Anda di halaman 1dari 7

(Persiapan Supervisi)

Karu : Assalamualaikum selamat pagi. Jadi sesuai dengan kontrak kita sebelumnya,
hari ini saya akan melakukan supervisi terkait dokumentasi asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh tim pagi ini. Dan harapannya setelah
dilakukan supervisi ini dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan keperawatan
agar sesuai dengan standar dan tujuan yang ingin dicapai. Bagaimana ners
apakah sudah siap?

Katim : Baik Ners, untuk saat ini kami juga sedang mempersiapkan terkait dokumen-
dokumen yang akan Ners periksa. Sambil menunggu PA 1 PA 2 yang masih
sedang melakukan tindakan ke pasien. Nah ini kebetulan mereka baru selesai
bu

PA 1 2 : Selamat siang bu

Subjektif:
Objektif:
a. Dx medis: close fraktur 1/3 distal dextra
b. Hasil rontgen: close fraktur 1/3 distal dextra
Assesment:
Masalah keperawatan resiko jatuh belum teratasi belum teratasi
Perencanaan:
Lanjutkan intervensi
Pencegahan jatuh (I.14540)
Observasi
a. Identifikasi faktor resiko jatuh (memiliki riwayat jatuh)
b. Hitung skala jatuh menggunakan fall morse scale = 65 (resiko jatuh tinggi)
Terapeutik
a. Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
Gunakan alat bantu berjalan (mis. Kursi roda, walker)

IMPLEMENTASI
1. Memonitor tanda-tanda gangguan sirkulasi; nyeri, pucat, nadi tidak teraba,
parastesia, paralisis
2. Memonitor sirkulasi dan fungsi neurologis pada bagian proksimal dan distal dari
lokasi pemasangan gips
3. Menopang gips dengan bantal sampai gips kering
4. Membersihkan kulit sekitar area pemasangan gips dan sisa material gips
5. Memposisikan gips pada bantal untuk mengurangi ketegangan
6. Meninggikan ekstremitas yang terpasang gips diatas level jantung
7. Memberikan bantalan pada tepi gips
8. Menghindari gips basah
9. Menginformasikan gips akan terasa hangat selama proses pemasangan sampai
keirng
10. Menginformasikan pembatasan aktivitas selama masa pengeringan gips
11. Menganjurkan tidak menggaruk kulit dibawah gips
Mengajarkan cara merawat gips
- Menggidentifikasi perubahan sensasi atau peningkatan nyeri area fraktur
- Memonitor tanda-tanda infeksi; eritema, gips berbau, demam
- Memonitor tanda-tanda gangguan sirkulasi; nyeri, pucat, nadi tidak teraba,
parastesia, paralisis
- Memonitor sirkulasi dan fungsi neurologis pada bagian proksimal dan distal dari
lokasi pemasangan gips
- Menopang gips dengan bantal sampai gips kering
- Membersihkan kulit sekitar area pemasangan gips dan sisa material gips
- Mengatasi segera gangguan sirkulasi; reposisi gips, lakukan rentang gerak
ekstremitas, hilangkan tekanan akibat gips
- Memposisikan gips pada bantal untuk mengurangi ketegangan
- Meninggikan ekstremitas yang terpasang gips diatas level jantung
- Memberikan bantalan pada tepi gips
- Menghindari menekan gips selama masa pengeringan
- Menghindari gips basah
- Menginformasikan gips akan terasa hangat selama proses pemasangan sampai
keirng
- Menginformasikan pembatasan aktivitas selama masa pengeringan gips
- Menganjurkan tidak menggaruk kulit dibawah gips
Mengajarkan cara merawat gips
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap
makanan atau obat- obatan,Sebelumnya pasien tidak pernah
dirawat di Rumah Sakit
Wajah pasien tampak meringis kesakitan,nadi 94
x/menit,RR;20x/menit,TD:130/80 mmHg, Suhu 36,7 C

Berat badan sakit : 54 kg,Tinggi Badan :155 cm


- Pasien mengatakan bisa untuk melakukan aktivitas sendiri seperti mandi,
toileting, berpakaian
- Pemeriksaan penunjang
Laboratorium ( tanggal 12-09-2021 ) HGB 12.2 (g/dl)

