PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
PENGERTIAN
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis.
ETIOLOGI
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian
besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap
kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigin,
dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya yaitu. daerah apikal
paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit Tuberkulosis.
PATOFISIOLOGI
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel efektor (makrofag),
sedangkan limphosit (sel T) adalah sel imonoresponsifnya. Imunitas ini biasanya melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokin, respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitifitas ( lambat). Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveolus akan
diinhalasi sebagai suatu unit (1-3 basil), gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan
disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Yang berada
dialveolus dibagian bawah lobus atas paru basil tuberkel ini membuat peradangan.
Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempay tersebut dan mempagosit, namun tidak
membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang
biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari). Nekrosis bagian sentral
lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang
mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut
dan ahirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tuberkel..
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan fisik :
Pada tahap dini sulit diketahui.
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara
umforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
Pemeriksaan Radiologi :
Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
Pada kavitas bayangan berupa cincin.
Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi
Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
Laboratorium :
Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
Sputum : pada kultur ditemukan BTA
Test Tuberkulin : mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
PENATALAKSANAAN
Penyuluhan
Pencegahan
Pemberian obat-obatan :
1. OAT (obat anti tuberkulosa) :
2. Bronchodilatator
3. Expektoran
4. OBH
5. Vitamin
Fisioterapi dan rehabilitasi
Konsultasi secara teratur
Implikasi perawatan:
Pengelolaan :
Obat oral INH lebih baik diberikan sebelum makan 1 - 2 jam sebelum makanan diabsorbsi, jika
terjadi iritasi GI, obat boleh diberikan bersama makanan
Isoniazid dalam bentuk larutan disimpan dalam bentuk kristal dan disimpan dalam temperatur
yang rendah. Jika hal ini terjadi obat disimpan ditempat yang hangat atau dalam temperatur
ruangan.
Nyeri lokal sementara setelah injeksi IM, massage daerah injeksi dengan cara memutar daerah
injeksi
Obat disimpan harus ditutup rapat, temperatur 15 - 30 C kecuali diberikan secara sebaliknya
Pengkajian/efek obat:
Tes adanya kelemahan yang tepat, sebelum pemberian therapy untuk mendeteksi kemungkinan
bakteri yang resisten
Efek therapetik biasanya menjadi jelas dalam 2 - 3 minggu pertama pemberian therapi. Lebih
dari 90% pasien yang diberikan therapi mempunyai sputum yang berkurang setelah 6 bulan
Pemeriksaan mata
Monitor Tekanan darah selama pemberian obat
Pasien seharusnya secara hati-hati dengan interview dan diperiksa dalam interval bulanan
untuk mendeteksi dini dari tanda dan gejala hepatotoksisitas
Therapi INH yang kontinyu setelah onset dari disfungsi hepatik meningkatkan resiko kerusakan
hati yang lebih berat
Isoniazid hepatitis (kadang-kadang fatal) biasanya berkembang selama 3 - 6 bulan pertama,
tetapi mungkin terjadi setiap waktu selama pemberian therapi, hal ini lebih banyak frekwensinya
pada pasien dengan umur 35 tahun atau lebih atau terutama yang meminum alkohol setiap hari
Cek berat badan 2 kali seminggu, di bawah kondisi standart
Pasien DM seharusnya diabsorbsi untuk hilangnya kontrol diabetes antara glikosuria yang nyata
dan tes benedik positif; yang palsu segera dilaporkan
Neuritis peripheral lebih banyak menimbulkan afek toksik seringkali didahului oleh
parestesikaki dan tangan. Pasien yang bebas kerentanan meliputi (termasuk) alkoholik atau
pasien denga penyakit liver, malnutrisi, diabetik, inaktivator lambat, wanita hamil dan kekuatan.
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dan pasien:
Memeperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung tyramine (keju, ikan) yang
menjadi penyebab dari palpitasi, peningktan tekanan darah.
Instruksi pasien untuk melapor kepada medis bila ada tanda dan gejala dari perkembangan
hepatotoksik
Memperingatkan pasien terhadap makanan yang mengandung histamin (ikan tuna) yang bisa
menjadi penyebab dari palpitasi memperbesar respon obat (nyeri kepala,
hipotensi,palpitasi,berkeringat, diare)
Umumnya therapi INH diberikan 6 bulan - 2 tahun untuk pengobatan TBC yang aktif, bila
digunakan untuk terapi preventif, INH diberikan 12 bulan.
2. Nama obat : Ethambutol hydrochloride
Dosis : Dewasa 15 mg/kgBB (oral), untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg kg/BB/hari atau 60
hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kgBB/hr
Anak : 6 - 12 tahun: 10 - 15 mg/kgBB/hari
Farmakokinetik:
Absorbsi : 70% - 80% diabsorbsi di saluran pencernaan
Puncak : 2 - 4 jam
Distribusi : didistribusi ke seluruh jaringan tubuh, konsentrasi tertinggi dalam eritrosit,
ginjal, paru-paru, saliva, melalui plasenta, didistribusi kedalam air susu.
Metabolisme : dimetabolisme dalam hati
Eliminasi : waktu paruh 3 - 4 jam, 50% diekresikan dalam urin selama 24 jam, 20 - 22 %
dikeluarkan dalam feses
Efek samping:
CNS :
Nyeri kepala , pening/pusing, kebingungan, halusinasi, parestesia, neuritis peripheral, nyeri
tulang sendi, kelemahan pada ekstremitas bagian bawah
Mata :
Toksisitas bola mata : neuritis retrabulbar optik, kemungkinan neuritis anterior optik dengan
penurunan dalam ketajaman penglihatan, menyempitnya luas lapang pandang, kebutaan pada
warna merah-hijau, skotoma pada bagian pusat dan periferal, mata nyeri, fotophobia, perdarahan
dan edema retina.
Saluran pencernaan :
Anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen
Hypersensitifitas :
Pruritis , dermatitis, anafilaktis
Hyperuresemia, demam , malaise, leukopenia (jarang), sputum yang mengandung darah,
gangguan sementara dalam fungsi liver (kemungkinan hepatotoksisitas), nefrotoksisitas, gout
artritis akut, abnormalitas EKG, pengeluaran keringat
Implikasi perawatan:
Ethambutol mungkin diberikan setelah makan jika iritasi saluran pencernaan terjadi. Absorpsi
tidak begitu dipengaruhi oleh makanan dalam perut.
Lindungi ethambutol dari cahaya, kelembaman dan panas. Letakan dalam kemasan yang
tertutup rapat-rapat pada suhu 15 - 30 C kecuali kalau diberikan langsung .
Pengkajian dan efek obat:
Kultur dan tes kerentanan seharusnya seharusnya ditentukan sebelum dimulainya tindakan/dan
pengulangan secara periodik pada terapi secara keseluruhan .
Toksisitas okuli secara umum kelihatan dalam 1 - 7 bulan setelah dimulainya tyerapi. Gejala
biasanya tidak tampak selama beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah obat tidak
dilanjutkan
Uji opthalmoskopik meliputi tes luas lapang pandang , tes untuk ketajaman penglihatan
menggunakan kertas mata, dan tes untuk penggolongan diskriminasi warna seharusnya
ditentukan lebih dulu untuk memulai therapi dan dalam interval bulanan selama therapi. Mata
seharusnya dites secara terpisah sama baiknya secara bersama-sama
Monitor rasio input dan output pada pasien dengan kerusakan ginjal . Laporkan adanya oliguria
atau perubahan yang penting pada ratio atau dalam laporan laboratorium tentang fungsi ginjal.
Akumulasi sistemik dengan toksisitas dapat dihasilkan dari ekresi obat-obat yang lambat
Tes fungsi ginjal dan hepatik, hitung sel darah dan determinan serum asam urat seharusnya
ditentukan dalam interval yang teratur pada terapi secara menyeluruh.
Secara umum, therapi dapat berlanjut selama 1-2 terapi lebih lama, meskipun teraturnya
pengobatan yang lebih pendek bisa digunakan dengan baik
Jika pasien hamil, selama pengobatan sarankan untuk melaporkan pada dokter dengan segera .
Obat seharusnya tersendiri.
Sarankan pasien untuk melaporkan dengan tepat pada dokter tentang kejadian mengaburnya
pandangan , perubahan persepsi warna, mengecilnya luas lapang pandang , beberapa gejala
penglihatan lainnya. Pasien seharusnya secara periodik ditanyakan tentang matanya
Jika dideteksi secara dini, defek visual secara umum tidak kelihatan lebih dari beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Pada beberapa instansi (jarang), pemulihan mungkin lambat. Selama
setahun atau lebih atau defek mungkin irreversibel.
3. Nama obat : Rifampisin
Dosis : 1 x 450 mg
Farmakokinetik:
Absorbsi : dengan mudah diabsorbsi di saluran pencernaan
Puncak : 2 - 4 jam
Distribusi : didistribusikan kemana-mana meliputi CSF, melalui plasenta, didistribusikan
ke dalam air susu
Metabolisme : Dimetabolisme dalam liver untuk metabolisme aktif dan inaktif siklus
enterohepatik
Eliminasi : Waktu paruh 3 jam. Sampai 30 % diekresikan dalam urin 60% - 65% dalam
feses
Efek samping :
CNS:
Fatigue, drowsiness, nyeri kepala, ataxia, kebingungan, pusing, ketidak mampuan
berkonsentrasi, mati rasa secara umum, nyeri pada ekstremitas, kelemahan otot, gangguan
penglihatan , konjungtivitis, hilangnya pendengaran frekuensi rendah, secara sementara.
GI:
Heart burn, distress epigastrium, mual, muntah, anoreksia, flaturens, kram, diare, kolitis
pseudomembran
Hematologi:
Trombositopenia, leukopeni sementara, anemia, meliputi (termasuk) anemia hemolitik
Hypersensitivitas :
panas, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, rasa sakit pada mulut dan lidah, eosinophilia, hemolisis
Ginjal:
hemoglobinuria, hematuria, Akut Renal Failure
Lain-lain:
hemoptisis, light-chain proteinuria, sindrom “flulike”, gangguan menstruasi, sindroma
hepatorenal (dengan terapi intermitten). Peningkatan sementara pada tes fungsi hati (bilirubin,
BSP, alkaline fosfatase,ALT,AST), pankreatitis
Overdosis:
Gejala GI, meningkatnya lethargi, pembesaran liver dan pengerasan, jaundice, berkeringat,
saliva, air mata, feces
Implikasi perawatan:
Kapsul bisa dibuka diisi dan diminum/diteguk dengan air atau dicampur dengan makanan
Suspensi oral dapat disiapkan dari kapsul untuk digunakan pada pasien pediatri
Berikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Puncak dari tingkat serum diperlambat dan
mungkin agak rendah ketika diberikan dengan makanan
Pengawetan seharusnya dijaga dalam kapsul yang dikemas dalam botol , dapat menjadi tidak
stabil dalam keadaan lembab
Pengkajian dan efek obat:
Tes serologi dan kerentanan seharusnya ditentukan paling utama selama dan dalam keadaan /
waktu kultur positif
Disarankan tes fungsi hepatik secara periodik . Pasien dengan penyakit hepar harus dimonitor
secara tertutup (closely)
Jika pasien juga mendapat anti koagulan , waktu protrombin seharusnya ditentukan secara
harian atau seringkali untuk membuat dan menjaga aktifitas antikoagulan
Pendidikan kepada pasien dan keluarga:
Informasikan kepada pasien bahwa obat bisa memberi warna pada urin merah -oranye, feces,
sputum, keringat dan air mata. Terutama yang menggunakan kontak lensa atau kaca berwarna
lainnya yang permanen
Pasien dengan kontrasepsi oral, seharusnya mempertimbangkan alternatif metode-metode
kontrasepsi. Hal-hal yang sama menggunakan Rimfapisin dan kontrasepsi oral menurunkan
keefektifan dari kontrasepsi dan untuk gangguan menstruasi (spotting, perdarahan)
Perhatikan pasien agar menjaga obat dari jangkauan anak-anak
4. Nama obat : Pyrazinamide
Dosis : 2 x 500 mg
Farmakokinetik:
Absorbsi : langsung diabsorpsi dari saluran pencernaan
Puncak : 2 jam
Distribusi : melewati barier darah otak
Metabolisme : di metabolisme di hati
Eliminasi : waktu paruh 9 - 10 jam, diekresikan secara perlahan-lahan di dalam urin
Efek samping:
Astralgia, aktif gout, kesulitan dalam kencing, nyeri kepala, fotosensitif, urtikaria, skin rash
(jarang), anemia hemolitik, splenomegali, limphadenopathy, hemoptisis, peptik ulser, uric asid
dalam serum, hepatotoksik, tes fungsi ginjal yang abnormal, penurunan plasma protrombin.
Implikasi perawatan:
Obat seharusnya tidak dilanjutkan jika ada reaksi hepar (jaundice,pruritis, sklera ikterik, yellow
skin) atau hyperursemia dan akut gout
Tempatkan dalam tempat tertutup (suhu 15 - 13 C)
Efek obat:
Pasien harus diobservasi dan mendapat petunjuk dari supervisi medis
Pasien harus diperiksa secara teratur , dan kemungkinan adanya tanda toksik: pembesaran hepar,
jaundice, kerusakan integritas vaskuler (echymosis, ptekie, perdarahan abnormal)
Reaksi hepar lebih sering terjadi pada pasien yang diberikan dosis tinggi
Tes fungsi liver (AST, ALT, serum bilirubin) harus diperiksa 2-4 minggu selama terapi
Pendidikan kesehatan kepada pasien dalam keluarga:
Laporkan adanya kesulitan dalam pengosongan
Pasien seharusnya berkeinginan untuk intake cairan 2000 ml/hari jika memungkinkan
Pasien dengan diabetes melitus seharusnya terbuka untuk memonitor dan meminta saran
terhadap kemungkinan kehilangan kontrol glikemia
5. Nama obat : Aldactone
Dosis : 2 x 100 mg
Farmakokinetik :
Absorbsi : 73% disaluran pencernaan, onset : perlahan-lahan.
Puncak : 2-3 hari , max. efeknya 2 minggu.
Durasi : 2-3 hari atau lebih.
Distribusi : melalui placenta, didistribusikan melalui air susu.
Metabolisme : di hati dan di ginjal.
Eliminasi : Waktu paruh : 1,3 - 2,4 Jam parent kompound, 18 - 32 jam dimetabolisme, 40 -
57% di ekskresikan didalam urin , 35 - 40% di dalam empedu.
Efek samping :
Letargi, Fatique(penurunan BB yang cepat), nyeri kepala dan ataksia.
Endokrin: genekomastik, ketidakmampuan untuk mempertahankan ereksi , efek endogenik
(ketidakteraturan mens, hersutisme, suara dalam) , berubahnya para tyroid, menurunnya glukose
toleransi .
GI:
Kram abdominal, nausea, muntah, anoreksia, diare.
Kulit:
Makulopapular, erythematosus rash, urtikaria.
Lain-lain:
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (hiperkalemia, hiponatremia), peningkatan BUN,
asidosis, agranulasitosis, SLE, hipertensi(post sympatectomi) , hiperurecemia, Gout.
Implikasi perawatan :
Pengelolaan :
Berikan dengan makanan untuk mempertinggi absorbsi makanan.
Haluskan tablet sebelum diberikan dengan cairan yang dipilih oleh pasien.
Obat disimpan dalam tempat tertutup, dalam kemasan tahan cahaya, dalam bentuk suspensi
lebih tahan dalam waktu I bulan dibawah refrigeration.
Pengkajian dan efek obat :
Cek tekanan darah sebelum diberikan terapi.
Serum elektrolit harus dimonitor, terutama selama permulaan terapi dan siapkan bila ada tanda-
tanda ketidak seimbangan elektrolit.
Monitor intake dan output setiap hari dan cek adanya edema, laporkan kekurangan respon
diuretik atau perkembangan odem.
Laporkan bila ada efek perubahan mental, letargi, stupor pada pasien dengan penyakit hati.
Reaksi yang merugikan, terjadi reversibel yang umum dengan tidak dilanjutkan obat.
Ginekomastik yang dihubungkan dengan dosis dan durasi terapi. Ini semua dilakukan walaupun
obat telah dihentikan.
Pendidikan pasien dan keluarga :
Informasikan pada pasien dan keluarga efek obat deuretik yang maksimal mungkin tidak terjadi
sampai 3 hari pemberian terapi. Dan deuretik kontinue untuk 2-3 hari setelah obat dihentikan.
Intruksikan pasien untuk melaporkan tanda dari hiponatremi, yang lebih sering terjadi pada
pasien dengan serosis berat.
Umumnya pasien harus menghindarkan intake yang belebihan dari makanan yang tinggi
potasium dan garam.
BAB III
TINJAUAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. D Tgl. MRS : 30 - 9 - 2011
Umur : 73 tahun Diagnosa : TB paru
Jenis kelamin : Laki-Laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta/pedagang makanan
Pendidikan : SLTA
Alamat : sukabumi
Alasan Dirawat : Batuk dan sesak nafas
Keluhan Utama : Klien mengatakan sesak napas
Upaya yang telah dilakukan : Telah diberikan bantuan oksigen 2l/menit .
Terapi yang pernah dilakukan : minum obat OAT teratur
Pemeriksaan Fisik
keadaan umum : Compos mentis
Tanda vital : TD. 100/80 mmHg, N. 120 x/mnt, S. 36, 80C, RR. 25 x/mnt
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik
Hidung : Septum nasal tidak dehidrasi, konka tidak hiperemi
Tenggorok : Tonsil faring tidak hiperemi
Gigi mulut : Oral hygiene cukup, lidah basah
Leher : JVP. S-2 cmH2O, kaku kuduk negative
Dada : I: Pergerakkan dada mengembang saat inspirasi kurang sama kanan dan
kiri.
P: Fremitus kanan dan kiri sama
P: Sonor
A: Vesikular, ronkhi (+) kiri dan kanan, basah kasar, Wheezing (+)
kanan dan kiri
Jantung : I: Ictus kordis tak terlihat
P: Ictus di sela iga ke-4
P: Batas jantung kiri dan kanan normal
A: Bunyi jantung I & II normal, murmur (-), gallop (-), takhikardi (+)
Perut : I: Datar
P: Hepar, liver (+) teraba, NT (-), lemas
P: Tympani seluruh perut
A: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, oedema (-)
KGB : Tidak ada pembesaran
Terapi
Rifampisin : 1 x 450 mg
INH : 1 x 300 mg
Ethambutol : 2 x 500 mg
Vitamin B.6 : 3x1
O2 : 2 liter/mnt
Streptomisin : 3 x 250 mg
Cefrioxone : 1 x 2 gr
Dexamethason : 3 x 1 ampul
Ranitidin : 2 x 1 ampul
Inhalasi : Ventolin/4 jam
IVFD : I. D5W: 250 cc + Dopamin 12 tts/mnt mikrodrip
II. NaCl 1 kolf/8 jam
26 Februari 2003
Tanda Vital : TD. 130/100 mmHg, P. 36 x/mnt, N. 120 x/mnt, S. 370C
Perkusi : Sonor (+) kiri/kanan Ronchi +/+ Gallop (+)
Vesikuler +/+ Wheezing +/+
Terapi : Rifamisin 3 x 150 mg
Ethambutol 3 x 750 mg
Streptomycin 3 x 750 mg
BG 3 x 1 mg
TKTP 2300 kkal
Laboratorium:
SGPT : 32
SGPT : 34
Albumin : 3,3 gr
Bilirubin : 1,3 gr
Planning terapi : Lesicol 3 x 2 mg
Toradol 3 x 30 mg
OBH 3 x 15 mg
Cefriaxone 2 x 1 gr
WSD
Chest fisioterapi
6 Maret 2003
Tanda Vital : TD. 100/70 mmHg, P. 20 x/mnt, N. 100 x/mnt, S. 36,70C
Perkusi : Sonor (+) kiri/kanan Ronchi -/-
Vesikuler +/+ Wheezing -/-
Sklera : Tidak ikterik
SGPT : 30
SGPT : 23
Albumin : 3,3 gr
Planning terapi : OBH 3 x 1 mg, Toradol 3 x 30 mg, Chest fisioterapi
ANALISA DATA
DS:
- Klien mengeluh sesak
napas
- Klien mengatakan sering
batuk dan mengeluarkan
dahak
DS:
- Klien mengeluh sesak
nafas
DS:
Klien mengeluh sesak nafas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekret yang kental, lengket.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan daerah efektif paru
(pneumothorak)
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
4. Nyeri berhubungan dengan efek pemasangan WSD
5. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, akumulasi udara
6. Infeksi sekunder berhubungan dengan efek pemasangan WSD
7. Kerusakan fungís hepar berhubangan dengan efek pengobatan TB Paru
RENCANA KEPERAWATAN UTAMA
Diagnosa:
Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekret kental, lengket.
Tujuan Umum:
Bersihan jalan nafas kembali efektif
Tujuan Khusus:
Dalam 4 – 6 jam bersihan jalan nafas kembali efektif
Data objektif:
- RR 16 – 20 x/mnt
- Sekret keluar saat batuk
- Ronchi berkurang
Data subjektif:
- Klien mengatakan sesak nafasnya berkurang
Intervensi Rasional
DAFTAR PUSTAKA
Arthur C. Guyton and John E. Hal. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC.
Jakarta.
Brunner & Suddarth. (1996). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 6. EGC. Jakarta
Marylin E. Doengoes. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Slyvia & Lorainne. (1992). Patofisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4.
EGC. Jakarta
Diposkan oleh Kapevi Hatake di 12:35 PM
Reaksi: