Anda di halaman 1dari 39

TIM BANTUAN MEDIS 110

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 17 Mei 2016

LAPORAN KASUS MAGANG


APPENDISITIS

OLEH :
KHUSNUL YAQIEN
FADHLAN AULIAH BUDIAMIN
SUARDIMAN
A. NADYA AULIA BUDAYA

PEMBIMBING :
DEWI KUMALASARI PRATIWI, S.KED
MUH. IQBAL DJAMALUDDDIN, S.KED
FADHILAH RUFAIDAH

DIBAWAKAN DALAM RANGKA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ANGGOTA


II
TIM BANTUAN MEDIS 110 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
LEMBAR PENGESAHAN

1
Yang tersebut namanya di bawah ini :
1. Khusnul Yaqien
2. Fadhlan Auliah Budiamin
3. Suardiman
4. A. Nadya Aulia Budaya

Telah menyelesaikan laporan kasus magang dengan judul “ APPENDISITIS” pada:


Hari/tanggal : Selasa,17 Mei 2016
Pukul : 21.30 WITA
Tempat : Klinik Sitti Khadijah IV
Mengetahui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2 Pembimbing 3

Dewi Kumalasri Pratiwi, S.Ked Muhammad Iqbal D, S.Ked Fadhilah Rufaidah


TBM-110.434.XIII.05 TBM-110.447.XIII.18 TBM-110.544.XV.26

Departemen Pendidikan dan Pelatihan


Tim Bantuan Medis 110 Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia

Koordinator,

Yusprasi Kasim S.Ked


NRA : TBM-110.490.XIV.06

2
LEMBAR PERSETUJUAN

Yang tersebut namanya di bawah ini :


1. Khusnul Yaqien
2. Fadhlan Auliah Budiamin
3. Suardiman
4. A. Nadya Aulia Budaya
Telah mempresentasikan laporan kasus magang dengan judul “APPENDISITIS”
pada:

Hari / tanggal : Selasa, 17 Mei 2016


Pukul : 21.30 WITA
Tempat : Klinik Sitti Khadijah IV
Jumlah Audience :

Mengetahui,

Dept. Diklat, Narasumber,

Yusprasi Kasim, S.Ked dr.Arisal


NRA : TBM-110.490.XIV.06 NRA : TBM-110.

DAFTAR ISI

3
HALAMAN JUDUL....................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................2
LEMBAR PERSETUJUAN.........................................................................................3
DAFTAR ISI.................................................................................................................4
I. PENDAHULUAN.........................................................................................
...5
II. LAPORAN
KASUS.........................................................................................6
III. DISKUSI........................................................................................................
.12
IV. TINJAUAN
PUSTAKA..................................................................................14
A. ANATOMI,HISTOLOGI DAN FISIOLOGI.....................................14
B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI................................................17
C. MANIFESTASI KLINIS....................................................................18
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................................23
E. DIAGNOSIS BANDING...................................................................28
F. KOMPLIKASI....................................................................................29
G. PENATALAKSANAAN....................................................................32
H. PROGNOSIS ......................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................39

4
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis didefinisikan sebagai suatu peradangan pada lapisan dalam umbai
cacing yang menyebar ke bagian lainnya. Kondisi ini merupakan penyakit bedah
umum dan mendesak dengan manifestasi meningkat CRP, adapunnya gejala tumpang
tindih dengan gejala klinis lainnya disertai dengan morbiditas yang signifikan, yang
dimana menyebabkan meningkatnya keterlambatan saat mendiagnostik penyakit,
meskipun terdapat kemajuan dalam mendiagnos dan mengobati usus buntu tetapi
Appendisitis tetap menjadi darurat klinis dan merupakan salah satu penyebab yang
dari radang akut abdomen.
Tidak ada tanda, gejala, atau tes diagnostik tunggal yang akurat dalam
mendiagnosis peradangan appendiks hampir dalam semua kasus, serta terdapat pula
gejala klasik anoreksia dan nyeri periumbilikalis diikuti mual, nyeri kuadran kanan
bawah (RLQ), dan muntah terjadi pada 50% kasus.
Appendisitis dapat terjadi karena beberapa sebab, contohnya infeksi pada usus
buntu, tetapi faktor yang paling mempengaruhi adalah obstruksi pada lumen appendix
. Apabila tidak diobati, appendisitis memiliki akibat komplikasi yang berat, termasuk
perforasi atau sepsis, dan bahkan menyebabkan kematian. Namun, diagnosis
apendisitis seringkali menjadi tantangan klinis dikarenakan gejala appendisitis
memiliki kemiripan dengan penyakit perut yang lain.
Appendectomy tetap menjadi satu-satunya pengobatan kuratif bagi apendisitis.
Tujuan ahli bedah adalah untuk mengevaluasi populasi kecil dari pasien yang
dicurigai menderita usus buntu dan untuk meminimalkan efek negatif usus buntu
tanpa menyebabkan terjadinya perforasi.4

5
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. N
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : BTN Ramba Gowa
MRS : 02 Desember 2015 Pukul : 21.00

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya,
nyeri dirasakan pada ulu hati lalu, berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri bersifat
terus-menerus dan terasa seperti diremas-remas. Nyeri memberat bila duduk dan
membaik bila berbaring. Demam ada, sejak 2 hari yang lalu terus menerus. Pasien
juga mengaku sangat lemas, mual ada dan muntah ada, frekuensi ≥ 3 kali berisi
cairan makanan, batuk tidak ada. sesak napas dan nyeri dada tidak ada. BAK
lancar berwarna kuning. BAB biasa. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.
Riwayat mengalami keluham yamg sama tidak ada Riwayat penyakit sebelumnya
Maag sekitar 3 tahun yang lalu, tidak berobat teratur. Riwayat penyakit keluarga
yang mengalami keluhan yang sama tidak ada. Riwayat trauma tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIK

6
1. Status Generalis
Sakit sedang / gizi cukup / composmentis
2. Status Vitalis
Tekanan Darah: 120 / 80 mmHg Nadi : 88 x / menit
Pernafasan : 22 x / menit Suhu : 37.9oC axilla
Thoracoabdominal
3. Kepala
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Bibir : tidak ada sianosis
Gusi : perdarahan (-)
Rambut : Rambut hitam, lurus, sukar dicabut.
Telinga: Otore (-), perdarahan (-)
Hidung : Rinorhea (-), epistaksis (-)
Lidah : Kotor (-),candidiasis (-)
4. Leher
Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran
DVS : R-2 cmH20
Deviasi trakea : tidak ada
Tidak didapatkan massa tumor
Tidak ada nyeri tekan.
5. Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi : sonor batas paru hepar ICS VI dextraanterior.
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler Kiri = Kanan
Bunyi tambahan:

Rh: Wh :

6. Jantung

7
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak relatif, batas jantung dalam batas normal:
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dexter
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinister
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis dexter
Kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinister
Auskultasi : S1 / S2 murni reguler, bising (-)
7. Abdomen (Status Lokalis) :
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitar.
Darm Contour (-), Darm Steifung (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) pada titik Mc Burney (+),
Rovsing Sign (+), Blumberg Sign (+), Psoas sign (+)
Obturator Sign (+), Hepar / Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, Nyeri Ketok pada titik Mc Burney (+).
8. Ektremitas
Edema (-), fraktur (-), deformitas (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Darah rutin tanggal (11/10/2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


WBC 10,4 4,00-10,0
RBC 4,77 4,00-6,00
HGB 14,6 12,0-16,0
HCT 43,3 37,0-48,0
PLT 166 150-400

8
NEU 7.56 2.00-7.5
LYM 1.6 1.00-4.00

Urinalisa (03/12/2015)
Urin
Warna : Kuning , agak keruh
pH : 6.0
Berat Jenis: 1.030
Protein (-), Glukosa (-) Bilirubin (-)
Lekosit : 1, eritrosit : 1,
KESAN : dalam batas normal

Skor Alvarado

Gejala Klinik Value


Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 0
Mual/muntah 1
Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Leukositosis 2
Shift to the left 1
TOTAL 9

E. RESUME

9
Seorang perempuan, 17 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan
nyeri abdomen kanan bawah, dialami sejak 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan
pada ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri bersifat terus-menerus
dan terasa seperti diremas-remas. Nyeri memberat ketika duduk dan membaik
ketika berbaring, Riwayat demam ada, 2 hari yang lalu terus menerus. Mual ada,
muntah ada, frekuensi ≥ 3 kali berisi cairan. BAB baik, BAK lancar berwarna
kuning kesan cukup tapi Riwayat nyeri ketika BAK ada. Riwayat penyakit
sebelumnya dispepsia.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan, nyeri tekan ada pada titik Mc Burney,
Rovsing Sign dan Blumberg Sign ada, Psoas sign dan Obturator sign ada. Nyeri
ketok pada titik Mc Burney ada.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, menunjukkan tanda-tanda leukositosis.
Berdasarkan skor Alvarado, pasien ini harus dilakukan tindakan operasi.

F. DIAGNOSIS KERJA
Kolik Abdomen suspek Appendisitis Akut

G. DIAGNOSIS BANDING
ISK
IBS

H. PEMERIKSAAN ANJURAN /PEMERIKSAAN PENUNJANG


Foto Abdomen
CT-Scan
Pemeriksaan Darah Rutin

I. RENCANA TERAPI/ PENATALAKSANAAN


1. IVFD RL 20 tpm
2. Ketorolac 1 amp/8 jam/ iv
3. Ranitidin 50 mg/12 jam/ iv
4. Ceftriaxon 1gr/24 jam

10
5. Cito laparaskopi

J. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationem : Bonam

BAB III
DISKUSI

Apendisitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix


merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda tiap
individu. Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering
ditemukan. Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya

11
Apendisitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen adalah
penyebab utama pada Apendisitis acuta.
Gejala klinis Apendisitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah, nyeri
berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang
tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik pada
kasus Apendisitis adalah Rovsing’s sign, Psoas sign, Obturator sign, Blumberg’s sign,
Wahl’s sign, Baldwin test, Dunphy’s sign, Defence musculare, nyeri pada daerah
cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis, nyeri
pada pemeriksaan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Apendisitis adalah pemeriksaan
laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding
Apendisitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut, penyakit
urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chron’s enteritis,
perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing, batu
urethra, peritonitis primer, Purpura Henoch–Schonlein, Yersiniosis, serta kelainan–
kelainan ginekologi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Apendisitis adalah perforasi,
peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial
pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien
Apendisitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi ahli
bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Apendisitis acuta.
Appendicular infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien
berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik
dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

12
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya
Apendisitis acuta. Dimulai dari acute focal Apendisitis  acute suppurative
Apendisitis  gangrenous Apendisitis (tahap pertama dari Apendisitis yang
mengalami komplikasi)  dapat terjadi 3 kemungkinan:
a. perforated Apendisitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang
atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
b. terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama
kelamaan akan mengecil dan menghilang)
c. Apendisitis kronis, merupakan serangan ulang Apendisitis yang telah
sembuh.
Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya
riwayat Apendisitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan di
RLQ. Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor
Caecum, limfoma maligna intra abdomen, Apendisitis tuberkulosa, amoeboma,
Crohn’s disease, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun torsi
kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif
(konservatif) yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian),
tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi
abses dan massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI,HISTOLOGI DAN FISIOLOGI

13
Gambar 1. Anatomi Appendiks vermiformis
Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung dan panjangnya
kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di
bagian proximal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi appendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan
ini mungkin menjadi penyebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pangkal
dari apendiks terletak pada posteromedial caecum. Apendiks terletak dikuadran kanan
bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan pangkalnya merupakan pertemuan ketiga
taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografianatomi,
letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara
umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.1
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak
2,5cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak

14
retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang kolon asendens atau di tepi
lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1

Gambar 2. Letak Appendiks vermiformis

Apendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis


berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan
arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X.
Olehkarena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Pendarahan appendiks berasal dari arteri Apendikularis cabang dari
a.Ileocecalis,cabang dari a. Mesenterica superior. A. Apendikularis merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangren.1
Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan struktur
rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai fungsi pada
manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab Apendix vermiformis
pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai gambaran histologikal yang
dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal ini diyakini bahwa Apendix

15
vermiformis mempunyai peranan penting dalam fungsi immune yang sampai
sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa Apendix vermiformis tidak
memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.2
Secara histologi, lapisan dari Apendix vermiformis sesuai dengan lapisan yang
pada usus besar dimana terdiri atas tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa,
dan tunika muskularis. Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/ kolon). Pada
lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri atas aggregasi
limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel limfoid sehingga
terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada beberapa tempat terlihat
jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan masuk ke dalam submukosa.
Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman penyambung padat dengan sedikit
jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari lapisan dalam yang serat ototnya
berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan longitudinal, pada apendiks tidak dijumpai
tenia koli.2
Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika
muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau
duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan. 2

Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformis


Bagaimanapun, semua setuju bahwa pemotongan Appendix vermiformis tidak
memperlihatkan adanya kehilangan fungsi dari sistem digestive maupun sistem imun
seseorang.2

16
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue
) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah Ig A.
Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya
disaluran cerna dan diseluruh tubuh.1

B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor yang paling berperan dalam
etiologi terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi lumen apendiks. Percobaan pada
binatang dan manusia menunjukkan bahwa total obstruksi pada pangkal lumen
apendiks dapat menyebabkan apendisitis. Pada keadaan klinis, factor obstruksi
ditemukan dalam 60 - 70 % kasus. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasi
kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5% disebabkan oleh
factor obstruksi yang lain.

Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa parasit seperti Entamoeba


histolytica, Trichuristrichiura, dan Enterobiusvermicularis dapat menyebabkan erosi
membrane mukosa apendiks dan perdarahan.Pada awalnya Entamoeba histolytica
berkembang di kripteglandula intestinal. Selama infasi pada lapisan mukosa, parasit
ini memproduksi enzim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa sebagai pencetus
terjadinya ulkus.Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses inflamasi. Beberapa
keadaan yang mengikuti setelah terjadinya obstruksi adalah akumulasi dan
peningkatantekanan dari cairan intraluminal, kongesti dinding apendiks, obstruksi
vena dan arteri, yang akhirnya menimbulkan keadaan hipoksia sehingga
mengakibatkan invasi bakteri.6

17
Kabarnya, Appendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen appendix dari
berbagai penyebab. Independen dari etiologi, obstruksi diyakini menyebabkan
peningkatan tekanan dalam lumen. Seperti peningkatan suatu yang berhubungan
dengan sekresi cairan dan lendir secara terus menerus dari mukosa dan stagnasi bahan
ini. Pada saat yang sama, bakteri usus dalam appendiks berkembang biak, yang
mengarah ke perekrutan sel darah putih dan pembentukan nanah dan selanjutnya
peningkatan tekanan intraluminal yang tinggi.
Jika obstruksi appendix berlanjut, tekanan intralumen meningkat akhirnya di
atas bahwa dari pembuluh darah appendix, yang mengarah ke obstruksi aliran vena.
Sebagai akibatnya, dinding appendix mengalami iskemia, yang mengakibatkan
hilangnya integritas epitel dan memungkinkan invasi bakteri dari dinding appendix.
Dalam beberapa jam, kondisi lokal ini dapat memperburuk karena trombosis
arteri apendikularis dan vena, menyebabkan perforasi dan gangren appendiks. Karena
proses ini terus berlanjut, abses periappendicular atau peritonitis dapat terjadi.4

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
baik disertai mau pun tidak disertai tanda rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan itu diangagap berbahaya karena bisa mempermudah perforasi.
Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila
berjalan atau batuk. Bila apendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut

18
kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena
apendiks terlindung oleh sekum. Rasa perih lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari
dorsal. Berikut bebarapa tanda awal yang dapat ditampilkan oleh apendisitis:1,10

2. Skor Alvarado
Skor Alvarado adalah sistem skoring klinis digunakan dalam diagnosis
apendisitis. Skor ini memiliki 6 item klinis dan 2 pengukuran laboratorium dengan
total 10 poin.4

Tabel Skor Alvarado Skor


Gejala Klinis
Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan 1
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas 1
Nyeri tekan regio iliaka kanan 2
Demam (suhu > 37,5⁰ C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) 2
Shift to the left (neutrofil > 75%) 1

TOTAL 10

Skor dari 5 atau 6 kompatibel dengan diagnosis apendisitis akut. Sebuah nilai 7 atau 8
menunjukkan usus buntu kemungkinan, dan skor 9 atau 10 menunjukkan apendisitis
akut sangat mungkin.3

3. Tanda Klinis
Sejauh ini, temuan fisik yang paling sering adalah nyeri perut, yang terjadi pada

19
lebih dari 95% dari pasien dengan apendisitis akut. Pasien sering menemukan posisi
dekubitus lateral kanan dengan fleksi hip sedikit sebagai posisi kenyamanan
maksimal. Abdomen umumnya lembut dengan lokalisasi tenderness di atau sekitar
titik McBurney.
Pasien sering memerah, dengan lidah kering dan berhubungan dengan faetor
oris, elevasi suhu lebih besar dari 1°C jarang terjadi sampai peradangan usus buntu
telah berlanjut atau perforasi telah terjadi. Kemunculan demam (sampai 38°C)
dengan takikardia adalah hal yang umum. Perbedaan antara suhu ketiak dan rektal
lebih tinggi dari 1°C menunjukkan peradangan panggul yang mungkin disebabkan
oleh usus buntu atau peradangan panggul lainnya.
Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya nyeri lokal dan kekakuan otot
setelah lokalisasi rasa sakit pada fossa iliaka kanan. Terdapat Rebound tenderness,
tetapi tidak harus dilakukan untuk menghindari pasien kesulitan. Pasien sering
menemukan bahwa gerakan memperburuk rasa sakit, dan jika mereka diminta untuk
batuk rasa sakit akan sering berlokalisasi ke fossa iliaka kanan. Diare dapat terjadi
sebagai akibat dari iritasi rektum.
Perkusi tenderness, guarding, dan nyeri lepas adalah temuan klinis yang
paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis apendisitis akut. Bising usus bervariasi
dan mungkin lebih berkurang atau hilang dengan peradangan parah atau perforasi.
Guarding otot volunter di kuadran kanan bawah adalah hal umum dan biasanya
mendahului nyeri lepas lokal. Tanda-tanda dari apendisitis akut kebanyakan sangat
jelas, tetapi terjadi kurang dari 10% pasien dengan apendisitis akut, dan
ketidakhadirannya tidak harus mencegah untuk melakukan pemeriksa agar
mendapatkan diagnosis yang lebih akurat:
a. Nyeri Rebound Blumberg- nyeri terjadi pada saat pengangkata tekanan yang
diberikan pada abdomen dibandingkan pada saat tekanan diberikan.

20
Gambar 4. Blumberg Sign
b. Rovsing sign - tekanan tangan ke sisi kiri bawah perut dan nyeri yang terasa
di sisi kanan bawah perut setelah ditekan di sisi kiri menunjukkan adanya
tanda Rovsing ini.

Gambar 5. Rovsing Sign


c. Psoas sign (nyeri kuadran kanan bawah dengan ekstensi pinggul kanan). Otot
psoas kanan berjalan di atas panggul dekat apendiks. Meregangkan otot ini
akan menyebabkan sakit perut jika apendiks yang meradang. Pasien
menerapkan perlawanan terhadap lutut kanan, pasien diperintahkan mencoba
untuk mengangkat paha kanan sambil berbaring.

21
Gambar 6. Psoas Sign
d. Obturator sign (nyeri kuadran kanan bawah dengan fleksi dan rotasi internal
pinggul kanan). Otot obturator yang tepat juga berjalan dekat apendiks, pasien
diminta untuk berbaring dengan kaki ditekuk tepat di lutut. Lutut kiri ditekuk
dan kanan digerakkan obturator bergerak dan akan menyebabkan sakit perut
jika apendiks meradang. Tanda tergantung pada lokasi apendiks dalam
kaitannya dengan otot-otot ini dan gelardari peradangan usus buntu.

Gambar 7. Obturator Sign

Temuan pada per rektal dan pemeriksaan vagina mungkin normal, meskipun

22
nyeri ke kanan mungkin ada terutama di appendiks pelvis.nyeri pada pemeriksaan
rektal mungkin sugestif tetapi tidak diagnostik sebagai apendisitis. Namun, kegunaan
pemeriksaan dubur pada pasien dengan apendisitis akut telah dipertanyakan
pemeriksaan dubur berulang, terutama pada anak-anak, yang menjadi beban dan
menawarkan sedikit nilai diagnostik. Pada pasien dengan tanda dan gejala yang
konsisten dengan presentasi klasik apendisitis akut, pemeriksaan rektal menawarkan
sedikit ke arah arah diagnostik yang akurat. Pemeriksaan rektal harus disediakan bagi
orang-orang yang dicurigai mengalami patologi panggul atau rahim atau pada
presentasi atipikal yang menyarankan appendicitis panggul atau retrocaecal
appendicitis.5

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan
angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya
dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan
labolatorium (pemeriksaan darah rutin, urinalisis, C-Reactive Protein) dan
pemeriksaan radiologi.1,4
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya
infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit. Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-
20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan peningkatan
jumlah netrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih pada kasus
dengan komplikasi. Demam ditemukan pada 4% pasien dengan apendisitis akut
dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari 10.000/ml dan netrofil kurang dari
75%.4

23
2) Urinalisis
Urinalisis adalah pengujian sampel urin yang digunakan untuk menyingkirkan
infeksi saluran kemih atau batu ginjal. Urinalisis mungkin berguna dalam
membedakan appendicitis dari kondisi saluran kemih. piuria ringan dapat terjadi pada
pasien dengan usus buntu karena hubungan usus buntu dengan ureter kanan. piuria
parah adalah temuan yang lebih umum pada infeksi saluran kemih (ISK). Proteinuria
dan hematuria menyarankan penyakit genitourinaria atau gangguan
hemocoagulative.4
3) C-Reactive Protein
Akurasi CRP cukup tinggi pada appendisitis, yaitu 80 - 90% dan lebih dari
90%. Nilai normal CRP 10 mg/l (> 1mg/dl). Peningkatan kadar CRP lebih dari 1
mg/dl menunjukkan sensitivitas 89,5%, spesifitas 100% dan akurasi 90,9% untuk
diagnose apendisitis akut. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari
jaringan hidup terhadap suatu jejas. Fungsi inflamasi di sini adalah memobilisasi
semua bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka pada tempat yang terkena
jejas dengan cara mempersiapkan berbagai bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear,
makrofag) pada tempat tersebut, pembentukan berbagai macam antibodi pada daerah
inflamasi, menetralisir dan mencairkan iritan, membatasi perluasan inflamasi dengan
pembentukan fibrin dan terbentuknya dinding jaringan granulasi. Disamping terjadi
leukositosis maka dalam tubuh juga akan terjadi suatu reaksi imunologis ( reaksi
antigen-antibodi ), baik secara humoral yang fungsinya dilakukan oleh
immunoglobulin dan secara selluler yang dilakukan sel limfosit, yang terdiri dari sel
limfosit T dan B. Kedua limfosit berasal dari limfoid stem sel yang bermigrasi ke
kelenjar timus kemudian diproses dan berdiferensiasi membentuk T limfosit
sedangkan satunya ke sumsum tulang diproses dan berdeferensiasi membentuk
limfosit B.8

b. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto Polos Abdomen

24
Ginjal-ureter-kandung kemih (KUB) tampilan radiografi biasanya digunakan
untuk memvisualisasikan sebuah appendicolith pada pasien dengan gejala yang
konsisten dengan usus buntu. Temuan ini sangat sugestif dari usus buntu, tapi
appendicoliths juga terjadi pada kurang dari 10% kasus. Konsensus dalam literatur
adalah bahwa radiografi polos tidak sensitif, spesifik, dan tidak hemat biaya.4

Gambar 8. Gambaran Foto Polos Abdomen menunjukkan adanya distensi


caecum dengan gambaran fecal loading.

2) CT-Scan Abdomen
CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi yang
penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak khas
terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan
abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak mengingat
efek radiasi yang ditimbulkan).1,4

25
Gambar 9. CT scan menunjukkan pembesaran appendiks yang disertai
penebalan dinding dari appendiks, dan tidak terisi oleh kontras dan terlihat
berdekatan dengan otot psoas.

Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan akurasi yang tinggi
dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi lainnya (sensitifitas dan spesifitas
CT-Scan abdomen hampir sama yaitu mencapai 95% = sensitivitas: 94%, spesifitas:
95%), dalam hal ini CT-Scan abdomen lebih akurat dibandingkan dengan USG
abdomen untuk mendiagnosis apendisitis pada orang dewasa dan anak remaja.
Keuntungan lainnya CT-Scan tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk
mengevaluasi kelainan akut abdominal lainnya. Kerugiannya antara lain pasien akan
terpapar oleh radiasi, berpotensi untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada
pemakaian kontras intravena, waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui
mulut, dan pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum.
CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat digunakan untuk membedakan
periappendiks flegmon dengan abses.

3) USG Abdomen

26
Apendiks diidentifikasi sebagai struktur tubular yang tidak menunjukkan
aktivitas peristaltik. Kriteria yang paling banyak digunakan untuk mendiagnoda
apendisitis pada USG adalah: a) Apendisitis tanpa kompresi dengan penampang
diameter lebih besar dari 6 mm, b) Adanya apendicolith, yang didefinisikan sebagai
deposit kalsifikasi pada apendiks yang dapat menyebabkan obstruksi lumen, c)
Adanya cairan di daerah periapendiceal mendukung adanya perforasi apendiks.
Beberapa penulis melaporkan akurasi yang tinggi dari USG untuk mendiagnosis
apendisitis akut pada semua anak dengan nyeri perut yang dicurigai apendisitis. Para
penulis melaporkan bahwa akurasi USG dalam mendiagnosis apendisitis berkisar
antara 89% sampai 94% dan berkisar dari 89% sampai 98%. USG sebagai alat
diagnostik untuk apendisitis akut memiliki tiga kelemahan yaitu ketergantungan
kepada operator yang berpengalaman, kesulitan untuk memvisualisasi apendiks yang
tidak meradang pada pasien yang tidak ada gejala yang khas. Karakteristik pasien
seperti tumpang tindih antara udara dan 18 feses, pasien obesitas, nyeri perut yang
berlebihan tidak memungkinkan untuk dilakukan kompresi yang memadai dan anak
yang non kooperatif juga berkontribusi terhadap kesalahan diagnosis. USG dapat
menunda terapi definitif dan tidak bisa dijadikan alat bantu diagnostik jika dikerjakan
oleh operator yang kurang pengalaman.8

27
Gambar 10. (A) Gambaran Sonogram Transabdominal potongan
Transversal. (B) Gambaran Sonogram Transabdominal potongan Sagital.

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala klinis mirip dengan apendisitis akut. Hampir selalu ada riwayat
terlambat haid dengan keluhanyang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus
kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak dius
di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vagina, di
dapatkan neri penonjolan dan penonjolan rongga Douglas dan pada kuldosentesis di
dapatkan darah.1

2. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada
wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul
nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan colok dubur
jika perlu untuk diagnose banding.1

3. Ureterolithiasis kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang kanan ke perut yang menjalar dari inguinal
kanan merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut
atau BNO IVP dapat memastikan penyakit ini. Pielonefritis sering disertai dengan
demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan, dan piuria.1

4. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis rasa mual, muntah, dan diare berlebihan merupakan gejala
yang palin menonjol dan khas mendahului mulainya nyeri yang berbatas kurang tegas
atau lebih berifat kram dibandingkan nyeri yang terlihat pada apendisitis.1,10

28
F. KOMPLIKASI
Appendicectomy merupakan salah satu prosedur tindakan dengan tingkat
kegagalan yang rendah pada appendisitis yang di sertai perforasi, meliputi 0,8 per
1000 kasus. Tingkat mordibitas dan mortalitas kasus appendisitis berbeda beda sesuai
tingkat keparahan dan akan meningkat sampai 5,1 per 1000 kasus yang di sertai
dengan perforasi.sedangkan rata-rata kasus appendisitis dengan perforasi meliputi
16% sampai 30% , dan akan meningkat sesuai dengan umur. Untuk anak anak
kasusnya akan meningkat apabila tidak terdiagnosis dengan baik.
Tingkat mortalitas dan mordinitas juga akan meningkat apabila di temukan
perforasi yang tidak di tangani dengan baik yang dimana meliputi 20 sampai 25%
.bahkan tindakan pengangkatan appendisitis normal juga dapat meningkatkan derajat
komplikasi.

Infeksi Luka pada Appendisitis


Tingkat infeksi pada pasien yang pernah mengalami appendisitis meningkat
tergantung dari infeksi saat mengalami operasi dan juga dari pengobatan dengan
menggunakan antibiotik yang tidak tepat.adapun tingkat infeksi bervariasi di mulai
dengan 5% perkasus dengan appendisitis simple sampai 20% yang di sertai dengan
gangrene dan perforasi.

Abses Intraabdominal
Abses intraabdominal dan abses pelvic biasanya terjadi apabila ada kontaminasi
dengan peritoneal cavity. Adapaun gejalanya yaitu demam yang naik turun dan dapat
di diagnosis dengan menggunakan CT Scan serta USG. Abses dapat di tangani
dengan percutaneus drain( mengeluarkan abses) dengan bantuan foto
radiologi.sedangkan untuk abses pelvic harus dengan drainase terbuka pada pelvic.
Penggunaaan antibiotik yang tepat juga menunjukkan menurunnya angka infeksi pada
kasus abses intra abdominal.

29
Pertimbangan Khusus
Appendisitis pada wanita hamil
Kasus appenditis yang di temukan pada wanita hamil meliputi 0,15 sampai 2,10
per 1000 kasus kehamilan.dan merupakan kegawatdaruratan non obstetrik yang harus
di tangani dengan cara pembedahan. Walaupun tidak di temukan perbedaan antara
terjadinya kasus appendisitis pada wanita hamil dan tidak hamil, tetapi tingkat
terjadinya kasus appendisitis ternyata menurun pada wanita hamil yang sudah
memasuki trisemester ke 3.
Hal ini di sebabkan karena lokasi apppendisitis yang berubah yang di
sebabkan karena pembesaran uterus. Mual dan muntah biasanya muncul serta rasa
nyeri pada abdomen kanan tetapi gejala ini biasanya berkurang di karenakan
appendiks yang mengalami infeki terdorong ke arah posterior.walaupun kasus
appendisitis pada ibu hamil biasanya di anggap sepele,tetapi tingkat kematian
mencapai 4% dan kematian pada janin berada di 0% dan 1,5% pada appendisitis
simple dan meningkat sampai 20% dan 35% pada kasus yang di sertai dengan
perforasi. Adapun penanganan yang biasanya di berikan meliputi tindakan
laparascopi yang menunjukkan hasil lebih baik di bandikan dengan operasi terbuka
pada penderita appendisitis. Sedangkan berdasarkan dari hasil study cohort
menunjukkan bahwa appendisitis yang di sertai perforasi pada masa kanak-kanak
sama sekali tidak menunjukkan adanya hubungan dengan tingkat fertilitas saat
dewasa.

Appendisitis dengan Massa


Pada pasien yang mengalami appendisitis dan tidak di tangani dengan baik
maka akan menyebabkan terjadi gejala appendisitis yang di sertai dengan rasa penuh
dan nyeri otot pada abdomen sebelah kanan yang di sebabkan karena reaksi inflamasi
pada appendisitis.kasus ini dapat di temukan dengan menggunakan USG dan CT.
Adapun penanganannya adalah dengan manajemen konservatif meliputi pemberian
antibiotik spektrum luas intravena serta resusitasi yang cukup. Adapun perasaan

30
penuh pada abdomen sebelah kanan nantinya akan menyusut dalam beberapa hari
apabila inflamasinya tertangani dengan baik.serta pasien juga harus di observasi
untuk melihat adanya tanda-tanda peradangan lanjutan.adapun penangan yang di
berikan adalah appendictomy.

Abses pada Appendix


Adapun pasien yang mengeluhkan perasaan penuh pada abdomen sebelah
kanan yang di sertai dengan demam yang naik turun, serta pada pemeriksaan darah
juga menunjukkan adanya peningkatan pada marker tanda-tanda inflamasi, maka kita
dapat mencurigai adanya abses pada appendix. Abses ini dapat di temukan pada
lateral dari fossa iliac ataupun pelvis.pemeriksaan rectal dapat di gunakan untuk
melihat adanya penimbunan abses pada area pelvic, serta penggunaan CT dan USG
juga dapat menunjang diagnosis pada abses appendiks. Adapun penanganannya
meliputi drainase dengan menggunakan bantuan foto radiologi, serta drainase terbuka
juga dapat di lakukan bersamaan dengan tindakan appendioctomy.

Kronik Appendisitis ( Appendisitis Berulang)


Episode terjadinya kasus appendisitis yang berulang umumnya masih belum
jelas. Beberapa kasus menunjukkan appendisitis yang berulang umumnya di
sebabkan karena inflamasi pada area lain yang terjadi di sekitar appendiks yang sudah
di tangani dan di katakan ada hubungannya dengan neuroimun appendiks, tetapi hal
ini masih perlu di lakukan penelitian yang lebih lanjut.

Inflamatory Bowel Disease


Beberapa study kasus epidemiologi menunjukkan adanya hubungan pada
ulcerasi colitis pada tindakan appendioctomy,walaupun begitu kasus tersebut hanya di
amati pada kasus appendisitis pada seseorang di bawah umur 20 tahun.adapun
pengaruh appendictomy pada kasus crohn disease masih belum jelas, walaupun
begitu beberapa bukti juga memunjukkan peningkatan terjadi insiden pada pasien

31
dengan umur,jenis kelamin tertentu.beberapa peniliti menyimpulkan hal ini terjadi di
sebabkan bias pada saat diagnosis.9

G. PENATALAKSANAAN
Penanganan pada pasien appendisitis bervariasi sesuai dengan tingkat
keparahan penyakitnya.umumnya pasien terlebih dahulu mendapatkan cairan
resusitasi sebelum pembedahan,tapi pada pasien yang mengalami appendisitis non
perforasi pemberian cairan resusitasi biasanya cuman di berikan selama 1 sampai 2
jam.
Pasien yang mengalami appendisitis akut yang tidak mengalami perforasi
sebaiknya langsung di berikan operasi appendictomy.sudah terdapat beberapa
penelitian terhadap peran pemberian antibiotik sendiri yang di berikan pada pasien
appendisitis.eriksson dan Granson melakukan percobaan acak terhadap pemberian
antibiotik vs pembedahan pada pasien denngan appendisitis menunjukkan
keberhasilan dengan penggunaan obat pada terapi mencapai 95%,tetapi menunjukkan
adanya insiden rekurentsi mencapai 35% sertai follow up singkat.antibiotik sendiri
telah di gunakan pada penderita appendisitis dengan kondisi tertentu seperti pada
pelaut dan turis yang melakukan perjalan dengan kapal selam.dan di karenakan
tingkat rekurensi yang tinggi maka,standart penanganan appendisits yaitu melalui
tindakan operasi,terdapat beberapa sumber yang mengatakan bahwa pemberian
antibiotik prophylactic harus di berikan sebelum operasi appendictomy di
lakukan.tapi pada appendisits akut.penggunaan single dose antibiotik sudah cukup di
lakukan di karenakan banyak sekali pilihan obat yang dapat di berikan untuk
melawan bakteri anaerob dan bakteri gram negatif.adapun pilihannya berupa
cefoxitin dan cefotetan untuk prophylaxis.dahulu prosedur pengangkatan appendiks
pada pasien yang ternyata normal adalah hal yang di terima jika terdapat adanya
pembengkakan pada appendiks yang sudah mencapai 20%.tetapi hal ini berbeda
apabila pasien adalah seorang wanita di sebabkan karena kemiripan dengan penyakit
tuba fallopi dan kelainan ovarium.7

32
Antibiotik sebagai terapi definif
Dahulu terapi penanganan pada penderita appendisitis adalah dengan
pendekatan pembedahan.hal ini berdasarkan asumsi bahwa seiring berjalannya waktu
appendiks yang normal akan mengalami perforasi,seriring dengan meningkatnya
faktor mordibitas dan mortalitas.akibatnya penanganan pembedahan pada appendiks
yang normal adalah hal yang lumrah untuk menghindari terjadinya peforasi.7

Pembedahan
Ada dua cara pendekatan pada terapi appendisitis yang tidak mengalami
perforasi.yaitu melalui pembedahan terbuka biasanya berupa pembedahan transversal
di bagian bawah qudrant kanan bawah (Davis-Rockey) atau dengan meng insisi
secara Oblique (McArthur-Mcburney) dengan pembatas otot yang berada di sekitar
garis pembedahan tersebut atau bisa pula pembedahan searah garis meridian,tapi yang
terakhir sangat jarang sekali di lakukan.adapun area pembedahan berada di sekitaran
garis midclavivular.pada kasus dimana diagnosis sulit di tegakkan.pembedahan pada
garis tengah periumbilical dapat di lakukan.setelah rongga peritoneum terlihat,maka
seketika itu pula appendiks akan terlihat dengan sendirinya dengan cara melakukan
sedikit manipulasi pada appendiks dan caecum.sangat tidak di anjurkan saat
pembedahan irisan terlalu luas.irisan sepanjang 1 sampai 2 cm sudah cukup
memenuhi prosedur pembedahan.saat appendiks sudah terlihat,maka pengangkatan
mesoappendiks dapat di lakukan dengan cara menjepitnya dengan clamp dan di
lakukan pengikatan pada bagian tersebut.ada beberapa teknik saat kita ingin
membuang appendiks.beberapa ahli bedah melakukan ligasi pada bagian dasar dari
appendiks lalu di lakukan insisi.sedanngkan yang lain membuat simpul atau Ikatan Z
pada bagian appendiks lalu membuang appendiks tersebut,setelah itu menarik dasar
dari appendiks tersebut kembali ke dalam caecum.kedua tindakan tersebut adalah hal
yang umum untuk di lakukan.setelah appendiks telah di buat maka caecum di
masukkan kembali ke rongga abdomen dan peritoneum lalu di tutup.bekas biasanya

33
akan tertutup sendiri pada kebanyakan pasien yang mengalami appendisitis non
perforasi di sebabkan karena resiko infeksi yang hanya kurang dari 5%.7
Appendisitis telah menjadi penyakit yang memerlukan penganganan
pembedahan secara langsung dan appendiktomy telah lama menjadi gold standart
pada terapi appendisitis.tetapi di karenakan untuk mendiagnosis appendisits umunya
hanya melalui gejala klinis serta sejarah penyakit dan pemeriksaan fisik maka dapat
menyebab terjadinya false positif saat operasi dan tertundanya penanganan dan di
perparah denngan tingkat mordibitas serta keparah kondisinya.7

Laparoscopy
Data tentang keberhasilan laparascopy pada pasien penderita appendisitis
tercatat pertama kali pada tahun 1983.beberapa tahun lebih awal di bandingkan
pendekatan pertama kali laparascopy pada cholecystectomy .hanya saja keberhasilan
laparascopy pada pasien appendisitis baru terkenal saat laparascopy pada
cholecystetomy berhasil.hal ini di sebabkan karena hasil pembedahan appendectomy
sudah lebih minim secara invasif.pembedahan laparascopy di lakukan di bawah
anastesi umum.penggunaan nasogastric tube dan kateter urin di lakukan untuk
menghindari pneumoperitoneum.laparascopy umumnya menggunakan 3 buah port
atau gerbang masuk alat laparascopy.4 buah port baru di gunakan saat saat letak
appendiks berada di bagian retrocecal.operator bedah berdiri di sebelah kiri
pasien,sedangkan seorang asisten di butuhkan untuk mengontrol camera .lalu trocar
di masuk di bagian umbilical (10 mm) lalu trocar ke dua di letakkan di bawah
suprapubic.7

34
Gambar 11. (A) Diagram Ruang Operasi. (B) Tempat masuknya alat
laparoscopy.

Beberapa ahli bedah meletakkan trocar kedua di bagian kiri quadrant kanan
bawah.untuk trocar suprapubic berukuran antara 10 sampai 12 mm tergantung dari
jepitan yang di gunkan.sedangkan peletakan dari trocar ke tiga (5 mm) bervariasi dan
biasanya berada di antara di bagian kiri bawah diagram,epigastrium atau kanan atas
quadrant.peletekan trokar tergantung dari posisi appendiks dan pilihan operator bedah
sendiri.adapun tahapannya ,abdomen terlebih dahulu di inspeksi untuk melihat ada
tidaknya kelainan yang lain.dan cara untuk mengindentifikasi appendiks yaitu dengan
memperhatikan bagian anterior dari taeniae sampai ke dasarnya.pemotongan
appendiks dari dasarnya oleh ahli bedah menyebabkan tercipta celah antara
mesenterium dan dasar appendiks.saat terjadi inflamasi pada mesoappendiks biasanya
mesoappendiks di pisahkan untuk mencegah terjadinya inflamasi pada di sekitar
mesenterium dengan menggunakan klip serta elecrocauter,scalper atau staples.untuk
mencegah appendiks berbalik arah.appendiks di potong dengan menggunakan trocar
atau tas pengambilan.dasar appendiks yang telah di potong mesti di evaluasi untuk

35
menjaga hemostasis.setelah itu quadrant kanan bawah mesti segera di irigasi ,lalu
trocar di cabut tegak lurus.7

Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery


Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery (NOTES) adalah prosedur
pembedahan terbaru dengan menggunakan endoskopi yang fleksibel untuk melihat
dalam rongga abdominal. Pada prosedur ini akses yang digunakan untuk masuk
kedalam rongga abdomen melewati celah organ yang normal, yang dimana dicapai
dengan membuat lubang pada bagian luar abdomen. Adapun keuntungannya yaitu
dengan berkurangnya rasa nyeri setelah operasi, singkatnya waktu penyembuhan
serta berkurangnya terjadinya insiden infeksi pada luka dan juga hernia pada dinding
abdominal dan juga tidak adanya luka setelah operasi. Kasus awal pembuangan
appendiks yang normal sudah banyak sekali dilaporkan. Masih banyak tindakan yang
harus dipastikan jika NOTES akan dilakukan dibandingkan dengan keuntungan yang
didapatkan dari prosedur laparoskopi.7

Hasil
Tingkat kematian setelah dilakukannya appendektomi kurang dari 1% dan
morbiditas pada appendiks yang mengalami perforasi lebih tinggi daripada appendiks
yang tidak mengalami perforasi, hal ini disebabkan karena meningkatnya kasus
infeksi pada luka, pembentukan abses intraabdominal dan juga bertambahnya pasien
tinggal dirumah sakit dan bertambahnya waktu pasien untuk kembali ke aktivitas
awal.
Infeksi pada bagian luka setelah operasi merupakan komplikasi yang paling
umum dari appendektomi. Sekitar 5% dari pasien mengalami appendisitis yang tidak
memiliki komplikasi terbentuk adanya infeksi pada luka setelah menjalani prosedur
appendektomi. Sedangkan pada laparaskopi appendektomi dikaitkan dengan
menurunnya insiden infeksi pada luka hal ini berbeda apabila diantara pasien terdapat
appendisitis yang mengalami perforasi (14% dibanding 26%). Pasien dengan demam
dan juga leukositosis tapi apabila pada luka masih tampak normal dan setelah dilihat

36
dengan menggunakan CT-scan dan Ultrasonografi tidak terlihatnya adanya nanah
pada rongga abdomen maka hal tersebut masih normal, kecuali jika nanah mulai
keluar dari bagian luka dan Foto rongga abdomen menunjukkan terbentuknya nanah
maka harus dilakukan drainase intra abdominal untuk mengeluarkan cairan yang
terkumpul didalam rongga abdomen. Pada keadaan ini kita memasang drainase di
tempat berakumulasinya cairan untuk mencegah infeksi yang lebih jauh pada daerah
fascia abdomen dan juga untuk membantu penyembuhan luka. Sedangkan abses yang
terbentuk di pelvis dekat dengan bagian rektum atau vagina, maka tindakan yang
lebih disarankan adalah dengan menggunakan bantuan USG sebagai acuan untuk
dilakukannya transrektal atau transvaginal drainase, untuk mengurangi
ketidaknyamanan saat dilakukannya drainase prekutaneus.7

H. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan berulang
dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Persentase mortalitas pada kasus tanpa
komplikasi adalah 0,1%, sedangkan pada kasus dengan komplikasi angka
mortalitasnya meningkat yaitu 5 % dari semua kasus. Waktu penyembuhan
bergantung pada usia, kondisi pasien prabedah, keadaan gizi, komplikasi dan
berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya penyembuhannya
berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih muda (sekitar 10
tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Pengurangan mortalitas lebih
lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.1,4,10

DAFTAR PUSTAKA

37
1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.
In; R. Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 th ed.
Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2010. h. 755-762
2. Joseph Nicholas, Garrett James. Radiography of Acute Appendicitis. Nicholas
Joseph, James Garrett, editors. [online]. Available from:
URL:http://www.ceessentials.net/article17.html. Last up date July 22, 2007
3. Emergency Diagnostic Radiology, Alvarado Score for Acute Appendicitis.
[online]. 2009; Available from: URL:
http://emergencyradiology.wordpress.com/2009/02/05/alvarado-score-for-
acute-appendicitis/
4. Craig Sandy. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,
PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler, MD,
editors. ;Available from: URL:
http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm. Last up date July 22, 2007.
5. Andy Petroianu (2012). Acute Appendicitis – Propedeutics and Diagnosis,
Inflammatory Diseases - Immunopathology, Clinical and Pharmacological
Bases. [online]. Dr Mahin Khatami (Ed.); Available from: URL:
http://www.intechopen.com/books/inflammatory-diseases-immunopathology-
clinicaland-pharmacological-bases/acute-appendicitis-propedeutics-and-
diagnosis.
6. Handoko Wiyono, Melisa. Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana. [online]. Last update Mei-Agust 2011.[cited 2016
April 13]; Available from: URL: http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=199380&val=6570&title=Aplikasi%20Alvorado%20pada
%20Penatalaksnaan%20Appendisitis%20Akut
7. Ali Akbar Salari (2012). Perforated Appendicitis, Current Concepts in Colonic
Disorders, Dr. Godfrey Lule (Ed.)[online]; Available from: URL:
http://www.intechopen.com/books/current-concepts-incolonic-
disorders/perforated-appendicitis

38
8. Agustin. Kolerasi Appendisitis Akut pada Anak dengan Pemeriksaan
Leukosit, Neutrofil, C-Reaktif Protein, dan USG Abdomen. Makassar :
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. [online]. 19
April 2013 hal 14-18. Available from: URL:
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/102/--agustinus-5080-1-
agustinus.pdf
9. Hawkkey C.J, Jaime Bosch, Joel E. Richter, Guadalupe Gracia-Tsao, Francis
K.L. Chan, editors. Textbook of Clinical Gastroenterology and Hepatology.
2nd ed.2011. p 505-509.
10. Sabiston C. David. Kelainan Bedah Apendiks Vermiformis dan Divertikulum
Meckel. Donald C. McIlrath, M.D. Buku Ajar Bedah (Essential of surgery). 2th
ed. Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2002.h.1-8.

39

Anda mungkin juga menyukai