Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis,
perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah
mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan
adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita
mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan
selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan
adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang
terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari
norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat
merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional
ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Masa nifas adalah suatu masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik
maupun psikologis terhadap proses melahirkan yang lamanya kurang lebih 6
minggu. Selain itu pengertian masa nifas adalah masa mulainya persalinan
sampai pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan dengan
kehamilan/persalinan (Ahmad Ramli. 1989). Dari dua pengertian di atas
kelompok meyimpulkan bahwa masa nifas adalah masa sejak selesainya
persalinan hingga pulihnya alat-alat kandungan dan anggota badan serta
psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu.
Dalam proses adaptasi pada masa postpartum terdapat tiga metode yang
meliputi ”immediate puerperineum” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan,
”early puerperineum” yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu, dan ”late
puerperineum” yaitu setelah satu minggu sampai 6 minggu postpartum.
Perubahan psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan
terbagi dalam tiga fase:

1
1. Taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak
bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama persalinan yang
berlangsung 1 sampai 2 hari.
2. Taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang
berlangsung 4 sampai 5 minggu.
3. Letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah
perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali
bekerja mengurus hal-hal lain.
Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi
pada seorang ibu yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi
perubahan psikologi yang abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi
menjadi tiga kategori yaitu postpartum blues atau kesedihan pascapartum,
depresi pascapartum nonpsikosis, dan psikosis pascapartum. Pada makalah ini
kami akan membahas secara khusus mengenai post partum blues. Beberapa
penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran
barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah
melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita
berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil
menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan
berbagai gejala atau sindroma yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-
partum blues.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari demam post partum blues
2. Apa saja penyebab dari post partum blues
3. Apa tanda dan gejala dari post partum blues
4. Bagaimana patofisiologi dari post partum blues
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari post partum blues
6. Bagaimana penatalaksanaan dari post partum blues
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan post partum blues

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari postpartum blues
2. Untuk mengetahui apa saja penyebab dari postpartum blues
3. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala dari postpartum blues

2
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari post partum blues
5. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang dari post partum
blues
6. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari post partum blues
7. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan

BAB II
ISI

A. Pengertian

3
Post partum blues merupakan sebagai bentuk gejala ringan atau depresi
sementara dengan durasi 3-7 hari pasca melahirkan. Gale & Harlow, (2003).
Post partum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan
tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah
persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun
dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan,
terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan
estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan
emosional Ibu.
Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity
blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan
yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat
fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang
ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan
tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah
yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan
tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang
gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi
dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama
dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anak,
karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi
tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas,
pemurung dan mudah sakit.

B. Etiologi

4
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap
terjadinya postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase
yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan
serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan
sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari
lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan
juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan
moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan
sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa
kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak
membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya
dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si
sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
C. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap


seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau ke-6 hari
setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya Ibu sering
tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau makan,
tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung
(iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah,
khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu
berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai

5
ikatan batin dengan si kecil yang baru saja di lahirkan , insomnia yang
berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada
umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa
hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu
dapat disebut postpartum depression.

D. Patofisiologi

Sejarah kehamilan adalah factor utama yang bisa menimbulkan


terjadinya baby blues ini atau biasa dikenal dengan post partum blues. Riwayat
seperti kehamilan yang tidak di inginkan, adanya problem dengan orang tua
atau mertua, kurangnya biaya untuk persalinan, kurangnya perhatin yang
diberikan pada si ibu dan factor ari etiologi serta factor psikolog lainnya
merupakan penyebab utama. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan
sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen
memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim
otak yang bekerja menginaktifasi nonadrenalin dan serotonin yang berperan
dalam perubahan mood dan kejadian depresi. Karena proses ini pula seorang
ibu setelah melahirkan mengalami perubahan pada tingkat emosional. Biasanya
ibu akan mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive dan lebih
membutuhkan perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang di anggap
penting baginya. Keabnormalitasan pada post partum blues ini mengakibatkan
rasa tidak nyaman, kecemasan yang mendalam pada diri ibu, tek jarang
terkadang seorang ibu menangis tanpa sebab yang pasti. Khawatir pada
bayinya dengan kekhawatiran yang berlebihan

E. Pemeriksaan Penunjang

Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat


disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila memenuhi
kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada
individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada

6
ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang
sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan
acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat
dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh
Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang
teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7
hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas
perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang
terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh)
pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban
yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi
perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu.

F. Penatalaksanaan

Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda


dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Dukungan
yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat
sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-
penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang
dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur,
berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak
perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-
ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues
dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling
emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang
pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat

7
perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama,
dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.

BAB III

8
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat
dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi ;
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain-lain.
2. Dampak pengalaman melahirkan
Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana
tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran
pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka
dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi,
anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena
tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang
dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan
mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
3. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas
ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa
nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang
tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi
seksualitasnya.
4. Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi
interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran
anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif.

5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

9
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua
terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan
mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang
tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita
karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk
dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya
melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian
menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan
dapat merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika
respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak
dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi –
bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar.
6. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues
ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita
terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya
dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain.
Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang
dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota
keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah
tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn
E.Doenges ( 2001 ) Adalah :
1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis edema /
pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
2. Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan
pengaruh komplikasi fisik dan emosional.
3. Resiko perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu.

10
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis
(sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri / ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.

C. Perencanaan
1. Nyeri akut / ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis,
edema /pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
Tujuan : Mengidentifikasi kebutuhan dan mengunakan intervensi untuk
mengatasi ketidaknyamanan.
Intervensi Keperawatan :
a. Tentukan adanya, lokasi dan sifat ketidaknyamanan.
b. Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
c. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama
setelah melahirkan.
d. Berikan kompres panas lembab (misalnya : rendam duduk / bak mandi).
e. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan
episiotomy.
f. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic 30-60 menit sebelum
menyusui.
2. Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan
pengaruh komplikasi fisik dan emosional.
Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang
tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, dan
secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir
dengan tepat.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji kekuatan, kelemahan, usia , status perkawianan, ketersediaan
sumber pendukung dan latar belakang budaya.
b. Perhatikan respon klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi
orang tua.
c. Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosi dan fisik yang pernah
dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
d. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalionan, adanya
komplikasi dan peran pasangan pada persalinan.
e. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi
prenatal, intranatal dan pascapartal.

11
f. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai
dengan indikasi.
g. Pantau dan dokiumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
h. Anjurkan pasangan untuk mengunjungi dan mengendong bayi dan
berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
i. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi
terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara
klien/pasanngan dan bayi tidak terjadi.
3. Resiko perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu berhubungan dengan
ketidakefektifan koping individu
Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi
kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari
sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji respon emosional klien selama prenatal dan periode inpartum dan
persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.
b. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman
kelahiran.
c. Kaji terhadap gejala depresi yang fana (perasaan sedih pascapartum),
pada hari ke-2 sampai ke-3 pasca partum (misalnya, ansietas, menangis,
kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat).
d. Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya,
system pendukung, dan rencana untuk bantuan domestic pada saat
pulang.
e. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu
klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi
baru lahir.
f. Anjurkan pengungkapan raa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu-
raguan tentang kemampuan menjadi orang tua.
g. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan
menjadi orang tua, pelayanan social, kelompok komunitas, atau
pelayanan perawat berkunjung.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis
(sangat gembira, ansietas dan kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.

12
Tujuan : Menidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang
diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru,
melaporkan peningkatan rasa sejaterah dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
b. Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali
ke rumah.
d. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai
ASI.
e. Kaji lingkungan rumah, dan bantuan di rumah.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Post partum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami
perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati
setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau
pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan,
terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan
estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan
emosional Ibu.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues
ada dua cara yaitu :
1. Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan untu menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien
dalam rangka kesembuhannya dengan cara :

13
a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
b. Dapat memahami dirinya
c. Dapat mendukung tindakan konstruktif.
d. Dengan cara peningkatan support mental
2. Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga
diantaranya :
a. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih
perhatian terhadap istrinya
b. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir
c. Memperbanyak dukungan dari suami
d. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
e. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran
Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby
Mc Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions
Classification (NIC). America : Mosby
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler ( 2000 ),
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi -
4. Jakarta: EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai