BLOK RESPIRASI
“SKENARIO 1”
DISUSUN OLEH:
Kelompok 4
KHUSNUL KHATIMAH SYARIF 11020150012
ASYARATUN QAMILA RAHMAN 11020150119
MUHAMMAD RHEZA RIFKY UTAMA 11020150155
JIHAN ADJDJIBIYAN S. AZZUBAIDI 11020170105
UMMUL KALSUM 11020170053
NI’MA SAHABUDDIN 11020170041
RIFKA YUSRAENI 11020170075
RADHI IJTIHADI 11020170119
ANDI SAFA FAUZIAH 11020170062
NURUL AZIZAH AN’NAAJIYYAH 11020170148
ARDIANSAH M. ARFA 11020170160
Skenario 1
Kata kunci :
Pria 35 tahun
Batuk bercak darah dialami 3 hari sebelumnya
Sebelumnya batuk selama 2 bulan terakhir
Nafsu makan dan berat badan menurun
Keringat pada malam hari
Berat badan 45 kg
Tinggi badan 160 cm
Pertanyaan :
HIDUNG
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang 1) tulang hidung (os nasal), 2)
prosesus frontalis os maksila dan 3) prosesus nasalis os frontal; serta tulang rawan
yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi
untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.
Udara memasuki hidung dan melewati permukaan konka nasal (nasal turbinates)
yang luas. Permukaan yang luas dan bergelombang ini berfungsi untuk
menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk.
Bagian dari rongga hdung atau kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi,
tepat dibelakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh
kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial
(septum nasi), dinding lateral (terdapat 4 buah konka), dinding inferior dan
superior.
Batas Rongga Hidung Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan
dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung
sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga
tengkorak dari rongga hidung
Kompleks Ostiomeatal (KOM) Kompleks ostiomeatal merupakan celah pada
dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea.
KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat ventilasi dan drenase
dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus maksila, etmoid,frontal.
Vaskularisasi Hidung Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.
etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.
karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.
maksilaris interna, bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-
cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-
cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a.
palatinemayor, yang disebut Pleksus Kiesselbach (Little’s area).
FARING
Tonsil Tonsil adalah masa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kapsul didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil
yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatine dan tonsil lingual yang
ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer.
LARING
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napsa bagian atas.
Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar
daripada bagian bawah. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu
tulang hyoid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti
huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan
tengkorak tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan
menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot
ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago tiroid.
Kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis
dan kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihbungkan dengan kartilago tiroid oleh
ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran.
Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid
(anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum
krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringal, ligamentum hyoid lateral,
ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum
ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid
dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hyoid (suprahioid), m.
digastrikus, m. geniohioid. Otot intrinsik laring ialah m. krikoaritenoid lateral, m.
tiroepiglotika.
Rongga Laring Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan
ligamentum ventrikulare, maka tebentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan
plika ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan,
disebut rima glottis, sedangkan antara kedua plika ventrikularis, disebut rima
vestibule.
Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu
vestibulum laring (supraglotik), glotik dan subglotik (rongga laring yang terletak
dibawah plika vokalis). Rima glottis terdiri 2 bagian, yaitu bagian intermembran
dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang anatara kedua plika
vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak
antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior.
HIDUNG
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu
(mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga
hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang
mempunyai silia (ciliated pseudostratified collumner epithelium) dan diantaranya
terdapat sel-sel goblet.
Mukosa olfaktorius dan konka superior, yaitu salah satu sekat bertulang
dalam ronngga hidung. Epitel olfaktorius dikhususkan untuk menerima rangsang
baud an karenanya, berbeda dengan epitel respiratorius; epitel ini adalah
bertingkat semu silindris tinggi tanpa sel goblet. Epitel olfaktorius terdapat di
rongga hidung, pada kedua sisi septum, dan di dalam konka nasal superior.
FARING
LARING
Pita suara superior, atau pita suara palsu laring dibentuk oleh mukosa dan
diteruskan sebagai permukaan posterior epiglottis. Epitel pelapisnya
adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet.
Ventrikel adalah lekukan atau ceruk dalam memisahkan pita suara palsu
dengan pita suara sejati. Mukosa pada dinding lateral ventrikel serupa
dengan mukosa pada pita suara palsu.
Mukosa pita suara sejati terdiri atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk dan lamina proopria padat dan tipis tanpa kelenjar, jaringan
limfoid, maupun pembuluh darah. Pada apeks pita suara sejati terdapat
ligamentum vocal yang terdiri atas serabut elastin padat menyebar ke
dalam lamina propria dan otot rangka vocal didekatnya.
HIDUNG
Fungsi Respirasi
Udara masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior,
lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah
kearah nasofaring. Fungsi pengatur suh dimungkinkan oleh banyak
pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konkadan septum
yang luas. Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama
udara akan disaring di hidung oleh: rambut pada vestibulum nasi, silia,
palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-
partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.
Fungsi Penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap denganadanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum.
Fungsi Fonetik
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).
Refleks Nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan
menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti.
FARING
Fungsi Menelan
Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disengaja.
Fase faringal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring.
Gerakan disini tidak disengaja. Fase esofagal, bolus makanan bergerak
secara peristaltik di esophagus menuju lambung.
LARING
Fungsi Proteksi
Mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea, dengan jalan
menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.
Fungsi Respirasi
Mengatur besar kecilnya rima glotis. Bila m. krikoaritenoid posterior
berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid
bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi).
Fungsi Fonasi
Membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi
rendahnya nada diatur oleh ketegangan plika vokalis. Bila plika vokalis
dalam aduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke
bawah dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid.1
Definisi Batuk
Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk,
saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen,dan efektor. Refleks batuk tidak akan
sempurna apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada
reseptor batuk akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batukyaitu medula untuk
diteruskan ke efektor melalui saraf eferen (Guyton, 2008). Reseptor batuk terdapat
pada farings, larings,trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga,
lambung,dan perikardium sedangkan efektor batuk dapat berupa ototfarings,
larings, diafragma, interkostal, dan lain-lain. Proses batuk terjadi didahului
inspirasi maksimal, penutupan glotis,peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis
terbuka dan dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang
ada pada saluran respiratorik. Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume
udara sebanyak-banyaknya sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorakal.
Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang bertujuan mempertahankan volume paru
pada saat tekanan intratorakal besar.Pada fase ini terjadi kontraksi otot ekspirasi
karena pemendekan otot ekspirasi sehingga selain tekanan intratorakal tinggi
tekanan intraabdomen pun tinggi. Setelah tekanan intratorakal dan intraabdomen
meningkat maka glotis akan terbuka yang menyebabkan terjadinya ekspirasi yang
cepat, singkat, dan kuat sehingga terjadi pembersihan bahan-bahan yang tidak
diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah fase tersebut maka otot
respiratorik akan relaksasi yang dapat berlangsung singkat atau lama tergantung
dari jenis batuknya. Apabila diperlukan batuk kembali maka fase relaksasi
berlangsung singkat untuk persiapan batuk
Batuk bukanlah sebuah penyakit melainkan salah satu tanda atau gejala
klinis yang paling sering dijumpai pada penyakit paru dan saluran nafas. Batuk
merupakan salah satu cara untuk membersihkan saluran pernafasan dari lendir
atau bahan dan benda asing yang masuk sebagai refleks pertahanan yang timbul
akibat iritasi trakeobronkial (Susanti, 2013). Batuk juga berfungsi sebagai imun
dan perlindangan tubuh terhadap benda asing namun, dapat juga merupakan gejala
dari suatu penyakit. (LM, 2006).
Mekanisme batuk :
Fase Iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus d laring, trakea, bronkus besar,
atau serat aferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan
batuk.Batuk juga timbul bila reseptor batuk dilapisan faring dan esophagus,
rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
Fase Inspirasi
Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga dengan cepat dan dalam
jumlah banyak masuk ke dalam paru-paru.
Fase Kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis dan batuk dapat terjadi tanpa
penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan
intrathoraks walaupun glotis tetap terbuka.
Fase Ekspirasi
Pada fase ini glottis terbuka secara tiba-tiba akibat konst\raksi aktif otot-otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluarana udara dalam jumlah besar dengan
kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda – benda asing dan bahan
–bahan lain. Gerakan glotis, otot – otot pernafasan, dan bronkus sangat penting
dalam mekanisme batuk karena merupakan fase batuk yang sesungguhnya. Suara
batuk bervariasi akibat getaran secret yang ada dalam saluran nafas atau getaran
pita suara (Guyton, 2008)
Batuk sub-akut
Batuk Sub-akut adalah fase peralihan dari akut menjadi kronis yang terjadi
selama 3-8 minggu.Penyebab paling umum adalah batuk paska infeksi, sinusitis
bakteri, atau asma.
Batuk kronis
Batuk kronis batuk kronis adalah fase batuk yang sulit untuk disembuhkan
karena terjadi pada kurun waktu yang cukup lama yaitu lebih dari delapan
minggu. Batuk kronis juga bisa digunakan sebagai tanda adanya penyakit lain
yang lenih berat misalkan ; asma, tuberculosis (tbc), penyakit paru obstruktif
kronis (ppok), gangguan refluks lambung, dan kanker paru-paru. Berdasarkan
penelitian, 95% penyebab batuk kronis adalah post nasal drip, sinusitis, asma,
penyakit refluks gastroesofageal (gerd), bronchitis kronis karena merokok,
bronkiektasis, atau penggunaan obat golongan ACE I, 5 % sisanya dikarenakan
kanker paru, sarkoidosis, gagal jantung kanan, dan aspirasi karena disfungsi
faring. Jika tidak ada sebab lain, batuk kronis bisa juga dikarenakan faktos
psikologis.
Hipotalamus adalah bagian dari otak yang berperan penting dalam regulasi
proses-proses homeostasis, termasuk mengatur perilaku dan nafsu makan. Dalam
dekade terakhir, peran hipotalamus dalam regulasi nafsu makan telah semakin
difahami. Nukleus arkuata yang terletak di sekeliling dasar ventrikel III, memiliki
dua populasi neuron yang berbeda untuk mengatur asupan makanan. Neuron yang
memproduksi neuropeptida Y (NPY) bertindak sebagai akselerator yang bekerja
untuk menstimulasi makan. Sedangkan populasi neuron yang lain didekatnya
yang memproduksi pro-opiomelanocortin (POMC) bekerja pada area otak yang
sama dengan area NPY untuk menyebabkan inhibisi makan. Ketika salah satu
neuron teraktivasi, maka populasi lain mengalami inhibisi. Contohnya,ketika
neuron NPY teraktivasi oleh penurunan kadar leptin, maka NPY yang
disekresikan akan berikatan dengan reseptornya di neuron POMC (reseptorY1)
dan menyebabkan inhibisi terhadap aktivitas neuron POMC tersebut. Neuron yang
memproduksi NPY juga menghasilkan agouti related peptide (AgRP) yang dapat
memblok reseptor MC4R (reseptor bagi α-MSH, turunan POMC) di neuron orde
kedua (gambar 2) Aktivasi neuron yang mengekspresikan NPY/AgRP ini pada
saat keseimbangan energi negatif, dapat menstimulasi makan dengan dua cara,
yaitu dengan pelepasan perangsang nafsu makan NPY dan dengan menurunkan
kerja penekan nafsu makan melanocortin/POMC.
Tampaknya keringat malam yang terkait dengan tuberkulosis aktif adalah respons
dalam molekul berpartai karena mereka bereaksi terhadap organisme yang
menular. Bakteri itu sendiri mungkin juga melepaskan sinyal penyebab demam.
Sebagai tanggapan terhadap sinyal kimia yang beredar, hipotalamus mengatur
ulang suhu tubuh ke tingkat yang lebih tinggi untuk sementara waktu. Kemudian,
suhu tubuh kembali normal, dan panas hilang karena berkeringat. TNF-α factor
(TNF-α) adalah salah satu molekul sinyal peptida yang terlibat dalam keringat
malam intensif. Monosit (sejenis sel darah putih) adalah sumber signifikan TNF-
α. Monocytes meninggalkan aliran darah dan menjadi makrofag bermigrasi, yang
menempati mycobacteria yang menyebabkan thetuberculosis. Dan sel-sel lain
mampu membelah dan mengandung kelompok bakteri dan mencegah penyebaran
lebih lanjut melalui jaringan. Kelebihan TNF-α yang dilepaskan selama respon
imun ini tampaknya terkait dengan demam, kelemahan, keringat malam, nekrosis,
dan berat badan progresif. kehilangan yang merupakan karakteristik tuberkulosis
adalah mungkin untuk mengurangi tingkat TNF-α. Misalnya, thalidomide
menekan produksi TNF-α dan membantu memoderasi gejala-gejala dan tanda-
tanda khas tuberkulosis. Ini ditoleransi dengan baik oleh terapi anti-tuberkulosis,
dan dikaitkan dengan peningkatan berat badan yang dipercepat. Namun,
perawatan harus diambil ketika memanipulasi TNF-α toavoid level mengurangi
kekebalan alami seseorang terhadap tuberkulosis. Sebagai contoh, telah
ditunjukkan bahwa antibodi terhadap TNF-α (Infliximab) diberikan dalam
pengobatan penyakit Crohn dan rheumatoid arthritis, pasien memiliki peningkatan
risiko mengembangkan TB laten sebelumnya. Infliximab mengurangi jumlah
makrofag yang mengalami apoptosis, dan ini mempengaruhi jaringan
granulomatosa yang mengatur sekitar kelompok bakteri tuberkulum. Hal ini
diamati pada kasus berkeringat di malam hari yang dikaitkan dengan pasien
miskin yang tidak dirasakan oleh pasien yang sedang tidur. , yang lebih mungkin
dipengaruhi oleh kenyamanan keringat berikutnya. Ini mungkin juga situasi
dengan orang tua yang berkeringat di malam hari. Tidak jelas mengapa demam
yang disebabkan oleh tuberkulosis terjadi pada malam hari. Suhu tubuh manusia
normal menampilkan ritme sirkadian, dan sebelum naik ke 37,4 ° C atau lebih
tinggi pada sore hari sehingga demam / berkeringat mungkin terkait dengan siklus
harian ini . Ada tiga fase demam. Pada fase inisiasi, vasokonstriksi kulit
meningkatkan retensi panas dan menggigil menghasilkan panas tambahan. Titik
yang ditinggikan tercapai, produksi panas menyeimbangkan kehilangan panas dan
transmisi berhenti. Dengan kekuatan titik set normal, vasodilatasi kulit
meningkatkan kehilangan panas ke lingkungan dalam bentuk berkeringat.
Bila kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah apex paru. Bila dicurigai
adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Mungkin didapatkan juga suara napas tambahan
ronki basah kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi penebalan pleura,
suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavita yang cukup besar,
perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan
suara amforik.
Bila TB paru mengenai pleura akan terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat
agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi
memberikan suara nafas lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam
penampilan klinik, TB paru sering tidak ditemukan (asimptomatik) dan penyakit
baru dicurigai bila adanya kelainan radiologic dada pada pemeriksaan rutin dan uji
tuberculin yang positif.
A. TUBERCULOSIS PARU
Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meningglakan rongga
dijaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena
reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Penekanan
ini menyebabkan lobus paru kolaps atau erosi limfonodi kedalam
kavum pericardial atau kedalam bronkus sehingga menyebabkan
penyebaran kuman TB ke kavum endobronkial. Infeksi primer ini dapat
menimbulkan klasifikasi pada limfonodi hilar dan luka parut pada
parenkim paru. Namun, komplikasi jarang terjadi pada infeksi primer
ini. Sebanyak 95% infeksi primer akan membaik sendiri tanpa
pengobatan dan hanya 5% saja yang sakit TB. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan atelectasis
kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
meyebabkan tb endobronkial atau membentuk fistula.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang di temukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi rdang sudah sampai di pleura shingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi geskan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
nafasnya.
Pada saat ini pemeriksaan radiologik dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi TB. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibandingkan pemeriksaan dahak langsung, tetapi dalam
beberapa hal ia memberikan keuntungan seperti pada TB anak dan TB
milier. Pada kedua keadaan tersebut diatas diagnosis dapat diperoleh
melalui pemeriksaan radiologik dada, sedangkan pada pemeriksaan
sputum hampir selalu negatif.
Lokasi lesi TB umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus
atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus
bawah bagian inferior atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (pada
TB endobronkial). Pada awal penyakit lesi masih merupakan sarang-
sarang pneumonia dengan gambaran radiologik berupa bercak- bercak
seperti awan dan batas batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan akan terlihat berupa bulatan dengan batas
yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya dapat berupa cincin yang mula- mula
berdinding tipis, lam –lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal.
Bila terjadi fibrosis maka terlihat sebgai bayanagan yang bergaris-
garis. Pada klasifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat sebagai fibrosis
yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau 1
lobus maupun 1 bagian paru. Bila terjadi TB milier terlihat berupa
bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh
lapangan paru.
Gambaran radiologik lain yang sering menyertai TB paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), perselubungan cairan di bagian bawah paru
(efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru /
pleura (pneumo-toraks). Pada satu foto dada TB yang sudah lanjut
sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus seperti
infiltrat, garis – garis fibrotik, kalsifikasi kavitas (non
sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.
TB sering memeberikan gambaran yang aneh – aneh terutama
gambaran radiologik, sehingga dikatakan tuberculosis is the great
imitator. Gambaran infiltrat dan tuberkuloma sering diartikan dengan
pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis
di paru. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru.
Disamping itu perlu di ingat juga faktor kesalahan dalam membaca
foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk
diagnostik radiologi sering dilakukan juga foto lateral, top lordotik,
oblik, tomografi dan foto dengan densitas keras. Adanya lesi
(bayangan) pada foto dada bukanlah menunjukkan adanya aktifitas
penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul betul nyata. Lesi penyakit
yang sudah nonaktif sering menetap selama hidup pasien. lesi yang
berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas dan scwarte sering dijumpai pada
pasien- pasien yang sudah tua.
Pemeriksaan khusus yang kadang kadang juga diperlukan adalah
bronkografi yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang
disebabkan oleh TB. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien
akan menjalani pembedahan paru. Pemeriksaan ini sekarang jarang
dilakukan lagi karena sudah ada pemeriksaan yang lebih canggih dan
benyak dipakai di rumah sakit rujukan yakni Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan
pemeriksaan radiologi toraks biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat
lebih jelas dan sayatannya dapat dibuat secara transversal, sagital, dll.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih juga adalah Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI pada toraks tidaklah sebaik CT-scan,
tetapi ia dapat menngevaluasi proses-proses dekat apeks paru,
perbatasan dada-perut, tulang belakang dan jalur sarafnya. Sayatan juga
dapat dibuat secara transversal, sagital dan koronal.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Darah
Pemeriksaan ini kurnag ,endapat perhatia karena gasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik, pada
saat TB paru mulai (aktif) didalam darah tepinya akan didaptkan jumlah
leukosit yang sedikit meninggi dan hitung jenisnya terdapat pergeseran
ke kiri. Jumlah limfosit masih normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun
kearah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga
1. Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer.
2. Gama globulin meningkat
3. Kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan darah tersebut diatas juga nilainya tidak spesifik.
Pemeriksaan serologi darah yang pernah dipakai adalah reaksi
Takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses TB yang masih
aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer
1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapatkan perhatian karena
adanya positif palsu dan negatif palsu yang masih besar. Pemeriksaan
ini sudah tidak dipakai lagi.
Beberapa tahun yang lalu terdapat pemeriksaan serologik peroksidase
Anti peroksidase TB (PAP_TB) yang oleh beberapa peneliti dinyatakan
mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifitas yang cukup tinggi (85-
95%), tetapi oleh peneliti lain meragukannya karena mendapat angka-
angka yang lebih rendah. Pemeriksaan ini sudah ditinggalkan dan tidak
dapat dipakai sebagai sarana tunggal diagnostik. Hasil positif palsu
sering ditemukan pada pasien reumati, kehamilan dan masa 3 bulan
vaksinasi BCG.
Uji serologik lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya
adalah uji mycodot. Pemeriksaan serologik tersebut diatas juga hampir
tidak dipakai lagi.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Di samping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan TB yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan
murah sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas). Tetapi sering
tidak mudah untuk mendapatkan sputum , terutama pada pasien yang
jarang batuk atau batuknya non-produktif. Dalam hal ini dianjurkan, 1
hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien minum air sebanyak kurang
lebih 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk yang benar. Dapat
juga diberi tambahan obat-obat mukolitik-ekpektoransia atau di inhalasi
memakai larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila tetap
masih sulit, maka sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi
pengambilan dengan cara bronchial washing atau BAL (Broncho
Alveolar Lavage). BTA juga bisa didapat dengan cara bilasan lambung.
Cara ini sering dikerjakan pada pasien TB anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahaknya. Sputum yang mau diperiksa hendaknya
hendaknya dilakukan sesegera mungki. Didalam ISTC dikatakan,
semua pasien (dewasa remaja dan anak-anak yang dapat mengeluarkan
dahak) yang diduga menderita TB paru, harus menjalani pemeriksaan
dahak secara mikroskoik minimal 2 kali dan sebaiknya 3 kali secara
SPS (Sewaktu datang, pagi besoknya dan sewaktu anatar spesimen).
Bila memungkinkan minimal 1 spesimen harus berasal dari dahak pagi
hari.
Pada saat ini sudah dikembang biakan sputum BTA dengan cara bactec
(bactec 400 radiometric system), dimana kuman sudah dapat dideteksi
dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik polymerase Chain
Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang
lebih cepat atau mendeteksi M. Tuberkulosis yang tidak tumbuh dalam
sediaan biakan. Dari hasil biakan, biasanya ditemukan identifikasi
kuman dan dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat,
kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopik biasanya terdapat
kuman BTA (positif) tetapipada biakan hasil negatif. Ini terjadi pada
fenomena dead bacilii ataau non-cultubrale bacilii yang disebabkan
keampuhan paduan obat anti TB jangka pendek yang cepat sekali
mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Uji tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai Tes
Mantoux dengan menyuntikkan 2TU (Tuberculin Unit) dalam 0.1 mL
PPD-RT23 (rekomendasi WHO dan IUALTD) secara intra-kutan.
Pembacaan hasil setelah 3 hari menunjukkan reaksi positif bila terdapat
indurasi di kulit tempat suntikan dengan diameter >10 mm. untuk
pasien dengan HIV positif, tes Mantoux >5mm sudah dianggap positif.
Tes yang kuat positif tentunya merupakan indikasi pada diagnosis TB.
Di banyak Negara dngan infeksi mikobakterium lain yang sering
bersifat nonpatogen, dapat berakibat tes tuberculin positif lemah. Tes
positif juga disebabkan oleh vaksinasi BCG sebelumnya. Hendaknya
selalu diingat bahwa bila ada petunjuk lain yang mengarah diagnosis
TB, tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya TB.
Sedangkan tes yang positif bahkan yang positif kuat hanya
menunjukkan bahwa pasien pernah terinfeksi kuman TB sebelumnya.
Hal ini tidak membuktikan bahwa ia penyakit TB aktif.
Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan
dengan kuman pathogen baik yang virulen ataupun tidak (M.
Tuberculosis ata BCG), tubuh manusia akan mengadakan reaksi
imunologi dengan dibentuknya antibody seluler pada permulaan dan
kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral yang dalam
perannya akan menekan antibodi seluler. Bila pembentukan antibody
seluler cukup, misalnya dengan penularan kuman yang sangat virulen
dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana
pembentukan antibody humoral amat berkurang (pada hipogama
globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni
persenyawaan antar antibodi seluler dan antigen tuberculin. Banyak
sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin
amat dipengaruhi antibodi humoral, makin kecil indurasi yang
ditemukan.
Pada pasien baru, tidak ada riwayat ataupun tidak ada kasus HIV maka
dapat dilakukkan pemeriksaan bakteriologis dengan mikroskop atau tes
cepat molekuler (TCM)
Jika setelah lakukkan TCM TB didapatkan MTB Pos, Rif sensitive maka
TB terkonfirmasi bakteriologis pasien diminta untuk pengobatan TB lini 1
Jika TCM TB didapatkan MTB Pos, Rif Indeterminate maka pasien
diminta untuk melakukkan kembali TCM
Jika TCM TB didapatkan MTB Pos, Rif Resistance TB RR maka
pasien diminta untuk mulai pengobatan TB RO; laukkan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan OAT lini 1 dan lini 2
TB RR; TB MDR lanjutkan pengobatan TB RO
TB pre XDR pengobatan TB RO dengan panduan baru
TB XDR pengobatan TB RO dengan panduan baru.
Jiak TCM didapatkan MTB (-) maka pasien diminta untuk laukkan foto
toraks dengan mengikuti alur yang sama dengan alur pada hasil
pemeriksaan mikroskopis BTA negative (--)
DOSIS OBAT
Table dibawah in menunjukkan dosis obat anti TB lini pertama yang
dipkai di Indonesia yang disesuaikan dengan rekomendasi WHO.
Pada prinsipnya terlaksana terapi TB pada pasien infeksi HIV sama seperti
pasien TB tanpa HIV. OAT pada pasien HIV sama efektifnya dengan pasien tanpa
HIV. Terapi pasien ko-infeksi TB-HIV lebih sulit dari pada TB pada pasien tanpa
HIV. Pasien TB-HIV mempunyai system imunitas yang rendah dan sering-sering
ditemukkan juga infeksi hepatitis, sehingga sering terjad efek samping obat,
interaksi antar obat yang akan memperburuk kondisi pasien dan obat harus
dihentikan atau dikurangi dosisnya maka pengobatan jadi lebih panjang serta
kepatuhan pasien jadi berkurang.
ETIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari
bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-
orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus
atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya
karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di
orofaring, kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan
sumber patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor
risiko pada inang dan terapi yaitu pemberian antibiotik, penyakit
penyerta yang berat, dan tindakan invansif pada saluran nafas. Faktor
resiko kritis adalah ventilasi mekanik >48jam, lama perawatan di ICU.
Faktor predisposisi lain seperti pada pasien dengan imunodefisien
menyebabkan tidak adanya pertahanan terhadap kuman patogen
akibatnya terjadi kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi. Proses
infeksi dimana patogen tersebut masuk ke saluran nafas bagian bawah
setelah dapat melewati mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan
mekanik (epitel,cilia, dan mukosa), pertahanan humoral (antibodi dan
komplemen) dan seluler (leukosit, makrofag, limfosit dan sitokinin).
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru
banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan
oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri
pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel
system pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon
imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi,
sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan
dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru,
infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia
Kemudian infeksi menyebabkan peradangan membran paru bagian dari
sawar-udara alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari
kapiler masuk. Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun,
saturasi oksigen menurun. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa
paru-paru akan dipenuhi sel radang dan cairan , dimana sebenarnya
merupakan reaksi tubuh untuk membunuh patogen, akan tetapi dengan
adanya dahak dan fungsi paru menurun akan mengakibatkan kesulitan
bernafas, dapat terjadi sianosis, asidosis respiratorik dan kematian.
Manifestasi klinis
Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena
paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2
bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada
anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia
2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai
dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau
penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan
sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga
pneumonia sangat berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan
gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan
tidak dapat minum.
PEMERIKSAAN PNEUMONIA
Pemeriksaan fisik
1.Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan
takipnea pada anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau
lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan
tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan atau tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga
ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar
stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada
masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang
terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboraturium
2. X-foto dada
Terdapat bercak – bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia)
atau yang meliputi satu/sebagian besar lobus/lobule (Mansjoer,2000).
PENGOBATAN PNEUMONIA
3. KANKER PARU
DEFINISI
Kanker paru umumnya dibagi menjadi dua kategori besar, yakni kanker
paru sel kecil (small cell lung cancer-SCLC) dan kanker paru non-sel
kecil (non-small cell lung cancer-NSCLC). Kategori NSCLC terbagi
lagi menjadi adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma
sel besar. Sekitar 80% kasus kanker paru merupakan NSCLC.
Etiologi
lain dari kanker paru yang pernah dilaporkan adalah sebagai berikut:
Paparan zat karsinogen, seperti :
• Asbestos, sering menimbulkan mesotelioma
Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida
Polusi udara
Penyakit paru seperti pneumonitis intersisial kronik
Riwayat paparan radiasi daerah torake.Genetik
PATOLOGI
1.NSCLC
• Adenokarsinoma Kanker khas dengan bentuk formasi glandular dan
kecenderungan ke arahpembentukan konfigurasi papilari.
Biasanyamembentuk musin dan sering tumbuh dari jaringan fibrosis
paru. Dengan penanda tumor carcinoma embrionic antigen(CEA),
karsinoma ini bisa dibedakan dari mesotelioma.
• Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik Karsinoma sel
skuamosa memiliki ciri khas yaituadanya proses keratinisasi dan
pembentukan jembatan intraselular. Studi sitologi memperlihatkan
perubahan yangnyata dari dysplasia skuamosa ke karsinoma insitu.
• Karsinoma bronkoalveolarKanker ini merupakan subtipe dari
adenokarsinoma yang mengikuti permukaan alveolar tanpa menginvasi
atau merusak jaringan paru.
• Karsinoma sel besar Jenis ini merupakan suatu subtype dengan
gambaran histologis yang dibuat secara ekslusi. Karsinoma sel besar
tidak memberikan gambaran diferensiasi skuamosa atau glandular
dengan sel bersifat anaplastik, tidak berdiferensiasi,dan biasanya disertai
infiltrasi sel neutrofil.
2.SCLC
Gambaran histologi khas adalah dominasi sel kecil yang hampir
semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin dan sedikit
nukleoli.Jenis ini disebut juga oat cell carcinoma karenabentuknya mirip
dengan bentuk biji gandum. Karsinoma sel kecil cenderung berkumpul
disekeliling pembuluh darah halus menyerupai pseudoroset. Sel-sel yang
bermitosis banyak ditemukan disertai gambaran nekrosis.Komponen
DNA yang terlepas menyebabkanwarna gelap di sekitar pembuluh darah.
DIAGNOSIS
Modalitas diagnosis yang dapat digunakan berupa:
a. Sitologi sputum
b. Foto toraks
c. CT-scanparu
d. Bronkoskopi
e. PET/CT-scan
f. Penentuan stadium dilakukan dengan menilai kondisi tumor primer,
kelenjar getah bening, dan status metastasis.
TATALAKSANAAN
1. terapi bedah
2. kemoterapi
Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis terhadap TB merupakan masalah tersendiri dalam
penanggulangan TB paru disamping diagnosis yang cepat dan terapi
yang adekuat. Sekitar 50-60% anak kecil tinggal dengan pasien TB paru
dewasa dengan sputum BTA(+), akan teriinfeksi kuman TB. Kira-kira
10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit TB infeksi kuman TB
pada anak kecil beresiko tinggi menjadi TB diseminata yang berat (TB
milier, meningitis), sehingga diperlukan pemberian Kemoprofilaksis
untuk mencegah sakit.
DAFTAR PUSTAKA