DOI: 10.31983/jrk.v7i2.3539
Abstrak
Kejadian fraktur tulang panjang di RST dr. Soedjono Kota Magelang pada tahun 2017 sebanyak 159
orang, 45 orang (28,3%) diantaranya berusia remaja. Salah satu penanganan fraktur yaitu dengan
tindakan operatif. Tindakan operasi merupakan ancaman potensial yang menyebabkan kecemasan.
Kecemasan dapat ditangani dengan berbagai cara, salah satunya psikoedukasi. Untuk mengetahui
pengaruh psikoedukasi terhadap kecemasan pasien pre operasi fraktur usia remaja. Penelitian ini
menggunakan metode pre eksperimen dengan desain penelitian one grup pre test post test yang mana
penelitian ini tidak menggunakan kelompok pembanding (kontrol). Besar sampel adalah 30 responden
dengan tehnik total sampling. Instrumen penelitian yaitu lembar demografi dan lembar observasi
kecemasan (HARs-A). Uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk Test dan analisis data menggunakan
Paired t-test. Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur
usia remaja di Kota Magelang sebelum dilakukan psikoedukasi adalah 21,23 dan setelah dilakukan
psikoedukasi rerata tingkat kecemasan pasien menurun, yaitu 14,83. Hal ini menunjukan adanya
perbedaan rerata tingkat kecemasan responden sebelum dan sesudah dilakukan psikoedukasi dengan
selisih 4,6 (p value 0,000). Dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruh psikoedukasi terhadap penurunan
tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur usia remaja di Kota Magelang. Saran untuk peneliti
selanjutnya adalah agar lebih mengembangkan sesi dalam psikoedukasi menjadi 5 sesi.
Abstract
sedang pada pasien pre operasi fraktur usia serta kuesioner dukungan keluarga menurut
remaja di RST dr. Soedjono Kota Magelang dan Nurusallam (2013) dan pedoman wawancara
RSUD Tidar Kota Magelang. tingkat pengetahuan respomden.
Teknik pengambilan data dalam penelitian
2. Metode adalah sebagai berikut pasien diukur tingkat
kecemasan menggunakan instrumen skala
Penelitian ini merupakan penelitian
pengukuran kecemasan (HARs-A) terlebih
kuantitatif dengan desain penelitian pre
dahulu, apabila didapatkan skor 14-20
eksperimen dengan rancangan one group pre test
(kecemasan ringan) dan skor 21-27 (kecemasan
post test design. Populasi dalam penelitian ini
sedang) maka pasien dapat diambil sebagai
adalah pasien berusia remaja yang akan
responde dilanjutkan dengan sesi satu, yaitu
menjalani operasi fraktur di bangsal bedah
mengidentifikasi masalah yang dialami oleh
RSUD Tidar Kota Magelang dan RST dr.
pasien, selanjutnya sesi ke dua, yaitu manajemen
Soedjono Magelang, sedangkan sampel yang
pengetahuan sesuai masalah yang pasien alami
digunakan adalah pasien berusia remaja yang
dengan mengisi pedoman wawancara
akan menjalani operasi fraktur di bangsal bedah
pengetahuan pasien serta menilai keterlibatakan
RSUD Tidar Kota Magelang dan RST dr.
dukungan sosial dan keluarga dengan kuesioner
Soedjono Magelang yang memenuhi kriteria
dukungan keluarga. Setelah itu, dilanjutkan sesi
inklusi dan eksklusi yang ditentukan.
ke tiga yaitu manajemen kecemasan. Pada sesi
a. Kriteria Inklusi :
ini dilakukan pendidikan kesehatan serta
1) Tingkat kesadaran pasien Composmentis
motivasi kepada pasien sesuai dengan masalah
(skor GCS : 13 – 15)
yang pasien alami. Setelah sesi ke tiga selesai,
2) Pasien berusia remaja (12-18 tahun) yang
pasien diukur kembali tingkat kecemasannya.
menjalani operasi fraktur dalam kurun waktu
Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan
bulan Februari 2018 s/d Maret 2018.
sebagai bahan untuk dianalisis.
