Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang-kadang sampai hari ke 7.
 Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan makula hiperpigmentasi dan jaringan
parut (pitted scar).
4) Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitif terhadap
nyeri yang dialami.
5) Kadang-kadang terjadi limfadenopati regional.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG1,5


1) Tzanck
Mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes zoster dan herpes
simpleks. Pada pemeriksaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak.
2) Kultur virus
Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan dimasukkan ke dalam media virus
untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman cukup lama,
sampel dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus Varicella Zoster akan memakan

10
waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-70% dengan spesifitas
mencapai 100%.
3) Deteksi antigen
Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik kultur sel.
Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum
kemudian dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi monoklonal yang
terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoprotein virus.
4) Uji serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah ELISA.
5) PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNAvirus Varicella Zoster di dalam cairan tubuh,
contohnya cairan serebrospina.

2.7 KOMPLIKASI8
A. Komplikasi kutaneus
- Infeksi sekunder : dapat menghambat penyembuhan dan pembentukan jaringan
parut (selulitis, impetigo, dll)
- Gangren superfisialis : menunjukkan HZ yang berat, mengakibatkan hambatan
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
B. Komplikasi neurologis
- Neuralgia paska herpes (NPH) : nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3
bulan setelah erupsi HZ menghilang. Insidensi NPH berkisar sekitar 10-4-$ dari
kasus HZ. NPH merupakan aspek HZ yang paling mengganggu pasien secara
fungsional dan psikososial. Pasien dengan NPH akan mengalami nyeri kosntan
(terbakar,nyeri,berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-tusuk_ dan nyeri yang
dipicu stimulus seperti allodinia (nyeri yang dipicu stimulus normal seperti
sentuhan dll). Resiko NPH meningkat pada usia ≥50 tahun (27x lipat): nyeri
prodromal lebih lama atau lebih hebat, erupsi kulit lebih hebat(luas dan
berlangsun lama) atau intensitas nyerinya lebih berat. Walaupun mendapat terapi
antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20% pasien HZ dan seringkali refrakter
terhadap pengobatan walau pengobatan sudah optimal, 40% tetap merasa nyeri.
- Meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, mielitis, motor neuropati (defisit
motorik), stroke dan bell’s palsy.

11
C. Komplikasi mata
- Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ oftalmikus terjadi
pada 10-25% dari kasus HZ yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan,
nyeri menetap lama, dan atau luka parut.
- Keratitis (2/3 pasien dari pasien HZO), konjungtivitis, uveitis, episkleritis,
skleritis, koroiditis, neuritis optika, retinitis, retraksi kelopak, ptosis dan
glaukoma.
D. Komplikasi THT
Sindrom Ramsay Hunt sering disebut HZ otikus merupakan komplikasi pada THT
yang jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat reaktivasi VZV di
ganglion genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala sindrom ramsay hunt meliputi HZ
di liang telinga luar atau membran timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri,
gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan
tuli. Banyak pasien yang tidak pulih sempurna
E. Viseral
- Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomen dan distensi abdomen.
- Komplikasi viseral pada HZ jarang terjadi, komplikasi yang dapat terjadi misalnya
hepatitis, miokarditis, perikarditis, artritis.
2.8 PENATALAKSANAAN
1) Pengobatan topical1,3
 Pada stadium vesikular diberi bedak salisil 2%atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah.
 Bila vesikel pecah dan basah diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik
atau kompres dingin dengan larutan Burrow 3x sehari selama 20menit.
 Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik
(basitrasin/polisporin) utuk mencegah infeksi sekunder selama 3x sehari.
2) Pengobatan Sistemik4,6
Drug of choice adalah acyclovir merupakan DNA Polymerase Inhibitor yang dapat
mengintervensi infeksi virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan infeksi herpes
namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral,
topikal, atau parenteral. Pemberian per oral mempunyai kelemahan, yaitu bioavaibilitas
yang rendah dan dosis diberikan lima kali sehari. Pemberian lebih efektif pada hari
pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil

12
terhadap post terapeutik neuralgia. Pemberian secara intravena hanya pada penderita
dengan immunocompromised yang berat atau tidak dapat diobati secara per oral. Dosis
yang digunakan untuk pemberian oral adalah 5x800 mg sehari dan biasanya diberikan
selama 7 hari. Bisa digunakan valasiklovir 3x1000 mg sehari karena konsentrasi dalam
plasma yang tinggi.
Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara-A, Vira-A) dapat diberikan
lewat infus intravena atau salep mata.
3) Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon inflamasi dan efektif namun
penggunaannya masih kontroversi karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan
respon imun.
4) Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen nyeri dan antihistamin
diberikan untuk menyembuhkan pruritus.
5) Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukkan hubungan dengan cabang
nasosiliaris nervus optalmikus, harus ditangani dengan konsultasi optalmologis. Dapat
diobati dengan salep mata steroid topikal dan midriatik, antivirus dapat diberikan.
6) Neuralgia Pasca Herpes zoster
Bila nyeri masih terasa meskipun telah diberikan asyclovir pada fase akut, sebagai gold
standart maka dapat diberikan golongan trisiklik, yaitu amitriptilin. Dosis yang dipakai
sebagai anti nyeri adalah lebih rendah daripada dosis sebagai antidepresan. Penggunaan
amitriptilin dosis rendah (10-50 mg) pada malam hari dapat mengurangi onset NPH pada
pasien herpes zoster. Menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin di presinaps
membran sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norepinefrin di
susunan saraf pusat. Menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin di presinaps
membran sel sehingga terjadi peningkatan konsentrasi serotonin dan atau norepinefrin di
susunan saraf pusat.
2.9 PROGNOSIS
 Umumnya baik, tergantung berat ringannya faktor predisposisi.
 Pada orang muda dan anak umumnya baik.7
2.10 VAKSINASI
Vaksin herpes zoster (Oka/Merck) ditujukan untuk mencegah terjadinya herpes zoster
dengan meningkatkan kekebalan tubuh VZV spesifik, yang merupakan mekanisme yang
melindungi terhadap reaktivasi VZV dan komplikasinya.

13
Mekanisme kerja :8
- Vaksin ini akan mengontrol reaktivasi laten VZV sehingga mencegah terjadinya
Herpes Zoster
- Vaksin ini akan mengontrol replikasi dan penyebaran VZV ke kulit sehingga akan
mengurangi kerusakan neurologis, mengurangi keparahan dan durasi nyeri, dan
mengurangi insiden NPH.
Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang dilemahkan vaksin herpes zoster
perlu diberikan pada orang ≥50 tahun untuk mencegah terjadinya penyakit, meringankan
beban penyakit serta menurunkan terjadinya komplikasi NPH. Perbedaan antara vaksin
varicella yang telah digunakan untuk mencegah cacar air pada anak-anak adalah bahwa
vaksin herpes zoster berisi 19.400 plaque forming unit per dosis, 14 kali lipat lebih virion.
Vaksinasi zoster vaccine live (Oka/Merck) meningkatkan kekebalan seluler spesifik untuk
virus varicella lebih tinggi dari respon imun infeksi alamiah, antigen yang lebih tinggi
sesudah replikasi dan keberadaan antigen lebih bertahan lama. Dalam studi SPS, NPH
yang secara klinis berkaitan erat dengan rasa nyeri yang timbul akibat zoster, akan timbul
dan bertahan setidaknya sehingga 90 hari sejak ruam timbul. Oka/Merck secara signifikan
terbukti mengurangi kejadian NPH secara menyeluruh yakni sebanyak 67% dibandingkan
sengan kelompok plasebo (27 kasus vs 80 kasus). Penurunan kejadian NPH dialami oleh
dua kelompok usia 60-69 dan ≥70 tahun. Kontraindikasi diberikan vaksin Oka/Merck :8
- riwayat anafilaksis/anafilaktoid terhadap gelatin, neomisin atau komponen lain
dari vaksin.
- Imunosupresi atau imunodefisiensi
- Tuberkulosis aktif yang tidak diterapi
- Kehamilan
Pemberian secara subkutan pada lengan atas diberikan dalam 30 menit sejak vaksin
dilarutkan, tunda vaksinasi bila ada demam >38,5oC, dosis tunggal 0,65ml/dosis, satu kali
injeksi, tidak butuh booster. Kejadian ikutan pasca imunisasi yang sering ditemukan
eritema, nyeri, pembengkakan, hematoma, pruritus, panas, reaksi lokal (inflamasi di
tempat injeksi). Interaksi obat hentikan pemberian antiviral 24 jam sebelum vaksinasi dan
14 hari sesudah vaksinasi, bisa diberikan bersamaan dengan vaksin influenza trivalent
inaktif dan vaksin pneumokokal polisakarida. Vaksinasi tidak diindikasikan untuk
pengobatan Herpes zoster dan pengobatan neuralgia post herpetika, mencegah terjadinya
neuralgia post herpetika pada pasien yang sedang menderita Herpes zoster. 8

14
BAB III

KESIMPULAN

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer. Berdasarkan lokasi lesi, herper zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus,
fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinik herpes zoster dapat
berupa kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah eritematosa. Lesi yang khas
bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.
Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck
dengan menemukan sel datia berinti banyak. Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat
sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi
berupa kutaneus, neurologis, mata,THT dan viseral. Semakin lanjut usia, semakin tinggi
frekuensi timbulnya komplikasi. Upaya pencegahan lebih baik dilakukan untuk menurunkan
angka kejadian herpes zoster, menurunkan insidensi NPH, serta menurunkan beban penyakit.
Saat ini upaya pencegahan dapat dilakukan dengan lebih efektif melalui vaksinasi herpes
zoster

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Penyakit Virus. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2009; 110-111.
2. Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2. Jakarta :
EGC, 2013; 84 – 7.
3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2016;128-9.
4. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster. In: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks
Dermatol. Gen. Med. 7th ed; 112-2.
5. Melton CD. Herpes Zoster. Emedicine World Medical Library:
http//www.emedicine.com. diunduh pada 14 Juli 2019.
6. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.
7. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit
dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2009; 63-5.
8. Erdina HDP, Hanny N, Hans L, Nurjannah J, Syaiful FD, et al. Buku panduan Herpes
Zoster di Indonesia 2014. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.2014.h.17-40.

16

Anda mungkin juga menyukai