Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN
Retina merupakan dinding terdalam bola mata. Karena retina merupakan
bagian lintasan visual yang permukaannya luas, maka patologis retina sangat
banyak, baik yang mengenai retina sentral maupun terhadap patologi vaskuler,
terutama akibat hipertensi dan diabetes melitus.1

Visus mundur mendadak pada mata tenang akan sangat menggangu


penderita. Sering penderita maupun dokter tidak menduga bahwa visus mundur
mendadak pada mata tenang sering disebabkan kelainan pada bagian
posterior.Kelainan yang dapat dijumpai dapat berupa : oklusi arteri retina sentral,
amourosis fugaks, oklusi vena retina sentral, penyakit eales, retinopati diabetik,
retino hipertensi, ablasi retina dan degenerasi makula senilis.Penyakit yang
termasuk dalam kelompok ini tidak menyebabkan sakit maupun nyeri pada mata,
tidak menunjukaan tanda radang seperti pembengkakan, penonjolan bola mata,
perubahan kedudukan bola mata maupun mata merah. Salah satu gangguan visus
mata tenang yang sering ditemui adalah retinopati diabetik.2

Retina merupakan lapisan yang paling dalam yang melapisi bola mata,
merupakan membran yang tipis, lunak dan transparan. Retina merupakan jaringan
bola mata yang paling cepat perkembangannya. Retina meluas dari optik disk ke
oraserrata. Secara garis besar dibagi atas 2 bagian: kutub posterior dan perifer
yang dipisahkan oleh ekuator retina. Kutub posterior sampai ekuator retina, ini
merupakan area posterior retina. Kutub posterior retina terbagi atas 2 area: optik
disk dan makula lutea.

Retina perifer di posterior dibatasi oleh ekuator retina dan anterior dengan
oraserrata. Oraserrata merupakan batas yang paling perifer tempat retina berakhir,
terbagi dalam 2 bagian; anterior pars plikata dan posterior pars plana. oraserrata
juga tempat melekat vitreous dan koroid. Secara mikroskopis lapisan retina mulai
dari dalam keluar adalah:

0
Internal limiting membrane, merupakan lapisan paling dalam yang berbatasan
dengan retina dari vitreus. Dibentuk oleh satuan dari perluasan terminal dari
serabut muller. Nerve fiber layer, Ganglion cell layer, Inner plexiform layer, Inner
nuclear layer, Outer plexiform layer, Outer nuclear layer, External Limiting
Membrane, Rods dan Cone, Pigmen epithelium.3

Ketebalan retina pada oraserrata 0,1 mm dan 0,23 mm pada kutub


posterior. Strukturnya sangat sederhana apabila dibandingkan dengan struktur
saraf yang lain seperti korteks serebri, retina memiliki daya pengolahan yang
sangat canggih. Pengolahan visual retina, seperti persepsi warna, kontras dan
bentuk berlangsung di korteks serebri.5

Prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai angka 0,13% dan


merupakan penyebab kebutaan ke empat setelah katarak, glaukoma dan kelainan
refraksi. Hal ini diketahui berdasarkan Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan
Pendengaran tahun 1993 -1996.7Berdasarkan National Programme for Control of
Blindness (NPCB) 1992, kebutaan akibat kelainan retina menempati urutan
keempat setelah katarak, kelainan kornea, optic atrofi dengan prevalensi sebesar
6,3%. Berdasarkan Andrha Pradesh Eye Disease Study (APEDS) kebutaan akibat
kelainan retina menempati urutan kedua setelah katarak dengan jumlah presentase
22,4%. 5

Melihat diagnosis dini mempengaruhi prognosis, penderita dengan


kelainan retina dengan visus mundur harus ditangani segera sesuai kemampuan
yang ada. Bila tidak mampu segera rujuk.5

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Retina pada vertebrata berasal dari bahasa Latin yaitu rete, yang berarti
"jaring"). Retina berfungsi mengubah cahaya menjadi sinyal saraf.
Retina adalah jaringan peka cahaya yang melapisi permukaan dalam mata. Optik
dari mata membuat gambar dari dunia visual pada retina, yang menyediakan
banyak fungsi yang sama dengan film dalam kamera.3

B. Anatomi
Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus
pandang, yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid. Retina ini
terdiri dari bermacam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang
terdiri dari serat-serat Mueler, membrana limitans interna dan eksterna, sel-sel
glia.
Membrana limitans interna letaknya berdekatan dengan membrana
hyaloidea dari badan kaca. Pada kehidupan embrio dari optik vesicle terbentuk
optic cup, dimana lapisan luar membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan
dalam membentuk lapisan retina lainnya. Bila terjadi robekan di retina, maka
cairan badan kaca akan melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan
melepaskan lapisan batang dan kerucut dari lapisan epitel pigmen, maka terjadilah
ablasi retina.
Retina terbagi atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf retina, yaitu
sel kerucut dan batang, sel bipolar, dan sel ganglion.6
Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologik, yaitu dari luar ke
dalam :
1. lapis pigmen epitel yang merupakan bagian koroid
2. lapis sel kerucut dan batang yang merupakan sel fotosensitif
3. membran limitan luar
4. lapis nukleus luar merupakan nukleus sel kerucut dan batang

2
5. lapis pleksiform luar, persatuan akson dan dendrit
6. lapis nukleus dalam merupakan susunan nukleus luar bipolar
7. lapis pleksiform dalam, persatuan dendrit dan akson
8. lapis sel ganglion
9. lapis serat saraf, yang meneruskan dan menjadi saraf optik
10. membran limitan interna yang berbatasan dengan badan kaca.
Pada orang tua dan pada penderita miopia tinggi, di ora serata sering
didapatkan degenerasi kistoid, yang bisa pecah dapat menimbulkan ablasi retina.
Epitel pigmen dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang
menutupi badan siliar dan iris. Dimana aksis mata memotong retina, terletak di
makula lutea. Besarnya makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya
paling tajam, terutama di fovea sentralis.7
Struktur Makula lutea :
1. Tidak ada serat saraf.
2. Sel-sel ganglion sangat banyak di pinggir-pinggir, tetapi di makula sendiri
tidak ada.
3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah dimodifikasi menjadi
tipis-tipis. Di fovea sentralis hanya terdapat kerucut.

Pada bagian posterior retina tidak terdiri dari 10 lapisan. Hal ini untuk
memudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan batang. Bagian ini disebut
makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid terlihat lebih jelas karena
tipis adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea sentral
merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan
ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Jika terjadi kerusakan pada fovea
sentral ini, maka ketajaman penglihatan sangat menurun karena pasien akan
melihat dengan bagian perifer makula lutea.8

3
C. FISOLOGI
Retina adalah bagian mata yang paling kompleks dan paling sensitif
terhadap cahaya. Retina memiliki lapisan fotoreseptor berisi sel batang dan
kerucut yang memiliki peran dalam menangkap stimulus cahaya lalu
mentransmisikan impuls melalui nervus optikus ke korteks visual bagian oksipital.
Fotoreseptor tersusun rapi pada bagian terluar avaskuler retina dan banyak
terjadi perubahan biokimia untuk proses melihat. Komposisi sel kerucut lebih
banyak pada bagian makula (fovea) dan sedikit pada bagian perifer, sedangkan sel
batang densitasnya tinggi pada bagian perifer dan sedikit pada bagian makula
(fovea). Sel kerucut berfungsi untuk melihat warna dan saat siang hari sehingga
fovea bertanggung jawab pada penglihatan warna dan cahaya banyak. Sel batang,
mengandung pigmen fotosensitif rhodopsin, berfungsi untuk melihat warna hitam-

4
putih dan saat malam hari sehingga bagian perifer bertanggung jawab untuk
penglihatan gelap pada malam hari. 1
Retina juga memiliki lapisan neural yang terdiri dari sel bipolar, sel
ganglion, sel horizontal, dan sel amakrin. Sel bipolar tersebar di retina dan
bertugas menghubungkan sel fotoreseptor (postsinaps sel batang dan kerucut) dan
sel ganglion. Sel ganglion memberikan akson yang akan bergabung dengan
serabut nervus optikus ke otak. Sel horizontal terletak pada lapisan pleksiform
luar dan berfungsi sebagai interkoneksi sel bipolar dengan sel bipolar lainnya. Sel
amakrin terletak pada lapisan pleksiform dalam dan berfungsi sebagai
penghubung sel bipolar dengan sel ganglion. 1

Selain itu, retina juga memiliki sel glia atau sel pendukung yang terdiri

dari sel Muller, astrosit, dan sel mikroglia. Sel Muller terletak pada lapisan inti

dalam dan memberikan ketebalan ireguler yang memanjang sampai ke lapisan

pleksiform luar. Sel astrosit tertutup rapat pada lapisan serabut saraf retina. Sel

mikroglia berasal dari lapisan mesodermal dan bukan merupakan sel neuroglia. 1

ambar 2.3. Fisiologi Lapisan Retina

Sumber: Sherwood, L., 2010

5
2.1.4. Fisiologi Visual Pathway

Pada saat fotopigmen rodopsin menyerap cahaya foton, 11- cis retinal

mengalami isomerisasi menjadi all–trans retinal (terkadang bisa menjadi all-trans

retinol) kemudian membebaskan dan mengaktifkan sejumlah opsin. Opsin yang

bebas kemudian berperan dalam mengkatalisasi aktivasi transdusin dari G-protein.

Transdusin mengkatalisasi aktivasi dari enzim fosfodiesterase (PDE). PDE

menghidrolisis cGMP menjadi GMP dan melepaskannya. Keadaan cGMP yang

menurun merangsang penutupan dari kanal natrium sehingga membran

mengalami hiperpolarisasi dan neurotransmitter tidak bisa keluar. Hal ini

menyebabkan kanal kalsium tertutup dan pengeluaran inhibitory neurotransmitter

jadi menurun. Sel bipolar mengalami kenaikan aksi potensial yang diikuti oleh sel

ganglion. Impuls ini kemudian dihantarkan ke korteks visual bagian oksipital

(area 17 dan 18) dan dipersepsikan sebagai informasi visual.5

Gambar 2.4. Fisiolgi Visual Pathway

Sumber: Medscape, 2013

6
D. Klasifikasi
Berdasarkan etiloginya gangguan visus pada mata tenang dibagi atas9:
1. Penyebab kelainan vaskuler
a) Oklusi Pembuluh Darah Retina
b) Amaurosis vugaks
c) Penyakit Eales
d) Neuropati optic akut iskemik
2. Penyakit kelainan sistemik
a) Retinopati diabetik
b) Retinopati hipertensi
3. Penyebab degenerasi retina
a) Ablatio retina regmatogen
b) Degenerasi macula senile/disform.
E. Kelainan kelainan pada retina yang menyebabkan penurunan visus
1. Oklusi Pembuluh Darah Retina Sentral
a) Definisi
Oklusi pembuluh darah retina adalah penyumbatan di pembuluh darah
retina baik di pembuluh darah arteri maupun vena retina, yang ditemukan di
sentral.10
b) Etiologi
Oklusi arteri retina sentral terjadi akibat dari trombosis pada lamina
sklerosis, mungkin berasal dari arteriosklerosis komplikasi atau dari kejadian
emboli. Saat retina menjadi iskemik, retina akan membengkak, dan kehilangan
transparansi. Penyumbatan arteri retina sentral dapat disebabkan oleh11:
1. Emboli, merupakan penyebab penyumbatan arteri retina sentral yang
paling sering. Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari
penyaklit emboli jantung, nodus-nodus reuma, carotid plaque atau emboli
endokarditis.
2. Radang arteri

7
3. Spasme pembuluh darah. Penyebab spasme pembuluh darah antara lain
pada migren, overdosis obat, keracunan alkohol, tembakau, kina atau
timah hitam.
4. Akibat lambatnya pengaliran darah. Perlambatan aliran pembuluh darah
retina terjadi pada peninggian tekanan intraokular, stenosis aorta atau arteri
karotis.
5. Giant cell arthritis
6. Kelainan hiperkoagulasi
7. Trauma
c) Faktor Resiko
Ada sejumlah faktor risiko umum untuk terjadinya oklusi arteri dan vena.
Faktor-faktor tersebut hampir sama dengan faktor yang mencetuskan masalah
pembuluh darah yang dapat menyebabkan masalah lain seperti serangan jantung
dan stroke. Faktor risiko utama tersebut adalah12:
1. Usia. Oklusi pembuluh darah retina paling sering terjadi pada orang
dengan usia di atas 65 tahun, walaupun pada oklusi arteri retina dapat juga
terjadi pada usia dibawah 30 tahun.
2. Tekanan darah tinggi
3. Diabetes Mellitus
4. Hiperlipidemia (kolesterol > 6,5 mmol/L)
5. Penyakit arteri koroner
6. Merokok
7. Kegemukan
8. Glaukoma
9. Hiperkoagulabilitas
10. Arteriosklerosis
11. Papil edema
12. Diet yang tidak sehat (kurang vitamin dan antioksidan)13
d) Patofisiologi
Pada umumnya, oklusi arteri maupun vena retina terjadi karena emboli.
Emboli biasanya berasal dari trombus pembuluh darah dari aliran pusat yang