1. Faktor sumbatan

Faktor sumbatan merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis


(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4%
karena benda asing, dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh
parasit dan cacing.
Manifestasi dari DM tipe II menurut (Aini, 2016), yaitu :
a. Poliuri (peningkatan pengeluaran urine), terjadi karena diuresis dan
hiperglikemia.
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus), poliuri menyebabkan hilangnya
glukosa, elektrolit (na, klorida, dan kalium) dan air sehingga pasien mersa
haus.
c. Polifagi (peningkatan rasa lapar), sel-sel tubuh mengurangi kekurangan
energi karena glukosa tidak dapat masuk ke sel,akibatnya pasien merasa
sering lapar.
d. Rasa lemah dan kekerasan otot

A. Etiologi
Etiologi Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) sampai saat ini
belum diketahui namun ada hubunganya dengan : Persistence of fetal
positioning, Genetic, Cairan amnion dalam ketuban yang terlalu sedikit
pada waktu hamil (oligohidramnion), Neuromuscular disorder (Kadang
kala ditemukan bersamaan dengan kelainan lain seperti Spina Bifida atau
displasia dari rongga panggul).
Beberapa teori yang kemungkinan berhubungan dengan CTEV:
1. Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak
dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.
2. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel
germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang
mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-
12 kehamilan.
3. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain
hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau
sekbvitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu
deformitas clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi
setelah minggu ke-9, terjadilah deformitasclubfoot yang ringan hingga
sedang.
4. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat
intrauterine crowding.
5. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
6. Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.
7. Sindrom Edward, yang merupakan kelainan genetic pada kromosom
nomer 18
8. Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih didalam
kandungan dikarenakan sedikitnya cairan ketuban (oligohidramnion)
9. Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti
spina bifida
10. Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung
1. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:

a. Gagal ginjal.
b. Efusi pleura.
c. Hepatomegali.
d. Gagal jantung
2. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Susalaningrum, R. (2013) pada pemeriksaan darah pasien DHF
akan dijumpai sebagai berikut.

a. Hb dan PCV meningkat (> 20 %).


b. Trmbisitopenia (< 100.000/ml).
c. Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
d. Ig D dengue positif
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia,
hiponatremia.
f. Urin dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik: pCO2 < 35-40 mmHg, HCO3 rendah.
SGOT/SGPT mungkin meningkat
1. Kepala & Leher
a. Kepala:
Persebaran rambut merata, rambut hitam

Rambut sedikit kotor


Bentuk kepala normochepal

Tidak ada lesi

Tidak ada perdarahan

Tidak teraba massa

b. Mata:
Pupil isokor

Konjungtiva anemis

Reflek cahaya +/+

Tidak ada gangguan penglihatan

Ikterik (-)

c. Hidung:
Bentuk simestris

Tidak ada perdarahan

Tidak terdapat lesi

Terpasang nasal canule dengan aliran oksigen 5 liter/menit

d. Mulut & tenggorokan:


Mukosa bibir kering

Sianosis tidak ada

Tidak terdapat perdarahan

Tidak ada lesi

e. Telinga:
Daun telinga simestris

Lubang telinga bersih

Tidak ada lesi

Tidak ada perdarahan

Tidak ada cairan telinga

Tidak ada gangguan pendengaran

f. Leher:
Tidak ada lesi

Tidak ada edema

Tidak ada massa

Tidak ada deviasi trakea

Nadi karotis teraba kuat

Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening


Tidak ada distensi vena jugularis

2. Thorak & Dada:


a. Paru
- Inspeksi:
Tidak ada otot bantu pernafasan, pergerakan dinding dada simetris,

- Palpasi:
Traktil fremitus teraba
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi dalam 2 sampai 3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya
gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa
darah menurun hingga 40mg% pada bayi dan 50 persen pada anak-anak.

2) Gangguan gizi
Terjadi penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:

a) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
b) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
c) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
3) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, sehingga perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan pada otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi pasien bisa
meninggal.
P (Provokatif ) : Klien mengatakan timbul nyeri pada saat mau
bergerak.
Q (qualiti ) : Klien mengatan nyeri terasa seperti diiris-iris setiap
ingin melakukan aktivitas bergerak.
R (radiation ) :Klien mengatakan nyeri disekitar area abdomen

S (severity) : Klien tanpak meringis, skala nyeri 5, nyeri yang


dirasakan klien disertai nadi dan nafas cepat, klien merasa tidak
nyaman ketika nyeri datang.
T (Time ) : Klien mengatakan nyeri terasa hilang timbul, nyeri dirasakan saat mau
bergerak.

DAFTAR PUSTAKA

Potter and Perry. 2015. Fundamental of Nursing. USA: Mosby

Wartonah, Tarwoto. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

DAFTAR PUSTAKA

Potter and Perry. 2015. Fundamental of Nursing. USA: Mosby

Wartonah, Tarwoto. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai