Pada tahun 1960, Indonesia memiliki pendapatan per kapita yang setara dengan Korea
Selatan. Sekitar 50 tahun berselang, kini pendapatan Korea Selatan sudah mencapai USD
15.000 atau 7 kali lebih besar dibandingkan dengan pendapatan Indonesia. Sementara itu,
pendapatan rakyat China pada dasawarsa 1990 masih jauh di bawah Indonesia, namun hal itu
telah berbalik, kini pendapatan rakyat China 1,5 kali lebih besar daripada pendapatan rakyat
Indonesia. Melihat fenomena tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia berada dalam kondisi
sulit berkembang atau masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lainya di dunia.
Ketika kita ingin mencapai atau menggapai apa yang kita inginkan (tujuan), pasti ada
beberapa hal yang perlu kita siapkan. Sama halnya dengan bangsa Indonesia yang ingin
menjadi negara maju (Indonesia Gemilang), tentu banyak hal yang harus dipersiapkan
mengingat tantangan ke depan semakin banyak dan kompleks. Salah satu persiapan yang harus
dilakukan guna menunjang upaya Indonesia menjadi negara maju adalah persiapan mental.
Indonesia harus memiliki mental pemenang untuk dapat menjadi negara maju dan bersaing
dengan negara-negara lainnya, bukannya memiliki mental pengalah. Contoh negara-negara
yang dikatakan memiliki mental pememang yaitu China, Jepang, dan Korea. Hal ini dapat
dilihat dari perilaku masyarakatnya yang mengedepankan kerja keras, optimisme, kreativitas,
dan kemandirian. Dalam sektor industri, negara-negara seperti China, Jepang, dan Korea berani
memproduksi berbagai kendaraan berteknologi canggih. Hal tersebut jauh berbeda dengan
Indonesia yang masih memiliki mental pengalah. Mental pengalah ditunjukkan dengan sikap
bangsa Indonesia yang tidak optimis dan kurang kreatif. Salah satu contohnya ialah masih
diterapkannya kebijakan impor produk-produk kendaraan bermotor.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan mental
masyarakat Indonesia menuju Indonesia maju yaitu revolusi mental. Pada tahun 2014, Presiden
Joko Widodo menggaungkan gagasan revolusi mental melalui Gerakan Nasional Revolusi
Mental (GNRM) untuk mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru demi terwujudnya
Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. GNRM yang diusung Jokowi sendiri
telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014 hingga
2019. Revolusi mental sendiri terdiri dari dua kata yaitu “revolusi” dan “mental”. Revolusi
merupakan sebuah perubahan dalam waktu yang singkat. Menurut Aristoteles, revolusi dibagi
menjadi 2 macam. Pertama, perubahan total dari suatu sistem ke sistem yang baru. Kedua,
modifikasi dari sistem yang sudah ada. Sementara mental atau mentalitas berarti sebuah cara
berpikir atau konsep pemikiran untuk dapat belajar dan merespon suatu hal. Berdasarkan dua
pemaparan tersebut, revolusi mental dapat diartikan sebagai perubahan cara berpikir dalam
waktu singkat untuk merespon suatu hal, bertindak, dan bekerja. Tujuan revolusi mental adalah
untuk memperbaiki dan membangun karakter bangsa dengan mengacu pada nilai-nilai
integritas, etos kerja, dan gotong royong untuk membangun budaya bangsa yang bermartabat,
modern, maju, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila.
“Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang
berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong."
"Revolusi mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar
menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan
berjiwa api yang menyala-nyala.”
Itulah gagasan revolusi mental yang pertama kali dicetuskan oleh presiden pertama RI
yaitu Soekarno dalam pidato kenegaraan memperingati Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1957. Semangat revolusi mental tersebut menjadi dasar bagi Soekarno untuk
memperkenalkan gagasan Tri Sakti pada tanggal 17 Agustus 1964. Gagasan Tri Sakti yaitu
Indonesia berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian sosial budaya.
Sebelum menerapkan revolusi mental dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dahulu kita
harus memahami nilai-nilai yang terkandung dalam revolusi mental itu sendiri. Revolusi
mental meliputi tiga nilai yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong. Integritas dapat
diartikan sebagai sebuah kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat.
Dalam hal ini sikap yang perlu dibangkitkan dan dikembangkan adalah jujur, dapat dipercaya,
bertanggung jawab, berkarakter, dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran, moral,
dan etika. Etos kerja dapat diartikan sebagai sikap yang berorientasi pada hasil yang terbaik.
Dalam hal ini sikap yang perlu dibangkitkan dan dikembangkan adalah kerja keras, optimis,
inovatif, kreatif, produktif, dan semangat tinggi dalam bersaing. Sementara gotong royong
dapat diartikan sebagai sebuah keyakinan mengenai pentingnya melakukan kegiatan secara
bersama-sama dan bersifat sukarela sehingga apa yang dikerjakan dapat berjalan dengan efektif
dan efisien. Dalam hal ini sikap yang perlu dibangkitkan dan dikembangkan adalah kerjasama,
solidaritas, komunal, dan berorientasi pada kemaslahatan.