Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis akut didefinisikan sebagai suatu inflamasi pada lapisan dalam


appendix vermiformis yang menyebar ke bagian lain. Kondisi ini merupakan penyakit
bedah yang umum dan membutuhkan penanganan segera dengan manifestasi yang
bervariasi, dan tumpang tindih dengan sindrom klinis yang lain, serta morbiditas yang
signifikan. Meskipun kemajuan diagnostik dan terapeutik dalam pengobatan,
appendicitis tetap merupakan keadaan yang darurat dan salah satu penyebab tersering
nyeri abdomen akut. 9

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding.1

Apendisitis akut merupakan salah satu kondisi tersering yang diterapi dengan
operasi emergensi. Jika gejala yang muncul tipikal, penegakan diagnosis dan terapi
relative mudah. Pada anak-anak, pasien usia tua, dan pasien dengan gejala atipikal,
diagnosis dapat tertunda dan penanganan lebih sulit.5

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung yang mempunyai


otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis
bervariasi antara 8-13 cm, dengan diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia
itu.1,3
Apendiks vermiformis terletak di regio iliaca dextra, dan ujungnya
diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis
yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik
Mc.Burney).3

Gambar 1. Titik McBurney

Dasar apendiks melekat pada permulaan posteromedial caecum, sekitar 2,5


cm di bawah ileocaecalis. Apendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea
(Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum). Apendiks vermiformis diliputi
seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium

2
intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoapendiks.
Mesoapendiks berisi arteri dan vena appendicularis, dan saraf-saraf. 3

Gambar 2. Caecum dan appendix vermiformis

Terdapat beberapa variasi posisi apendiks vermiformis, yaitu


diantaranya:4,6
a. Di belakang sekum (ascending retrocaecal)
b. Inferior sekum (subcaecal), turun ke arah pelvis minor
c. Di belakang sekum (retrocaecal melintang)
d. Anterior dari ileum (ascending paracaecal preileal)
e. Posterior dari ileum (ascending paracaecal retroileal)
f. Pelvic

3
Gambar 3. Variasi anatomi posisi apendiks6

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu


memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Oleh karenanya, gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.1
Arteria appendicularis merupakan cabang arteri ileocaecalis (cabang
a.mesenterica superior). Arteri apendikularis merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi maka apendiks
akan mengalami gangren. Aliran darah balik yaitu melalui vena appendikularis
mengalirkan darahnya ke vena ileocaecal, kemudian menuju vena mesenterika
superior dan masuk ke sirkulasi portal.3
Cabang-cabang saraf simpatis (nervus thoracalis X) dan parasimpatis
(nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang
menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks vermiformis berjalan bersama
saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoraxica X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.1,3

4
2.2 Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga–empat dasawarsa terakhir kejadiannya
menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.1
Apendisitis paling sering terjadi pada pasien dalam dekade kedua hingga
keempat kehidupan, dengan usia rata-rata 31,3 tahun. Adapun perbandingan
apendisitis pada laki-laki : perempuan yaitu 1,2-1,3:1.2

2.3 Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang diajukan
sebagai factor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfa, fekalit, tumor
apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
akibat parasit seperti E. histolytica.1
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.1

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks yang
diikuti oleh infeksi. Obstruksi lumen apendiks menyebakan pertumbuhan
bakteri yang berlebihan dan produksi mucus yang terus-menerus sehingga
terjadi distensi intraluminal dan peningkatan tekanan dinding apendiks. Distensi
luminal mengakibatkan sensasi nyeri visceral yang dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri periumbilikal. Berkurangnya aliran vena dan limfatik selanjutnya

5
mengakibatkan mukosa iskemia. Gabungan hal tersebut mengakibatkan proses
inflamasi local yang dapat berkembang menjadi gangren dan perforasi.
Inflamasi peritoneum yang berdekatan menimbulkan nyeri yang terlokalisasi
pada kuadran kanan bawah. Perforasi biasanya terjadi setelah setidaknya 48 jam
dari timbulnya gejala dan disertai dengan abses dinding cavitas usus halus dan
omentum. Perforasi bebas apendiks ke dalam rongga peritoneum jarang terjadi,
yang mungkin disertai dengan peritonitis dan syok septik dan dapat
menyebabkan komplikasi pembentukan abses intraperitoneal multipel.7

2.5 Manifestasi klinis


Gejala apendisitis bervariasi berdasarkan lokasi apendiks. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral
di daerah epigastrium atau di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai
mual, kadang disertai muntah, dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah (titik McBurney). Nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya yang merupakan nyeri somatik
setempat.1 Nyeri pada awalnya di daerah epigastrium atau sekitar pusat,
kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah disebut juga Kocher’s sign.2
Pada beberapa kasus, nyeri epigastrium tidak dirasakan tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar, yang justru
dianggap berbahaya karena mempermudah terjadinya perforasi.1
Apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal (antara sekum dan otot
psoas mayor), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih
kearah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi otot
psoas mayor yang menegang dari dorsal.1,2
Nyeri atipikal biasanya timbul jika apendiks terletak di dekat otot obturator
internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien ditemui ketika
ujung apendiks terletak di panggul. Radang pada apendiks yang terletak di

6
rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau
rectum sehingga peristaltis meningkat dan pengosongan rectum menjadi lebih
cepat serta berulang. Apendiks yang menempel ke kandung kemih dapat
menimbulkan dysuria dan peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan
apendiks terhadap dinding kandung kemih.1,8
Pada lebih dari 95% pasien dengan apendisitis akut, anoreksia merupakan
gejala yang pertama dirasakan, diikuti oleh nyeri perut, kemudian muntah-
muntah. Jika muntah mendahului timbulnya rasa sakit, diagnosis apendisitis
harus dipertanyakan.2
Hanya 55% dari pasien dengan apendisitis mengeluhkan gejala dan temuan
fisik yang klasik. Hal ini dikarenakan tanda-tanda dan gejala awal terutama
tergantung pada lokasi ujung apendiks yang sangat bervariasi. Ketika ujung
apendiksretrocecal, nyeri dapat dimanifestasikan dengan ekstensi pasif pinggul
(psoas sign). Ketika apendiks terletak di pelvis, nyeri dapat terdeteksi selama
pemeriksaan rektal toucher atau pemeriksaan panggul. Dengan demikian, pada
pasien dengan sakit perut terus-menerus dan gejala rektum (diare atau
tenesmus), penting untuk melakukan pemeriksaan dubur.8
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Oleh karenanya apendisitis sering baru diketahui
setelah terjadi perforasi.1
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
mutah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan
bawah tetapi lebih di region lumbal kanan.1

7
2.6 Diagnosis1,2,7,8
 Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama apendisitis biasanya adalah nyeri
samar-samar dan tumpul yang mula-mula dirasakan di epigastrium atau
regio umbilical yang diiukuti dengan anoreksia dan mual. kemudian
berpindah ke kanan ke titik McBurney. Nyeri kemudian dirasakan
berpindah ke perut kanan bawah, tepatnya di titik McBurney. Selain itu
terdapat pula keluhan muntah, obstipasi, dan febris. Namun, keluhan yang
dirasakan pasien apendisitis dapat berbeda oleh karena gejala ditentukan
dari posisi ujung apendiks.

 Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan Demam biasanya ringan,
dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah
terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai
1C.
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung
sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas. Defans muskular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Sedikit gerakan, termasuk batuk dapat meningkatkan nyeri
(Dunphy’s sign). Temuan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan bawah pada
palpasi kuadran kiri bawah (Rovsing’s sign), nyeri pada rotasi internal
panggul (obturator sign, memberi kesan apendiks pelvik) dan nyeri pada
ekstensi panggul kanan (iliopsoas sign, khas apendiks retrocaecal).

8
Pemeriksaan rectal touche akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada
jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu
dilakukan rectal tauche.
Jika apendiks mengalami perforasi, nyeri abdomen hebat dan lebih
difus serta peningkatan spasme otot abdomen. Denyut jantung meningkat,
dengan peningkatan suhu diatas 390C.

 Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Leukosit meningkat dengan neutrofil lebih dari 75% pada sebagian
besar pasien. Hitung leukosit yang tinggi (>20.000/mL) mengarah pada
komplikasi apendisitis dengan gangrene atau perforasi

Urinalisis
Urinalisis berguna untuk menyingkirkan saluran kemih sebagai
sumber infeksi. Meskipun beberapa sel darah putih atau merah bisa berasal
dari ureter atau iritasi kandung kemih sebagai akibat dari radang pada
apendiks, bakteriuria dalam spesimen urin yang diperoleh melalui kateter
umumnya tidak terlihat dalam apendisitis akut.

 Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos abdomen
Foto polos abdomen jarang mampu menegakkan diagnosis, namun
berguna dalam mengidentifikasi udara bebas, dan dapat menunjukkan
appendicolith di 7-15% kasus.4 Ditemukannya sebuah appendicolith
membuat kemungkinan apendisitis akut hingga 90%. Pada pasien
dengan apendisitis akut, pola gas usus yang abnormal sering terlihat
namun bukan merupakan penemuan yang spesifik

9
 Ultrasonografi
Ultrasound dengan radiasi pengion yang rendah harus menjadi
penunjang pilihan pada pasien muda, dan efektif mengidentifikasi
apendiks abnormal, terutama pada pasien yang kurus.
Graded compression sonography telah diusulkan sebagai cara
yang akurat untuk menegakkan diagnosis apendisitis. Diagnosis
sonografi apendisitis akut memiliki sensitivitas dari 55-96% dan
spesifisitas 85-98%.5 Hasil scan dianggap positif jika terdapat
gambaran aperistaltik, noncompressible apendiks ≥6 mm pada arah
anteroposterior.15 Terlihatnya appendicolith menetapkan diagnosis.
Penebalan dinding apendiks dan adanya cairan periappendiceal sangat
sugestif. Demonstrasi sonografi dari usus buntu yang normal yaitu
compressible, struktur tabung blind-ending berukuran ≤5 mm, dapat
menyingkirkan diagnosis apendisitis akut.

Gambar 4. Apendiks yang mengalami apendisitis.


Longitudinal dan transversal sonogram menunjukkan apendiks yang membesar
(panah) dikelilingi oleh lemak meradang hyperechoic (panah).

Apendiks yang meradang memiliki diameter lebih besar dari 6


mm, dan biasanya dikelilingi oleh hyperechoic inflamed fat di
sonografi. Tanda-tanda yang sangat mendukung apendisitis yaitu
adanya appendicolith, penebalan caecal apikal.

10
 CT scan

Pada CT, apendiks yang meradang tampak melebar (> 5 cm) dan
dinding yang menebal. Biasanya ada bukti peradangan, dengan "lemak
kotor", mesoappendix menebal, dan bahkan phlegmon jelas. Fekalit
dapat dengan mudah divisualisasikan, tetapi adanya fekalit bukan
patognomonik dari apendisitis. CT scan merupakan teknik yang sangat
baik untuk mengidentifikasi proses inflamasi lain yang menyerupai
apendisitis.

Gambar 5. Apendisitis. CT Scan dengan kontras menggambarkan apendiks yang


mengalami distensi dan berisi cairan (panah) dengan periappendiceal fat-stranding.

Meskipun dilakukan pemeriksaan dengan cermat dan teliti, diagnosis


klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Untuk
menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut, bila diagnosis
meragukan, sebaiknya penderita diobservasi di rumah sakit dengan frekuensi
setiap 1-2 jam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi
diagnosis.1

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor


Alvarado dan skor Kalesaran. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara
mendiagnosis apendisitis.2

11
Tabel 1. The Modified Alvarado score2
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke 1
perut kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5°C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:


 0-4 : kemungkinan Apendisitis kecil
 5-6 : bukan diagnosis Apendisitis
 7-8 : kemungkinan besar Apendisitis
 9-10 : hampir pasti menderita Apendisitis

Tabel 2. Skor Kalesaran

12
Interpretasi:
- Lebih dari 10 : diagnosis apendisitis akut dan segera operasi
- (-7) sampai 10 : tindakan pengamatan
- Kurang dari -7 : bukan apendisitis

2.7 Penatalaksanaan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
1
satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pasien dengan riwayat
klasik dan temuan pemeriksaan fisik, dengan analisis urin normal (atau piuria)
dan jumlah leukosit yang tinggi dengan pergeseran ke kiri biasanya tidak
memerlukan studi pencitraan tambahan sebelum apendektomi. Pembedahan
juga diindikasikan pada pasien dengan presentasi atipikal dan temuan radiografi
yang konsisten dengan apendisitis. Setiap pasien dengan nyeri perut atipikal
yang memiliki (1) nyeri persisten dan menjadi demam, (2) peningkatan jumlah
leukosit, atau (3) temuan pemeriksaan klinis memburuk harus menjalani
laparoskopi diagnostik dan usus buntu.9
Apendektomi dapat dilakukan dengan open atau laparoskopi. Sebelum
dilakukan operasi, maka perlu dilakukan persiapan seperti hidrasi yang adekuat
harus dipastikan, kelainan elektrolit harus diperbaiki, dan kondisi jantung, paru,
dan ginjal harus ditangani terlebih dahulu. Sebuah penelitian meta-analisis telah
menunjukkan efikasi antibiotik pra operasi dalam menurunkan komplikasi
infeksi apendisitis. 2
Pada apendisitis akut tanpa komplikasi, tidak ada manfaat dalam
memperluas cakupan antibiotik melampaui 24 jam. Pada apendisitis perforasi
atau dengan gangren, antibiotik dilanjutkan sampai pasien tidak demam dan
memiliki jumlah sel darah putih normal. Untuk infeksi intra-abdominal dari
saluran pencernaan yang ringan sampai sedang, Surgical Infection Society telah
merekomendasikan terapi tunggal dengan cefoxitin, cefotetan, atau asam
klavulanat tikarsilin. Untuk infeksi yang lebih berat, terapi tunggal dengan

13
carbapenems atau terapi kombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga,
monobactam, atau aminoglikosida ditambah untuk anaerobik dengan
klindamisin atau metronidazole..Rekomendasi serupa untuk anak-anak.2
Penggunaan antibiotik terbatas 24 sampai 48 jam dalam kasus apendisitis
nonperforasi. Sedangkan untuk apendisitis perforasi, dianjurkan terapi diberikan
selama 7 sampai 10 hari. Antibiotik IV biasanya diberikan sampai jumlah sel
darah putih normal dan pasien tidak demam selama 24 jam. Selain itu
pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri juga diberikan pada pasien
baik sebelum maupun sesudah operasi untuk mengurangi keluhan.2

Gambar 6. Algoritma klinis untuk kasus dugaan apendisitis akut2

14
2.8 Prognosis
Angka kematian akibat apendisitis yaitu 0,2-0,8% yang lebih banyak
disebabkan komplikasi penyakit daripada intervensi bedah. Angka kematian
pada anak-anak berkisar antara 0,1% sampai 1%; pada pasien yang lebih tua
dari 70 tahun, angka kematian naik di atas 20%, terutama karena keterlambatan
diagnosis dan terapi. Perforasi apendiks dikaitkan dengan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan apendisitis nonperforasi.
Risiko kematian apendisitis akut tanpa gangren kurang dari 0,1%, namun risiko
meningkat menjadi 0,6% pada apendisitis gangren. Tingkat perforasi bervariasi
dari 16% hingga 40%, dengan frekuensi yang lebih tinggi terjadi pada
kelompok usia muda (40-57%) dan pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun
(55-70%), dimana sering terjadi misdiagnosis dan diagnosis yang tertunda.
Komplikasi terjadi pada 1-5% pasien dengan apendisitis, dan infeksi luka pasca
operasi menyebabkan kematian untuk hampir sepertiga dari morbiditas terkait.9

15
BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Nn. YA
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Ruangan : Kenari
Rumah sakit : RSU Anutapua
Tanggal Masuk : 12 Januari 2016
Tanggal pemeriksaan : 13 Januari 2016

II. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah
Anamnesis terpimpin : Dialami sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati dan sekitar
pusar, kemudian ke perut kanan bawah. Nyeri
bertambah berat saat pasien berjalan dan batuk. Pasien
juga mengeluh mual dan muntah sebanyak 2 kali isi
makanan, serta demam yang naik turun. Beberapa hari
terakhir pasien kurang nafsu makan. BAB belum 2
hari terakhir. BAK lancar dan biasa.
Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien belum pernah mengalami keluhan yang
sama sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang
sama
Riwayat pengobatan : Pasien minum obat paracetamol saat demam

16
III. Pemeriksaan fisik
Status Generalisata
KeadaanUmum : sakit sedang
Status Gizi : gizi baik
Kesadaran : E4V5M6

Tanda Vital :
Tekanan darah: 100/60 mmHg Pernapasan : 18x/menit
Nadi : 88x/menit Suhu aksilla: 37,2°C

Kepala :
Konjungtiva anemis ( - /- )
Sklera ikterik ( - /- )
Edem palpebral ( - /- )

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)

Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : ekspansi dinding dada simetris bilateral
- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (-/-)

Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicularis
sinistra
- Perkusi : batas jantung normal

17
- Auskultasi : S1/S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : datar kesan normal, defans muscular (-), distensi (-),
sikatriks (-)
- Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : nyeri tekan (+) pada titik McBurney, nyeri lepas (+),
splenomegali (-), hepatomegali (-)

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
- Superior : akral hangat (+), edema (-/-)
- Inferior : akral hangat (+), edema (-/-)
- ROM : pergerakan aktif dan pasif tidak terganggu
- NVD : CRT <2 detik

Status Lokalis:
Regio : Inguinalis dextra
- Inspeksi : datar kesan normal, defans muscular (-)
- Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : nyeri tekan (+) pada titik McBurney, nyeri lepas tekan
(+)

Pemeriksaan tambahan
- Rovsing’s sign (+)
- Blumberg sign (-)
- Psoas sign (+)

18
- Obturator (+)
- Dunphy sign (+)

IV. Pemeriksaan penunjang


Darah Rutin (11 Januari 2016)
RBC : 4.7 x 1012/L (4,7 - 6.1) (Normal)
WBC : 11,6 x 109/L (4,8-10,8) (meningkat)
Hb : 14,4 g/dL (14-18) (Normal)
Hct : 43,8 % (45 - 52) (Normal)
Plt : 358 x109/L (150 - 450) (Normal)
Neut% : 65,1% (40-74) (Normal)
CT : 6’ 30 ” ( 4 – 12 menit) (Normal)
BT : 2 ‘ 30 “ ( 1 – 4 menit) (Normal)

Kimia Darah (12 Januari 2013)


GDS : 93 mg/dL (80-199) (Normal)
HCG test : negative
Urinalisis : dalam batas normal

V. Resume
Pasien perempuan usia 20 tahun dengan keluhan nyeri kuadran kanan bawah
yang dialami sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
nyeri dirasakan di epigastrium dan umbilicus, kemudian ke regio inguinalis
dextra. Nyeri bertambah berat saat pasien berjalan dan batuk. Nausea (+), vomitus
(+), anoreksia (+), obstipasi (+), febris (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah 100/60 mmHg,
Nadi :88x/menit, respirasi: 18x/menit, temperatur: 37,2°C. Nyeri tekan
McBurney (+), rebound tenderness (+), Rovsing’s sign (+), Psoas sign (+),
Obturator (+), Dunphy sign (+). Pemeriksaan labaratorium didapatkan
leukositosis

19
VI. Diagnosis kerja
Appendisitis akut

VII. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
- IVFD RL 28 tetes/menit
- Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Ketorolac 30mg/8 jam
- Ranitidin 100mg /12 jam
Operatif : Appendektomi

Laporan operasi
1. Pasien baring terlentang dengan posisi supine di bawah pengaruh
regional anestesi
2. Disinfeksi area operasi dan pasang duk steril
3. Insisi gridiron McBurney lanjutkan lapis demi lapis hingga cavum
peritoneum dan dibuka
4. Identifikasi caecum, pertemuan tiga taenia, didapatkan appendix….
5. Appendix radang akut
6. Mesoapendix diligasi dan dijahit secara jelujur
7. Dilakukan appendektomi
8. Dilakukan jahitan tabac sac
9. Bersihkan luka kemudian jahit lapis demi lapis, control perdarahan
10. Tutup luka operasi
11. Operasi selesai

VIII. Prognosis
Dubia ad bonam

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang


telah dilakukan maka pasien pada kasus ini didiagnosis appendicitis akut.
Pasien perempuan usia 20 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah yang dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk RS. Awalnya nyeri dirasakan di
epigastrium dan sekitar umbilicus. Perpindahan nyeri perut dari daerah periumbilical
ke perut kanan bawah ini sangat khas pada kasus apendisits. Nyeri perut yang
dirasakan di daerah periumbilical merupakan nyeri viseral akibat rangsangan pada
peritoneum viseral. Pada saat terjadi distensi apendiks akibat peningkatan tekanan
intralumen maka peritoneum viseral akan teregang dan memberikan sensasi rasa
nyeri. Nyeri dari organ-organ yang berasal dari midgut (jejenum hingga kolon
transversum) akan dirasakan di daerah periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakan di
perut kanan bawah merupakan nyeri somatik akibat proses peradangan pada apendiks
yang berlanjut ke peritoneum parietal. Selain itu, pasien juga mengeluhkan anoreksia,
mual, muntah, dan demam yang umumnya ditemukan pada apendisitis akut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital tekanan darah 100/60 mmHg,
Nadi :88x/menit, respirasi: 18x/menit, temperatur: 37,2°C. Nyeri tekan McBurney
(+), rebound tenderness (+), Rovsing’s sign (+), Psoas sign (+), Obturator (+),
Dunphy sign (+). Dari pemeriksaan fisik tersebut tidak didapatkan adanya febris, hal
ini karena pasien telah mendapatkan terapi antipiretik sebelumnya. Nyeri tekan perut
kanan bawah merupakan kunci diagnosis apendisitis. Pemeriksaan lain seperti
rovsing sign, psoas sign, dan obturator sign dapat membantu penegakan diagnosis
apendisitis.
Dari hasil pemeriksaan laboratoium didapatkan adanya leukositosis. Pada kasus
apendisitis akut tanpa komplikasi umumnya dapat ditemukan adanya leukositosis
sedang antara 10.000-18.000. Pada hitung jenis leukosit dapat ditemukan adanya shift
to the left. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan pencitraan lain dengan alas an

21
pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
meragukan untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut.
Untuk membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut pada pasien dengan
nyeri perut kanan bawah dapat digunakan Alvarado score. Nilai Alvarado score di
atas tujuh menunjukkan bahwa kemungkinan besar pasien mengalami apendisits akut.
Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan nilai delapan pada pasien sehingga
kemungkinan besar pasien mengalami apendisitis akut.
Penanganan utama pasien dengan apendisitis akut adalah appendektomi. Pada
kasus ini telah sesuai dengan teori dimana dilakukan open appendektomi. Dua hari
sebelum dilakukan appendektomi, pasien telah mendapatkan terapi antibiotic
golongan cephalosporin. Menurut teori pemberian antibiotik pra operasi efektif
mencegah komplikasi infeksi pada apendisitis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum: Apendiks


Vermiformis. In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Theddeus OHP,
Rudiman Reno. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-deJong. 3rd ed.
Jakarta:EGC, 2010.p755-62.
2. Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, et al. The Appendix. Shwartz’s
Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
3. Snell RS. Abdomen: Bagian II Cavitas Abdominalis. In: Sugiharto L,
Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ, Susilawati, Nisa TM, et al. Anatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th ed. Jakarta:EGC, 2006.p230-1.
4. Fritsch H, Kühnel W. Color atlas of human anatomy, Internal organs. Thieme
Medical Publishers. (2008)
5. Ishikawa, Hiroshi. Diagnosis and Treatment of Acute Appendicitis. The
Journal of the Japan Medical Association, vol 46 (5). 2003.
6. William NS, Bulstrode CJK, Connell PR. Bailey & Love’s Short Practice of
Surgery 25th Ed, Ed. London, Hodder Arnold. 2008
7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook
of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 19 th Ed.
Philadelphia, Elseviers Saunders. 2012
8. Vermiform Appendix. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: 2015 Oct 19,
cited Feb 2016]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/195652.
9. Appendicitis. WebMD LLC; c1994-2014 [Updated: Jul 21, 2014, cited Feb
2016]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/773895-
overview#aw2aab6b2b7aa.

23
BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO

APPENDISITIS AKUT

Oleh:
Anni
N 111 14 019

Pembimbing Klinik
dr. Arief Husain, Sp. B

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2016

24

Anda mungkin juga menyukai