3) Pasien dengan fraktur pada tulang anggota
Dalam penelitian ini analisis univariat
gerak.
digunakan untuk mengetahui gambaran dari
4) Pasien dengan tingkat kecemasan ringan dan
variabel penelitian yaitu jenis kelamin, tingkat
sedang.
pendidikan, tingkat pengetahuan, dan tingkat
5) Pasien bersedia untuk menjadi responden.
kecemasan. Sedangkan analisis bivariat
b. Kriteria Eksklusi
dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat
1) Pasien dengan gangguan mental dan/atau
kecemasan responden sebelum dan sesudah
dengan gangguan pendengaran.
dilakukan psikoedukasi. Setelah data ditabulasi
2) Pasien dengan fraktur di area tengkorak,
selanjutnya dilakukan uji normalitas data,
thorax dan tulang panggul.
peneliti menggunakan Shapiro-Wilk dikarenakan
3) Pasien cito.
jumlah sampel yang diambil kurang dari 50.
4) Tidak bersedia menjadi responden dalam
Dalam penelitian ini data terdistribusi normal,
penelitian ini.
maka pengolahan data menggunakan uji
5) Pasien dengan tingkat kecemasan berat.
parametrik t-test berpasangan
Metode sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Non Random (Non Probability)
3. Hasil dan Pembahasan
Sampling dengan pendekatan teknik sampling
a. Analisa Univariat
kuota. Besar sampel yan diambil adalah semua
1) Berdasarkan Usia dan Rerata tingkat
pasien fraktur berusia remaja yang akan
kecemasan
menjalani operasi dengan tingkat kecemasan
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa
ringan dan sedang di RSUD Tidar Magelang dan
pasien pre operasi fraktur paling banyak berusia
RST dr. Soedjono Kota Magelang dalam kurun
17 tahun yaitu sebanyak 12 (40,0%). Pasien pre
waktu tanggal Febuari 2017- Maret 2017, dengan
operasi fraktur yang berusia 13 tahun sebanyak 4
jumlah 30 responden.
(13.3%) orang, 14 tahun sebanyak 1 (3,3%) orang,
Dalam penelitian ini alat yang digunakan
15 tahun sebanyak 2 (6,8%) orang, 16 tahun
adalah kuesioner HARS-A (Hamilton Rating Scale
sebanyak 4 (13,3) orang dan 1yang berusia 18
for Anxiety)
tahun sebanyak 7 (23,3%) orang.
Tabel 1. Rerata tingakat kecemasan berdasarkan usia Tabel 2. Rerata tingakat kecemasan berdasarkan jenis
Rerata kelamin
Usia F % tingkat Rerata tingkat
Total
kecemasan kecemasan
12 - - Jenis Sebelum Setelah
13 4 13.3 26,5 kelamin dilakukan dilakukan
F %
14 1 3.3 26 Psikoeduk Psikoeduk
15 2 6.8 25,25 asi asi
16 4 13.3 20,75 Laki-laki 17 56,6 21,17 14,76 35,93
17 12 40.0 20,33 Perempua 13 43,4
21,30 14,92 14,92
18 7 23.3 18,57 n
Total 30 100 22,9 30 100
Kecemasan lebih sering dialami oleh perempuan
Tabel 1 menunjukan bahwa rerata tingkat daripada laki-laki (Vacarolis, 2010). Pada
kecemasan tertinggi terjadi pada responden penelitian ini, rerata tingkat kecemasan
yang berusia 13 tahun yaitu 26,5 sedangkan perempuan lebih tinggi, yaitu 36,22 dibanding
rerata tingkat kecemasan terendah terjadi pada dengan laki-laki yaitu 35,93. Hal ini dapat terjadi
responden yang berusia 18 tahun yaitu sebesar dikarenakan koping masing-masing individu
18,57. berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh
Maka dapat diketahui bahwa semakin Jangkup (2015) bahwa dari 40 responden yang
bertambah usia pasien, maka semakin rendah terdiri dari 20 responden laki-laki dan 20
tingkat kecemasannya. Hal ini dikarenakan usia responden perempuan menunjukan rerata
berhubungan dengan pengalaman dan tingkat kecemasan perempuan lebih tinggi yaitu
pandangan terhadap sesuatu, semakin 55,6 dibandingkan dengan rerata tingkat
bertambah usia seseorang maka semakin matang kecemasan responden laki-laki yaitu 44,4. Hal ini
proses berfikir dan bertindak dalam menghadapi sesuai dengan teori yang disampaikan oleh
sesuatu (Lukman, 2009). Sunaryo (2014) bahwa pada umumnya seorang
Usia merupakan salah satu faktor yang laki-laki dewasa mempunyai mental yang kuat
mempengaruhi kecemasan. Menurut Suprapto terhadap sesuatu yang dianggap mengancam
(2012), usia yang tergolong muda lebih mudah bagi dirinya dibandingkan perempuan.
mengalami kecemasan dibandingkan dengan Penelitian lain yang dilakukan oleh Harfika
usia dewasa, individu dengan usia dewasa lebih (2016) di Puskesmas Bahu Kecamatan Malayang
matang dan stabil secara psikologis serta mampu Kota Manado menunjukan hasil yang sama,
berpikir secara logis. Lebih lanjut Kaplan dan bahwa pasien perempuan lebih banyak
Sadock (2010) menyatakan bahwa kecemasan mengalami kecemasan dibandingkan dengan
dapat terjadi pada semua tingkat perkembangan pasien laki-laki. Hal tersebut dikarenakan secara
usia dan semakin bertambahnya usia seseorang fisik perempuan lebih lemah dibandingkan
maka semakin baik tingkat kematangan emosi laki-laki, sifat tersebut membuat perempuan
seseorang serta mampu dalam menghadapi memberikan respon lebih terhadap sesuatu yang
berbagai permasalahan. Sebaliknya, usia remaja dianggap berbahaya.
lebih rentan mengalami kecemasan karena Studi lain yang telah dilakukan oleh
remaja masih menggantungkan diri terhadap Sentana (2015) menunjukan bahwa terdapat
orang lain dan sangat mempehatikan bentuk hubungan jenis kelamin dengan kecemasan.
atau keutuhan tubuhnya, sehingga apabila ada Pada umumnya laki-laki memiliki mental yang
ketidaksamaan dengan teman sebayanya, cukup kuat terhadap sesuatu hal yang dianggap
seorang remaja akan mengalami kecemasan. mengancam bagi dirinya dibandingkan dengan
perempuan. Gangguan ini lebih sering dialami
2) Berdasarkan jenis kelamin dan rerata tingkat oleh perempuan daripada lak-laki. Hal ini
kecemasan dikarenakan perempuan lebih peka dengan
emosinya, yang pada akhirnya peka juga
Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa terhadap perasaan cemasnya.
pasien fraktur berusia remaja yang akan Selain itu, penampilan merupakan hal yang
menjalani operasi fraktur terdiri dari 17 (56,7%) sangat penting bagi perempuan pada umumnya.
pasien laki laki dan 13 (43,4%) pasien Namun, pada pasien yang mengalami patah
perempuan. tulang dan akan menjalani operasi akan terjadi
perubahan fisik yang mengubah citra diri
seseorang menjadi kurang menarik (Stuart &
Laraia, 2015).
3) Berdasarkan tingkat pendidikan dan rerata Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa
tingkat kecemasan sebelum dilakukan psikoedukasi responden
yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 15
Tabel 3. Rerata tingakat kecemasan berdasarkan Jenjang (50%) responden, sedangkan yang mengalami
Pedidikan
kecemasan ringan sebanyak 15 (50%) responden.
Tingkat Tingkat Kecemasan Prosentas
Pendidikan Ringan Sedang
Total
e (%) Rata-rata kecemasan yang dialami responden
SD - - - sebelum dilakukan psikoedukasi adalah 21,23
SMP - 8 8 26,7 dengan total skor kecemasan tertinggi 33 dan
SMA 15 7 22 73,3 terendah 20.
Tidak
- - -
Sekolah
Total 15 15 30 100 5) Tingkat kecemasan setelah dilakukan
psikoedukasi
Berdasarkan table 3 pasien pre operasi
fraktur usia remaja berpendidikan SMA Tabel 5 tingakat kecemasan setelah dilakukan psikoedukasi
Fre
sebanyak 22 responden (73,3%) dan sisanya Skor
Tingkat
kue
Prosenta
Mean
Min-
berpendidikan SMP sebanyak 8 (26,7%) Kecemasan se (%) Max
nsi
responden. <14
Tidak ada
7 23,3
Hasil penelitian menunjukan bahwa kecemasan
Kecemasan
sebagian besar responden berpendidikan SMA 14-20
ringan
23 76,7
yaitu 22 (73,3 %) responden. Pendidikan Total 30 100 14,83 9-19
merupakan proses belajar pada suatu lembaga Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa
pendidikan dengan berbagai jenjang pendidikan. setelah dilakukan psikoedukasi rerata tingkat
Semakin rendah pendidikan, semakin kecemasan yang dialami oleh pasien pre operasi
kurang untuk dapat menganalisa dan fraktur sebesar 14,83 dengan total skor tertinggi
menguraikan masalah yang baru sehingga akan adalah 19 dan terendah adalah 9. Setelah
mudah terjadi kecemasan. Hal ini sesuai dengan dilakukan psikoedukasi sebagian besar
teori Stuart & Sudden (2012), bahwa tingkat responden mengalami kecemasan ringan, yaitu
pendidikan seseorang akan berpengaruh berjumalh 23 (76,6%) responden.
terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi
tingkat pendidikan semakin mudah berfikir b. Perubahan tingkat kecemasan sebelum dan
rasional dan menangkap informasi baru setelah dilakukan psikoedukasi
termasuk dalam menguraikan masalah yang
baru. Tabel 6 Perubahan tingakat kecemasan setelah dilakukan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang psikoedukasi
dilakukan oleh Anggraeni (2015) bahwa Tingkat Kecemasan frekuensi
Persentase
pendidikan sangat berpengaruh terhadap (%)
tingkat kecemasan pasien pre operasi, hal ini Ringan – Tidak ada kecemasan 6 20
dibuktikan dari 9 responden yang Ringan – Ringan 9 30
Sedang – Tidak ada kecemasan 1 3,4
berpendidikan rendah dan sedang hanya ada 1 Sedang – Ringan 14 46,6
(11,1%) yang tidak mengalami kecemasan, Sedang – Sedang -
sedangkan dari 24 responden yang Total 30 100
berpendidikan tinggi didapatkan 10 (41,7%) Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa
orang tidak mengalami kecemasan. terjadi perubahan tingkat kecemasan yang
dialami oleh pasien. Perubahan terbanyak terjadi
4) Tingkat kecemasan sebelum dilakukan pada tingkat kecemasan sedang menjadi
psikoedukasi kecemasan ringan sebanyak 14 (46.6%)
responden, sebanyak 6 (20%) responden
Tabel 4. tingakat kecemasan sebelum dilakukan psikoedukasi mengalami perubahan tingkat kecemasan dari
Tingkat kecemasan ringan menjadi tidak ada kecemasan,
Frekue Prosenta Mea Min-
Skor Kecemasa
n
nsi se (%) n Max sebanyak 9 (30%) responden tidak mengalami
Kecemasa perubahan tingkat kecemasan yaitu tetap pada
14-20 15 50
n ringan tingkat kecemasan ringan dan 1 (3,4%)
Kecemasa responden mengalami perubahan tingkat
21-27 15 50
n sedang
kecemasan dari kecemasan sedang menjadi tidak
21,2 15-2
Total 30 100 ada kecemasan.
3 7