Anda di halaman 1dari 3

Persiapkan Mental Menuju Indonesia Gemilang

Pada tahun 1960, Indonesia memiliki pendapatan per kapita yang setara dengan Korea
Selatan. Sekitar 50 tahun berselang, kini pendapatan Korea Selatan sudah mencapai USD
15.000 atau 7 kali lebih besar dibandingkan dengan pendapatan Indonesia. Sementara itu,
pendapatan rakyat China pada dasawarsa 1990 masih jauh di bawah Indonesia, namun hal itu
telah berbalik, kini pendapatan rakyat China 1,5 kali lebih besar daripada pendapatan rakyat
Indonesia. Melihat fenomena tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia berada dalam kondisi
sulit berkembang atau masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lainya di dunia.

Ketertinggalan atau keterbelakangan suatu negara dapat disebabkan oleh


keterbelakangan mental masyarakatnya. Pada masa sekarang ini, Indonesia mengalami krisis
mental. Krisis tersebut digambarkan dalam tiga hal. Pertama, bangsa Indonesia sudah terlalu
lama membiarkan praktik-praktik berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara yang tidak
jujur, tidak memegang etika dan moral, tidak bertanggung jawab, dan tidak dapat diandalkan,
serta tidak dapat dipercaya. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau
Corruption Perception Index (CPI) Indonesia pada tahun 2017 yang telah diumumkan oleh
Transparency International. Indonesia memperoleh skor IPK atau CPI sebesar 37, sehingga
Indonesia menjadi negara terkorup ke-96 dari 180 negara yang disurvei. Kedua, Indonesia
tertinggal dalam bidang perekonomian karena kehilangan etos kerja keras, daya juang, daya
saing, semangat mandiri, kreatifitas, dan semangat inovatif. Indonesia masih menempati urutan
5 negara terkaya di ASEAN pada tahun 2018. Ketiga, masyarakat Indonesia mengalami krisis
identitas. Hal ini dapat dilihat dari fenomena sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih
suka menggunakan produk luar negeri dibandingkan produk dalam negeri.

Ketika kita ingin mencapai atau menggapai apa yang kita inginkan (tujuan), pasti ada
beberapa hal yang perlu kita siapkan. Sama halnya dengan bangsa Indonesia yang ingin
menjadi negara maju (Indonesia Gemilang), tentu banyak hal yang harus dipersiapkan
mengingat tantangan ke depan semakin banyak dan kompleks. Salah satu persiapan yang harus
dilakukan guna menunjang upaya Indonesia menjadi negara maju adalah persiapan mental.
Indonesia harus memiliki mental pemenang untuk dapat menjadi negara maju dan bersaing
dengan negara-negara lainnya, bukannya memiliki mental pengalah. Contoh negara-negara
yang dikatakan memiliki mental pememang yaitu China, Jepang, dan Korea. Hal ini dapat
dilihat dari perilaku masyarakatnya yang mengedepankan kerja keras, optimisme, kreativitas,
dan kemandirian. Dalam sektor industri, negara-negara seperti China, Jepang, dan Korea berani
memproduksi berbagai kendaraan berteknologi canggih. Hal tersebut jauh berbeda dengan
Indonesia yang masih memiliki mental pengalah. Mental pengalah ditunjukkan dengan sikap
bangsa Indonesia yang tidak optimis dan kurang kreatif. Salah satu contohnya ialah masih
diterapkannya kebijakan impor produk-produk kendaraan bermotor.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mempersiapkan mental
masyarakat Indonesia menuju Indonesia maju yaitu revolusi mental. Pada tahun 2014, Presiden
Joko Widodo menggaungkan gagasan revolusi mental melalui Gerakan Nasional Revolusi
Mental (GNRM) untuk mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru demi terwujudnya
Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. GNRM yang diusung Jokowi sendiri
telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014 hingga
2019. Revolusi mental sendiri terdiri dari dua kata yaitu “revolusi” dan “mental”. Revolusi
merupakan sebuah perubahan dalam waktu yang singkat. Menurut Aristoteles, revolusi dibagi
menjadi 2 macam. Pertama, perubahan total dari suatu sistem ke sistem yang baru. Kedua,
modifikasi dari sistem yang sudah ada. Sementara mental atau mentalitas berarti sebuah cara
berpikir atau konsep pemikiran untuk dapat belajar dan merespon suatu hal. Berdasarkan dua
pemaparan tersebut, revolusi mental dapat diartikan sebagai perubahan cara berpikir dalam
waktu singkat untuk merespon suatu hal, bertindak, dan bekerja. Tujuan revolusi mental adalah
untuk memperbaiki dan membangun karakter bangsa dengan mengacu pada nilai-nilai
integritas, etos kerja, dan gotong royong untuk membangun budaya bangsa yang bermartabat,
modern, maju, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila.

“Dalam kehidupan sehari-hari, praktek revolusi mental adalah menjadi manusia yang
berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong."

"Revolusi mental adalah suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar
menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan
berjiwa api yang menyala-nyala.”

Itulah gagasan revolusi mental yang pertama kali dicetuskan oleh presiden pertama RI
yaitu Soekarno dalam pidato kenegaraan memperingati Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1957. Semangat revolusi mental tersebut menjadi dasar bagi Soekarno untuk
memperkenalkan gagasan Tri Sakti pada tanggal 17 Agustus 1964. Gagasan Tri Sakti yaitu
Indonesia berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian sosial budaya.

Sebelum menerapkan revolusi mental dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dahulu kita
harus memahami nilai-nilai yang terkandung dalam revolusi mental itu sendiri. Revolusi
mental meliputi tiga nilai yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong. Integritas dapat
diartikan sebagai sebuah kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan apa yang diperbuat.
Dalam hal ini sikap yang perlu dibangkitkan dan dikembangkan adalah jujur, dapat dipercaya,
bertanggung jawab, berkarakter, dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran, moral,
dan etika. Etos kerja dapat diartikan sebagai sikap yang berorientasi pada hasil yang terbaik.
Dalam hal ini sikap yang perlu dibangkitkan dan dikembangkan adalah kerja keras, optimis,
inovatif, kreatif, produktif, dan semangat tinggi dalam bersaing. Sementara gotong royong
dapat diartikan sebagai sebuah keyakinan mengenai pentingnya melakukan kegiatan secara
bersama-sama dan bersifat sukarela sehingga apa yang dikerjakan dapat berjalan dengan efektif
dan efisien. Dalam hal ini sikap yang perlu dibangkitkan dan dikembangkan adalah kerjasama,
solidaritas, komunal, dan berorientasi pada kemaslahatan.

Pemerintah Indonesia juga berupaya untuk mempercepat perwujudan revolusi mental


melalui pelaksanaan 5 program. Pertama, Program Indonesia Melayani yang difokuskan pada
peningkatan kapasitas SDM dari Aparatur Sipil Negara (ASN), penegakan disiplin ASN dan
penegakan hokum, serta penyempurnaan pelayanan dan sistem pelayanan yang inovatif (e-
government). Kedua, Program Gerakan Indonesia Bersih yang difokuskan pada peningkatan
perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat,
serta pemerintah, peningkatan penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang perilaku
hidup bersih dan sehat. Ketiga, Program Gerakan Indonesia Tertib yang difokuskan pada
peningkatan perilaku tertib penggunaan ruang publik, peningkatan perilaku tertib pengelolaan
pengaduan, peningkatan perilaku tertib administrasi kependudukan, peningkatan perilaku tertib
berlalu lintas, peningkatan perilaku antre, peningkatan perilaku tertib hokum, dan
menumbuhkan lingkungan keluarga, satuan pendidikan, satuan kerja, dan komunitas yang
ramah dan bebas kekerasan. Keempat, Program Gerakan Indonesia Mandiri yang difokuskan
pada peningkatan perilaku yang mendukung tercapainya kemandirian bangsa dalam berbagai
sektor kehidupan. Terakhir, Program Gerakan Indonesia yang difokuskan pada peningkatan
perilaku yang mendukung kehidupan demokrasi Pancasila, peningkatan perilaku toleran dan
kerukunan inter dan antar umat beragama, peningkatan perilaku yang mendukung kesadaran
nasionalisme, patriotisme, dan kesetiakawanan sosial, peningkatan kebijakan yang mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa, peningkatan perilaku yang memberikan pengakuan dan
perlindungan terhadap kaum minoritas, marjinal, dan berkebutuhan khusus.

Anda mungkin juga menyukai