Anda di halaman 1dari 36

TUTORIAL

DERMATOTERAPI

Pembimbing :
dr. Afaf Agil Al Munawar, Sp.KK

Disusun Oleh :
Indri Larassandi Fratiwi (2015730060)
Jamila Fitri Ratna Juwita (2015730064)
Laila Nurul Lita (2015730075)
Lulu Nuraini Rahmat (2015730080)
Zahara Amalia (2015730136)

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT KULIT


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PERIODE 21 Juli – 25 Agustus 2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkah kasih sayang serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Tutorial dengan judul “Dermatoterapi”.
Makalah ini membahas mengenai pengobatan atau terapi untuk
mengkoreksi berbagai kelainan kulit. Tujuan dibuatnya makalah ini untuk
memenuhi tugas kepaniteraan di Stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini terutama kedua orang tua dan keluarga. Semoga
Allah membalas segala kebaikan kita dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua, khususnya bagi penulis. Aamiin.

Jakarta, Agustus 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Pengobatan Topikal .................................................................................. 3

2.1.1 Bentuk Sediaan Topikal .................................................................... 3

2.1.2 Mekanisme Kerja ............................................................................ 17

2.1.3 Cara Pakai ....................................................................................... 18

2.1.4 Prinsip Pemilihan Sediaan .............................................................. 19

2.2 Pengobatan Sistemik .............................................................................. 21

2.3 Pengobatan Fisik .................................................................................... 27

2.4 Pengobatan Alternatif dan Komplementer ............................................. 28

2.5 Tindakan Bedah ...................................................................................... 28

2.6 Dermatologi Kosmetik ........................................................................... 30

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 32

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia dan bagian tubuh

terbesar yang memiliki banyak fungsi penting, di antaranya adalah fungsi

proteksi, termoregulasi, respon imun, sintesis senyawa biokimia, dan peran

sebagai organ sensoris1. Dari kulit, muncul berbagai aksesoris yang terdiri

dari indera manusia; rambut (kasar dan halus), kuku, dan kelenjar (sekretnya

terurai oleh mikroorganisme dan keluarlah bau)2. Kelainan kulit dapat

merupakan manifestasi penyakit auotimun, kencing manis, hipotiroid,

kanker darah, kolesterol tinggi, dan lain-lain.

Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

pengobatan penyakit kulit. Pengobatan penyakit kulit ada banyak

macamnya, yaitu medikamentosa (topikal atau sistemik), bedah kulit (bedah

skalpel, bedah listrik, bedah kimia, bedah beku), penyinaran (radioterapi,

sinar UV, sinar laser), serta psikoterapi. Umumnya di departemen kulit dan

kelamin pengobatan penyakit kulit terdiri atas topikal, sistemik dan intralesi.

Pengobatan topikal dilakukan bila lesinya sedikit, dan jika didapatkan hasil

laboratorium tidak normal, misalnya menurunnya fungsi hati dan ginjal.

Sedangkan pengobatan sistemik dilakukan apabila lesinya luas,

predileksinya sulit untuk pengobatan topikal, jika pengobatan topikal belum

memadai, pasien imunokompremais dan hasil laboratorium normal.3

1
Terapi topikal merupakan metode yang nyaman, namun

keberhasilannya bergantung pada pemahaman kita mengenai fungsi sawar

kulit. Keuntungan utamanya adalah dapat memintas jalur metabolisme obat

pertama (first-pass metabolism) di hati.4 Terapi topikal juga dapat

menghindari risiko dan ketidaknyamanan seperti pada terapi yang diberikan

secara intravena, serta berbagai hal yang mempengaruhi penyerapan obat

pada terapi peroral, misalnya perubahan pH, aktivitas enzim, dan

pengosongan lambung. Keuntungan lain, yaitu karena penyerapan sistemik

pada terapi topikal dapat diabaikan maka efek samping maupun interaksi

obat pada terapi topikal jarang terjadi.4

1.2 Tujuan Penulisan

a) Memahami mengenai jenis-jenis terapi pada penyakit kulit.

b) Memperkenalkan bentuk dan cara pengobatan pada penyakit kulit

sesuai dengan keadaan penyakit.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengobatan Topikal


Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari pengaruh
fisik dan kimiawi obat-obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit.
Pengaruh fisik antara lain ialah mengeringkan, membasahi (hidrasi),
melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan, dan melindungi
(proteksi) dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk
mengadakan homeostasis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan
jaringan di sekitarnya ke keadaan fisiologis yang stabil dengan segera. Obat
topikal juga digunakan untuk menghilangkan gejala-gejala yang
mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas. Pengaruh lain obat topikal
adalah khasiat kimiawi yang spesifik terhadap organisme di kulit atau
terhadap kulit itu sendiri. Secara ideal maka pemberian obat topikal harus
berkhasiat secara fisik maupun kimiawi. Prinsip obat topikal secara umum
terdiri atas 2 bagian, yaitu bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif.

2.1.1 Bentuk Sediaan Topikal


a) Zat Pembawa (Vehikulum)
Vehikulum adalah zat inaktif/ inert yang digunakan dalam sediaan
topikal sebagai pembawa obat/ zat aktif agar dapat berkontak dengan
kulit. Meskipun inaktif, aplikasi suatu vehikulum pada kulit dapat
memberikan beberapa efek yang menguntungkan, meliputi efek fisik
misalnya efek proteksi, mendinginkan, hidrasi, mengeringkan/
mengangkat eksudat, dan lubrikasi, serta efek kimiawi/ farmakologis,
misalnya efek analgesik, sebagai astringent, antipruritus, dan
bakteriostatik6. Berdasarkan komponen penyusunnya, vehikulum
dapat digolongkan dalam monofasik, bifasik, dan trifasik6. Yang
termasuk vehikulum monofasik di antaranya adalah bedak, salep, dan
cairan. Bedak kocok, pasta, dan krim tergolong dalam vehikulum

3
bifasik. Sementara pasta pendingin merupakan contoh vehikulum
trifasik. Selain ketiga kelompok besar vehikulum di atas, terdapat
vehikulum lain yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu
golongan tersebut, yaitu jel.4

Gambar.1 Vehikulum

1. Bedak
Bedak merupakan vehikulum solid/padat yang memiliki efek
mendinginkan, menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada
daerah aplikasi6. Bedak ini sediaan topikal berbentuk padat terdiri
atas talcum venetum dan oxydum zincicum dalam komposisi
yang sama. Bedak memberikan efek sangat superfi sial karena
tidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya
penetrasi. Efek bedak ialah:
- Mendinginkan.
- Antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi.
- Anti-pruritus.
- Mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo).
- Proteksi mekanis.
Indikasi pemberian bedak adalah dermatosis yang kering dan
superficial.dan mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah,

4
misalnya pada varisela dan herpes zoster.. Sedangkan
kontraindikasinya adalah dermatitis yang basah, terutama bila
disertai dengan infeksi sekunder.3,5
2. Salep
Salep merupakan sediaan semisolid yang dapat digunakan pada
kulit maupun mukosa. Bahan dasar salep yang digunakan dalam
dermatoterapi dibagi dalam empat kelompok yaitu; 1)
hidrokarbon, 2) bahan penyerapan, 3) bahan dasar emulsi, dan 4)
bahan yang larut air (watersoluble based). Salep berbahan dasar
hidrokarbon memiliki efek sebagai emolien, efek oklusi, dan
mampu bertahan pada permukaan kulit dalam waktu lama tanpa
mengering7. Bahan dasar hidrokarbon yang paling banyak
digunakan adalah petrolatum putih dan petrolatum kuning.
Bahan dasar penyerapan pembentuk salep terdiri atas lanolin dan
turunannya, kolesterol dan turunannya, serta sebagian ester dari
alkohol polihidrat. Kelompok bahan dasar ini memiliki efek
lubrikasi, emolien, efek proteksi, serta karena sifat hidrofiliknya,
dapat digunakan sebagai vehikulum obat/ zat aktif yang larut air6.
Indikasi pemberian salap, yaitu dermatosis yang kering dan
kronik, dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi
salap paling kuat jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya
dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta. Kontraindikasinya
adalah salep tidak dipakai pada radang akut, dermatitis madidans
terutama dermatosis eksudatif karena tidak dapat melekat, juga
pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan
perlekatan.3,5
3. Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan
pelarutnya murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan
pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura. Cairan
digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang

5
dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen dan
antimikroba. Indikasi cairan Penggunaan kompres terutama
kompres terbuka dilakukan pada dermatitis eksudatif (pada
dermatitis akut atau kronik yang mengalami eksaserbasi), dan
infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres
terbuka ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi
eritema seperti eritema pada erisipelas. Sedangkan untuk ulkus
yang kotor ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga
ulkus menjadi bersih.3,5

4. Bedak Kocok
Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, yang biasanya
ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak
tidak terlalu kental dan tidak cepat menjadi kering, maka jumlah
zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10-15%. Hal ini
berarti bila beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka
persentase tersebut jangan dilampaui. Indikasinya yaitu,
dermatosis yang kering, superficial dan agak luas, yang
diinginkan ialah sedikit penetrasi dan pada keadaan subakut.
Kontraindikasinya adalah dermatitis madidans.dan pada daerah
badan yang berambut.4,2
5. Krim
Krim merupakan sediaan semisolid yang mengandung satu atau
lebih zat aktif yang terdispersi dalam suatu medium pendispersi
dan membentuk emulsi. Untuk kestabilan emulsi, digunakan
suatu agen pengemulsi (emulsifier). Berdasarkan fase internalnya,
krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim water-in-
oil. Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25 persen
dengan minyak sebagai medium pendispersi. Krim oil-in-water
mengandung air lebih dari 31 persen. Formulasi ini merupakan

6
bentuk yang paling sering dipilih dalam dermatoterapi. Indikasi
sebagai kosmetik aatau untuk dermatosis yang subakut dan luas,
yang dikehendaki adalah penetrasi yang lebih besar daripada
bedak kocok dan krim juga boleh digunakan di daerah yang
berambut. Sedangkan kontraindikasinya adalah dermatitis
madidans.3,5
6. Pasta
Pasta merupakan campuran homogeni bedak dan vaselin. Pasta
bersifat protektif dan mengeringkan. Efek pasta lebih melekat
dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi
lebih rendah dari salep. Indikasinya digunakan untuk dermatosis
yang agak basah. Dan kontraindikasinya dermatosis yang
eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital
eksterna dan lipatan-lipatan badan pasta tidak dianjurkan karena
terlalu melekat.3,5
7. Linimen/ Pasta Pendingin
Linimen atau pasta pendingin adalah campuran cairan, bedak,
salap. Indikasinya untuk dermatosis yang subakut.
Kontraindikasinya dermatosis madidans.3,5
8. Gel
Gel merupakan sediaan semisolid yang mengandung molekul
kecil maupun besar yang terdispersi dalam cairan dengan
penambahan suatu gelling agent. Formulasi yang dibutuhkan
dalam membentuk gel adalah air, propilen glikol, dan atau
polietilen glikol ditambah dengan suatu bahan pembentuk gel.
Gelling agent yang biasa digunakan adalah carbomer 934 serta
carboxymethylcellulose dan hydroxypropylmethyl-cellulose yang
merupakan turunan dari selulosa. Bahan dasar pembentuk jel
merupakan bahan yang larut air (water soluble based) dan tidak
mengandung minyak. Bahan dasar ini lebih sering digunakan
pada sediaan topikal agar konsentrasi pada permukaan kulit lebih

7
tinggi dan membatasi penyerapan ke dalam kulit, misalnya pada
berbagai antifungal dan antibiotik topical. Gel juga baik dipakai
pada lesi di kulit yang berambut. Berdasarkan sifat dan
komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan yaitu mampu
berpenetrasi lebih jauh dari krim, sangat baik dipakai untuk area
berambut dan isukai secara kosmetika.3
9. Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak
dapat larut terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai
20%. Komponen yang tidak tergabung ini menyebabkan dalam
pemakaian losion dikocok terlebih dahulu. Pemakaian losion
meninggalkan rasa dingin oleh karena evaporasi komponen air.
Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah diaplikasikan,
tersebar rata, favorit pada anak. Contoh losion yang tersedia
seperti losion calamin, losion steroid, losion faberi.5
10. Foam aerosol
Foam aerosol merupakan emulsi yang mengandung satu atau
lebih zat aktif menggunakan propelen untuk mengeluarkan
sediaan obat dari wadah. Foam aerosol merupakan sediaan baru
obat topikal. Foam dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi
dan surfaktan serta pelarut. Sediaan foam yang pernah dilaporkan
antara lain ketokonazol foam dan betametasone foam.
Keistimewaan foam adalah foam saat diaplikasikan cepat
mengalami evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat
berpenetrasi, sediaan foam memberikan efek iritasi yang
minimal.5

b) Bahan Aktif
Selain vehikulum, bahan aktif juga menjadi faktor penting dalam
pengobatan penyakit kulit. Di dalam resep harus ada bahan aktif
dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi satu sama lain.

8
Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat
tercampurkan atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T.
(obat tidak tercampurkan). Bahan aktif yang digunakan di
antaranya ialah:3
1. Alumunium Asetat
Contohnya ialah larutan Burowi yang mengandung aluminium
asetat 5%. Efeknya ialah astringen dan antiseptic ringan. Jika
hendak digunakan sebagai kompres diencerkan 1 : 10.
2. Asam Asetat
Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptic
untuk infeksi Pseudomonas.
3. Asam Benzoat
Asam benzoat mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal.
Digunakan dalam salep, contohnya dalam salap Whitfield dengan
konsentrasi 5%.
4. Asam Borat
Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai
bedak, kompres atau dalam salap berhubungan efek antiseptiknya
sangat sedikit dan dapat bersifat toksik, terutama pada kelainan
yang luas dan erosif terlebih-lebih pada bayi.
5. Asam Salisilat
Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam
pengobatan topikal. Efeknya ialah mengurangi proliferasi epitel
dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu.
6. Asam Undersilenat
Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau
krim. Dicampur dengan garam seng (Zn undecylenic) 20 %.
7. Asam vit A (tretinoin, asam retinoat)
Efek vit A adalah memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika
terjadi gangguan, meningkatkan sintesis D.N.A dalam epithelium
germinatif, meningkatkan laju mitosis, menebalkan stratum

9
granulosom dan menormalkan parakeratosis. Indikasinya, yaitu
oenyakit dengan sumbatan folikular. penyakit dengan
hyperkeratosis. Dan ada proses menua kulit akibat sinar matahari.
8. Benzokain
Bnzokain bersifat anesthesia. Konsentrasinya ½-5%, tidak larut
dalam air, lebih larut dalam minyak (1 : 35), dan lebih larut lagi
dalam alcohol. Dapat digunakan dalam vehikulum yang lain.
Sering menyebabkan sensitisasi.
9. Benzil Benzoat
Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan
sebagai emulsi dengan konsentrasi 20% atau 25%.
10. Camphora
Konsentrasinya 1-2%. Bersifat antiprutitus berdasarkan
penguapan zat tersebut sehingga terjadi pendinginan. Dapat
dimasukkan ke dalam bedak atau bedak kocok yang mengandung
alcohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan krim.
11. Kortikosteroid
Penggolongan kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan
besar, di antaranya berdasarkan anti-inflamasi dan antimitotik.
Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid adalah:
psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis
seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis,
dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa,
dan dermatitis solaris (fotodermatitis). Maka dipilih
kortikosteroid yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga
murah; di samping itu ada beberapa factor yang perlu
dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum,
kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas/tidaknya lesi,
dalam/dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga
dipertimbangkan umur penderita.3

10
Penggunaan kortikosteroid pada umumnya dianjurkan pemakaian
salep 2-3 x/hari sampai penyakit tersebut sembuh. Perlu
dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah
menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena
pemberian obat yang berulang-ulang; berupa toleransi akut yang
berarti efek vasokonstriksinya akan menghilang, setelah
diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul
kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap
dilanjutkan. Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak
lebih dari 4-6 minggu untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih
dari 2 minggu untuk potensi kuat. Efek samping terjadi akibat
penggunaan kortikosteroid yang lama dan berlebihan dan
penggunaan kortikosteroid dengan potensi kuat atau sangat kuat
atau penggunaan secara oklusif. Gejala efek sampingnya adalah
atrofi, strie atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis
akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dermatitis
perioral, menghambat penyembuhan ulkus, Infeksi mudah terjadi
dan meluas. Dan gambaran klinis penyakit infeksi menjadi
kabur.3
Tabel 1. Golongan Kortikosteroid Topikal

Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik


Golongan I : Diprolene ointment 0,05% betamethason
(super poten) dipropionate
Diprolene AF cream
Psorcon ointment 0,05% diflorasone diacetate
Temovate ointment 0,05% clobetasol proprionate
Temovate cream
Ultravate ointment 0,05% halobetasol proprionate
Ultravate cream
Golongan II : Cyclocort ointment 0,1% amcinonide

11
(potensi tinggi)
Diprosone ointment 0,05% betamethason
dipropionate
Elocon ointment 0,01% mometasone fuorate
Florone ointment 0,05% diflorasone diacetate
Halog ointment 0,01% halcinonide
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment 0,05% fluocinonide
Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment 0,05% diflorasone diacetate
Maxivate ointment 0,05% betamethason
dipropionate
Maxivate cream
Topicort ointment 0,25% desoximetasone
Topicort cream
Topicort gel 0,05% desoximetasone

Golongan III : Aristocort A ointment 0,1% triamcinolone acetonide


(potensi tinggi)
Cutivate ointment 0,005% fluticasone propionate
Cyclocort cream 0,1% amcinonide
Cyclocort lotion
Diprosone cream 0,05% betamethason
dipropionate
Florone cream 0,05% diflorasone diacetate
Lidex E cream 0,05% fluocinonide

12
Maxiflor cream 0,05% diflorasone diacetate
Maxivate lotion 0,05% betamethason
dipropionate
Topicort LP cream 0,05% desoximetasone
Valisone ointment 0,01% betamethason valerate

Golongan IV : Aristocort ointment 0,1% triamcinolone acetonide


(potensi medium)
Cordran ointment 0,05% flurandrenolide
Elocon cream 0,1% mometasone furoate
Elocon lotion
Kenalog ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Kenalog cream
Synalar ointment 0,025% fluocinolone acetonide
Westcort ointment 0,2% hydrocortisone valerate

Golongan V : Cordran cream 0,05% flurandrenolide


(potensi medium)
Cutivate cream 0,05% fluticasone propionate
Dermatop cream 0,1% prednicarbate
Diprosone lotion 0,05% betamethason
dipropionate
Kenalog lotion 0,1% triamcinolone acetonide
Locoid ointment 0,1% hydrocortisone butyrate
Locoid cream
Synalar cream 0,025% fluocinolone acetonide
Tridesilon ointment 0,05% desonide
Valisone cream 0,01% betamethason valerate
Westcort cream 0,2% hydrocortisone valerate

13
Golongan VI : Aciovate ointment 0,05% aclometasone
(potensi medium)
Aciovate cream
Aristocort cream 0,1% triamcinolone acetonide
DesOwen cream 0,05% desonide
Kenalog cream 0,025% triamcinolone acetonide
Kenalog lotion
Locoid solution 0,1% hydrocortisone butyrate
Synalar cream 0,01% fluocinolone acetonide
Synalar solution
Tridesilon cream 0,05% desonide
Valisone lotion 0,01% betamethason valerate

Golongan VII : Obat topikal dengan hidrokortison, deksametason,


(potensi lemah) glumetalon, prednison, dan metilprednisolon

12. Mentol
Bersifat antipruritik seperti camphora. Pemakaiannya seperti pada
camphora, konsentrasinya ¼-2%.
13. Podofilin
Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai
tingtur untuk kondiloma akuiminatum. Setelah 4-6 jam
hendaknya dicuci.
14. Selenium disulfid
Digunakan sebagai sampo 1% untuk dermatitis seboroik pada
kepala dan tinea versikolor. Kemungkinan terjadinya efek toksik
rendah.

14
15. Sulfur
Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad
dalam dermatologi. Bersifat antiseboroik, anti-akne, antiskabies,
anti bakteri positif gram dan jamur. Yang digunakan ialah sulfur
dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur presipitatum (belerang
endap) berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya dipakai dalam
konsentrasi 4-20%. Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap,
dan bedak kocok. Contoh dalam salap ialah salap 2-4 yang
mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%.
Sedangkan contoh dalam bedak kocok ialah losio kummerfeldi
dipakai untuk akne.3
16. Ter
Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari
batubara, kayu dan fosil. Preparat ter sering yang digunakan ialah
karbonis detergens karena tidak berwarna hitam seperti yang lain
dan tidak begitu berbau. Konsentrasi 2-5%. Efeknya antipruritus,
antiradang, antiekzem, antiakantosis keratoplastik, dapat
digunakan untuk psoriasis dan dermatitis kronik dalam salap. Jika
terjadi lesi yang universal, misalnya pada psoriasis, tidak boleh
dioleskan di seluruh lesi karena akan diabsorbsi dan member efek
toksik terhadap ginjal. Cara pengolesan digilir, tubuh dibagi 3,
hari 1: kepala dan ekstremitas atas, hari 2: batang tubuh dan hari
3: ekstremitas bawah. Efek sampingnya pada pemakaian ter perlu
diperhatikan adanya reaksi fototoksik, pada ter yang berasal dari
batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter akne. Efek
karsinogen ter batubara dapat terjadi pada pemakaian yang lama.3
17. Urea
Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai
emolien, dapat dipakai untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada
konsentrasi 40% melarutkan protein.

15
18. Zat antiseptik
Zat ini bersifat antiseptik dan/atau bakteriostatik. Zat-zat
antiseptic lebih disukai dalam bidang dermatologi daripada zat
antibiotic, sebab dengan memakai zat antiseptik persoalan
resistensi terhadap antibiotik dapat dihindarkan. Golongan
antiseptik : alkohol, fenol, halogen, zat-zat pengoksidasi, senyawa
logam berat dan zat warna.
19. Obat Imunomodulator Topikal
Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam riset obat yang
bersifat imunomodulator yaitu yang tercakup dalam terapi imun.
Salah satu obat imunomodulator adalah takrolimus (TKL) suatu
calcinerin inhibitors (CnLs) yaitu suatu makrolactam yang
pertama-tama diisolasi dari streptomyces. TKL dapat diberikan
secara oral, topikal, dan intravena yang dimetabolisme di hati.

16
2.1.2 Mekanisme Kerja
Senyawa yang diaplikasikan pada permukaan kulit, termasuk obat
topikal, masuk ke dalam kulit mengikuti suatu gradien konsentrasi (difusi
pasif). Gradien konsentrasi ditimbulkan oleh perbedaan konsentrasi obat
aktif dalam sediaan yang diaplikasikan pada kulit dan konsentrasi obat aktif
dalam jaringan kulit serta jaringan di bawahnya (dermis dan subkutan).
Analisis farmakokinetik dari suatu sediaan topikal yang diaplikasikan pada
kulit meliputi pembahasan mengenai tiga kompartemen yang dilalui obat
aktif, yaitu vehikulum sebagai pembawa obat aktif, stratum korneum, dan
lapisan epidermis serta dermis.1,5
Untuk dapat masuk ke dalam lapisan kulit, bahan/obat aktif dalam
suatu sediaan topikal harus dilepaskan dari vehikulumnya setelah sediaan
obat topikal diaplikasikan. Pelepasan/disolusi bahan aktif dari
vehikulumnya ditentukan oleh koefisien partisinya. Makin besar nilai
koefisien partisi, maka bahan aktif makin mudah terlepas dari vehikulum.1,5
Bahan aktif yang telah terlepas dari vehikulumnya akan berinteraksi
dengan permukaan kulit/stratum korneum. Bahan aktif yang telah
berinteraksi dengan stratum korneum akan segera berdifusi ke dalam
stratum korneum. Difusi yang terjadi dimungkinkan dengan adanya gradien
konsentrasi. Pada awalnya, difusi bahan aktif terutama berlangsung melalui
folikel rambut (jalur transfolikular). Setelah tercapai keseimbangan (steady
state), difusi melalui stratum korneum menjadi lebih dominan.1,5
a) Jalur transfolikular. Bahan aktif yang masuk ke dalam folikel
rambut akan berpartisi dan selanjutnya berdifusi ke dalam sebum
yang terdapat di dalam folikel rambut hingga mencapai lapisan
epitel pada bagian dalam folikel dan kemudian berdifusi menembus
epitel folikel hingga mencapai lapisan epidermis.
b) Jalur transkorneal (transepidermal). Hingga saat ini, penyerapan
obat interselular (melalui celah di antara korneosit) menjadi jalur
utama pada penyerapan obat transkorneal.

17
Difusi bahan/obat aktif melalui kedua jalur di atas pada akhirnya
akan mencapai lapisan yang lebih dalam yaitu epidermis hingga kemudian
dermis. Dengan adanya pembuluh darah dalam dermis, bahan aktif yang
mencapai lapisan dermis kemudian akan diresorpsi oleh sistem sirkulasi.1,4

Gambar 1. Skema tahapan penyerapan obat melalui kulit

2.1.3 Cara Pakai


Cara aplikasi sediaan obat topikal pada umumnya disesuaikan dengan lesi
pada permukaan kulit. Beberapa cara aplikasi sediaan topikal yaitu:5
1. Oles
Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal yang
umum dilakukan. Cara ini dilakukan untuk hampir semua bentuk sediaan.
Banyaknya sediaan yang dioleskan disesuaikan dengan luas kelainan kulit.
2. Kompres
Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio. Komponen cairan yang
dominan menjadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi berkrusta.

18
Dua cara kompres yaitu kompres terbuka dan tertutup. Pada kompres
terbuka diharapkan ada proses penguapan. Caranya dengan menggunakan
kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan terlampau
erat. Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit
diperas, lalu dibalutkan pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres
tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang
digunakan karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi kompres.
3. Penggunaan oklusif pada aplikasi
Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi sediaan; namun cara
ini tidak banyak digunakan. Berbagai teknik oklusi menggunakan balutan
hampa udara seperti penggunaan sarung tangan vinyl, membungkus
dengan plastik. Teknik oklusi mampu meningkatkan hantaran obat 10-100
kali dibandingkan tanpa oklusi, namun lebih cepat menimbulkan efek
samping obat, seperti efek atrofi kulit akibat kortikosteroid.
4. Mandi
Mandi atau berendam dianggap lebih disukai daripada kompres pada
pasien dengan lesi kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko bulosa.
Contoh zat aktif yang pernah digunakan untuk mandi seperti potassium
permanganate. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan lagi mengingat efek
maserasi yang ditimbulkan.

2.1.4 Prinsip Pemilihan Sediaan


Berbagai hal menjadi pertimbangan dalam pemilihan vehikulum
dalam dermatoterapi, antara lain:1
1) Stadium dan tipe penyakit kulit, prinsip pengobatan basah-
dengan-basah serta keringdengan-kering masih merupakan hal
yang perlu diperhatikan dalam dermatoterapi. Misalnya,
dermatosis akut yang eksudatif ditatalaksana dengan
vehikulum yang bersifat mendinginkan yaitu dengan
menggunakan kompres dengan atau tanpa zat aktif. Sementara
dermatitis kronik dengan kelainan kulit yang kering dapat

19
ditatalaksana dengan menggunakan vehikulum salep, lotion,
dan krim.
2) Tipe/status kulit, vehikulum dapat mengubah keadaan fisik dan
kimiawi kulit dengan cara mempengaruhi kandungan lemak
dan air di dalamnya. Vehikulum yang bersifat hidrofilik sesuai
untuk digunakan pada kondisi kulit normal atau berminyak,
sedangkan vehikulum yang bersifat lipofilik lebih cocok untuk
keadaan kulit yang kering.
3) Lokasi penyakit kulit, pemilihan vehikulum berdasarkan lokasi
anatomis kelainan kulit menjadi hal penting. Ketebalan stratum
korneum dan kepadatan folikel rambut yang bervariasi pada
berbagai lokasi anatomis, mempengaruhi penyerapan sediaan
topikal. Misalnya sediaan berbentuk salep dapat digunakan
dalam pengobatan dermatosis pada telapak tangan atau telapak
kaki. Pertimbangan lain yang berkaitan dengan lokasi anatomis
juga menyangkut kenyamanan pasien dan pertimbangan
kosmetik.
4) Faktor lingkungan, serta faktor lingkungan, misalnya kondisi
iklim yang ekstrim dapat mengubah struktur matriks suatu
vehikulum, sehingga diperlukan uji untuk mengetahui
kestabilan vehikulum pada berbagai keadaan iklim.
5) Pertimbangan kosmetik. Stadium dan tipe penyakit kulit,
penampilan fisik, bau, kemudahan dalam aplikasi, serta
kemampuan untuk tidak meninggalkan residu setelah aplikasi
menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan vehikulum
karena dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
pengobatan.

20
2.2 Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik diperlukan pada kondisi kulit yang berhubungan
dengan penyakit sistemik atau jika pilihan obat topikal tidak adekuat. Obat-
obatan sistemik diantaranya adalah:
a) Glukokortikosteroid sistemik
Glukokortikosteroid/kortikosteroi sistemik (KS) banyak digunakan
dalam bidang dermatologi karena obat tersebut mempunyai obat anti-
inflamasi dan imunosupresi. Penyakit-penyakit berikut ini merupakan
indikasi KS :5
1. Penyakit vesikobulosa autoimun (pemfigus, pemfigoid bulosa)
2. Reaksi anafilaksis (akibat sengatan, alergi obat)
3. Penyakit jaringan ikat dan gangguan vascular autoimun (lupus
eritomatosus sistemik, dermatomyositis)
4. Reaksi kusta tipe 1
5. Urtikaria yang luasatau rekalsitran dan angioedema
6. Lain-lain; pyoderma ganggrenosum, sarcoidosis, penyakit
Behcet

Gambar 2 Kortikosteroid Sistemik

b) Antihistamin
Antihistamin digolongkan menjadi tiga kategori yaitu antihistamin
penghambat resptor H1 (AH1), antihistamin penghambat resptor H2
(AH2), antihistamin penghambat resptor H3 (AH3). AH1 dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu AH1 generasi pertama yaitu yang memiliki

21
efek sedasi karena memiliki kemampuan untuk melewati sawar darah
otak. Sedangkan AH1 generasi kedua tidak dapat menembus sawar
darah otak sehingga efek sedasi minimal atau tidak ada. Antihistamin
H1 digunakan secara luas untuk mengobati urtikaria, angioedema dan
mengobati pruritus akibat berbagai penyebab, misalnya DKA,
berbagai macam dermatitis eksematosa, gigitan serangga, liken
planus, mastositosis, maupun pruritus idiopatik.6

Gambar 3 Antihistamin H1 generasi pertama

Gambar 4. Antihistamin H1 generasi kedua

22
Gambar 5. Antihistamin H2

c) Antibiotik
Antibiotik adalah senyawa terlarut yang dihasilkan oleh organisme
yang menghambat pertumbuhan bakteri. Mayoritas infeksi kulit dan
jaringan lunak disebabkan oleh organisme Gram positif, yang
sebagian besar rentan terhadap agen terkenal dengan spektrum
aktivitas antimikroba yang relatif sempit. Antibiotik β-laktam,
makrolida, dan florokuinolon merupakan antibiotik utama untuk
infeksi kulit dan jaringan lunak yang ringan.2

23
Gambar 6. Antibiotik

d) Antivirus
Antivirus sekarang disetujui untuk pengobatan berbagai infeksi virus.
Resistansi antiviral adalah perhatian yang berkembang, terutama
dalam pengobatan infeksi virus human immunodeficiency. Antiviral
bekerja dengan berbagai cara, dan spektrum aktivitasnya bisa sangat
spesifik (amantadine) atau cukup luas (ribavirin). Penggunaan obat
asiklovir dan gansiklovir telah meningkatkan bioavailabilitas oral dari
agen ini, yang memungkinkan perawatan rawat jalan pada banyak
infeksi herpesvirus.8
e) Antifungi
Diindikasikan untuk infeksi kulit jamur yang luas, tinea pedis,
onikomikosis, dan tinea capitis. Terapi pencegahan untuk
imunosupresi. Kelas utama obat antijamur yang digunakan dalam

24
pengaturan rawat jalan adalah allylamines (terbinafine), triazol
(itrakonazol, flukonazol) dan imidazol (ketokonazol), griseofulvin,
polyenes (nistatin, amfoterisin B), dan oligon ciclopirox. Spesimen
infeksi jamur dapat menjadi penting dalam menentukan lama
pengobatan dan memilih obat yang tepat.8
f) Dapson
Dapson (4,4'-diaminodipenilsulfon) diklasifikasikan sebagai
sulfonamida namun memiliki sifat farmakologis yang unik. Penyakit
dengan respon yang konsisten terhadap dapson adalah dermatitis
herpetiformis, eritema elevatum diutinum, imunoglobulin linier.
Penyakit dermatosis / kronis bulosa erupsi pada anak dan bulosa lupus
eritematosus sistemik. Penyakit dengan respon sporadis terhadap
dapson mencakup spektrum yang luas dan beragam seperti penyakit
kolagen vaskular / autoimun dan jerawat. Dapson juga efektif pada
infeksi tertentu seperti kusta, actinomycetoma, atau rhinosporidiosis.
Efek sampingnya adalah hemolisis dan methemoglobulinemia.8
g) Obat imunosupresif dan imunomodulator
Tujuan utama dalam imunoterapi adalah keamanan dan efektivitas.
Tidak seperti imunomodulator, obat imunosupresif semuanya ditandai
oleh jendela terapeutik yang sempit yang memerlukan dosis yang
tepat dan pemantauan efek samping yang ketat.8
h) Retinoid
Fungsi biologis dan tindakan retinoid (tidak termasuk penglihatan)
meliputi: reproduksi, pertumbuhan embrio, dan morfogenesis,
modulasi proliferasi dan diferensiasi epitel, penurunan ukuran kelenjar
sebaceous (isotretinoin), efek imunologis dan anti-inflamasi,
pencegahan dan pengobatan tumor dan efek pada komponen matriks
ekstraselular. Terdapat empat jenis retinoid oral dan indikasi utama
penggunaannya adalah isotretinoin (jerawat), alitretinoin (eksim
tangan kronis), acitretin /etretinate (psoriasis, gangguan keratinisasi),
dan bexarotene (limfoma sel T kutaneous). Kontraindikasi untuk

25
penggunaannya termasuk kehamilan, menyusui, dan ketidakpatuhan
terhadap rejimen kontrasepsi. Retinoid harus selalu dikonsumsi
dengan makanan atau susu untuk meningkatkan penyerapan usus.
Dosis sekali sehari biasanya cukup. Efek samping mukokutan
(cheilitis, xerosis, pengelupasan kulit, konjungtivitis) umum terjadi,
seperti juga hasil abnormal reversibel pada tes laboratorium
[hiperlipidemia, peningkatan tingkat enzim hati, dan hipotiroidisme
(bexarotene)]. Efek samping sistem otot dan saraf pusat jarang
terjadi.8
i) Sitotoksik dan anti metabolik
Agen sitotoksik dan antimetabolik digunakan dalam dermatologi
untuk mengobati penyakit serius, bertahan hidup, dan bandel. Agen
umum yang digunakan dalam dermatologi meliputi methotrexate,
azathioprine, mycophenolate mofetil, thioguanine, hydroxyurea,
cyclophosphamide, chlorambucil, dan liposomal doxorubicin.8
j) Aminokuinolin (anti malaria)
Aminoquinolin telah digunakan dalam pengobatan klinis selama lebih
dari satu abad, awalnya sebagai senyawa antimalaria. Beberapa
mekanisme tindakan, terutama gangguan pengasaman lisosom oleh sel
penyajian antigen, penghambatan pembunuh alami dan aktivasi sel T,
dan penghambatan mediator lipid peradangan. Kecenderungan untuk
pigmen melanin, menyerap sinar ultraviolet, dan menunjukkan sifat
photoprotective terhadap luka yang dimediasi sinar ultraviolet pada
kulit. Aminoquinolin yang digunakan untuk mengobati kondisi
dermatologis meliputi hydroxychloroquine, chloroquine, dan
quinacrine.8
k) Antiangiogenik
Agen antiangiogenik "langsung" bertindak langsung pada sel endotel
yang tidak dapat ditransformasikan untuk mencegah proliferasi,
migrasi, dan kelangsungan hidup. Agen antiangiogenik “tidak
langsung” menghambat protein onkogen yang diproduksi tumor yang

26
mempromosikan keadaan proangiogenik. Agen antiangiogenik adalah
golongan obat yang menjanjikan karena efektif melawan tumor yang
tumbuh lambat.8

2.3 Pengobatan Fisik


a) Fototerapi, Fotokemoterapi dan terapi fotodinamik
Fototerapi adalah penggunaan radiasi elektromagnetik non ionisasi untuk
kepentingan pengobatan. Di bidang dermatologi meliputi fototerapi UV
A/UV B/ UV A-B, regimen Goeckerman, fototerapi UV selektif, dan
fototerapi di rumah. Fotokemoterapi adalah fototerapi yang dikombinasi
dengan bahan kimia yang bersifat fotosensitizer seperti psoralen dalam
PUVA. Kombinasi UV B dan UV A lebih baik daripada hanya UV B. UV
A bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil, sedangkan UV B mempunyai
efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel Langerhans, dan
mengubah produksi sitokin keratinosit.8,9
b) Terapi laser dan lampu flash
Terapi laser pada penyakit kulit dimasukkan dalam bidang bedah kulit,
dikenal sebagai bedah laser terutama laser dengan energi tinggi (High
Power Laser Therapy) yang bersifat destruktif. Di samping itu terdapat
laser dengan energi rendah (Low Power Laser Therapy) yang bersifat
biostimulan, yaitu stimulasi untuk mempercepat respons fisiologis sel dan
jaringan. Kemudian sinar laser dipakai juga dalam bidang estetika dan
kosmetologi kulit, yang berkembang sangat cepat.8,9
c) Radioterapi
Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi
untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel
kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel
kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker
akan terhambat. Sekitar 50-60% penderita kanker memerlukan radioterapi.
Tujuan radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal, sebagai terapi
paliatif yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit atau tidak

27
nyaman akibat kanker dan sebagai adjuvant yakni bertujuan untuk
mengurangi risiko kekambuhan dari kanker. Dengan pemberian setiap
terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang mati dan tumor
akan mengecil. Sel-sel kanker yang mati akan hancur, dibawa oleh darah
dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa
pulih kembali dari pengaruh radiasi. Tetapi bagaimanapun juga, kerusakan
yang terjadi pada sel-sel yang sehat merupakan penyebab terjadinya efek
samping radiasi. Radiasi mempunyai efek yang sangat baik pada jaringan
yang membelah dengan cepat.8,9
Hal-hal yang harus diingat pada radioterapi adalah: efek samping yang
terjadi selama radioterapi bisa ditangani, radiasi yang diberikan melalui
tubuh pasien dan tidak tertinggal di dalam tubuh sehingga pasien tidak
bersifat radioaktif, hanya bagian tubuh pada area radiasi yang dipengaruhi
dan sel-sel normal yang terpapar radiasi akan segera memulihkan diri
beberapa jam setelah terkena paparan.8,9

2.4 Pengobatan Alternatif dan Komplementer


Pengobatan komplementer adalah pendekatan holistik terhadap
diagnosis dan pengobatan. Banyak terapi dermatologis berkembang dengan
cara yang mirip dengan pendekatan pelengkap dan kemudian divalidasi
secara ilmiah. Perhatian terhadap lingkungan dan dampaknya terhadap
pasien adalah prinsip dasar dermatologi komplementer. Ini berarti organisasi
dermatologi dunia kita memiliki kewajiban untuk berbicara tentang apa
yang merugikan kulit, kesehatan, karena terkait. Pengobatan herbal,
suplemen, diet, dan bantuan sistem pencernaan adalah empat dari intervensi
utama yang digunakan dalam dermatologi holistik.8

2.5 Tindakan Bedah


a) Eksisi
Bedah kulit yang paling sering dilakukan adalah biopsi eksisional maupun
insisional untuk mendiagnosis dan atau sekaligus mengobati kelainan

28
kulit. Biopsi kemudian bertambah dengan tindakan eksisi pada bedah kulit
yang sangat berguna dalam mengangkat tumor, kulit, baik yang jinak
maupun yang ganas.8
b) Mohs Micrographic Surgery
Mohs micrographic surgery (MMS) adalah metode tepat untuk mengobati
kanker kulit yang menghasilkan tingkat kesembuhan tertinggi dengan
konservasi, kosmesis, dan fungsi maksimal. MMS diindikasikan untuk
pengobatan atau kanker sel basal dan kanker sel skuamosa dan beberapa
jenis kanker kulit yang jarang terjadi. Kemajuan dalam teknik pengolahan
dan pewarnaan dan penggunaan immunostains telah meningkatkan
kecepatan dan ketepatan MMS sebagai cara efektif untuk mengatasi
kanker kulit.8,9
c) Krioterapi
Krioterapi disebut juga cryosurgery adalah suatu tindakan yang tidak
hanya digunakan untuk tumor-tumor eksternal seperti yang ada di kulit,
tetapi akhir-akhir ini juga mulai digunakan untuk tumor-tumor yang ada
dalam tubuh, seperti kanker prostat, kanker hati baik yang primer maupun
yang merupakan metastasis dari tumor lain, kanker tulang, otak dan non
small cell lung cancer. Beberapa ahli bahkan menggabungkan tindakan ini
dengan radiasi, operasi dan terapi hormon.8,9
d) Bedah Listrik (Electrosurgery)
Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau tindakan
dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik bolak-balik
berfrekuensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan
secara selektif agar jaringan parut terbentuk cukup estetis dan aman baik
bagi dokter maupun penderita. Teknik yang dapat dilakukan dalam bedah
listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodedikasi, elektrokoagulasi,
elektroseksi atau elektrotomi, elektrolisis, dan elektrokauter.8,9

29
2.6 Dermatologi Kosmetik
a) Kosmetik dan Skin Care
Perawatan kulit nonmedis dan penggunaan produk yang ada di pasaran
mewakili area pertumbuhan utama di kalangan konsumen. Memahami
variasi jenis kulit dengan menggunakan sistem klasifikasi baru
memudahkan seleksi pasien terhadap produk-produk yang ada di pasaran.
Kosmetik dan produk perawatan kulit bisa menjadi sumber berbagai reaksi
buruk termasuk iritasi dan alergi.8
b) Terapi Laser ablatif, Chemical Peels dan Dermabrasio
Beberapa pendekatan tersedia untuk perawatan photodamage, rhytides,
dan jaringan parut. Pilihan pengobatan yang populer mencakup pelepasan
kulit laser ablatif dan fraksional ablatif dan pengelupasan kimiawi.
Pemilihan teknik yang tepat mensyaratkan bahwa faktor pasien serta risiko
dan manfaat prosedur ditimbang.8
c) Penggunaan Kosmetik untuk Laser Non-Ablatif
Berbagai laser dan perangkat lainnya dapat digunakan untuk merawat
masalah kulit melalui kosmetik. Photorejuvenation dapat dicapai dengan
perangkat non-ablatif dan perangkat non-ablatif fraksional. Lesi vaskular
dan berpigmen mendapat manfaat dari pengobatan dengan laser yang
mampu melakukan fototermikolisis selektif. Pemilihan pasien dan harapan
pasien sangat penting untuk hasil optimal. Semua tindakan pencegahan
keselamatan harus diikuti selama perawatan.8
d) Sedot Lemak (Liposuction)
Liposuction adalah salah satu prosedur kosmetik yang paling sering
dilakukan dan dipraktikkan secara luas oleh ahli bedah dermatologis.
Teknik tumescent anestesi lokal adalah salah satu inovasi terpenting dalam
operasi sedot lemak. Liposuction yang dilakukan dengan anestesi lokal
tumesen memungkinkan pengangkatan sejumlah besar lemak dengan aman
dan efektif. Liposuction ditandai dengan keamanan yang tak tertandingi,
pemulihan pasien yang cepat, dan morbiditas pasca operasi yang rendah.
Yang penting, sedot lemak telah terbukti sangat aman dilakukan di tempat

30
kerja, tempat yang disukai untuk prosedur saat dilakukan oleh ahli bedah
kulit.8,9
e) Pembesaran Jaringan Lunak (Soft Tissue Augmentation)
Augmentasi jaringan lunak adalah cara terbaik untuk mengembalikan
kontur kepenuhan muda ke wajah yang menua. Prosedur kosmetik yang
paling umum dilakukan dalam praktik dermatologi. Pengisi jaringan lunak
bervariasi dalam umur panjang, potensi alergen, keamanan, dan
aplikasinya. Tidak ada pengisi yang sempurna saat ini, namun pengisi
jaringan lunak ideal harus nonallergenic, noncarcinogenic,
nonteratogenic, biocompatible, nonmigratory, dan terjangkau, dan harus
memberikan efek yang dapat direproduksi dan tahan lama namun dapat
dipulihkan.8,9
f) Toksin Botulinum
g) Transplantasi Rambut dan Pengurangan Alopecia
Sebagian besar pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk rambut
rontok memiliki pola kebotakan laki-laki/ Male Pattern Boldness (MPB)
atau pola rambut rontok/Female Hair Loss (FPHL). Teknik bedah yang
digunakan untuk mengatasi kerontokan rambut meliputi transplantasi
rambut, pengurangan alopecia (AR) dan flaps transposisi. Follicular units
(FU) adalah blok bangunan transplantasi rambut modern [unit folikel
transplantasi (FUT)]. Keuntungan utama FUT pada teknik pencangkokan
punch lebih tua adalah bahwa hasilnya tampak alami setelah operasi
tunggal. Minoxidil atau finasteride dapat menahan atau membalik MPB
dan FPHL sebagian sehingga percobaan pengobatan sesuai sebelum
operasi, atau bersamaan dengan pembedahan.8

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan
penyebabnya. Kadang diketahui penyebab yang multifaktor atau juga tidak
diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan
menghilangkan atau mengurangi keluhan dan gejala, dan menekan
peradangan.
Pada terapi atau pengobatan kulit, banyak jenis dan bentuk sediaan
obat yang dapat digunakan. Jenis pengobatannya ada yang menggunakan
obat-obatan seperti penggunaan topikal dan sistemik, selain itu dengan
pengobatan fisik seperti tindakan atau operatif, sinar radiasi, sinar laser dan
berbagai macam jenis tindakan dalam pengobatan kulit.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Asmara A, Daili SF, Noegrohowati T, Zubaedah I. Vehikulum dalam


dermatoterapi topikal. MDVI. 2012; 39(1): p. 25-35.
2. Menaldi Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh.
Jakarta: FK UI; 2018.
3. Hamzah M. Dermato-terapi. In Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W,
editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI; 2018. p. 426-435.
4. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. Dalam:
Goodman and Gillman’s the pharmacological basis of therapeutics. Edisi
ke-10. New York: McGraw-Hill. 2001. p. 1795-8.
5. Yanhendri , Yenny SW. Berbagai bentuk sediaan topikal dalam
dermatologi. CDK. 2012 Aug 06; 39(6): p. 423-429.
6. Barry, BW. Dermatological formulations. New York: Marcel Dekker, Inc,
1983
7. Bergstorm KG, Strobber BE. Principles of topical therapy. Dalam Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7.
New York: McGraw Hill; 2008. p. 2091-6.
8. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 8th ed. New York:
Mc Graw Hill Medical; 2012. p. 2643-2076
9. Weller RB, Hunter HJ, Mann MW. Clinical dermatology. 5th ed. Oxford:
Wiley Blackwell; 2015. p. 359-396

33

Anda mungkin juga menyukai