Anda di halaman 1dari 13

ISI

SISTEM URINER

Urin mengalir dari ginjal ke kandung kemih. Gerak peristaltis dari ureter membantu
aliran tersebut. Setelah itu, urin ditampung di dalam kandung kemih. Ketika urin yang
tertampung dalam kandung kemih semakin banyak, serabut otot yang menyusun dinding
kantung ini menegang. Hal ini menstimulasi ujung syaraf sensorik yang terdapat pada
trigonum. Kemudian timbulah rasa ingin buang air kecil.

1. Urin normal
Urin normal berbentuk cairan berwarna kuning pucat jernih dan bersifat asam.
Perbandingan kepadatannya adalah 1.015 hingga 1.025. Jumlah urin yang dihasilkan setiap
hari adalah sekitar 284 hingga 1.704 ml tergantung pada jumlah air yang diminum dan
yang hilang sebagai keringat.

2. Kandungan urin normal


1) Air 96%
2) Bahan-bahan padat 4%, terdiri dari :
a) Urea sekitar 2% dari zat padat
b) Limbah dari hasil metabolisme protein-asam urat, kreatinin, bahan purin urat
c) Garam yaitu radikal dari garam natrium, kalium, dan kalsium (sebagai klorida, sulfat,
fosfat, dan oksalat)
3) Pigmen : urobilinogen, urokroma, uretrin
4) Amonia : uretrin
5) Bahan-bahan yang telah tercampur ke dalam urin, misalnya jaringan epitel dan bahan-
bahan yang tidak berharga

3. Bahan-bahan khusus yang mungkin terdapat dalam urin


1) Albumin, terdapat pada urin jika tubuh mengidap penyakit ginjal atau jantung
2) Darah, terdapat pada urin jika ada luka pada sistem uriner
3) Glukosa, terdapat pada urin jika tubuh mengidap diabetes melitus
4) Aseton dan asam diasetat, terdapat pada urin jika tubuh mengidap diabetes melitus dan
menderita kelaparan
5) Pigmen empedu, terdapat pada urin jika tubuh mengidap penyakit kuning

4. Fisiologi Pembentukan Urin


Fisiologi pembentukan urin dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu :
a. Filtrasi atau penyaringan oleh glomerulus
b. Reabsorbsi atau penyerapan klembali oleh pembuluh uriner
c. Augmentasi atau pengumpulan dari pembuluh uriner

1
1) Filtrasi
Filtrasi adalah proses petama dalam pembentukan urin. Proses ini terjadi diantara
glomerulus dan kapsula bowman. Kandungan darah di dalam kapiler yang menyusun
glomerulus itu tersaring keluar secara mekanis ke dalam kapsula bowman. Proses
penyaringan ini terjadi dengan mudah karena :
a) Tekanan darah di dalam arteri renalis dan cabangnya cukup tinggi karena terletak
di dekat aorta
b) Kapiler darah yang menyusun glomerulus memiliki banyak glomerulus
Oleh karena hal-hal diatas, air dan bahan-bahan mudah larut disaring keluar
dari glomerulus ke dalam kapsula bowman. Bahan-bahan koloid, (bahan-bahan
dengan molekul besar), seperti protein darah, tidak tersaring keluar.
2) Reabsorbsi
Proses reabsorbsi terjadi di dalam pembuluh uriner. Bahan-bahan yang
tersaring keluar dari glomerulus, yaitu bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh,
diserap kembali ke dalam kapiler darah yang mengelilingi pembuluh uriner. Proses
reabsorbsi ini merupakan tanggung jawab sel-sel yang menyusun dinding pembuluh
uriner. Sel-sel ini memilki sifat yang khusus dan hanya memilki bahan-bahan yang
dibutuhkan, misalnya glukosa, asam amino, vitamin dan beberapa garam mineral
untuk diserap. Bahan-bahan yang tidak dibutuhkan dikeluarkan di dalam urin.
Sebagian besar air yang tersaring keluar gari glomerulus diserap kembali ke dalam
kapiler darah.
3) Augmentasi
Dalam proses penyerapan, bahan-bahan yang diperlukan oleh tubuh diserap
masuk ke dalam kapiler darah melalui pembuluh uriner. Dalam proses ini, bahan-
bahan yang tidak dibutuhkan, misalnya urea, amonia, racun, pigmen, dan obat-obatan
dibiarkan keluar melalui urin.
Proses penyerapan dan pengeluaran tersebut terjadi secara difusi, osmosis, dan
transport aktif.

2
TAHAPAN PRA ANALITIK

Dalam proses pengendalian mutu laboratorium dikenal ada tiga tahapan penting, yaitu
tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Pada umumnya yang sering sering diawasi
dalam pengendalian mutu hanya tahap analitik dan pasca analitik yang lebih cenderung
kepada urusan administrasi, sedangkan proses pra analitik kurang mendapat perhatian.

Kesalahan pada proses pra-analitik dapat memberikan kontribusi sekitar 61% dari total
kesalahan laboratorium, sementara kesalahan analitik 25%, dan kesalahan pasca analitik 14%.
Proses pra-analitik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : pra-analitik ekstra laboratorium dan
pra-analitik intra laboratorium. Proses-proses tersebut meliputi persiapan pasien, pengambilan
spesimen, pengiriman spesimen ke laboratorium, penanganan spesimen, dan penyimpanan
spesimen.

1. Persiapan pasien
Ada beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari proses pra-analitik yang
dapat mempengaruhi keandalan pengujian laboratorium, tapi yang hampir tidak dapat
diidentifikasi oleh staf laboratorium. Ini terutama mencakup variabel fisik pasien, seperti
latihan fisik, puasa, diet, stres, efek posisi, menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi
alkohol, rokok, kopi, obat adiktif), usia, jenis kelamin, variasi diurnal, pasca transfusi,
pasca donasi, pasca operasi, ketinggian.

2. Memilih sampel urin


a. Urin sewaktu
Untuk bermacam-macam pemeriksaan dapat digunakan urin sewaktu, yaitu urin yang
dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu ini
biasanya cukup 1 baik untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan
tanpa pendapat khusus.
b. Urin pagi
Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun
tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk
pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein, HCG pada kehamilan.
c. Urin postprandial
Pemeriksaan urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glokusuria. Ia meerupakan
urin yang pertama kali dilepaskan 1 ½ - 3 jam sehabis makan.
d. Urin 24 jam
Untuk mengumpulkan urin 24 jam diperlukan botol besar, bervolume 1 ½ liter atau
lebih yang dapat ditutup dengan baik. Botol itu harus bersih dan biasanya memerlukan
suatu zat pengawet.

3
3. Penggunaan pengawet urin (untuk urin 24 jam)
a. Toluena
Pengawet ini banyak dipakai, baik sekali dipakai untuk mengawetkan glukosa, aseton,
dan asam aseto asetat. Pakailah sebanyak 2-5 ml toluena untuk mengawetan urin 24
jam.
b. Thymol
Mempunyai daya seperti toluena. Kalau jumlah thymol terlalu banyak ada kemungkinan
terjadi hasil positif palsu pada reaksi terhadap proteinuria dengan cara pemanasan
dengan asam asetat.
c. Formaldehida
Khusus dipakai untuk mengaawetkan sedimen. Pakailah sebanyak 1-2 ml larutan
formaldehida 40% untuk mengawetkan urin 24 jam. Campur baik-baik tiap kali
ditambah urin.
d. Asam sulfat pekat
Asam ini dipakai untuk mengawetkan urin guna penetapan kuantitatif kalsium, nitrogen,
dan kebanyakan zat inorganik lain.
e. Natrium kabonat
Khusus dipakai untuk mengawetkan urobilinogen jika hendak menentukan ekskresinya
per 24 jam. Masukanlah kira-kira 5 gram natrium karbonat dalam botol penampung
bersama dengan beberapa ml toluena.

4. Penggunaan wadah urin


Botol penampung urin harus bersih dan kering. Adanya air dan kotoran dalam wadah
berarti adanya kuman kuman yang kelak berkembang biak dalam urin dan mengubah
susunannya. Wadah urin yang terbaik adalah wadah yang bermulut lebar, tertutup rapat.
Wadah yang volumenya 300 ml mencukupi untuk urin sewaktu, jika hendak
mengumpulkan urin 24 jam memakai wadah yang lebih besar.
Pada wadah urin diberi etiket yang jelas yang memberikan keterangan mengenai :
nama, bangsal, tanggal, jenis urin, pengawet yang dipakai, dsb.

4
TAHAPAN ANALITIK

1. Pemeriksaan Makroskopis Urin


a. Volume Urin
Mengukur jumlah urin bermanfaat untuk menentukan adanya gangguan faal ginjal,
kelainan dalam kesetimbangan cairan badan dan berguna juga untuk menafsirkan
hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif dengan urin. Adapun mengukur
jumlah urin dapat dilakukan dengan :
1) Urin 24 jam
2) Urin siang 12 jam dan urin malam 12 jam
3) Timed speciment pada suatu percobaan tertentu
4) Urin sewaktu

Prosedur pemeriksaan :

1) Menyiapkan gelas ukur yang bersih dan kering.


2) Menuang urin ke dalam gelas ukur tersebut dan mencatat skala hasil pengukuran
volumenya.

b. Warna Urin
Memperhatikan warna urin bermakna karena kadang-kadang didapat kelainan
yang berarti untuk klinik. Warna urin diuji pada tebal lapisan 7-10 cm dengan cahaya
tembus. Tindakan itu dapat dilakukan dengan mengisi tabung reaksi sampai ¾ penuh.
Menyatakan warna urin dengan perkataan seperti : tidak berwarna, kuning
muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah bercampur kuning,
merah, coklat kuning bercampur hijau, putih serupa susu, dsb.

c. Bau Urin
Bau urin normal disebabkan sebagian oleh asam-asam organik yang mudah menguap.
Bau yang berlainan dari yang normal :
1) Oleh makanan yang mengandung zat-zat atsiri, seperti jengkol, durian, petai, dll.
2) Oleh obat-obatan seperti : terpenthin, menthol, dsb. Telah ada dalam urin segar.
3) Bau amoniak oleh perombakan bakteriil dari ureum. Biasanya terjadi pada urin
yang dibiarkan tanpa pengawet. Terkadang juga oleh perombakan ureum di dalam
kantong kencing oleh infeksi dengan bakteri tertentu.
4) Bau ketonuria : bau itu ada dari semua dan menyerupai bau buah-buahan atau
bungan setengah layu.
5) Bau busuk. Kalau tercium dari awal mungkin berasal dari perombakan zat-zat
protein, misalnya pada carcinoma dalam saluran kencing. Mungkin pula terjadi
oleh pembusukan urin yang mengandung banyak protein di luar badan.

5
d. Kejernihan
Cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna. Nyatakanlah pendapat
dengan salah satu dari : jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Pentinglah untuk
menentukan apakah urin tersebut telah keruh pada waktu dikeluarkan atau jika
dibiarkan.
Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal. Urin normalpun akan
menjadi agak keruh jika dibiarkan atau didinginkan. Kekeruhan ringan itu disebut
nubecula dan terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit yang lambat laun
mengendap.
Prosedur pemeriksaan :
1) Mengisi tabung reaksi dengan sampel urin ±1/2 tabung.
2) Mengamati kekeruhan yang terdapat pada sampel urin. Jiika jernih tidak perlu
didekatkan dengan tulisan. Namun jika agak keruh atau keruh, sampel tersebut
didekatkan dengan tulisan. Apakah tulisan tersebut masih bisa terbaca atau sulit
terbaca.

e. Derajat keasaman (pH)


Penetapan reaksi atau pH tidak banyak berarti dalam pemeriksaan penyaring.
Akan tetapi pada gangguan keseimbangan asam basa penetapan itu dapat memberi
kesan tentang keadaan dalam tubuh. Apalagi jika disertai penetapan jumlah asam
yang direaksikan dalam waktu tertentu, jumlah ion NH4, dsb.
Selain pada keadaan tadi pemeriksaan pH urin segar dapat memberi petunjuk
ke arah etiologi pada infeksi saluran kencing : infeksi oleh e.coli biasanya
menghasilkan urin asam, sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak ureum
menjadi amoniak menyebabkan urin menjadi lindi. Pemeriksaan pH urin dapat
dilakukan menggunakan indikator pH.
Prosedur :
1) Memasukkan kertas pH ke dalam sampel urin.
2) Mendiamkannya beberapa detik agar sempurna penyerapannya.
3) Kemudian diangkat dan dibandingkan dengan standar pH.

f. Berat Jenis
Penentuan berat jenis urin dapat dilakukan dengan menggunakan urinometer
atau refraktometer. Berat jenis urin sangat erat hubungannya dengan diuresis.
Semakain besar diuresis, makin rendah berat jenis dan sebaliknya. Berat jenis urin 24
jam dari orang normal biasanya berkisar antara 1,016-1,022. Oleh pengaruh faktor-
faktor yang menentukan besarnya diuresis, batas normal boleh berbeda-beda dari
1,003-1,030. Tingginya berat jenis urin bertalian dengan faal pemekat ginjal.

g. Buih
Untuk menetukan buih, dapat dilakukan dengan cara memasukkan sampel urin ke
dalam tabung reaksi. Kemudian diketuk-ketukkan pada tangan hingga muncul buih.
Setelah itu, menunggu hingga 2 menit. Jika dalam waktu 2 menit sampel urin tersebut

6
masih terdapat buih, maka dinyatakan buih +. Jika dalam waktu 2 menit kemudian
buih hilang, maka dinyatakan – buih.

2. Pemeriksaan Mikroskopis Urin


Sampel urin dihomogenkan dulu kemudian dipindahkan ke dalam tabung
pemusing sebanyak 10 ml. Selanjutnya dipusingkan dengan kecepatan relatif rendah
(sekitar 1500 - 2000 rpm) selama 5 menit. Tabung dibalik dengan cepat (decanting) untuk
membuang supernatant sehingga tersisa endapan kira-kira 0,2-0,5 ml. Endapan diteteskan
ke gelas obyek dan ditutup dengan coverglass. Jika hendak dicat dengan dengan pewarna
Stenheimer-Malbin, tetesi endapan dengan 1-2 tetes cat tersebut, kemudian dikocok dan
dituang ke obyek glass dan ditutup dengan coverglass, siap untuk diperiksa.
Endapan pertama kali diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran rendah
menggunakan lensa obyektif 10X, disebut lapang pandang lemah (LPL) atau low power
field (LPF) untuk mengidentifikasi benda-benda besar seperti silinder dan kristal.
Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan tinggi menggunakan lensa obyektif
40X, disebut lapang pandang kuat (LPK) atau high power field (HPF) untuk
mengidentifikasi sel eritrosit, lekosit, ragi, bakteri, Trichomonas, filamen lendir, sel
sperma. Jika identifikasi silinder atau kristal belum jelas, pengamatan dengan lapang
pandang kuat juga dapat dilakukan.

3. Pemeriksaan Kimia Urin


a. Protein
Tes protein pada bantalan uji mengukur jumlah albumin dalam urin. Pada
keadaan normal harusnya memberikan hasil negatif. Jika kadar protein
urin tinggi disebut proteinuria, ini bisa menjadi tanda awal dari penyakit ginjal.
Albumin adalah protein yang lebih kecil daripada kebanyakan protein lain. Biasanya
adalah protein pertama yang terlihat dalam urin ketika ginjal mengalami gangguan.
Interprestasi Protein : Negatif dan Positif +, ++, +++, ++++

b. Glukosa
Glukosa biasanya tidak terdapat dalam urin. Ketika glukosa terdeteksi kondisi
ini disebut glukosuria.Disebabkan oleh kondisi :
1) Penyandang diabetes mellitus yang tidak terkontrol.
2) Penurunan "ambang ginjal." Ketika kadar glukosa darah mencapai konsentrasi
tertentu, ginjal mulai mengeluarkan glukosa ke dalam urin untuk mengurangi
konsentrasi darah. Kadang-kadang konsentrasi ambang berkurang dan glukosa
memasuki urin lebih cepat padahal konsentrasi glukosa darah masih rendah.
3) Gangguan hormonal, penyakit hati, obat-obatan, dan kehamilan.
Interprestasi Protein : Negatif dan Positif +, ++, +++, ++++

c. Bilirubin
Bilirubin tidak ditemukan dalam urin normal orang yang sehat. Bilirubin
adalah produk limbah yang dihasilkan oleh hati dari hemoglobin eritrosit yang

7
dibuang dari peredaran darah. Zat ini menjadi komponen empedu, cairan yang
disekresikan ke dalam usus untuk membantu pencernaan makanan.

d. Urobilinogen
Urobilinogen biasanya terdapat dalam urin dalam konsentrasi rendah. Hal ini
terbentuk dalam usus dari bilirubin, dan sebagian dari itu diserap kembali ke dalam
aliran darah. Hasil tes positif membantu mendeteksi penyakit-penyakit hati seperti
hepatitis dan sirosis dan kondisi yang terkait dengan peningkatan kerusakan
eritrosit (anemia hemolitik).

e. Keton
Keton biasanya tidak ditemukan dalam urin. Merupakan produk antara
metabolisme lemak. Dapat terbentuk ketika seseorang kekurangan karbohidrat
(misalnya, dalam kasus kelaparan atau diet protein tinggi). Juga terjadi ketika tubuh
seseorang tidak dapat menggunakan karbohidrat dengan benar. Ketika karbohidrat
tidak tersedia, tubuh memetabolisme lemak daripada untuk mendapatkan energi yang
dibutuhkan untuk menjaga fungsi.
Keton dalam urin dapat memberikan indikasi awal insulin tidak cukup pada
orang yang memiliki diabetes. Latihan berat, paparan dingin, kehilangan karbohidrat
seperti dengan sering muntah, juga dapat meningkatkan metabolisme lemak yang
menyebabkan ketonuria.

4. Pemeriksaan Urin dalam Penentuaan Penyakit Batu Ginjal


Penyebab :
Batu ginjal dapat terbentuk karena pengendapan garam kalsium di dalam rongga ginjal,
saluran ginjal, atau kandung kemih. Batu ginjal berbentuk kristal yang tidak bisa larut dan
mengandung kalsium oksalat, asam urat, dan kristal kalsium fosfat. Penyebabnya adalah
karena terlalu banyak mengonsumsi garam mineral dan terlalu sedikit mengonsumsi air.
Batu ginjal tersebut lebih lanjut dapat menimbulkan hidronefrosis. Hidronefrosis adalah
membesarnya salah satu ginjal karena urine tidak dapat mengalir keluar. Hal itu akibat
penyempitan aliran ginjal atau tersumbat oleh batu ginjal.

Pencegahan :
a. Perbanyaklah minum air putih agar air seni lancar.
b. Lakukan olahraga rutin dengan tujuan agar metabolisme di dalam tubuh berjalan
dengan baik. Pilihlah jenis olahraga yang disukai dan lakukan sesuai kemampuan,
jangan dipaksakan.
c. Jangan duduk terlalu lama saat bekerja. Posisi tersebut mempermudah terjadinya
pengendapan kristal air seni yang kemudian membentuk batu. Paling tidak, dua jam
sekali bangkitlah dari duduk dan berjalan-jalan sebentar.
d. Bila terasa ingin membuang air seni sebaiknya segera lakukan. Sangat tidak
disarankan untuk menahan air seni, karena kristal-kristal tersebut bisa mengendap
membentuk batu ginjal.

8
Pemeriksaan :

Penyakit batu ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan urin. Pada pemeriksaan
dilakukan melalui proses mikroskopik, yaitu dengan cara :

a. Mengisi tabung reaksi sebanyak 2/3 bagian


b. Mencentrifuge tabung reaksi tersebut dengan kecepatan 1500-2000 rpm dalam waktu
5 menit
c. Memisahkan supernatan dan sedimen yang telah terbentuk ke dalam tabung reaksi
yang berbeda
d. Pada tabung reaksi yang berisi hasil sedimen urin diteteskan pewarna Stain Haemer
Malbin dan dihomogenkan
e. Memipet larutan tersebut dan meneteskan sebanyak 1 tetes pada objek glass
kemudian ditutup dengan deck glass
f. Mengamati preparat tersebut menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x (LPB)
untuk melihat adanya kristal-kristal yang terbentuk dan perbesaran 40x (LPK) untuk
melihat eritrosit, leukosit, maupun mikroba.

Dugaan adanya batu ginjal dapat dilihat pada :

a. Peningkatan eritrosit (pemeriksaan mikroskopis)


b. Banyak terdapat kristal-kristal (pemeriksaan mikroskopis)
c. Urin berwarna kuning tua (pemeriksaan makroskopis)
d. Berat jenis urin meningkat (pemeriksaan makroskopis)

Pengobatan :

Penyakit ini dapat diatasi dengan pembedahan dan sinar laser. Tujuan dari pembedahan
untuk membuang endapan garam kalium. Tujuan menggunakan sinar laser untuk
memecahkan endapan garam kalsium.

9
TAHAPAN PASCA ANALITIK

1. Cara pencatatan hasil


Kegiatan pencatatan dan pelaporan di laboratorium harus dilaksanakan dengan
cermat dan teliti karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan dapat mengakibatkan
kesalahan dalam penyampaian hasil pemeriksaan. Pencatatan kegiatan laboratorium
dilakukan sesuai dengan jenis kegiatannya. Ada 4 jenis pencatatan, yaitu :
a. Pencatatan kegiatan pelayanan
b. Pencatatan keuangan
c. Pencatatan logistik
d. Pencatatan kepegawaian
e. Pencatatan kegiatan lainnya, seperti pemantapan mutu internal, keamanan kerja dan
lain-lain.

Pencatatan kegiatan pelayanan dapat dilakukan dengan membuat buku sebagai berikut :

a. Buku register penerimaan spesimen terdapat di loket berisi data pasien dan jenis
pemeriksaan
b. Buku register besar/induk berisi : data-data pasien secara lengkap serta hasil
pemeriksaan spesimen.
c. Buku register/catatan kerja harian tiap tenaga :
1) Data masing-masing pemeriksaan
2) Data rekapitulasi jumlah pasien dan spesimen yang diterima.
d. Buku register pemeriksaan rujukan.
e. Buku ekspedisi dari ruangan/rujukan.
f. Buku komunikasi pertukaran petugas (shift)
g. Buku register perawatan/kerusakan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

a. Kesesuaian antara pencatatan dan pelaporan hasil pasien dengan spesimen yang
sesuai.
b. Penulisan angka yang digunakan.
Khusus mengenai angka, pada pelaporannya perlu disesuaikan mengenai desimal
angka dan satuan yang digunakan terhadap keperluan pasien maupun terhadap nilai
normal. Bila diperlukan satu angkan bulat, cukup dilaporkan dalam angka bulat tanpa
decimal di belakang koma. Satuan yang digunakan sebaiknya adalah satuan
internasional.
c. Pencantuman nilai normal.
Pada pelaporan juga perlu dicantumkan nilai normal, yaitu rentang nilai yang
dianggap merupakan hasil pemeriksaan orang-orang normal. Pada pencantuman hasil
normal perlu dicantumkan metode pemeriksaan yang digunakan serta kondisi-kondisi
lain yang harus diinformasikan seperti batas usia dan jenis kelamin. Satuan pelaporan
juga harus sama antara hasil pemeriksaan dengan hasil normal.

10
d. Pencantuman keterangan yang penting, misalnya bila pemeriksaan dilakukan 2 kali
dan sebagainya.
e. Penyampain hasil.
Waktu pemeriksaan sangat menentukan manfaat laporan tersebut untuk kepentingan
diagnosis penyakit dan pengobatan pasien, oleh karena itu hasil pemeriksaan perlu
disampaikan secepat mungkin segera setelah pemeriksaan selesai dilaksanakan.
f. Dokumentasi/arsip.
Setiap laboratorium harus mempunyai system dokumentasi yang lengkap. Hasil suatu
kegiatan prncatatan dan pelaporan haruslah berupa dokumentasi yang lengkap, jelas
dan mudah dimengerti serta tidak melupakan efisiensi waktu penyampaian dokumen
tersebut kepada peminta pemeriksa.
g. Perlu pula disediakan buku ekspedisi didalam dan diluar laboratorium. Kasus tertukar
dan hilangnya specimen dapat terjadi baik dalam transportasi didalam maupun diluar
laboratorium, sehingga hal ini harus dihindarkan.

2. Cara menegakkan diagnosis dari hasil pemeriksaan


Spesimen yang telah diperiksa dicatat dan dilaporkan dalam buku register masing-
masing. Bila terjadi pengukuran/pemeriksaan yang abnormal maka pemeriksaan diulang
sebanyak 2 kali atau tiga kali. Bagi laboratorium yang mempunyai seorang Dokter
Spesialis Patologi Klinik, hasil pemeriksaan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada
Dokter Spesialis Patologi Klinik.

3. Cara pelaporan
Pelaporan kegiatan pelayanan laboratorium terdiri dari :
a. Laporan kegiatan rutin harian/bulanan/triwulan/tahunan
b. Laporan khusus
c. Laporan hasil pemeriksaan
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi, kimia klinik, imunoserologi, urinalisis
dan parameter lainnya sesuai dengan permintaan dicatat dan dilaporkan dalam bentuk
blanko hasil pemeriksaan yang terpisah dan ditanda tangani oleh penanggung jawab
laboratorium atau petugas laboratorium yang memeriksa.

11
INTISARI

Urin merupakan hasil ekskresi yang dikeluarkan oleh organ ginjal. Jika terjadi
kerusakan pada ginjal ataupun saluran kemih dapat dilakukan pemeriksaan melalui urin.
Pemeriksaannya dengan tiga tahapan yaitu tahap pra analitik, analitik, dan pasca analitik.
Tahapan pra analitik harus benar-benar diperhatikan, karena pada tahap ini menyumbang
angka kesalahan 61%.

Dalam tahapan analitik dilakukan pemeriksaan urin secara makroskopis yang meliputi
pemeriksaan volume urin, warna, bau, kejernihan, derajat keasaman, berat jenis, buih. Secara
mikroskopis dilakukan pengamatan dengan mikroskop pada LPK dan LPB. Sedangkan secara
kimiawi dapat dilakukan pemeriksaan glukosa, protein, keton, bilirubin, urobilinogen, dsb.
Kemudian pada tahapan pasca analitik dilakukan pengecekan dan pencatatan hasil.

12
DAFTAR PUSTAKA

Setedjo. 2012. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta : Amara Books

Gandosoebrata. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Kumala, Widyasari. 2009. Diagnosis Laboratorium Mikrobiologi Klinik. Jakarta : Universitas


Trisakti

Saputra, Lindon, dan Luvina Dwisang. 2009. Antomi dan Fisiologi untuk Perawat dan
Paramedis. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

13

Anda mungkin juga menyukai