Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan pelaksanaan program gizi menuntut peningkatan pengetahuan dan
keterampilan di dalam pengenalan masalah secara mendalam, alternatif pemecahan
masalah, perencanaan, pengolahan dan penilaian program. Pengetahuan dan keterampilan
dalam pengelolaan program gizi ditingkatkan kabupaten dan Puskesmas merupakan
kebutuhan yang tidak terletakkan bagi para calon sajana gizi yang nantinya akan
berfungsi sebagai pengelola program gizi ditingkat propinsi, kabupaten, dan Puskesmas.
Untuk memenuhi kebutuhan di atas, kuliah-kuliah di kelas di rasa belum cukup.Untuk itu
praktek kerja lapangan dalam melaksanakan program gizi di tingkat kabupaten dan
Puskesmas merupakan bagian yang mutlak untuk dilakukan guna melengkapi
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di kelas. Manajemen Pelayanan Gizi
Masyarakat (Puskesmas) agar calon Sarjana Gizi mampu melaksanakan manajemen
program gizi masyarakat (Anggraeni, dkk, 2016).
Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pembangunan kesehatan dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara
keseluruhan. Hal ini tercemin pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari
umur harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan per kapita. IPM yang rendah
antara lain dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan yang berdampak pada tingginya
angka kematian bayi, balita dan ibu (Anggraeni, dkk, 2016).
Perkembangan keadaan gizi masyarakat dapat dipantau melalui hasil pencatatan dan
pelaporan program perbaikan gizi masyarakat yang tercermin dalam hasil penimbangan
bayi dan balita setiap bulan di posyandu. Menurut laporan puskesmas pada tahun 2016 di
Kota Semarang menunjukkan jumlah Bayi Lahir Hidup sebanyak 26.052 bayi dan jumlah
Balita yang ada (S) sebesar 107.846 anak. Untuk kasus bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) pada tahun 2017 yaitu sebanyak 584 bayi (2,2%) yang terdiri dari 309
bayi laki-laki dan 275 bayi perempuan. Upaya masyarakat untuk memantau pertumbuhan
dan perkembangan bayi salah satunya dengan penimbangan bayi dan balita di Posyandu.
Jumlah Balita yang datang dan ditimbang (D) di Posyandu dari seluruh balita yang ada
yaitu sejumlah 89.070 balita (82,6%) dari 107.846 balita yang dilaporkan. Jumlah balita

1
yang naik berat badannya sebanyak 72.468 anak (82,59%) dari balita yang ditimbang dan
Bawah Garis Merah (BGM) sebanyak 967 anak (1,1%) (Dinkes Semarang, 2017).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh konseling gizi dan PGS (Peran Gizi Seimbang) terhadap
tingkat pengetahun dan pola asuh pada ibu balita agar status gizi balita baik di
Puskesmas Kelurahan Karanganyar.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh konseling gizi terhadap tingkat pengetahuan dan
pola asuh ibu balita di Puskesmas Kelurahan Karanganyar.
b. Untuk menganalisis pengaruh konseling gizi dan pola asuh terhadap tingkat
pengetahuan ibu balita di Puskesmas Kelurahan Karanganyar.
c. Untuk menganalisis tingkat pengetahuan dan pola asuh dengan kejadian balita gizi
kurang di Puskesmas Kelurahan Karanganyar

1.3 Manfaat
a. Untuk peneliti
Dapat mengaplikasikan teori yang telah dipelajari serta meningkatkan peningkatan
wawasan dan keterampilan.
b. Untuk masyarakat
Dapat memberikan pemahaman mengenai besaran masalah gizi kurang pada balita di
Kelurahan Karanganyar.
c. Untuk peneliti lain
Dapat memberikan informasi tentang prevalensi dan penyebab kejadian gizi kurang
pada balita.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MANAJEMEN

Manajemen berasal dari kata Bahasa Inggris management yang berarti


ketatalaksanaan, tata pimpinan dan pengolahan. Artinya manajemen adalah sebagai suatu
proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya–upaya koordinasi
untuk mencapai suatu tujuan.

Manajemen adalah proses untuk mengatur sesuatu secara efektif dan efisien dengan
dan melalui orang lain. Efektif berarti mengerjakan sesuatu yang benar (doing the right
things) sehingga sebenarnya dalam melakukan tugas dapat membantu organisasi
mencapai visinya. Efesiensi berarti mengerjakan atau menggunakan sesuatu dengan benar
(doing things right). Efesiensi dalam menggunakan SDM, dana dan peralatan

Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi,


membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja
organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain pengorganisasian, pengarahan, dan
pengontrolan tak akan dapat berjalan. Rencana dapat berupa rencana informal atau
rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan
merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah
rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu.
Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota
harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi
ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.

Ada 4 dasar fungsi manajemen yaitu :

1) Perencanaan
Planning, bekerja dengan mendefinisikan tujuan organisasi dan cara untuk
mencapainya.
2) Pengorganisasian
Pengorganisasian berarti menyusun dan membuat struktur kerja untuk mengatur
peran.

3
3) Penunjukkan / Delegasi
Penunjukan/delegasi berarti mengarahkan aktivitas dalam mencapai tujuan.
4) Pengendalian
Pengedalian berupa monitoring, membandingkan dengan standar (SOP), dan
koreksi kinerja.

2.2 MANAJEMEN PROGRAM GIZI

Desentralisasi perencanaan kesehatan sebagai salah satu faktor esensial dalam proses
desentralisasi merupakan proses yang kompleks dan membutuhkan kerjasama yang
harmonis di antara penentu kebijakan, perencana, tenaga administrasi dan masyarakat.
Oleh karena itu, dibutuhkan tekad yang kuat dan kesiapan yang cukup matang untuk
menata dan memperkuat sistem perencanaan kesehatan pada masing-masing
kabupaten/kota.

Kesehatan merupakan salah satu aspek yang diatur dan diurus oleh pemerintah
daerah, yang pada awalnya bersifat top down (dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah) sekarang menjadi bottom up (dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat).
Otonomi daerah bidang kesehatan memberikan kesempatan yang banyak kepada
pemerintah darerah untuk mengeksplorasi kemampuan daerah dari berbagai aspek, mulai
dari komitmen pemimpin dan masyarakat untuk membangun kesehatan, sistem kesehatan
daerah, manajemen kesehatan daerah, dana, sarana, dan prasarana yang memadai,
sehingga diharapkan kesehatan masyarakat di daerah menjadi lebih baik dan tinggi
(Hamdi,2010).

Penyelesaian masalah gizi dengan pencegahan (preventive) sebenarnya jika dipahami


adalah berupa investasi pada sumber daya manusia dan investasi iniperlu waktu
lamakarena menyangkut generasi selanjutnya.Tetapi investasi ini sangat menguntungkan
karena biayanya terhitung lebih rendah, keuntungannya besar dan lama serta dampaknya
yang luas.

Dalam perencanaan program gizi, proses perencanaan program gizi terintegrasi pada
perencanaan puskesmas dengan memaanfaatkan data. Pengumpulan pemgolahan dan
analisis data dapat diambil dari data IKS dalam PIS-PK, data kinerja program kesehatan
dan gizi, data hasil surveilans kesehatan dan gizi, hasil survei kesehatan terbaru dan
sumber data lain. Sumber data lain seperti Riset Kesehatan Nasional, RISKESDAS, PSG,
BPS, POLDES, profil desa dan lainnya.

4
2.3 GIZI KURANG

2.3.1 Pengertian Gizi Kurang

Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan
keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi
yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit
dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).

Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau


ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir,
dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi bersifat
ringan sampai berat banyak terjadi pada anak balita. Kondisi gizi kurang yang terus-
menerus menyebabkan kurang energi protein (KEP) yang merupakan salah satu
penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein
dalam proporsi yang berbeda-beda, pada derajat yang ringan sampai berat (Reposity
USU).

KEP adalah keadaan dimana kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan
gizi (AKG). Balita gizi kurang adalah balita dengan status gizi kurang yang
berdasarkan indikator BB/U dengan nilai z-score <-2SD sampai -3SD (Manjoer Arif,
2000).

2.3.2 Klasifikasi Status Gizi

 Klasifikasi Menurut Depkes RI (1999)


Buku petunjuk teknis Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita tahun 1999
klasifikasi status gizi dibagi menjadi 5 yaitu, Gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi
kurang, dan gizi buruk. Indeks yang digunakan adalah berat abdan menurut umur
(BB/U) (Supariasa, 2002).

5
Tabel Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Menurut Depkes RI
Kategori Cut of Point (Laki-laki dan perempuan sama)
Gizi Lebih > 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi Baik 80% - 120% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi Sedang 70% - 79,9% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi Kurang 60% - 69,9% Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi Buruk <60% Median BB/U baku WHO- NCHS, 1983

 Klasifikasi Cara WHO


Indeks yang digunakan adalah BB/TB, BB/U, dan TB/U. standard yang digunakan
adalah NCHS (National Centre for Health Statistic, USA) (Supariasa, 2002)
Tabel Klasifikasi Cara WHO
BB/TB BB/U TB/U Status Gizi
Normal Rendah Rendah Baik, Pernah Kurang Gizi
Normal Normal Normal Baik
Normal Tinggi Tinggi Jangkung, Masih Baik
Rendah Rendah Tinggi Buruk
Rendah Rendah Normal Buruk, Kurang
Rendah Normal Tinggi Kurang
Tinggi Tinggi Rendah Lebih, Obesitas
Tinggi Tinggi Normal Lebih, Tidak Obesitas
Tinggi Normal Rendah Lebih, Pernah Obesitas

 Klasifikasi Status Gizi Balita Oleh Menteri Kesehatan RI 2002


Tabel Klasifikasi Status Gizi Balita oleh Menkes RI 2002.
Indeks Status Gizi Ambang Batas
Gizi Lebih > +2 SD
Berat Badan menurut Gizi Baik ≥ +2 SD sampai + 2 SD
Umur (BB/U) Gizi Kurang < -2 SD sampai ≥ -3 SD
Gizi Buruk < -3 SD
Tinggi Badan Normal ≥ 2 SD
menurut Umur Pendek < -2 SD
(TB/U) (Stunted)

6
Gemuk > +2 SD
Berat Badan menurut
Normal ≥ -2 SD sampai +2 SD
Tinggi Badan
Kurus (Wasted) < -2 SD sampai ≥ -3 SD
(BB/TB)
Kurus Sekali < -3 SD
SD = Standar Deviasi

2.3.3 Faktor Penyebab Gizi Kurang

1) Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam penyediaan pangan yang baik
untuk mencapai keadaan gizi yang baik pula. Pengetahuan gizi didukung oleh
pendidikan gizi yang cukup.
a. Tingkat pengetahuan gizi sangat penting peranannya dalam usaha peningkatan
status gizi.
b. Setiap orang akan cukup gizi jika makanan yang dimakan cukup untuk
pertumbuhan pemeliharaan dan energi tubuh.
c. Ilmu gizi yang dipelajari dapat meningkatkan pengetahuan gizi seseorang
dimana ilmu gizi tersebut dapat memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga
dapat menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai
pangan adalah umum dijumpai disetiap negara didunia. Penyebab penting dari
gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kemampuan untuk
menerapkan informasi-informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan
serta kesukaan ibu terhadap jenis makanan tertentu sangat berpengaruh terhadap
hidangan yang disajikan, pada kenyataan sehari-hari sering dijumpai anak yang
kurang mempunyai selera makan (Suharjo, 1989).

2) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk memperbaiki diri dalam
melangsungkan kehidupan masyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan
semakin tinggi pulla tingkat pengetahuan akan kesehatan dan gizi keluarganya
sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh
anggota keluarganya.

7
3) Pekerjaan
Status pekerjaan ibu digunakan untuk mengetahui penggunaan waktu sehari-hari ibu
balita, karena mengetahui pekerjaan (ibu bekerja atau tidak) akan dapat dijadikan
sebagai latar belakang penelitian dan sikap ibu tersebut.
4) Ketersediaan Pangan
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor
penting dalam masalah kurang gizi. Keterbatasan apapun yang diakibatkan
kemiskinan dan kekurangan pangan kecuali dalam keadaan tertentu, penggunaan
yang lebih baik dari pangan yang tersedia dapat dilakukan penduduk yang
memahami penggunaannya untuk membantu peningkatan status gizi, sehingga
membantu penduduk untuk belajar cara menanam, menyimpan dan menggunakan
pangan untuk memperbaiki konsumsi makanan.
5) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan anak dan
keluarga tahap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti :
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, imunisasi
penyuluhan kesehatan, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu,
puskesmas, bidan dan dokter rumah sakit serta air bersih (Depkes, 2000).

2.3.4 Penilaian Status Gizi

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik (Supariasa, 2013).

1) Antropometri
Antropometri adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi
tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai
jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak
dibawah kulit

8
2) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi
3) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain adalah : darah, urine, tinja dan juga beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.
4) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur
dan jaringan.

b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga penilaian yaitu,
survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, 2013).

1) Survei Konsumsi Makanan


Survei konsumsi makanan dalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2) Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lannya yang
berhubungan dengan gizi.
3) Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor
fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat
tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

9
2.3.5 Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Kurang

a. Perilaku Ibu

Pada pemenuhan gizi seorang balita, ibu meme-gang peranan yang sangat penting.
Ibu merupakan orang yang paling dekat dengan anak, orang pertama yang
berhubungan dengan anak, dan yang memberikan alokasi waktu lebih banyak dalam
pengasuhan anak (Byrd-Bredbenner, Abbot, & Cussler, 2008; Wong, Hockenberry-
Eaton,Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2001).

Menurut Green (1980 dalam Notoatmodjo, 2007), pengetahuan dan sikap yang
dimiliki seseorang merupakan faktor predisposisi yang memengaruhiperilaku.Jika
ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi balita, diharapkan ibu juga akan
memilikisikap dan perilaku yang baik pula dalam pemenuhan gizi balita.
Pengetahuan ibu mengenai gizi akan berpengaruh terhadap hidangan dan mutu
makanan yang disajikan untuk anggota keluarga termasuk balita.Sikap ibu dalam
memenuhi kebutuhan gizi balita juga sangat penting.Sikap merupakan faktor yang
memengaruhiperilaku kesehatan seseorang. Perubahan sikap secara berkelanjutan
dapat memengaruhiperilaku seseorang, dimana perilaku pemenuhan gizi yang baik
dapat meningkatkan status gizianak (Apooh, Yaa, & Krekling, 2005)

b. Pola Asuh

Persoalan gizi buruk di Indonesia berkurang, tetapi tidak akan pernah selesai,
walapun kemiskinan sudah terentaskan. Pasalnya, kasus gizi buruk tidak hanya
disebabkan kemiskinan, tetapi pada budaya masyarakat yang sangat menentukan
pemenuhan gizi balita. Pola asuh anak turut berpengaruh secara signifikan terhadap
timbulnya gizi buruk. Hanya saja selama ini banyak anggapan di masyarakat bahwa
kasus gizi buruk banyak dialami balita dalam rumah tangga miskin.

Balita yang besar dalam keluarga miskin akan tumbuh sehat apabila anak diasuh
oleh orang tua yang memahami pentingnya kesehatan. Contohnya ada anak yang
kedua orang tuanya bekerja sebagai PNS yang berkecukupan ternyata mengalami
gizi buruk. Hal tersbut terjadi karena pengasuhan anak diserahkan pada nenek yang
memiliki keterbatasan pengetahuan akan pentingnya pemberian makanan berigizi.

10
Guna mengantisipasi bertambahnya kasus gizi buruk, lanjutnya, diperlukan
peningkatan pengetahuan akan pola asuh anak yang baik dan benar. Selain itu,
meningkatkan keterampilan kader posyandu yang masih tergolong rendah juga perlu
dilakukan (Nisa, 2013).

d. Asupan Zat Gizi


Gizi (nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan
dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan
otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi menjadi dua,
yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang
dibutuhkan dalam jumlah besar. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro
adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Zat gizi mikro adalah zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit tetapi ada dalam makanan.
Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin.
Energi dalam makanan terutama diperoleh dari karbohidrat, protein, dan lemak.
Energi diperlukan untuk kelangsungan proses-proses di dalam tubuh seperti proses
peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses
fisiologi lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh
dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, karena itu
agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengkonsumsi
makanan yang cukup dan seimbang. Protein diperlukan oleh tubuh untuk
membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan
hormon, membentuk zat anti energi dimana tiap gram protein menghasilkan sekitar
4,1 kalori (Almatsier, 2002).
Protein sebagai pembentuk energi tergantung macam dan jumlah bahan makanan
yang dikonsumsi. Untuk menentukan nilai energi dan protein dalam tubuh dapat
memperhatikan angka-angka protein tiap bahan makanan. Konsumsi makanan
seseorang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan yaitu tingkah laku manusia dalam
memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan
pemilihan makanan (Supariasa, 2002)

11
2.3.6 Dampak Gizi Kurang
Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan
pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak
yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap
akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Santoso, 2003). Dampak
yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah
gizi antara lain :
1) Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini
berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan. Kekurangan
gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya produktivitas kerja
manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan
fasilitas kesehatan.
2) Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak - anak. Akibatnya
diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi semasa anak dikandung
sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini,
berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan
bagi pembangunan bangsa.
3) Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja, yang
berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja manusia. Kekurangan gizi
pada umumya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi
masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat.

2.3.7 Kebutuhan Gizi Balita


a. AKG Balita
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah banyaknya zat-zat minimal yang
dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang adekuat. AKG yang
dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok
umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi khusus (hamil dan menyusui)
dan aktivitas fisik (Almatsier, 2002).
Angka kecukupan zat gizi individu dapat diperoleh dari perbandingan antara
asupan zat gizi dengan standar angka kecukupan gizi seseorang. Klasifikasi tingkat
konsumsi dibagi menjadi empat dengan cut of points masing-masing sebagai berikut :

12
 Baik : ≥ 100% AKG
 Sedang : 80-90% AKG
 Kurang : 70-80% AKG
 Defisit : <70% AKG

b. Energi
Energi dalam makanan berasal dari nutrisi karbohidrat, protein, dan lemak. Setiap
gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak 9 kalori dan karbohidrat 4 kalori.
Distribusi kalori dalam makanan anak yang dalam keseimbangan diet (balanced diet)
ialah 15% berasal dari protein, 35% dari lemak dan 50% dari karbohidrat. Kelebihan
energi yang tetap setiap hari sebanyak 500 kalori, dapat menyebabkan kenaikan berat
badan 500 gram dalam seminggu (Soediaoetama, 2004).
Tabel Angka Kecukupan Energi untuk Balita

Golongan Umur Kecukupan Energi Kal/kg BB/Hari


1 990 110
1-3 1200 100
4-5 1620 90

d. Protein
Nilai gizi protein ditentukan oleh kadar asam amino esensial. Akan tetapi dalam
praktek sehari-hari umumnya dapat ditentukan dari asalnya. Protein hewani biasanya
mempunyai nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan protein nabati. Protein
telur dan protein susu biasanya dipakai sebagai standar untuk nilai gizi protein.
Nilai gizi protein nabati ditentukan oleh asam amino yang kurang (asam amino
pembatas), misalnya protein kacang-kacangan. Nilai protein dalam makanan orang
Indonesia sehari-hari umumnya diperkirakan 60% dari pada nilai gizi protein telur
(Soediaoetama, 2004).

13
Tabel Angka Kecukupan Protein untuk Balita (gr/kgBB/hari)

Umur (Tahun) Gram/Hari


1 1,27
2 1,19
3 1,12
4 1,06
5 1,01

e. Lemak
Lemak merupakan komponen struktural dari semua sel-sel tubuh, yang dibutuhkan
oleh ratusan bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh (McGuire & Beerman, 2011).
Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing-masing mempunyai
fungsi khusus bagi kesehatan manusia. Sebagian besar (99%) lemak tubuh adalah
trigliserida. Trigliserida terdiri dari gliserol dan asam-asam lemak. Disamping
mensuplai energi, lemak terutama trigliserida, berfungsi menyediakan cadangan
energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak esensial
(Mahan & Escott-Stump, 2008)
Tabel Tingkat Kecukupan Lemak untuk Balita

Umur Gram/Hari
0-5 bulan 31
6-11 bulan 36
1-3 tahun 44
4-6 tahun 62

f. Vitamin dan Mineral


Pada dasarnya dalam ilmu gizi, nutrisi atau yang lebih dikenal dengan zat gizi
dibagi menjadi 2 macam, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi terdiri
dari protein, lemak, karbohidrat dan beberapa mineral yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah yang besar. Sedangkan mikronutrisi (mikronutrient) adalah nutrisi yang
diperlukan tubuh dalam jumlah sangat sedikit (dalam ukuran miligram sampai
mikrogram), seperti vitamin dan mineral (Sandjaja, 2009).

14
Menurut Almatsier (2001), vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang
dibutuhkan tubuh dalam jumlah sangat kecil. Vitamin dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan vitamin yang tidak larut
dalam air (vitamin A, D, E dan K). Menurut Soerdarmo dan Sediaoetama (1977),
satuan untuk vitamin yang larut dalam lemak dikenal dengan Satuan Internasional
(S.I) atau I.U (International Unit). Sedangkan yang larut dalam air maka berbagai
vitamin dapat diukur dengan satuan milligram atau mikrogram.Mineral merupakan
bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh,
baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan,
berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam
aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2001).
Tabel Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral untuk Balita

Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamin A Vitamin C


Umur
(mg) (mg) (mg) (mcg) (mg)
0-5 bulan 200 100 0,5 375 40
6-11 bulan 400 225 7 400 40
1-3 tahun 500 400 8 400 40
4-6 tahun 500 400 9 450 45

2.3.8 Prinsip Gizi Seimbang Pada Balita


Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat
gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik,
kebersihan, dan berat badan ideal. Gizi seimbang di Indonesia divisualisasikan dalam
bentuk tumpeng gizi seimbang (TGS) yang sesuai dengan budaya Indonesia. TGS
dirancang untuk membantu setiap orang memilih makanandengan jenis dan jumlah
yang tepat sesuai dengan berbagai kebutuhan menurutusia (bayi, balita, remaja,
dewasa dan usia lanjut), dan sesuai keadaan kesehatan (hamil, menyusui, aktivitas
fisik, sakit).

Menu seimbang adalah konsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh


akan zat gizi. Kekurangan gizi pada salah satu makanan dengan pemberian menu
seimbang dapat dicukupi oleh makanan lain. Untuk itu pemberian menu seimbang

15
dengan makanan yang beraneka ragam sangat dibutuhkan dalam memenuhi
kecukupan gizi (Almatsier,2002).

Pedoman umum gizi seimbang harus diaplikasikan dalam penyajianhidangan


yang memenuhi syarat gizi yang dikenal dengan menu seimbang. Menu berasal dari
kata ”menu” yang berarti suatu daftar yang tertulis secararinci. Sedangkan definisi
menu adalah rangkaian beberapa macam hidanganatau masakan yang disajikan atau
dihidangkan untuk seseorang atausekelompok untuk setiap kali makan, yaitu dapat
berupa hidangan pagi, siang,dan malam. Pola menu seimbang mulai dikembangkan
pada tahun1950dengan istilah ”Empat Sehat Lima Sempurna” (Sulistyoningsih,
2012). Polamenu 4 sehat 5 sempurna adalah pola menu seimbang yang bila
disusundengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
(Almatsier, 2002).

16
BAB III
METODE SURVEI

3.1 Jenis Metode

Jenis metode pengambilan data adalah observasional deskriptif. Pada penelitian ini
menggunakan data sekunder masalah gizi di Puskesmas Karanganyar Kecamatan Tugu
Kota Semarang.

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Karanganyar Kecamatan Tugu Kota Semarang


pada bulan Mei tahun 2019. Kemudian mengambil data yang sudah ada di puskesmas
dan memberikan konseling kepada ibu yang memiliki balita yang dilakukan di Kelurahan
Karanganyar pada 18 Juli 2019.

3.3 Jenis Data

Data yang dikumpulkan yaitu berupa data sekunder yang meliputi :


1. Angka kematian bayi.
2. Angka gizi kurang pada balita.
3. Angka bayi dengan Bawah Garis Merah (BGM)
4. Jadwal kegiatan posyandu

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

Data dikelompokkan dan dikategorikan menurut gizi kurang dan BGM kemudian
mengidentifikasi masalah. Melakukan analisis situasi dengan cara merumuskan masalah.
Data yang telah dikelompokkan tersebut dianalisis untuk menentukan prioritas masalah.
Penentuan prioritas masalah menggunakan teknik non skoring dengan metode Delphi
Technique. Analisis penyebab masalah, strategi dan alternatif pemecahan masalah
disusun menggunakan metode pohon masalah yang menjelaskan tentang penyebab,
dampak, tujuan dan alternaltif masalah. Setelah itu menyusun manajemen program gizi
dengan menyusun indikator-indikator pencapaian tujuan jangka pendek sampai jangka
panjang dengan menentukan visi, misi dan tujuan, dari perencanaan, pengorganisasian
implementasinya sampai dengan monitoring evaluasi. (Munif,2012).

17
3.5 Data Gizi Kurang

Data gizi kurang dan Bawah Garis Merah (BGM) yang terdapat di Puskesmas Karang
Anyar Kecamatan Tugu, yaitu :

No. Kelurahan Gizi Kurang BGM


1. Randu Garut 20 2
2. Karang Anyar 48 4
3. Jrakah 2 1
4. Tugurejo 34 2
Total : 105 9

18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum


1. Letak

Kabupaten Semarang adalah salah satu Kabupaten otonom di Provinsi Jawa


Tengah, secara geografis terletak pada 110º 14’ 54,75”-110º 39’ 3” Bujur Timur dan
7º 3’ 57”-7º 30’ 0” Lintang Selatan, dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kota Semarang dan Kabupaten Demak.


2. Sebelah Timur : Kapaten Grobokan dan Kabupaten Boyolali
3. Sebelah Selatan : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang
4. Sebelah Barat : Kabupaen Temangung dan Kabupaten Kendal.
5. Bagian Tenggah : Kota Madya Salatiga
Luas wilayah Kabupaten Semarang adalah 95.020.674 hektar atau sekitar 2,92
% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif, wilayah Kabupaten Semarang
terdiri dari 19 Kecamatan yang terdiri dari 208 Desa dan 27 Kelurahan. Secara
geografis, Kabupaten Semarang terletak di jalur-jalur penghubung segitiga pusat
perkembangan wilayah Jogjakarta, Solo, Semarang (Joglosemar).
Tabel Kecamatan dan Kelurahan di Semarang.

19
2. Kependudukan

a. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk


Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2015 sebesar 1.595.267 jiwa.
Dengan jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar Kabupaten/Kota
yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah. Jumlah dan
Pertumbuhan Penduduk Tahun Jumlah Tingkat Pertumbuhan Penduduk Setahun (%)
Perkembangan dan pertumbuhan penduduk selama 6 tahun terakhir menunjukkan
kenaikan pada rentang waktu pertumbuhan penduduk yang selalu bernilai positif
selama kurun waktu tersebut, namun demikian laju pertumbuhan penduduk dari tahun

20
ke tahun dapat dikatakan semakin melambat dari 1,36 persen pada tahun 2010
menjadi 0,65 persen di tahun 2015. Pertumbuhan penduduk yang terakhir,
dimungkinkan memiliki korelasi, baik dengan tingkat kelahiran kasar dan tingkat
migrasi masuk yang juga menurun, maupun dengan tingkat migrasi keluar yg nilainya
meningkat. Bila dilihat pertumbuhan penduduk menurut kecamatan pada periode
2010-2015 kondisinya sangat bervariasi. Hal ini terjadi karena dari 16 kecamatan
yang ada di Kota Semarang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda,
ada kecamatan yang terletak dipusat kota sehingga pertumbuhannya cenderung kecil
bahkan negatif, sebaliknya kecamatan-kecamatan di pinggir kota banyak diantaranya
merupakan pengembangan areal perumahan atau pengembangan industri sehingga
pertumbuhan penduduknya cukup tinggi. Yang mempunyai pertumbuhan penduduk
tertinggi yaitu Kecamatan Mijen sebesar 3,33 %, kemudian berturut-turut diikuti oleh
Kecamatan Genuk (2,44%), Kecamatan Gunung Pati (1,69 %), Kecamatan
Tembalang (1,40 %), Kecamatan Ngaliyan (1,31 %) dan Kecamatan Tugu (1,15 %).
Kecamatan-kecamatan diatas merupakan daerah pengembangan areal perumahan dan
areal industri sehingga banyak terjadi arus perpindahan penduduk masuk ke
kecamatan-kecamatan tersebut.

b. Persebaran dan Kepadatan Penduduk


Secara geografis wilayah Kota Semarang terbagi menjadi dua yaitu daerah dataran
rendah (Kota Bawah) dan daerah perbukitan (Kota Atas). Kota bawah merupakan
pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan dan industri sedangkan kota atas lebih
banyak dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan, hutan . Sedangkan ciri
masyarakatnya juga terbagi dua yaitu masyarakat dengan karakteristik perkotaan yang
menempati daerah sekitar pusat kota dengan lingkungan pemukiman yang bercirikan
perkotaan dan masyarakat dengan karakteristik pedesaan yang menempati daerah
perluasan/pinggiran dengan kondisi yang lebih tradisional. Dengan kondisi seperti
diatas maka penyebaran penduduk di Kota Semarang terkonsentrasi di kota bawa
sehingga mengakibatkan daya dukung lingkungan menjadi rendah karena kepadatan
yang tinggi.. Bila dilihat menurut Kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk
paling rendah adalah Kecamatan Tugu sebesar 1.005 jiwa per km2 diikuti dengan
Kecamatan Mijen (1.067) dan Kecamatan Gunungpati (1.453). Ketiga Kecamatan
tersebut dua diantaranya merupakan daerah pertanian/perkebunan dan juga
wilayahnya yang tergolong paling luas diantara kecamatan kecamatan lain di Kota
21
Semarang sehingga meski memiliki pertumbuhan penduduknya tergolong tinggi
namun tingkat kepadatannya masih relatif rendah., sedangkan Kecamatan Tugu
merupakan daerah pengembangan industri sehingga banyak terdapat bangunan-
bangunan dan lahan industri yang menyita sebagian besar wilayahnya.

c. Komposisi Penduduk
Untuk dapat menggambarkan tentang keadaan penduduk secara khusus bisa
dilihat dari komposisinya, salah satunya adalah jumlah penduduk menurut jenis
kelamin. Dari 1.595.267 penduduk Kota Semarang pada tahun 2015 terdiri dari
792.898 penduduk laki-laki dan 802.369 penduduk perempuan. Indikator dari variabel
jenis kelamin adalah rasio jenis kelamin yang merupakan angka perbandingan antara
penduduk laki-laki dan perempuan. Rasio jenis kelamin pada tahun 2015 di Kota
Semarang adalah 99 yang berarti jumlah penduduk perempuan 1% lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Sedangkan kecamatan yang mempunyai
rasio jenis kelamin diatas 100 ada 8 kecamatan, yang paling tinggi adalah kecamatan
Tembalang (103), Mijen dan kecamatan Gayamsari dengan rasio 102, yang berarti
jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan
(Departemen Kesehatan RI. 2015).

d. Kelahiran, Kematian dan Perpindahan


Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh tingkat
pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas
tingkat pertumbuhan alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi. Tingkat
pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah
penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan dengan
Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan Angka Kematian Kasar atau
Crude Death Rate (CDR) yang merupakan perbandingan antara jumlah kelahiran dan
kematian selama 1 tahun dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.
Sebagai gambaran pada tahun 2015 angka CBR sebesar 14,01 yang berarti
setiap 1.000 penduduk jumlahnya bertambah karena kelahiran sebanyak 14,01 atau
kalau dibulatkan adalah 14 orang. Nilai CBR semestinya menjadi perhatian khusus,
terutama dalam hal pengendalian pertumbuhan penduduk serta dari aspek peningkatan
kualitas penduduk terutama sektor kesehatan dan pendidikan.

22
Sedangkan angka CDR-nya sebesar 6,69 yang artinya setiap 1.000 penduduk
selama setahun jumlah penduduknya berkurang karena meninggal sebanyak 7 orang.
Demikian selisih dari keduanya adalah 7.32 atau jika dibulatkan menjadi 7 orang /
1000 bila dinyatakan dalam persen sebesar 0,72% merupakan angka pertumbuhan
penduduk alamiah atau Rate of natural increase (RNI).
Mengenai tingkat pertumbuhan karena migrasi atau perpindahan (net
migration) dihitung dengan melihat selisih antara angka penduduk yang datang atau
migrasi masuk (in migration) dan angka penduduk yang pergi atau migrasi keluar (out
migration). Pada tahun 2015 tingkat migrasi masuk sebesar 20,26 (yang berarti setiap
1.000 penduduk selama 1 tahun penduduk bertambah sebesar 20 orang), sedangkan
tingkat migrasi keluar sebesar 21,27 per 1.000 penduduk.
Bila migrasi masuk dikurangi dengan migrasi keluar diperoleh nilai sebesar -
1,05 persen yang berarti jumlah penduduk yang pindah/keluar lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk yang datang/masuk. Angka inilah yang dinamakan
dengan angka pertumbuhan penduduk karena migrasi (net migration rate). Pada tahun
2015 ada beberapa kecamatan yang tingkat migrasinya tinggi, antara lain Kecamatan
mijen dengan angka 20,45 , kecamatan Genuk 12,79 dan Kecamatan Gunung Pati
8,04. Selain itu banyak juga Kecamatan yang tingkat migrasinya negatif, diantaranya
Kecamatan Semarang Timur sebesar – 12,37, Kecamatan Candisari -11,42 , dan
Kecamatan Semarang Tengah sebesar -8,1. Hal ini antara lain disebabkan karena
kondisi geografis yang sudah padat ditambah dengan sebagian daerah yang terendam
oleh luapan air laut (Rob), sehingga penduduk mencari daerah baru yang lebih luas
dan tidak banjir (Departemen Kesehatan RI. 2015).

4.2 Gambaran Umum Puskesmas


a. Identitas Puskesmas
- Nama Puskesmas : PUSKESMAS KARANGANYAR
- Nama Ka. Puskesmas : drg. ARIMBI
- Alamat Puskesmas : Jln. Karang Anyar N0. 29 E Kec Tugu,
Semarang
- Telpon Puskesmas : 7606065

23
b. Lokasi Puskesmas
Puskesmas Karanganyar terletak di bagian Barat Kota Semarang, berlokasi di
Kecamatan Tugu yang mempunyai 7 kelurahan. Di satu Kecamatan Tugu terdapat
dua Puskesmas Induk yaitu Pukesmas Mangkang dengan tiga Kelurahan binaan
dan Puskesmas Karanganyar dengan empat Kelurahan binaan yang terdiri dari :
a) Kelurahan Randugarut
b) Kelurahan Karanganyar
c) Kelurahan Tugurejo
d) Kelurahan Jerakah

Keempat kelurahan binaan mempunyai luas wilayah 1904,71 HA dengan batas-


batas wilayah :

- Utara : Laut Jawa


- Selatan : Kelurahan Tambak Aji
- Barat : Kecamatan Semarang Barat
- Timur : Kelurahan Mangkang Wetan
Puskesmas Karanganyar terletak di wilayah kelurahan Karanganyar, Kecamatan
Tugu. Letaknya diperkotaan daerah pinggiran ± 14 km dari pusat kota. Jarak ke
Dinas Kesehatan Kota Semarang sejauh 14 Km, sedangkan jarak tempuh ke
kecamatan maupun kelurahan sejauh 3 Km dan antara 1-4 Km. Luas wilayahnya
1904,71 HA, terdiri dari dataran rendah dengan tinggi dari permukaan laut
maximum 5 m dan minimum 2 m.

c. Visi dan Misi Puskesmas


- Visi :
Visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas adalah “Menjadikan Puskesmas
sebagai pusat pelayanan kesehatan terdepan, menyeluruh, profesional, biaya
terjangkau, memiliki kinerja tinggi sehingga memberikan kepuasan pelanggan
dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam menuju kecamatan sehat 2010
- Misi :
1. Menggerakkan pembangunan kecamatan yang berwawasan kesehatan.
2.Mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat
3.Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau.

24
4.Memeliharan dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
beserta lingkungannya.

d.Jumlah Penduduk

 Laki – Laki : 13.399 jiwa


 Perempuan : 14.535 jiwa
 Jumlah Penduduk Miskin : 1.266 KK
 Jumlah Peserta Jamkesmas : 5.139 jiwa
 Jumlah Peserta Jamkesmaskot: 0 jiwa
 Jumlah Ibu hamil (Bumil) : 85 jiwa
 Jumlah Ibu menyusui : 948 jiwa
 Jumlah Bayi : 213 jiwa
 Jumlah Balita : 1689 jiwa
 Jumlah Lanjut Usia : 2025 jiwa
 Jumlah Kader Kesehatan : 144 jiwa

e. Sumber Daya ( Jumlah Tenaga Puskesmas ) :

 Dokter Umum : 2 – Nutrision / Gizi :1


 Dokter Gigi :2 – Analis Kesehatan :1
 SKM :1 – Asisten Apoteker :1
 Perawat :1 – Apoteker :0
 Perawat Gigi : 1 – Rekam Medik :0
 Bidan :3 – Fisioterapis :0
 Sanitarian :1 – Pekarya Kesehatan : 1
 Tata Usaha : 1 ( Rekam Medik )

25
BAB V

PERENCANAAN PROGRAM GIZI

5.1 Langkah-langkah Perencanaan dari Analisis Situas Sampai dengan Implementasi


1. Analisis Situasi
Analisis situasi menggunakan identifikasi masalah dengan cara merumuskan
masalah. Analisis situasi perlu dilakukan karena perencanaan program gizi sifatnya
berbasis data, data yang diperoleh harus dapat mencerminkan keadaan
sesungguhnya yang terjadi dimasyarakat. Sumber data analisis situasi diperoleh dari
data primer dan sekunder. Data yang ditemui di lapangan adalah data sekunder yaitu
data yang dapat digunakan sebagai data untuk mendukung analisis situasi, pada
penelitian ini data sekunder yang diperoleh berasal dari Laporan Bulanan
Puskesmas
Identifikasi Masalah Rumusan Masalah
Apa masalahnya? Terjadinya gizi kurang pada balita
Dimana masalah tersebut terjadi? Di Kelurahan Karanganyar, Tugu, Semarang
Siapa yangbterkena masalah? Anak balita
Kapan masalah terjadi? Bulan juni 2019
Pada derajat bagaimana Masalah gizi kurang menjadi prioritas utama
masalahnya? di kelurahan Karanganyar karena terdapat 48
balita dengan gizi kurang.
Pernyataan rumusan masalah Pada bulan Juni 2019 terdapat balita dengan
status gizi kurang pada balita dengan jumlah
prevalensi 100 balita gizi kurang di Kelurahan
Karanganyar,Tugu, Semarang.

Seharunya tidak boleh ada kasus gizi kurang


pada balita di masyarakat.

26
2. Prioritas Masalah

Prioritas masalah menggunakan teknik non skoring dengan metode Delphi


Technique. merupakan suatu proses memperoleh kesepakatan (consensus) dari
sekumpulan tenaga ahli (expert) tanpa mereka mengetahui satu sama lain. Dalam metode
ini, serangkaian kuesioner disebarkan kepada responden, kemudian jawabannya
diringkas, yang selanjutnya disampaikan ke panel ahli untuk mendapat tanggapan
(memberikan prakiraan). Pembahasan dapat dilakukan dalam beberapa putaran sampai
tercapai suatu kesepakatan (consensus) diantara para ahli (Whellwright, 1980).

Ada empat tahap penting dalam metode Delphi menurut Hanke (2005), yaitu :

a. Eksplorasi Pendapat
b. Merangkum pendapat para pakar dan mengkomunikasikannya kembali.
c. Mencari informasi mengenai alasan para pakar terkait atas pendapat yang
disampaikan
d. Evaluasi

3. Pohon Masalah Gizi Buruk

tingginya angka
gizi buruk Dampak

rendahnya terbatasnya
terbatasnya Akibat
ketersediaan pelayanan
pengetahuan gizi
pangan kesehatan

belum optimalnya terbatasnya mutu terbatasnya


pendapatan produksi pangan terbatasnya Sebab
pos pelayan dan tenaga peralatan
keluarga rendah terbatas informasi
terpadu kesehatan kesehtan

menyediakan mengoptimalkan meningkatkan melengkapi


meretas meningkatkan
informasi yang pos pelayan mutu dan tenaga perlatan Alternatif
kemiskinan produksi pangan
banyak terpadu kesehatan kesehatan Kegiatan

27
Prestasi dan Kecerdasan Kuantitas SDM
produktivitas menurun berkurang
SDM menurun

Gizi kurang pada


Balita

Asupan makan Adanya penyakit


tdk adekuat infeksi

Pola Pola asuh Pelayanan Kondisi


Pendapatan
makan ibu yang Sanitasi kesehtan kesehatan Karakteristik
rendah
buruk kurang buruk kurang sebelum ibu hamil
tepat memadai hamil
Pendidikan Pendidikan
Pekerjaan
buruk rendah
Pengetahuan

Prestasi dan Kecerdasan Kuantitas SDM


produktivitas meningkatkan meningkat
meningkat

Gizi kurang pada


Balita menurun

Asupan makan Tidak adanya


adekuat penyakit infeksi

Pendapatan Pola Pola asuh Sanitasi Pelayanan Kondisi Karakteristik


mencukupi makan ibu tepat baik kesehatan sebelum hamil ibu hamil baik
teratur memadai sehat
Lapangan Pendidikan Pendidikan
pekerjaan tinggi baik
tersedia Pengetahuan

28
4. Implementasi Program Gizi
a. Nama program : Penanganan Gizi Kurang Pada Blita
b. Visi : Terciptanya status gizi yang normal pada balita
c. Misi :
 Meningkatkan pengetahuan mengenai gizi seimbang agar tercapai status gizi
yang normal.
 Meningkatkan pola asuh yang baik dari ibu untuk anak.
 Menekan kenaikan jumlah gizi kurang pada masyarakat.
d. Kegiatan :
 Memberikan edukasi kepada ibu tentang pengetahuan gizi terkait gizi kurang
pada balita.
 Pengukuran berat badan dan tinggi badan pada balita.
 Peningkatan pengetahuan mengenai gizi kurang dan pesan gizi seimbang
melalui konseling gizi kepada ibu balita gizi kurang.
e. Tujuan Kegiatan :
Meningkatkan pengetahuan dan pola asuh ibu untuk meningkatkan status gizi
pada balita gizi kurang.
f. Output Objective :
 Menyediakan proyektor, layar proyektor, dan sound sistem,untuk edukasi
pendidikan gizi terkait gizi kurang.
 Menyediakan alat pengukur tinggi badan dan timbangan berat badan untuk
balita.
 Menyediakan lembar leaflet, Bahan Makanan Penukar, dan FFQ untuk
konseling.
 Menyediakan pamflet tentang pesan gizi seimbang dan gizi kurang.
 Adanya kerjasama dengan pihak terkait guna menunjang keberhasilan
pelaksanaan kegiatan program penanganan gizi kurang di Kelurahan Karang
Anyar Kecamatan Tugu.
g. Outcome Objective : menekan jumlah balita yang terkena gizi kurang.

29
5. Monitoring dan Evaluasi
- Monitoring
Monitoring pemantauan dilakukan dengan pengamatan langsung yaitu
penanggung jawab dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.
- Evaluasi
Evaluasi program dilakukan sebagaimana pada tabel berikut:
Aktivitas Input Proses Output Outcome
Edukasi terkait - Mahasiswa Sasaran Sasaran Dapat diketahui
pesan gizi - Sie.Promkes (Dr. Sp mendengarkan memahami pengetahuan
seimbang dan gizi Anak) edukasi terkait edukasi terkait sasaran tentang
- Pamflet pesan gizi pesan gizi pesan gizi pesan gizi
kurang
seimbang dan gizi seimbang dan seimbang dan seimbang dan
gizi kurang gizi kurang gizi kurang.
kurang
Penilaian Status - Mahasiswa gizi Sasaran diperiksa Sasaran telah Hasil pengukuran
Gizi - Sie.Kesehatan diukur tinggi melakukan status gizi
- Alat-alat untuk badan, berat badan pengukuran terkait diketahui oleh
penilaian status gizi dan status gizi. gizi. petugas
kesehatan.
Konseling gizi - Mahasiswa gizi Petugas Sasaran telah Peningkatan
- Sie.Gizi melakukan diberi konseling pengetahuan gizi
- lembar leaflet tahapan konseling gizi dan pola asuh
- Bahan Makanan gizi terhadap yang baik
Penukar sasaran terhadap gizi
- Kuesioner Pola Asuh kurang.
Pembagian - Mahasiswa Gizi Sasaran diberikan Sasaran telah Peningkatan
Reward - Sie.Kesehatan reward menerima reward asupan balita
- Reward (makanan gizi kurang.
bernilai gizi tinggi

30
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan
Jenis penelitian adalah penelitian observasional deskriptif. Pada penelitian ini
menggunakan data sekunder masalah gizi di Puskesmas Karanganyar Kecamatan Tugu
Kota Semarang. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Karanganyar Kecamatan Tugu
Kota Semarang pada bulan Mei tahun 2019. Data yang dikumpulkan yaitu berupa data
sekunder yang meliputi Angka kematian bayi, Angka gizi kurang pada balita, Angka bayi
dengan Bawah Garis Merah (BGM), Jadwal kegiatan posyandu.
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan
zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir, dan semua hal yang
berhubungan dengan kehidupan. Pada penelitian di atas dapat di simpukan bahwa satu
puskesmas yang menaungi 4 kelurhan seperti kelurahan karang anyar, randugarut, tugu
rejo dan jerakah dengan hasil beberapa anak mengalami gizi kurang terbanyak di wilayah
karang anyar ada sektar 48 anak yang mengalami gizi kurang.
KEP adalah keadaan dimana kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi
(AKG). Balita gizi kurang adalah balita dengan status gizi kurang yang berdasarkan
indikator BB/U dengan nilai z-score <-2SD sampai -3SD. Berdasarkan hasil penelitian
ada 4 klasifikasi yag berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis, klasifikasi
gomez, klasifikasi jelliffe, klasifikasi menurut Depkes RI, klasifikasi cara WHO,
klasifikasi status gizi balita oleh Mentri Kesehatan RI.
Faktor penyebab terjadinya gizi kurang juga dapat di pengaruhi dari, pengetahuan
gizi, pendidikan gizi, pekerjaan, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan dan penerapan
penilaian status gizi secara langsung juga dilihat dari keadaan antopometri, biokomia,
biofisik dan sedangkan penilaian status gizi tidak langsung dengan penerapan survei
konsumsi pangan, statistik vital, faktor ekologi. Di lihat dari prevalensi data puskesmas
dengan menggunakan media penyuluhan dengan menggunakan poster dan leaflet yang
berisi tentang kebutuhan gizi pada balita yang bertujuan untuk menambah pengetahuan
ibu terhadap gizi anak.

31
6.2 Saran
Pendekatan- pendekatan lain atau teori-teori yang belum di tulis penulis mungkin dapat
dieksplore lebih banyak sehingga dapat di gunakan untuk kegiatan perencanaan program gizi
selanjutnya. Penulis sangat berterimakasih apa bila pembaca program.

32
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Djaeni Sediaoetama. (2004). Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Edisi kelima.
Jakarta : Dian Rakyat. Hal. 1-244.

Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anggaraeni, dkk. 2016. Penyuluhan Penanganan Balita Bawah Garis Merah (BGM) Dengan
Pedoman Gizi Seimbang (Pgs) Di Posyandu Matahari, Kecamatan Tapos Kota Depok.
Program Studi S-1 Ilmu Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jakarta.

Apooh, Yaa, L., & Krekling, S. (2005). Maternal nutritional knowledge and child nutritional
status in the volta region of Ghana. London: Blackwell Publishing.

Byrd-Bredbenner, C., Abbot, J. M., & Cussler, E. (2008). Mothers of young children cluster
into 4 groups based on psychographic food decision influencers.

Data dasar puskesmas kota semarang 2017. (diakses dari


dinkes.semarangkota.go.id>asset>profil pada tanggal 18 juni 2019

Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007.Jakarta : Depkes RI.
Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2015. Profil kesehatan Indonesia 2015.Jakarta : Depkes RI.
Jakarta.

Dinas kesehatan kota semarang tahun 2017 (diakses dari


dinkes.semarangkota.go.id>profil>profil pada tanggal 18 juni 2019)

Hanke, J. E., and D.W. Wichern, 2005, Business Forecasting , 8th ed, Pearson Prentice Hall

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39345/Chapter%20II.p?sequence=3

Mahan, L. Kathleen, Escott-Stump, Sylvia. 2008. Krauses’s Food & Nutrition Therapy.
Canada: Saunders Elsevier)

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Nisa, Fatma Zuhrotun. 2013. Pola Asuh Anak Salah Akibatkan Gizi Buruk.
https://ugm.ac.id/id/berita/8461-pola-asuh-anak-salah-akibatkan-gizi-buruk

33
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka.

Puskesmas kelurahan karanganyar (diakses dari kectugu.semarangkota.go.id pada tanggal 18


juni 2019)

Sandjaja. dkk. (2009). Kamus Gizi. Jakarta. PT Kompas Media Nusantara

Santoso, S, dkk, 2004. Kesehatan dan Gizi. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Supariasa, I.D.N. dkk. 2013. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit. Buku
Kedokteran EGC.

Wardlaw, G.M. & Jeffrey, S. H. 2007. Perspectives in Nutrition. Seventh Edition. Mc Graw
Hill Companies Inc, New York.
Whellwright, S. C., and S. Makridakis, 1980, Forecasting Methods for management, 3th
ed,John Wiley & Sons New York

34

Anda mungkin juga menyukai