Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Sectio caesar

Post adalah sesudah (Tiran, Denis, 2006). Sectio caesaria adalah cara melahirkan janin dengan
menggunakan insisi pada perut dan uterus (Bobak, 2004) . Sectio caesaria adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Wiknjosastro, 2002: 863). Jadi
post Sectio Caesaria dengan indikasi preeklamsia berat adalah masa setelah proses pengeluaran janin
yang dapat hidup di luar kandungan dari dalam uterus ke dunia luar dengan menggunakan insisi pada
perut dan uterus karena adanya hipertensi, edema dan proteinuria.

B. Definisi Eklampsia

Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai
dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala
preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri). (Wirjoatmodjo, 2000: 49).

Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk menjadi kejang
(Helen Varney;2007)

Eklampsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu kondisi yang dirumuskan penyakit
hipertensi yang terjadi oleh kehamilan, menyebabkan kejang dan koma, (kamus istilah medis : 163,2001)

Eklampsia merupakan serangan kejang yang diikuti oleh koma, yang terjadi pada wanita hamil dan nifas
(Ilmu Kebidanan : 295, 2006)

C. Klasifikasi Eklamsia

Eklampsia di bagi menjadi 2 golongan :

1. Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan (ini paling sering terjadi),

a. Kejadian 15% sampai 60 %

b. Serangan terjadi dalam keadaan hamil

2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan

a. Kejadian sekitar 30 % sampai 35 %

b. Saat sedang inpartu


c. Batas dengan eklampsia gravidarum sulit ditentukan

3. Eklampsia postpartum ialah eklampsia setelah persalinan

a. Kejadian jarang

b. Terjadinya serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

D. Etiologi

Etiologi dan patogenesis Preeclampsia dan Eklampsia saat ini masih belum sepenuhnya dipahami, masih
banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”.
Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk dapat menerangkan terjadinya Preeklampsia
adalah : factor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah, dan keadaan dimana jumlah throphoblast
yang berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi throphoblast terhadap arteri spiralis
pada awal trimester satu dan dua.

E. Manifestasi Klinis

Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau koma. Kejang dalam
eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :

1. Tingkat awal atau aura (invasi)

Berlangsung 30 – 35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong), kelopak mata
dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.

2. Stadium kejang tonik

Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam,
pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira – kira 20 – 30
detik.

3. Stadium kejang klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang – ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup,
keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit.Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan
sianosis.Setelah berlangsung 1 -2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas,
seperti mendengkur.

4. Stadium koma

Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam – jam.Kadang antara kesadaran timbul
serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
F. Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematia ibu dan janin, usaha utama adalah melahirkan bayi hidup dari
ibu yang menderita preeclampsia dan eklampsia.

1. Terhadap janin dan bayi.

a. Solution plasenta

b. Asfiksia mendadak, persalinan prematuritas, kematian janin dalam rahim.

c. Hemolisis

2. Terhadap ibu

a. Hiprofibrinogenemia

b. Perdarahan otak

c. Kelainan mata

d. Edema paru – paru

e. Nekrosis hati

f. Sindroma HELLP

g. Kelainan ginjal

h. Komplikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang - kejang
pneumonia aspirasi, dan DIC.

i. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah rutin

b. Pemeriksaan darah lengkap


2. Pemeriksaan diagnostik

a. Ultrasonografi

b. Elektrokardiograf

H. Penatalaksanaan umum

1. Penanganan Kejang :

a. Beri obat anti konvulsan

b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan tabung O2 )

c. Lindungi pasien dengan keadaan trauma

d. Aspirasi mulut dan tonggorokkan

e. Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi

f. Beri oksigen 4-6 liter / menit

2. Penanganan Umum :

a. Jika tekanan diastolic > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolic diantara 90-100
mmHg.

b. Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 gauge atau lebih)

c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload

d. Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuric

e. Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam

f. Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam

g. Pantau kemungkinan oedema paru

h. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu
dan janin.

i. Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam

j. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretic

k. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside


l. Dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai larutan 20%, selama 5 menit. Diikuti dengan
MgSO4 (50%) 5 gr 1ml dengan 1 ml lignokain 2% (dalam setopril yang sama) pasien akan merasa agar
panas sewaktu pemberian MgSO4

m. Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% (1ml) 1 m setiap 4 jam kemudian


dilanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir

n. Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16 / menit. Refleks Patella (+),
urin minimal 30 ml / jam dalam 4 jam terakhir

o. Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < / >

p. Siapkan antidotlim jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium glukonat 2 gr ( 20
ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi.

I. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah :

1. Data subyektif :

a. Identitas pasien dan penanggung jawab:Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20
tahun atau > 35 tahun

b. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium,
mual muntah, penglihatan kabur.

c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik,
DM

d. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan
dengan pre eklampsia atau eklampsia sebelumnya

e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan

f. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu
kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
2. Data Obyektif :

a. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam

b. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema

c. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress

d. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika refleks + )

3. Pemeriksaan penunjang :

a. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam

b. Laboratorium : protein urine dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt
atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml

c. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu

d. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak

e. USG ; untuk mengetahui keadaan janin

f. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin.

J. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

Diagnosa Post Op :

1. Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

K. Rencana Tindakan Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah upaya yang dilakukan perawat untuk mencapai hasil yang diharapkan
yaitu kesembuhan pasien dan kemampuan pasien melakukan atau memenuhi kebutuhan hidupnya
kembali dan tujuan pemulangan pasien.Intervensi pada pasien dengan eklampsia meliputi :

Intervensi Post Op :
1. Resiko cidera berhubungan dengan kejang berulang

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah keperawatan
dapat teratasi dengan kriteria hasil :

a. Kesadaran Compos Metis , GCS : 15 ( 4-5-6 )

b. Tanda – tanda vital dalam batas normal

TD : 120/80 mmHg

Suhu : 36 – 37 C

Nadi : 60 – 80 x/menit

RR : 16 – 20 x/menit

Rencana tindakan :

1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam

Rasional: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi dari PIH

2) Kaji tingkat kesadaran pasien

Rasional: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak

3) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia (hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi, dan respirasi,
nyeri epigastrium dan oliguria )

Rasional: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru
yang mendahului status kejang

4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM

Rasional: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya kejang

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah keperawatan
dapat teratasi dengan kriteria hasil :

a. Klien tidak meringis

b. Skala nyeri 2 – 3 ( 1 – 10 )

c. Pasien melaoporkan rasa nyeri hilang atau berkurang

Rencana tindakan :
1) Kaji skala nyeri

Rasional: Setiap skala nyeri memiliki managemen yang berbeda

2) Ajarkan teknik relaksasi

Rasional: Relaksasi dapat mengalihkan persepsi nyeri

3) Ajarkan teknik nafas dalam

Rasional: Tekhnik nafas dalam dapat mengurangi rasa nyeri

4) Berikan posisi yang nyaman

Rasional: Posisi yang nyaman dapat mengurangi sensasi nyeri

5) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional: Terapi analgetik dapat membantu melokalisir nyeri

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah keperawatan
dapat teratasi dengan kriteria hasil :

a. Menunjukkan regenerasi jaringan dan mencapai penyembuhan tepat waktu

b. Pada area luka tampak bersih dan tidak kotor

c. Luka tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Rencana tindakan :

1) Monitor tanda – tanda vital

Rasional: Mengetahui keadaan umum klien

2) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa

Rasional: Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi

3) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka

Rasional: Meminimalkan terjadinya kontaminasi

4) Kolaborasi pemeriksaan darah : leukosit

Rasional: Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi

5) Kolaborasi pemberian obat - obatan antibiotika sesuai indikasi


Rasional: Obat antibiotik dapat membantu membunuh kuman

DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeh.J.2009 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa Tim penerbit PSIK UNPAD,
Jakarta: EGC

Intansari, Nurjannah. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NIC & NOC. Yogyakarta: mocaMedia

Mansjoer, Arief. 2002. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta:Salemba Medika.

Manuaba, I.B. 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC

Mitayani. 2012. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakart: Salemba Medika.

Price, Silvia A, 2006. Patofisiologi, volume 2, Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Reeder, SJ. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga. Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai