Anda di halaman 1dari 15

A.

ANATOMI FISIOLOGI REKTUM


Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan
sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus
levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-
3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15
cm, dengan keliling 15 cm padarecto-sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula
yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa,
submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa, Satu inci terakhir
dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan
internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm).
Bagian – bagian rektum
1. Kanalis Anal
Kanalis anal (anal canal) adalah saluran dengan panjang sekitar 4 cm yang dikelilingi
oleh sfingter anus. Bagian atasnya dilapisi oleh mukosa glandular rektal. Fungsi
kanalis anal adalah sebagai penghubung antara rektum dan bagian luar tubuh
sehingga feses bisa dikeluarkan.
2. Rektum
Rektum (rectum) adalah sebuah ruangan dengan panjang sekitar 12 sampai 15 cm
yang berada di antara ujung usus besar (setelah kolon sigmoid/turun) dan berakhir di
anus. Fungsi rektum adalah menyimpan feses untuk sementara waktu, memberitahu
otak untuk segera buang air besar, dan membantu mendorong feses sewaktu buang
air besar. Ketika rektum penuh dengan feses, maka rektum akan mengembang dan
sistem saraf akan mengirim impuls (rangsangan) otak sehingga timbul keinginan
untuk buang air besar.
3. Sfingter Anal Internal
Sfingter anal internal (internal anal sphincter) adalah sebuah cincin otot lurik yang
mengelilingi kanalis anal dengan keliling 2,5 sampai 4 cm. Sfingter anal internal ini
berkaitan dengan sfingter anal eksternal meskipun letaknya cukup terpisah.
Tebalnya sekitar 5 mm. Fungsi sfingter anal internal adalah untuk mengatur
pengeluaran feses saat buang air besar.
4. Sfingter Anal Eksternal
Sfingter anal eksternal (external anal sphincter) adalah serat otot lurik berbentuk
elips dan melekat pada bagian dinding anus. Panjangnya sekitar 8 sampai 10 cm.
Fungsi sfingter anal eksternal adalah untuk membuka dan menutup kanalis anal.
5. Pectinate Line
Pectinate line adalah garis yang membagi antara bagian dua pertiga (atas) dan
bagian sepertiga (bawah) anus. Fungsi garis ini sangatlah penting karena bagian
atas dan bawah pectinate line memiliki banyak perbedaan. Misalnya, jika wasir
terjadi di atas garis pectinate, maka jenis wasir tersebut disebut wasir internal yang
tidak menyakitkan. Sedangkan jika di bawah, disebut wasir eksternal dan
menyakitkan. Asal embriologinya juga berbeda, bagian atas dari endoderm,
sedangkan bagian bawah dari ektoderm.
6. Kolom Anal
Kolom anal (anal column) atau kolom Morgagni adalah sejumlah lipatan vertikal yang
diproduksi oleh selaput lendir dan jaringan otot di bagian atas anus. Fungsi kolom
anal adalah sebagai pembatas dinding anus.

B. DEFINISI CA RECTI
Karsinoma rekti adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan jaringan
abnormal pada daerah rectum. Jenis terbanyak adalah adenokarsinoma (65%), banyak
ditemui pada usia 40 tahun keatas dengan insidens puncaknya pada usia 60 tahun
(Price A. Sylvia, 1995)
Karsinoma recti (Ca. Recti) adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas didalam
permukaan usus besar atau rectum (Dyayadi, MT, 2009).
Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum
yang khusus menyerang bagian recti yang terjadi akibat timbulnya di mukosa/epitel
dimana lama-kelamaan timbul nekrose dan ulkus (Taufan Nugroho, 2011).
Karsinoma rectum ini merupakan salah satu tantangan besar bagi profesi
kedokteran, karena kanker ini hamper selalu timbul dipolip adenomatosa yang secara
umum dapat disembuhkan dengan reaksi. Dengan perkiraan 134.000 kasur baru
pertahun dan sekitar 55.000 kematian, penyakit ini hampir 15 % kematian disebabkan
kanker di Amerika Serikat (Robbins, dkk, 2007).
Kanker rekti adalah pertumbuhan sel abnormal atau keganasan atau
maligna pada daerah rectum. (Muhammad Shodikin,2011)

C. EPIDEMIOLOGI CA RECTI
Secara epidemiologis, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4
dalam hal kejadian. Secara umum didaptkan kejadian kanker kolorektal meningkat
tajam setelah usia 50 tahun (Sudoyo, 2006). Insidensi puncaknya pada usia 60 dan
70 tahun. Laki-laki terkena sekitar 20% lebih sering daripada perempuan (Robbins,
2012).
Di Amerika, karsinoma kolorektal adalah penyebab kematian kedua
terbanyak dari seluruh pasien kanker dengan angka kematian mendekati 60.000
(Sudoyo, 2006). Di Amerika Serikat, umumnya rata-rata pasien karsinoma
kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi pada
mereka yang berumur di atas 55 tahun. Di Indonesia, menurut data dari Rumah
Sakit Kanker Dharmais, pada tahun 2010 karsinoma kolorektal tetap masuk dalam 10
besar kanker tersering.
Menurut laporan MUIR (1947) yang mengumpulkan 714 karsinoma dari kolon,
ternyata bahwa 15% terdapat di kolon ascendens, 10% di kolon desendens, 16%
di transversum, sedang 58% terdapat di rektum atau regtosigmoid (Sujono, 2013).

D. PENYEBAB CA RECTI
Asal muasal kanker berasal dari perubahan salah satu sel normal menjadi sel tumor
melalui banyak fase. Perubahan tersebut merupakan hasil dari interaksi faktor
genetika seseorang dengan salah satu atau ketiga kategori penyebab. Menurut
WHO ketiga kategori tersebut adalah :
1. Physical Carcinogen : Seperti Sinar Ultraviolet dan radiasi Ion
2. Chemical Carcinogen : seperti ansestos, komponen dari rokok (nikotin dan
tar), aflatoksin (kontaminan dari makanan) dan arsenik
3. Biologycal carcinogen : seperti infeksi virus (Hepatitis B,C,HPV), bakteri,
parasit
E. FAKTOR RESIKO CA RECTI
Faktor risiko dapat kita jumpai antara lain :
1. Polip
Polip berpotensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari itu sendiri
merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari
hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia
menuju transformasi malignadan invasif kanker.
2. Inflammatory Bowel Disease
- Ulseratif Kolitis
Ialah penyakit ulserasi dan inflamasi akut atau kronis dari rektum dan kolon
dengan tanda-tanda yang khas yaitu adanya diare, perdarahan per
rektal, nyeri di perut, anoreksia dan penurunan
berat badan. Kolitis ulserative sering juga menyebabkan terjadinya
karsinoma dari kolon dan paling banyak terdapat di segmen proksimal
kolon (Sujono, 2013).
- Penyakit Crohn’s
Penyakit ini sering disebut kolitis granulomatosis atau kolitis transmural,
merupakan radang granulomatois di seluruh dinding,
sedangkan kolitis ulseratif secara primer merupakan inflamasi yang
terbatas pada selaput lendir kolon. Resiko kejadian karsinoma kolon
pada Crohn’s lebih besar (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).
3. Diet
Mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung zat pewarna, apalagi
jika menggunakan zat pewarna batik, sangat berbahaya, karena zat tersebut
tergolong zat carcinogen. Makanan cepat saji, makanan kaya minyak seperti
gorengan, makanan mengandung banyak bahan pengawet, makanan yang
diolah dan diawetkan seperti sarden, kornet dan nugget, daging olahan.
4. Gaya Hidup
Merokok merupakan penyebab dari berbagai penyakit kronis. Selama ini bahaya
tentang merokok terus digalakkan namun banyak masyarakat yang
mengindahkannya. Asap rokok yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat diuraikan
oleh usus akibatnya asap tersebut menjadi toksin yang menempel erat di
dinding-dinding usus.
Alkohol memiliki kandungan zat yang berbahaya. Jika alkohol dibarengi dengan
merokok akan menciptakan efek sinergis. Sehingga faktor risiko orang terkena
penyakit kanker usus semakin besar.
F. KLASIFIKASI CA RECTI
Klasifikasi karsinoma kolorektal menurut WHO, adalah sebagai berikut:
1. Adenokarsinoma
Sebagian besar (98%) kanker adalah adenokarsinoma. Kanker ini merupakan
salah satu tantangan besar bagi profesi kedokteran, karena kanker ini hampir
selalu timbul di polip adenomatosa yang secara umum dapat disembuhkan
dengan reseksi (Robbins, 2012).

2. Adenosquamous karsinoma
Adenosquamous karsinoma yaitu suatu karsinoma yang terdiri dari komponen
glandular dan squamous. Adenosquamous merupakan jenis tumor yang jarang
ditemukan (Hamilton & Aaltonen, 2000).

3. Mucinous adenokarsinoma
Istilah “mucinosa” berarti bahwa sesuatu yang memiliki banyak lendir.
Diklasifikasikan mucinous adenokarsinoma jika lebih dari 50% lesi terdiri dari
musin (Hamilton & Aaltonen, 2000).

4. Signet ring cell carcinoma


5. Squamous cell carcinoma
6. Undifferentiated carcinoma
Merupakan jenis yang paling ganas memiliki berbagai gambaran
histopatologis sehingga tidak dikenali lagi asal selnya (Hamilton & Aaltonen,
2000).

7. Medullary carcinoma
Sel berbentuk bulat dengan inti vesikuler dan anak inti jelas diantaranya
sel-sel terdapat sel radang limfosit yang tidak menginfiltrasi tapi mendesak
gambarannya seperti ganas namun prognosisnya lebih baik (Hamilton &
Aaltonen, 2000).

Klasifikasi kanker rektum berdasarkan Tumor- Node- Metastase (TNM) antara lain :

1. Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di kolon atau


rektum. Carcinoma in situ adalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0.
2. Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor belum
tumbuh menembus dinding.
3. Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding kolon atau
rektum. Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di sekitarnya, tapi sel-sel
kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening,
4. Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tapi
belum menyebar ke bagian tubuh yang lain.
5. Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati atau
paru-paru.

Kambuh: Kanker ini merupakan kanker yang sudah diobati tapi kambuh kembali setelah
periode tertentu, karena kanker itu tidak terdeteksi. Penyakit ini dapat kambuh kembali
dalam kolon atau rektum, atau di bagian tubuh yang lain.

Klasifikasi duke berdasarkan penyebaran sel karsinoma dibagi menjadi:


1. Kelas A : Tumor dibatasi mukosa dan submukosa.
2. Kelas B : Penetrasi atau penyebaran melalui dinding usus.
3. Kelas C : Invasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.
4. Kelas D : Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas ( Brunner &
Suddarth).

G. MANIFESTASI KLINIS CA RECTI


Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum
menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon
desendens dan juga karena dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya
sedikit atau tersamar. Bila karsinoma Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi
obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian proksimal dan timbul nausea atau
vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon desendens yang lebih cepat
menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.
1. Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit/konstipasi)
2. Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya
4. Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotoran
5. Kembung atau keram perut, atau merasa kekenyangan
6. Kehilangan berat badan tanpa alasan
7. Selalu merasa sangat letih
8. Mual atau muntah-muntah.
H. PATOFISIOLOGI CA RECTI
(Terlampir)

I. PEMERIKSAAN CA RECTI
Anamnesis
Pada stadium dini, karsinoma kolon tidak memberikan gejala. Gejala biasanya muncul
saat perjalanan penyakit sudah lanjut. Pasien dengan karsinoma kolon biasanya
mengeluh rasa tidak enak, kembung, tidak bisa flatus, sampai rasa nyeri di perut.
Didapatkan juga perubahan kebiasaan buang air besar berupa diare atau sebaliknya,
obstipasi, kadang disertai darah dan lendir. Buang air besar yang disertaidengan darah
dan lendir biasanya dikeluhkan oleh pasien dengan karsinoma kolon bagian proksimal.
Hal ini disebabkan karena darah yang dikeluarkan oleh karsinoma tersebut sudah
bercampur dengan feses. Gejala umum lain yang dikeluhkan oleh pasien berupa
kelemahan, kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak menolong dalam menegakkan
diagnosis. Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi abdomen, bila
teraba menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Bila tumor sudah metastasis ke hepar
akan teraba hepar yang noduler dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Asites
biasa didapatkan jika tumor sudah metastasis ke peritoneal. Perabaan limfonodi
inguinal,iliaka, dan supraklavikular penting untuk mengetahui ada atau tidaknya
metastasis ke limfonodi tersebut. Pada pasien yang diduga menderita karsinoma
kolorektal harus dilakukan rectal toucher . Bila letak tumor ada di rektum atau
rektosigmoid, akanteraba massa maligna (keras dan berbenjol-benjol dengan striktura)
di rektum ataurektosigmoid teraba keras dan kenyal. Biasanya pada sarung tangan
akan terdapat lendir dan darah. Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan dan
dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (Sjamsuhidajat & de Jong,
2011). Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah keadaan tumor
dan mobilitas tumor (Sjamsuhidajat, 2004).
Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang terbukti efektif untuk
diagnosis karsinoma kolorektal, yaitu endoskopi, CT Scan, MRI, barium enema, dan
CEA (Sjamsuhidajat, 2004).
 Endoskopi
Jenis endoskopi yang dapat digunakan adalah sigmoidosskopi rigid,
sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi. Sigmoidoskopi Rigid digunakan untuk
visualisasi kolon dan rektum sebenarnya kurang efektif dibandingkan dengan
sigmoidoskopi fleksibel (Sjamsuhidajat, 2004). Sigmoidoskopi Fleksibel yaitu
visualisasi langsung pada 40 hingga 60 cm terminal rektum dan kolon sigmoid
dapat dilakukan dengan persiapan yang minim dan lebih nyaman bagi pasien.
Enam puluh persen dari semua tumor usus besar dapat terlihat secara
langsung menggunakan alat ini (Price & Wilson, 2006). Kolonoskopi adalah
pemeriksaan endoskopi yang sangat efektif dan sensitif dalam mendiagnosis
karsinoma kolorektal. Tingkat sensitivitas di dalam mendiagnosis adenokarsinoma
atau polip kolorektal adalah 95% (Sjamsuhidajat, 2004).
 CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI digunakan untuk mendeteksi metastasis ke kelenjar getah
bening retroperitoneal dan metastasis ke hepar. Akurasi pembagian stadium
dengan menggunakan CT-Scan adalah 80% dibanding MRI 59%. Untuk
menilai metastase kelenjar getah bening akurasi CT-Scan adalah 65%, sedang
MRI 39% (Sjamsuhidajat, 2004).
 Barium Enema
Merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan untuk mendeteksi gangguan kolon.
Penambahan kontras-udara dengan radiografi enema barium bersifat akurat
hingga 90% pemeriksaan (Price & Wilson, 2006).
 CEA (Carcinoembrionik Antigen) Screening
CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang
masuk ke dalam peredaran darah dan digunakan sebagai marker serologi untuk
memonitor status karsinoma kolorektal dan mendeteksi rekurensi dini dan
metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan non spesifik untuk bisa
digunakan sebagai screening karsinoma kolorektal (Kendal & Tao, 2013).
 Biopsi
Tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan pemeriksaan di
bawah mikroskop.
 Pemeriksaaan FOBT (Fecal Occult Blood Test)
Terkadang kanker atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT dapat mendeteksi
jumlah darah yang sangat sedikit dalam kotoran. Karena tes ini hanya mendeteksi
darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk menemukan sumber darah tersebut. Kondisi
jinak (seperti hemoroid), juga bisa menyebabkan darah dalam kotoran.
 Digital rectal examination (DRE)
Dapat digunakan sebagai pemeriksaan skriningawal. Kurang lebih 75 % karsinoma
rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal pemeriksaan digital akan
mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum,tumor akan teraba keras
dan menggaung.

J. PENATALAKSANAAN CA RECTI
1. Pembedahan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama ialah
memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Tindak bedah
terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf regional. Bila sudah terjadi
metastasis jauh, tumor primer akan di reseksi juga dengan maksud mencegah
obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri (Sjamsuhidajat & de
Jong, 2011).
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
 Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
 Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker
2. Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan karsinoma dengan menggunakan x-ray


berenergi tinggi untuk membunuh sel karsinoma. Radioterapi pada karsinoma rektum
diberikan untuk tujuan kuratif maupun paliatif. Radioterapi kuratif dilakukan pra bedah
maupun pasca bedah. Terapi radiasi sekarang digunakan pada periode praoperatif,
intraoperatif dan pascaoperatif untuk memperkecil tumor, mencapai hasil yang lebih baik
dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk tumor yang tidak
dioperasi atau tidak dapat disekresi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala
secara bermakna.
Radiasi pasca bedah diberikan jika:
- sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
- ada metastasis ke kelenjar limfe regional
- masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
Radioterapi kuratif pra-bedah
- Diberikan dengan dosis total 25-30 Gy, dosis fraksinasi 2,5-3,5 cGy dan diberikan 5
kali dalam 1 minggu dengan arah sinar depan-belakang whole-pelvis atau 3
lapangan (1 lapangan langsung, 2 lapangan oblique menggunakan wedge filter).
- Radioterapi kuratif pasca operasi merupakan lanjutan radioterapi pra-bedah dengan
dosis total 40-50 Gy, dan dosis fraksinasi 2-2,5 Gy diberikan 5 kali dalam 1 minggu.
- Radioterapi paliatif diberikan dengan dosis total 50-60 Gy, dosis fraksinasi 2 Gy
dilakukan 5 kali dalam 1 minggu dengan arah sinar depan-belakang (DB), whole
pelvis
3. Kemoterapi
Beberapa dekade ini hanya menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) – disusul oleh
kehadiran asam folinat /leukovorin (folinic acid/FA/LV) sebagai kombinasi.
Selanjutnya, pemilihan obat diperluas dengan diterimanya irinotecan sebagai terapi
lini pertama pada tahun 1996, oxaliplatin pada tahun 2004 dan capecitabine (tahun
2004) sebagai pengganti oral kombinasi 5-FU/FA (Sjamsuhidajat, 2004).
Indikasi Kemoterapi
Adjuvan: kanker stadium awal atau stadium lanjut lokal setelah pembedahan
Neoadjuvan (induction chemotherapy): kanker stadium lanjut lokal
Paliatif: kanker stadium lanjut jauh
Inoperabel
operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika
muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.

Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah :
1. Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen. kolon kiri atau
sigmoid dibuat anastomosis dengan rektum.
2. Prosedur paliatif, dibuat stoma
3. Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal
sigmoid, rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end kolostomi.
4. Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan
komplikasi antara lain inkontinensia alvie.
5. Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel.
6. Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk
pendukung/terapi ajuran yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi
(Brunner & Suddart).
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian
berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
4. Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel
hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama
pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium
lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang memuaskan.

K. PENCEGAHAN CA RECTI
 Endoskopi
Sigmoidoskopi atau endoskopi dapat mengidentifikasi dan mengangkat polip
dan menurunkan insiden daripada karsinomakolorektal pada pasien yang
menjalani kolonoskopi polipektomi (Lippincott Williams & Wilkins, 2004).
 Diet
Penelitian awal menunjukkan bahwa diet tinggi bahan fitokimia mengandung
zat gizi seperti serat, vitamin C, E dan karoten dapat meningkatkan fungsi
kolon dan bersifat protektif dari mutagen yang menyebabkan timbulnya kanker
(Price & Wilson, 2006).
 Obat-obatan
Beberapa penelitian epidemiologi terakhir mengisyaratkan bahwa pemakaian
aspirin dan NSAID lain memiliki efek protektif terhadap kanker kolon. Dalam
Nurses’ Health Study, perempuan yang mengonsumsi empat sampai enam tablet
aspirin/hari selama 10 tahun atau lebih, memperlihatkan penurunan insidensi
kanker kolon. Dasar kemoprevensi ini belum diketahui. Mekanisme yang mungkin
adalah induksi apoptosis pada sel tumor dan inhibisi angiogenesis. Efek yang
terakhir tampaknya diperantarai oleh inhibisi siklogenase 2. Enzim dalam jalur
sintesis prostaglandin ini tampaknya meningkatkan angiogenesis dengan
meningkatkan produksi faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF).
Berdasarkan temuan ini, Federal Drug Adminitration menyetujui pemakaian
inhibitor siklooksigenase 2sebagai zat kemopreventif pada pasien dengan
sindrom poliposis adenomatosa familial (Robbins, 2012).
L. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CA RECTI
PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama , umur , jenis kelamin , alamat
rumah, agama , suku , bangsa , status perkawinan , pendidikan , nomer registrasi ,
pekerjaan pasien dan nama orang tua / istri/ suami .
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis
kelamin,sejarah diet
a. Radang usus besar
b. Penyakit Crohn’s
c. Familial poliposis
d. Adenoma
perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada
feces klien mungkin merasa perutnya terasa penuh ,nyeri atau berat badan turun
tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan .
3. Pemeriksaan Fisik.
Tanda-tanda Ca Colorektal tergantung pada letak tumor.Tanda-tanda yang
biasanya terjadi adalah :
a. Perdarahan pada rektal
b. Anemia
c. Perubahan feces
Kemungkinan darah ditunjukan sangat kecil atau lebih hidup seperti mahoni atau
bright-red stooks. Darah kotor biasanya tidak ditemukan tumor pada sebelah kanan
kolon tetapi biasanya ( tetapi bisa tidak banyak ) tumor disebelah kiri kolon dan
rektum.
Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca Colorectal adalah :
a. Teraba massa
b. Pembuntuan kolon sebagian atau seluruhnya
c. Perforasi pada karakteristik kolon dengan distensi abdominal dan nyeri ini
ditemukan pada indikasi penyakit Cachexia.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Nilai hemaglobin dan Hematocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes
Gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI
Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase (
Tanaman lobak dan Gula bit ) aspirin dan vitamin C untuk 48 jam sebelum
diberikan feces spesimen. Perawat dapat menilai apakah klien pada menggumakan
obat Non steroidal anti peradangan ( ibu profen ) Kortikosteroid atau salicylates.
Makanan-makanan dan obat-obatan tersebut menyebabkan perdarahan. Bila
sebenarnya tidak ada perdarahan dan petunjuk untuk kesalahan hasil yang positif.
Dua contoh sampel feses yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil
yang negatif sama sekali tidak menyampingkan kemungkinan terhadap Ca
colorektal. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin dihubungkan dengan Ca
colorektal, bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin
berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan
monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit
5. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor
dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya
kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen.
Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium
secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy.
Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari
penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh
yang sudah metastasis.
6. Pemeriksaan Diagnosa lainnya.
Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk
mengidentifikasi tumor. Biopsi massa dapat juga dilakukan dalam prosedur
tersebut.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Pre Operasi
1. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi
2. Nyeri berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
3. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien,
status hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan dehidrasi
6. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan diagnosis kanker
Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi abdomen, insisi bedah
2. Kerusakan integritas jaringan kulit b.d insisi bedah (kolostrum)
3. Resti infeksi b.d kontraminasi lubang/rongga abdomen (usus) kolostomi
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi

INTERVENSI
Dx. 1. Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan in
adekuat
 Tujuan
Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
 Kriteria Hasil
- Mual, muntah berkurang/tidak ada
- Nafsu makan meningkat
- Diet dihabiskan
- Turgor kulit elastis
 Intervensi
- Lakukan pengkajian nutrisi klien
- Auskultasi bising usus
- Mulai dengan makan cairan perlahan
- Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang kaya serat, protein dan lemak
- Konsul dengan ahli diet /gizi
- Tingkatkan diet dari cairan sampai makanan rendah residu bila masukan oral
dimulai
- Berikan makanan enteral/parental

Dx. 2 : Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi abdomen ; insisi bedah
 Tujuan
Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
 Kriteria Hasil
- Melaporkan nyeri berkurang/hilang
- Dapat beristirahat /tidur
 Intervensi
- Selidiki keluhan nyeri, derajat nyeri, karakteristik nyeri dan lokasi nyeri
- Pantau TTV
- Kaji insisi bedah, perhatikan edma, perubahan kontur luka, inflamasi
- Berikan tindakan kenyamanan misalnya pijatan punggung, ubah posisi
yakinkan klien perubahan posisi tidak akan mencederai stoma
- Bantu melakukan latihan rentang gerak dan dorong ambulansi dini, hindari
posisi duduk lama
- Selidiki dan laporkan adanya kekakuan otot abdominal, nyeri tekan
- Berikan analgesik
Dx. 3 Kerusakan integritas kulit b.d insisi bedah kolostom
 Tujuan
Kerusakan integritas kulit dapat diatasi
 Kriteria Hasil
- Luka inisis cepat sembuh
- Luka insisi bebas dari tanda infeksi
 Intervensi
- Observasi luka, catat karakteristik drainase
- Ganti balutan, gunakan teknik aseptik
- Dorong posisi miring dengan kepala tinggi, hindari duduk lama
- Iritasi luka., gunakan cairan fisiologis, H2O2 3% antibiotik

Daftar Pustaka
 Dyayadi, M. T. 2009. Pembunuh Ganas dan Ditakuti itu Bernama Kanker. Kalimantan
Timur: Riz’ma
 Nugroho, Taufan. 2011. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta :
Nuha Medika.
 Price, S.A (1995). Patofisiologi, Jakarta ; EGC
 Robbins, dkk., 2012. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku Kedokteran
EGC. Jakarta
 Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai