Anda di halaman 1dari 2

Rezim Neolib Rela Menyerahkan Pendidikan Generasi ke Tangan Asing

Oleh:
Waty Indriani*

Rencana pemerintah mendatangkan dosen asing ke Indonesia belakangan ini semakin


mengemuka. Pasalnya pemerintah Jokowi-JK bermaksud membuat KEK dalam bidang jasa, salah satunya
adalah KEK pendidikan untuk mengembangkan jumlah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam rangka
menarik lebih banyak investasi. Lewat KEK pendidikan inilah, pemerintah bakal mengundang dosen asing
untuk mengajar di Indonesia. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono
Moegiarso, mengatakan bahwa saat ini pemerintah tengah merevisi aturan terkait KEK, membuat
beberapa insentif untuk menarik tenaga pendidik asing ke Indonesia.
“KEK, ada dua revisi PP, finalisasi PP KEK, fasilitasi fiskal KEK. Ada beberapa pending, karena KEK ditambahi
tax holiday allowance,” ujar Susiwijono (Sumber: detik.com)
Susiwijono juga menjelaskan, dengan adanya KEK pendidikan, Indonesia berpotensi memiliki kampus atau
sekolah bertaraf internasional dengan para pengajar asing. Masyarakat tidak perlu harus ke luar negeri
untuk kuliah karena alasan kualitas dan kelengkapan teknologi. Dengan adanya kawasan tersebut, maka
fasilitas itu bisa didapatkan di dalam negeri (Sumber: kumparan.com)
Bila ditinjau lebih lanjut, rencana pemerintah mengembangkan KEK pendidikan dan
mendatangkan dosen asing adalah bentuk dari liberalisasi pendidikan yang tentunya tidak lepas dari
kepentingan para pemilik modal. Tujuannya untuk semakin mengokohkan hegemoni kapitalisme global
yang diterapkan di Indonesia. Liberalisasi pendidikan merupakan paket yang tidak bisa dipisahkan dengan
keberadaan sistem kapitalisme itu sendiri. Cengkeraman sitem kapitalisme tidaklah mengakar bila sistem
pendidikan tidak diliberalisasi.
Dalam sistem kapitalis, peran negara diminimalisasi dan mengoptimalkan peran swasta/asing.
Sehingga negara hanya berfungsi sebagai regulator saja dan menyerahkan pengelolaan pendidikan
kepada pihak swasta dan asing. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga asing
yang memandang dunia pendidikan sebagai industri tersier. Pandangan ini dipelopori oleh WTO-
organisasi perdagangan dunia melalui GATS (General Agreement on Trade in Service), yang mengatur
liberalisasi perdagangan, termasuk pendidikan tinggi.
World Trade Organization (WTO) sendiri telah mengatur perdagangan jasa pendidikan melalui
empat cara. Pertama, cross border supply. Lembaga pendidikan pada suatu negara dapat menjual jasa
pendidikan tanpa kehadiran fisiknya kepada konsumen di negara lain. Program pendidikan jarak jauh
(distance learning) dan pendidikan maya (virtual education) merupakan model seperti ini. Kedua,
comsumption abroad. Lembaga pendidikan suatu negara dapat menjual jasa pendidikan dengan
menghadirkan konsumen dari negara lain. Ketiga, movement of natural persons. Lembaga pendidikan di
suatu negara merekrut pendidik dari negara lain. Keempat, commercial presence. Lembaga pendidikan
asing bermitra (partnership), membuka cabang (subsidiary), atau perkulihan ganda (twinning
arrangement) dengan lembaga pendidikan lokal.
Dengan adanya kebijakan tersebut, liberalisasi pendidikan lewat KEK pendidikan nantinya
memiliki konsekuensi manajerial yang dirancang dan dikontrol oleh asing. Atas dasar pertimbangan
efisiensi dan produktivitas, pengelolaan pendidikan akan dikelola dengan model waralaba. Kampus atau
sekolah yang tumbuh di Indonesia nantinya adalah kampus atau sekolah yang memiliki induk di negara
asal. Pengajarnya pun akan diimpor dari luar negeri.

Impor pendidik atau dosen dari luar negeri juga merupakan bagian dari agenda penjajahan asing
meliberalisasi pendidikan di Indonesia, dengan dalih untuk meningkatkan mutu SDM, transfer ilmu
pengetahuan dan tekhnologi, dll. Padahal, keberadaan pendidik/dosen asing dapat menjadi ancaman bagi
generasi bangsa. Melalui transfer budaya, penyusupan pemahaman dan pemikiran kapitalis sekuler akan
menciptakan manusia-manusia sekuler yang hidup dengan prinsip-pinsip sekuler. Lebih dari itu, ini adalah
serangkaian kepentingan untuk mewujudkan SDM yang pro kepada kapitalis, yaitu pro terhadap
konsorsium ekonomi internasional seperti IMF dan World Bank. SDM pabrikan pro kapitalis ini sangat
diperlukan untuk memuluskan agenda-agenda kapitalis global di negara ini.
Selain itu, liberalisasi pendidikan merupakan upaya memproduksi SDM murah yang mudah untuk
dieksploitasi. Lembaga pendidikan akhirnya tidak lebih dari produsen tenaga kerja pesanan pasar yang
berorientasi pada tenaga kerja terampil namun mengabaikan faktor pembinaan kepribadian meraka.
Kondisi buruk tersebut akan terus berlangsung selama negara masih mengadopsi dan
menerapkan sistem sekuler kapitalisme. Oleh karena itu, perlu adanya solusi tuntas untuk mengatasi
keruwetan sistem pendidikan di negara ini.
Berbicara mengenai solusi problematika pendidikan, maka kita berbicara tentang dua hal yaitu
perubahan paradigma pendidikan dan pelaksanaan sistem pendidikan oleh negara. Perubahan paradigma
pendidikan, dari paradigma pendidikan kapitalis yang sekuler menjadi paradigma pendidikan Islam sangat
penting untuk mengembalikan fungsi pendidikan sebagai proses pembentukan kepribadian Islam.
Pengejawantahan paradigma ini membutuhkan komponen kedua, yaitu negara. Negara yang dimaksud
adalah Daulah Khilafah Islamiyah. Negara menjadi penentu kurikulum dan metode pendidikan dari tingkat
dasar hingga perguruan tinggi dengan menjadikan aqidah Islam sebagai asas kehidupan. Negara juga
berkewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai untuk menjamin
proses pengajaran kepada seluruh warga negara dapat berlangsung secara optimal.
Contoh praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota
Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram
emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas pendidikan disediakan
seperti perpustakaan, rumah sakit, dan pemandian.
Selanjutnya, negara juga memberikan jaminan kesejahteraan kepada tenaga pendidik
profesional, baik guru maupun dosen. Gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban
negara yang diambil dari kas Baitul Mal. Mereka juga akan memperoleh sarana dan prasarana yang
menunjang aktivitas mereka sebagai pendidik. Maka, tak mengherankan bila di dalam sistem Islam
bermunculan generasi-generasi cemerlang yang dicetak oleh tenaga pendidik yang berkualitas.
Karena itu, jika ingin menuntaskan problematika pendidikan di negeri ini diperlukan adanya
sistem negara dengan kualitas nomor wahid. Sistem itu tiada lain adalah sistem Islam, yang mewujud
dalam penerapan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

*diolah penulis dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai