Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Riset Kesehatan, 7 (2), 2018, 110 - 116

DOI: 10.31983/jrk.v7i2.3539

Jurnal Riset Kesehatan


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jrk
_________________________________________________________________

PSIKOEDUKASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN


PRE OPERASI FRAKTUR USIA REMAJA

Vincenicia Desy Ayuningtyas*)1) ; Hermani Triredjeki; Susi Tentrem R.T

1)Jurusan Keperawatan Magelang; Poltekkes Kemenkes Semarang


Jl. Perintis Kemerdekaan; Kramat Utara; Magelang; Jawa Tengah; Indonesia; 56115

Abstrak

Kejadian fraktur tulang panjang di RST dr. Soedjono Kota Magelang pada tahun 2017 sebanyak 159
orang, 45 orang (28,3%) diantaranya berusia remaja. Salah satu penanganan fraktur yaitu dengan
tindakan operatif. Tindakan operasi merupakan ancaman potensial yang menyebabkan kecemasan.
Kecemasan dapat ditangani dengan berbagai cara, salah satunya psikoedukasi. Untuk mengetahui
pengaruh psikoedukasi terhadap kecemasan pasien pre operasi fraktur usia remaja. Penelitian ini
menggunakan metode pre eksperimen dengan desain penelitian one grup pre test post test yang mana
penelitian ini tidak menggunakan kelompok pembanding (kontrol). Besar sampel adalah 30 responden
dengan tehnik total sampling. Instrumen penelitian yaitu lembar demografi dan lembar observasi
kecemasan (HARs-A). Uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk Test dan analisis data menggunakan
Paired t-test. Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur
usia remaja di Kota Magelang sebelum dilakukan psikoedukasi adalah 21,23 dan setelah dilakukan
psikoedukasi rerata tingkat kecemasan pasien menurun, yaitu 14,83. Hal ini menunjukan adanya
perbedaan rerata tingkat kecemasan responden sebelum dan sesudah dilakukan psikoedukasi dengan
selisih 4,6 (p value 0,000). Dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruh psikoedukasi terhadap penurunan
tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur usia remaja di Kota Magelang. Saran untuk peneliti
selanjutnya adalah agar lebih mengembangkan sesi dalam psikoedukasi menjadi 5 sesi.

Kata kunci: Kecemasan; Pre Operasi Fraktur; Psikoedukasi

Abstract

[PSYCHOEDUCATION OF ANXIETY LEVELS IN PRE-FRACTURE PATIENTS OF YOUTH] The


incidence of long bone fractures in RST Soedjono City of Magelang in 2017 as many as 159 people, 45
people (28.3%) of whom were teenagers. One of ways in handling fracture is through operative action.
Surgery is a potential threat which causes anxiety. Anxiety can be handled in various ways, one of
them is through psychoeducation. To determine The Effect Of Psychoeducation To The Anxiety Level
Of Fracture Pre Operating Patient For Adolescence. This research used preexperimental method
using one group pretest post test design which did not use comparing group (control). The sample for
this research is 30 respondents using sampling total technique. The tools used to collect data are
respondent demographic sheet and patient’s anxiety observation sheet (HARs-A). Normality test used
is Shapiro-Wilk Test and test hypothesis using Paired t-test. The results showed that the average
anxiety level of patients pre-fracture surgery in Magelang City before psychoeducation was 21,23 and
after psychoeducation, the mean anxiety level of patients decreased ie 1,.83. This shows that there is a
difference in the average anxiety level of respondents before and after psychoeducation with a
difference of 4.6 (p-value 0,000). The conclusion of this study showed that there is influence of
psychoeducation towards the anxiety level decreasing of fracture preoperating patient for adolescence
in Magelang City The recommendation for the next researcher is to add more sessions of
psychoeducation into 5 sessions.

*) Correspondence author (Vincenicia Desy A) Keywords: Anxiety; Pre Fracture Operation;


E-mail: davincenicia@gmail.com Psychoeducation

Copyright © 2018, Jurnal Riset Kesehatan, e-ISSN 2461-1026


Jurnal Riset Kesehatan, 7 (2), 2018, 111 - 116
DOI: 10.31983/jrk.v7i2.3539

1. Pendahuluan 15 tahun mendapat skor 22 dan responden


kedua berusia 13 tahun mendapat skor 25.
Kemajuan teknologi dan transportasi
Sutrimo (2013) menyebutkan bahwa usia
meningkat dengan pesat, dampak yang
remaja (12-18 tahun) rentan terhadap terjadinya
ditimbulkan salah satunya yaitu semakin
kecemasan, karena remaja masih
meningkatnya kepadatan lalu lintas dan memicu
menggantungkan diri kepada orang yang lebih
bertambahnya angka kecelakaan di jalan raya
tua dan lingkunganya. Selain itu, seorang remaja
yang menyebabkan cidera (Purwanti, 2013).
sangat memperhatikan keutuhan dan
Saat ini masalah muskuloskeletal seperti
kesempurnaan bentuk tubuhnya, sehingga
fraktur banyak dijumpai di pusat-pusat
setiap perubahan yang membedakan bentuk
pelayanan kesehatan seluruh dunia. Pada tahun
tubuhnya dengan teman sebayanya membuat
2011 – 2012 terdapat 1,3 juta orang mengalami
remaja mengalami kecemasan.
fraktur dan puncak kejadian tertinggi terjadi
Ada beberapa cara untuk membantu pasien
pada usia 11 – 12 tahun pada perempuan dan
yang mengalami kecemasan. Beberapa tindakan
13-14 tahun pada laki-laki (Widyastuti, 2015).
yang mungkin di lakukan adalah penyuluhan
Data yang didapatkan dari bagian rekam
kesehatan, kerohanian, pendampingan pasien,
medis RST dr. Soedjono Kota Magelang
dan konsultasi dengan ahli jiwa. Semakin
menunjukan kejadian fraktur tulang panjang
banyak dukungan dari orang (keluarga atau
pada tahun 2017 sebanyak 159 orang, 45 orang
teman) dapat membantu pasien (Smith &
(28,3%) diantaranya berusia remaja.
Pitaway, 2002; dalam Idris Yani Pamungkas,
Fraktur dapat terjadi di seluruh bagian
2008).
tubuh, hal ini merupakan ancaman potensial
Menurut Vacarolis (2016) terapi yang dapat
atau aktual kepada sesorang dimana ia akan
diberikan untuk mengurangi rasa cemas antara
mengalami gangguan fisiologis maupun
lain : terapi psikofarmaka, terapi somatik,
psikologis, yang tentunya harus segera ditangani
psikoterapi, terapi psikoreligius dan
(Widyastuti, 2015).
psikoedukasi. Psikoedukasi merupakan salah
Penanganan fraktur dapat dilakukan secara
satu cara yang berguna untuk mengurangi rasa
konservatif maupun operatif. Tindakan operasi
cemas. Psikoedukasi dapat mengurangi tingkat
atau pembedahan merupakan pengalaman yang
kecemasan karena dalam psikoedukasi ada
sulit dan dapat menimbulkan kecemasan bagi
informasi yang disampaikan sehingga pasien
hampir semua pasien dan keluarganya.
mampu memahami dan meningkatkan
Kecemasan yang dialami pasien dan keluarga
keterampilan dalam mengolah penyakitnya.
biasanya terkait dengan segala macam prosedur
Psikoedukasi menjadi terapi yang sangat
asing yang harus dijalani pasien dan juga
tepat dilakukan kepada pasien pre operasi yang
ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat
mengalami kecemasan. Tujuan dari
segala macam prosedur pembedahan dan
psikoedukasi sendiri adalah menurunkan
tindakan pembiusan (Sutrimo, 2013)
intensitas emosi seperti kecemasan pada
Kecemasan merupakan gejala klinis yang
tingkatan tertentu dengan sebelumnya
terlihat pada pasien dengan penatalaksanaan
dilakukan manajemen pengetahuan tentang
medis. Bila kecemasan pada pasien pre operasi
masalah yang pasien hadapi (Albarizi, 2016).
tidak segera diatasi maka dapat mengganggu
Menurut Albarizi (2016) manfaat dari
proses pelaksanaan tindakan itu sendiri, untuk
pemberian psikoedukasi tersebut dapat
itu pasien yang akan menjalani operasi harus
membantu mengatasi kecemasan, membuat
diberi pendidikan kesehatan untuk menurunkan
perasaan lebih baik dan dapat membantu
atau mengurangi gejala kecemasan. Di
mengatasi kecemasan. Selain itu, psikoedukasi
Indonesia, prevalensi gangguan kecemasan
juga dapat memperkuat strategi koping atau
berkisar pada angka 6-7% (5.888 jiwa) dari
suatu cara khusus dalam menangani kesulitan
populasi umum (perempuan lebih banyak
perubahan mental yang dialami.
dibandingkan prevalensi laki-laki).
Psikoedukasi diharapkan dapat
Hasil studi pendahuluan yang peneliti
meningkatkan strategi koping, memecakan
lakukan di RST dr. Soedjono Kota Magelang
permasalahan kurangnya informasi serta
pada tanggal 31 Januari-2 Febuari 2018 dengan
menggali dukungan emosi pasien untuk
tiga pasien pre operasi berusia remaja
mengurangi ketakutannya.
menunjukan dua diantaranya mengalami
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini
kecemasan sedang diukur menggunakan skala
dilakukan untuk mengetahui pengaruh
kecemasan HARs-A. Responden pertama berusia
psikoedukasi terhadap tingkat kecemasan

Copyright © 2018, Jurnal Riset Kesehatan, e-ISSN 2461-1026


Jurnal Riset Kesehatan, 7 (2), 2018, 112 - 116
DOI: 10.31983/jrk.v7i2.3539

sedang pada pasien pre operasi fraktur usia serta kuesioner dukungan keluarga menurut
remaja di RST dr. Soedjono Kota Magelang dan Nurusallam (2013) dan pedoman wawancara
RSUD Tidar Kota Magelang. tingkat pengetahuan respomden.
Teknik pengambilan data dalam penelitian
2. Metode adalah sebagai berikut pasien diukur tingkat
kecemasan menggunakan instrumen skala
Penelitian ini merupakan penelitian
pengukuran kecemasan (HARs-A) terlebih
kuantitatif dengan desain penelitian pre
dahulu, apabila didapatkan skor 14-20
eksperimen dengan rancangan one group pre test
(kecemasan ringan) dan skor 21-27 (kecemasan
post test design. Populasi dalam penelitian ini
sedang) maka pasien dapat diambil sebagai
adalah pasien berusia remaja yang akan
responde dilanjutkan dengan sesi satu, yaitu
menjalani operasi fraktur di bangsal bedah
mengidentifikasi masalah yang dialami oleh
RSUD Tidar Kota Magelang dan RST dr.
pasien, selanjutnya sesi ke dua, yaitu manajemen
Soedjono Magelang, sedangkan sampel yang
pengetahuan sesuai masalah yang pasien alami
digunakan adalah pasien berusia remaja yang
dengan mengisi pedoman wawancara
akan menjalani operasi fraktur di bangsal bedah
pengetahuan pasien serta menilai keterlibatakan
RSUD Tidar Kota Magelang dan RST dr.
dukungan sosial dan keluarga dengan kuesioner
Soedjono Magelang yang memenuhi kriteria
dukungan keluarga. Setelah itu, dilanjutkan sesi
inklusi dan eksklusi yang ditentukan.
ke tiga yaitu manajemen kecemasan. Pada sesi
a. Kriteria Inklusi :
ini dilakukan pendidikan kesehatan serta
1) Tingkat kesadaran pasien Composmentis
motivasi kepada pasien sesuai dengan masalah
(skor GCS : 13 – 15)
yang pasien alami. Setelah sesi ke tiga selesai,
2) Pasien berusia remaja (12-18 tahun) yang
pasien diukur kembali tingkat kecemasannya.
menjalani operasi fraktur dalam kurun waktu
Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan
bulan Februari 2018 s/d Maret 2018.
sebagai bahan untuk dianalisis.
3) Pasien dengan fraktur pada tulang anggota
Dalam penelitian ini analisis univariat
gerak.
digunakan untuk mengetahui gambaran dari
4) Pasien dengan tingkat kecemasan ringan dan
variabel penelitian yaitu jenis kelamin, tingkat
sedang.
pendidikan, tingkat pengetahuan, dan tingkat
5) Pasien bersedia untuk menjadi responden.
kecemasan. Sedangkan analisis bivariat
b. Kriteria Eksklusi
dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat
1) Pasien dengan gangguan mental dan/atau
kecemasan responden sebelum dan sesudah
dengan gangguan pendengaran.
dilakukan psikoedukasi. Setelah data ditabulasi
2) Pasien dengan fraktur di area tengkorak,
selanjutnya dilakukan uji normalitas data,
thorax dan tulang panggul.
peneliti menggunakan Shapiro-Wilk dikarenakan
3) Pasien cito.
jumlah sampel yang diambil kurang dari 50.
4) Tidak bersedia menjadi responden dalam
Dalam penelitian ini data terdistribusi normal,
penelitian ini.
maka pengolahan data menggunakan uji
5) Pasien dengan tingkat kecemasan berat.
parametrik t-test berpasangan
Metode sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Non Random (Non Probability)
3. Hasil dan Pembahasan
Sampling dengan pendekatan teknik sampling
a. Analisa Univariat
kuota. Besar sampel yan diambil adalah semua
1) Berdasarkan Usia dan Rerata tingkat
pasien fraktur berusia remaja yang akan
kecemasan
menjalani operasi dengan tingkat kecemasan
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa
ringan dan sedang di RSUD Tidar Magelang dan
pasien pre operasi fraktur paling banyak berusia
RST dr. Soedjono Kota Magelang dalam kurun
17 tahun yaitu sebanyak 12 (40,0%). Pasien pre
waktu tanggal Febuari 2017- Maret 2017, dengan
operasi fraktur yang berusia 13 tahun sebanyak 4
jumlah 30 responden.
(13.3%) orang, 14 tahun sebanyak 1 (3,3%) orang,
Dalam penelitian ini alat yang digunakan
15 tahun sebanyak 2 (6,8%) orang, 16 tahun
adalah kuesioner HARS-A (Hamilton Rating Scale
sebanyak 4 (13,3) orang dan 1yang berusia 18
for Anxiety)
tahun sebanyak 7 (23,3%) orang.

Copyright © 2018, Jurnal Riset Kesehatan, e-ISSN 2461-1026


Jurnal Riset Kesehatan, 7 (2), 2018, 113 - 116
DOI: 10.31983/jrk.v7i2.3539

Tabel 1. Rerata tingakat kecemasan berdasarkan usia Tabel 2. Rerata tingakat kecemasan berdasarkan jenis
Rerata kelamin
Usia F % tingkat Rerata tingkat
Total
kecemasan kecemasan
12 - - Jenis Sebelum Setelah
13 4 13.3 26,5 kelamin dilakukan dilakukan
F %
14 1 3.3 26 Psikoeduk Psikoeduk
15 2 6.8 25,25 asi asi
16 4 13.3 20,75 Laki-laki 17 56,6 21,17 14,76 35,93
17 12 40.0 20,33 Perempua 13 43,4
21,30 14,92 14,92
18 7 23.3 18,57 n
Total 30 100 22,9 30 100
Kecemasan lebih sering dialami oleh perempuan
Tabel 1 menunjukan bahwa rerata tingkat daripada laki-laki (Vacarolis, 2010). Pada
kecemasan tertinggi terjadi pada responden penelitian ini, rerata tingkat kecemasan
yang berusia 13 tahun yaitu 26,5 sedangkan perempuan lebih tinggi, yaitu 36,22 dibanding
rerata tingkat kecemasan terendah terjadi pada dengan laki-laki yaitu 35,93. Hal ini dapat terjadi
responden yang berusia 18 tahun yaitu sebesar dikarenakan koping masing-masing individu
18,57. berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh
Maka dapat diketahui bahwa semakin Jangkup (2015) bahwa dari 40 responden yang
bertambah usia pasien, maka semakin rendah terdiri dari 20 responden laki-laki dan 20
tingkat kecemasannya. Hal ini dikarenakan usia responden perempuan menunjukan rerata
berhubungan dengan pengalaman dan tingkat kecemasan perempuan lebih tinggi yaitu
pandangan terhadap sesuatu, semakin 55,6 dibandingkan dengan rerata tingkat
bertambah usia seseorang maka semakin matang kecemasan responden laki-laki yaitu 44,4. Hal ini
proses berfikir dan bertindak dalam menghadapi sesuai dengan teori yang disampaikan oleh
sesuatu (Lukman, 2009). Sunaryo (2014) bahwa pada umumnya seorang
Usia merupakan salah satu faktor yang laki-laki dewasa mempunyai mental yang kuat
mempengaruhi kecemasan. Menurut Suprapto terhadap sesuatu yang dianggap mengancam
(2012), usia yang tergolong muda lebih mudah bagi dirinya dibandingkan perempuan.
mengalami kecemasan dibandingkan dengan Penelitian lain yang dilakukan oleh Harfika
usia dewasa, individu dengan usia dewasa lebih (2016) di Puskesmas Bahu Kecamatan Malayang
matang dan stabil secara psikologis serta mampu Kota Manado menunjukan hasil yang sama,
berpikir secara logis. Lebih lanjut Kaplan dan bahwa pasien perempuan lebih banyak
Sadock (2010) menyatakan bahwa kecemasan mengalami kecemasan dibandingkan dengan
dapat terjadi pada semua tingkat perkembangan pasien laki-laki. Hal tersebut dikarenakan secara
usia dan semakin bertambahnya usia seseorang fisik perempuan lebih lemah dibandingkan
maka semakin baik tingkat kematangan emosi laki-laki, sifat tersebut membuat perempuan
seseorang serta mampu dalam menghadapi memberikan respon lebih terhadap sesuatu yang
berbagai permasalahan. Sebaliknya, usia remaja dianggap berbahaya.
lebih rentan mengalami kecemasan karena Studi lain yang telah dilakukan oleh
remaja masih menggantungkan diri terhadap Sentana (2015) menunjukan bahwa terdapat
orang lain dan sangat mempehatikan bentuk hubungan jenis kelamin dengan kecemasan.
atau keutuhan tubuhnya, sehingga apabila ada Pada umumnya laki-laki memiliki mental yang
ketidaksamaan dengan teman sebayanya, cukup kuat terhadap sesuatu hal yang dianggap
seorang remaja akan mengalami kecemasan. mengancam bagi dirinya dibandingkan dengan
perempuan. Gangguan ini lebih sering dialami
2) Berdasarkan jenis kelamin dan rerata tingkat oleh perempuan daripada lak-laki. Hal ini
kecemasan dikarenakan perempuan lebih peka dengan
emosinya, yang pada akhirnya peka juga
Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa terhadap perasaan cemasnya.
pasien fraktur berusia remaja yang akan Selain itu, penampilan merupakan hal yang
menjalani operasi fraktur terdiri dari 17 (56,7%) sangat penting bagi perempuan pada umumnya.
pasien laki laki dan 13 (43,4%) pasien Namun, pada pasien yang mengalami patah
perempuan. tulang dan akan menjalani operasi akan terjadi
perubahan fisik yang mengubah citra diri
seseorang menjadi kurang menarik (Stuart &
Laraia, 2015).

Copyright © 2018, Jurnal Riset Kesehatan, e-ISSN 2461-1026


Jurnal Riset Kesehatan, 7 (2), 2018, 114 - 116
DOI: 10.31983/jrk.v7i2.3539

3) Berdasarkan tingkat pendidikan dan rerata Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa
tingkat kecemasan sebelum dilakukan psikoedukasi responden
yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 15
Tabel 3. Rerata tingakat kecemasan berdasarkan Jenjang (50%) responden, sedangkan yang mengalami
Pedidikan
kecemasan ringan sebanyak 15 (50%) responden.
Tingkat Tingkat Kecemasan Prosentas
Pendidikan Ringan Sedang
Total
e (%) Rata-rata kecemasan yang dialami responden
SD - - - sebelum dilakukan psikoedukasi adalah 21,23
SMP - 8 8 26,7 dengan total skor kecemasan tertinggi 33 dan
SMA 15 7 22 73,3 terendah 20.
Tidak
- - -
Sekolah
Total 15 15 30 100 5) Tingkat kecemasan setelah dilakukan
psikoedukasi
Berdasarkan table 3 pasien pre operasi
fraktur usia remaja berpendidikan SMA Tabel 5 tingakat kecemasan setelah dilakukan psikoedukasi
Fre
sebanyak 22 responden (73,3%) dan sisanya Skor
Tingkat
kue
Prosenta
Mean
Min-
berpendidikan SMP sebanyak 8 (26,7%) Kecemasan se (%) Max
nsi
responden. <14
Tidak ada
7 23,3
Hasil penelitian menunjukan bahwa kecemasan
Kecemasan
sebagian besar responden berpendidikan SMA 14-20
ringan
23 76,7
yaitu 22 (73,3 %) responden. Pendidikan Total 30 100 14,83 9-19
merupakan proses belajar pada suatu lembaga Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa
pendidikan dengan berbagai jenjang pendidikan. setelah dilakukan psikoedukasi rerata tingkat
Semakin rendah pendidikan, semakin kecemasan yang dialami oleh pasien pre operasi
kurang untuk dapat menganalisa dan fraktur sebesar 14,83 dengan total skor tertinggi
menguraikan masalah yang baru sehingga akan adalah 19 dan terendah adalah 9. Setelah
mudah terjadi kecemasan. Hal ini sesuai dengan dilakukan psikoedukasi sebagian besar
teori Stuart & Sudden (2012), bahwa tingkat responden mengalami kecemasan ringan, yaitu
pendidikan seseorang akan berpengaruh berjumalh 23 (76,6%) responden.
terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin mudah berfikir b. Perubahan tingkat kecemasan sebelum dan
rasional dan menangkap informasi baru setelah dilakukan psikoedukasi
termasuk dalam menguraikan masalah yang
baru. Tabel 6 Perubahan tingakat kecemasan setelah dilakukan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang psikoedukasi
dilakukan oleh Anggraeni (2015) bahwa Tingkat Kecemasan frekuensi
Persentase
pendidikan sangat berpengaruh terhadap (%)
tingkat kecemasan pasien pre operasi, hal ini Ringan – Tidak ada kecemasan 6 20
dibuktikan dari 9 responden yang Ringan – Ringan 9 30
Sedang – Tidak ada kecemasan 1 3,4
berpendidikan rendah dan sedang hanya ada 1 Sedang – Ringan 14 46,6
(11,1%) yang tidak mengalami kecemasan, Sedang – Sedang -
sedangkan dari 24 responden yang Total 30 100
berpendidikan tinggi didapatkan 10 (41,7%) Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa
orang tidak mengalami kecemasan. terjadi perubahan tingkat kecemasan yang
dialami oleh pasien. Perubahan terbanyak terjadi
4) Tingkat kecemasan sebelum dilakukan pada tingkat kecemasan sedang menjadi
psikoedukasi kecemasan ringan sebanyak 14 (46.6%)
responden, sebanyak 6 (20%) responden
Tabel 4. tingakat kecemasan sebelum dilakukan psikoedukasi mengalami perubahan tingkat kecemasan dari
Tingkat kecemasan ringan menjadi tidak ada kecemasan,
Frekue Prosenta Mea Min-
Skor Kecemasa
n
nsi se (%) n Max sebanyak 9 (30%) responden tidak mengalami
Kecemasa perubahan tingkat kecemasan yaitu tetap pada
14-20 15 50
n ringan tingkat kecemasan ringan dan 1 (3,4%)
Kecemasa responden mengalami perubahan tingkat
21-27 15 50
n sedang
kecemasan dari kecemasan sedang menjadi tidak
21,2 15-2
Total 30 100 ada kecemasan.
3 7

Copyright © 2018, Jurnal Riset Kesehatan, e-ISSN 2461-1026


Jurnal Riset Kesehatan, 7 (2), 2018, 115 - 116
DOI: 10.31983/jrk.v7i2.3539

c. Analisa bivariat psikoedukasi dapat mengatasi kecemasan,


Bahwa dari Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukan membuat perasaan menjadi lebih baik dan dapat
nilai rerata sebelum dilakukan psikoedukasi memecahkan masalah yang dihadapinya,
adalah 21,23 dan setelah dilakukan psikoedukasi mengurangi depresi dan menumbuhkan rasa
adalah 14,83. Penurunan tingkat kecemasan percaya diri (Zulinda,2016).
responden sebelum dan sesudah dilakukan Hal ini didukung oleh penelitian yang
psikoedukasi yaitu sebesar 6,4. Analisis hasil uji dilakukan oleh Umaroh (2016) mengenai
paired t-test menunjukan nilai signifikansi 0,000 efektivitas psikoedukasi terhadap adaptasi pada
dengan taraf kepercayaan 95% dimana p<0,005. pasien fraktur di RSUD Jombang. Diketahui
Hal ini menunjukan bahwa psikoedukasi terdapat perbedaan yang bermakna antar
berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien adaptasi pada kelompok kontrol dan kelompok
pre operasi fraktur usia remaja. Dengan intervensi sesudah perlakuan psikoedukasi pada
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pasien fraktur.
hipotesa diterima, yaitu terdapat perbedaan Studi yang sama dilakukan oleh Rohmi
tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur (2015), bahwa psikoedukasi dapat menurunkan
usia remaja sebelum dan sesudah dilakukan tingkat kecemasan dengan subjek keluarga
terapi psikoedukasi. pasien Tubercolosis. Hasil studi menunjukan
adanya pengaruh tingkat kecemasan sebelum
d. Pengaruh psikoedukasi terhadap tingkat dan setelah dilakukan psikoedukasi dimana p
kecemasan pasien pre operasi fraktur usia value 0.03 (p < 0.05).
remaja Adanya perbedaan atau perubahan tingkat
Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan
tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur psikoedukasi dapat disebabkan karena
usia remaja di Kota Magelang sebelum kebutuhan responden akan informasi sudah
dilakukan psikoedukasi adalah 21,23 dan setelah terpenuhi serta dalam psikoedukasi yang
dilakukan psikoedukasi rerata tingkat dialakukan melibatkan menajemen kecemasan,
kecemasan pasien menurun, yaitu 14,83. Hal ini yaitu pada sesi III. Pada sesi ini merupakan sesi
menunjukan adanya perbedaan rerata tingkat intevensi, yaitu pemberian informasi sesuai
kecemasan responden sebelum dan sesudah dengan masalah yang responden alami dengan
dilakukan psikoedukasi dengan selisih 4,6 (p tujuan kebutuhan akan informasi responden
value 0,000). terpenuhi. Selain itu, dalam sesi ini peneliti
Kecemasan merupakan respon terhadap melakukan intervensi dengan tujuan pasien
situasi tertentu yang mengancam dan mampu mengungkapkan kecemasan yang
merupakan hal yang normal terjadi menyertai pasien rasakan dan mengajarkan cara mengatasi
perkembangan, perubahan, pengalaman baru kecemasan dengan menggunakan teknik
atau yang belu pernah dilakukan (Kaplan & relaksasi nafas dalam.
Saddock, 2010). Faktor yang mempengaruhi Hal ini sesuai dengan teori Carson (2015)
kecemasan sendiri adalah faktor biologis dan bahwa psikoedukasi merupakan suatu strategi
fisiologis. Kecemasan dapat diatasi dengan cara untuk menurunkan faktor-faktor resiko yang
farmakologis dan nonfarmakologis (Sutrimo, berhubungan dengan gejala-gejala perilaku
2013). seperti kecemasan. Jadi, pada prinsipnya
Kecemasan dapat diturunkan melalui psikoedukasi membantu dalam meningkatkan
pendekatan seperti pemberian informasi serta pengetahuan tentang penyakit maupun keadaan
pengajaran manajemen kecemasan. Dalam hal pasien melalui pemberian informasi dan edukasi
ini penurunan kecemasan dapat dilakukan yang dapat mendukung pengobatan dan
dengan psikoedukasi. Psikoedukasi merupakan manajeman kecemasan.
suatu tindakan yang diberikan kepada individu
atau keluarga untuk memperkuat strategi 4. Simpulan dan Saran
koping atau suatu cara khusus dalam mengatasi
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa
permasalahan psikologis yang dialami oleh
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
seseorang (Mottaghipour & Bickerton, 2012).
menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat
Kecemasan yang dialami seseorang lebih
kecemasan pasien pre operasi fraktur usia
tinggi sebelum dilakukan psikoedukasi dapat
remaja sebelum dan setelah dilakukan terapi
dikarenakan karena responden belum
psikoedukasi dengan rerata skor tingkat
mengetahui lebih jauh tentang permasalahan
kecemasan responden sebelum dilakukan
yang sedang dihadapinya, mengingat manfaat

Copyright © 2018, Jurnal Riset Kesehatan, e-ISSN 2461-1026


Jurnal Riset Kesehatan, 7 (2), 2018, 116 - 116
DOI: 10.31983/jrk.v7i2.3539

psikoedukasi sebesar 21,83 dan setelah Manado. Skripsi. Fakultas Kedokteran


dilakukan psikoedukasi menunjukan penurunan Universitas Sam Ratulangi Manado.
yaitu sebesar 14,83. Nilai tersebut menunjukan Kaplan,H.I, Sadock, B.J, Grebb, J.A. 2010.
adanya perbedaan rerata tingkat kecemasan Sinopsis Psikiatri jilid 2. Terjemahan
responden sebelum dan setelah dilakukan Widjaja Kusuma. Jakarta : Binarupa
psikoedukasi yaitu sebesar 6,4. Aksara.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Lukman. 2009. Asuhan keperawatan pada
ada pengaruh pemberian terapi psikoedukasi klien dengan gangguan
terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
fraktur usia remaja di Kota Magelang dengan Medika
nilai sig. <0,005 (p value <0,005). Mottsghipour & Bickerton. 2015. The
Adapun saran dalam penelitian ini pyramid of family care : A framework
sebagai berikut Hasil penelitian ini sebagai for family involvement with adult
referensi bahwa terapi psikoedukasi efektif mentalHealt service. Toranto : Prentice
dalam menurunkan tingkat kecemasan. Dalam Hall Health.
penelitian ini peneliti hanya melakukan terapi Nurbani. 2009. Pengaruh psikoedukasi
psikoedukasi dalam 3 sesi. Oleh karena itu, keluarga terhadap masalah psikososial :
peneliti selanjutnya dapat mengembangkan ansietas dan beban keluarga (caregiver)
psikoedukasi sampai dengan 5 sesi, sesuai dalam merawat pasien stroke di RS
dengan Nurbani (2009) yaitu pengkajian masalah Jakarta Pusat Dr. Cipto
yang dihadapi, merawat dan memberikan Mangunkusumo. Thesis. Tidak
dukungan psikososial, manajemen beban dipublikasikan.
subjektif, manajemen beban objektif, serta Stuart, G.W. & Laraia, M.T. 2007. Principles
pemberdayaan sumber-sember yang ada. and practice of psyhiatric nursing. (8th
ed.) St. Louis : Mosby Year B.
5. Ucapan Terima Kasih Stuart, G.W., & Sudeen, SJ. 2012. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. edisi 5. Jakarta :
Terima kasih disampaikan kepada
EGC.
Poltekkes Kemenkes Semarang yang telah
Suprapta,S. 2012. Hubungan fase usia anak
mendukung keberlangsungan jurnal ini.
dengan tingkat kecemasan anak pre
operasi circumsisi di Pondok Khitan
6. Daftar Pustaka
Al-Khasanah Wonosobo. Skripsi.
Anggraeni, Mekar, D. 2015. Metodologi Program Studi Keperawatan Stikes
penelitian kualitatif dan kuantitatif Aisyiyah Yogyakarta.
dalam bidang kesehatan. Yogyakarta: Sutrimo, A. (2013). Pengaruh guided
Nuha Medika. imagery snd music (gim) terhadap
Sunaryo,. 2014. Psikologi untuk kecemasan pasien pre operasi sectio
Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : EGC. caesaria (SC) di RSUD Banyumas. Tesis.
Jangkup, J.Y.K. 2015. Tingkat kecemasan Purwokerto: Universitas Jenderal
pada pasien penyakit gagal ginjal Soedirman.
kronik yang menjalani hemodialisa di
BLU RSUP Prof. Dr. R. D Kandou

Copyright © 2018, Jurnal Riset Kesehatan, e-ISSN 2461-1026

Anda mungkin juga menyukai