8
terlepas kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi dan berhenti pada pembuluh
darah dengan lumen yang lebih kecil. Etiologi trombosis adalah kompleks dan
bersifat multifaktorial.14
Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856
dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of Virchow,
yaitu terdiri:
1. Kondisi dinding pembuluh darah (endotel)
2. Aliran darah yang melambat/ statis
3. Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan
koagulabilitas15

Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya
statis aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan
faktor penyebab. Selain itu keadaan anatomis vena turut mempengaruhi terjadinya
oklusi pada vena retina.16 Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama
pada jalur keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa
yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada
keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini
merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan
berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding
pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu sendiri.17

Selain itu, perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah


struktur arteri menjadi kaku dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang
lunak, hal ini menyebabkan terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan
endotelial, dan pembentukan trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya
hubungan antara penyakit arteri dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih
belum bisa dibuktikan secara konsisten.16,17

Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai


kerusakan patologis, termasuk di antaranya kompresi vena , disturbansi
hemodinamik dan perubahan pada darah. Oklusi vena retina sentral menyebabkan

9
akumulasi darah di sistem vena retina dan menyebabkan peningkatan resistensi
aliran darah vena.Peningkatan resistensi ini menyebabkan stagnasi darah dan
kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akan menstimulasi peningkatan produksi
faktor pertumbuhan dari endotelial vaskular (VEGF=vascular endothelial growth
factor) pada kavitas vitreous. Peningkatan VEGF menstimulasi neovaskularisasi
dari segmen anterior dan posterior. VEGF juga menyebabkan kebocoran kapiler
yang mengakibatkan edema makula.18 Sedangkan pada arteri pada umumnya
oklusi terjadi karena emboli yang berasal dari trombus pembuluh darah dari
aliran pusat yang terlepas kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi dan berhenti
pada pembuluh darah dengan lumen yang lebih kecil.

Oklusi pada arteri menyebabkan iskemia dari bagian yang diperdarahinya.


Iskemia dari lapisan dalam retina menyebabkan terjadinya edema intraselular
sebagai akibat dari kerusakan selular dan nekrosis. Edema intraselular ini terlihat
dalam pemeriksaan funduskopi sebagai gambaran putih keabu-abuan pada
permukaan retina. Penelitian pada primata menunjukkan oklusi yang komplit pada
arteri penyuplai retina mengakibatkan kerusakan iskemi yang dapat kembali lagi
dalam 97 menit. Ini dapat menjelaskan mengapa pasien dengan oklusi cabang
arteri retina memiliki riwayat kehilangan penglihatan yang sementara.
Kemungkinan kejadian inidikarenakan emboli secara sementara menyumbat dan
mengakibatkan oklusisementara dan setelah reperfusi retina emboli kembali
bebas.19

Oklusi cabang arteri retina biasanya terjadi pada bifurkasi dari arteri hal ini
berhubungan dengan sempitnya lumen pada lokasi ini. Pada 90 %kasus, oklusi
cabang arteri retina melibatkan pembuluh darah temporal retina. Kemungkinan
apakah daerah tersebut lebih sering terkena atau pembuluh darah nasal retina tidak
terdeteksi masih berlum dapat dipastikan. Pasien dengan oklusi cabang arteri
retina memiliki resiko yang lebih tinggi untuk morbiditas dan mortalitas dari
penyakit cardiovascular dancerebrovaskular. Pemeriksaan medis yang menyeluruh
diindikasikan pada pasien dengan oklusi cabang arteri retina dan etiologinya dapat
diidentifikasi pada 90% pasien.18,19

10
e) Gejala Klinis
Tempat terjadinya oklusi pada pembuluh darah retina menentukan gejala
klinis yang berbeda-beda. Oklusi pembuluh darah retina dapat terjadi baik di arteri
maupun vena. Oklusi arteri retina dapat terjadi di arteri sentral maupun di cabang-
cabang arteri retina. Begitu pula oklusi pada vena retina dapat terjadi di vena
sentral maupun di cabang-cabang vena retina.20

2. Oklusi Arteri Retina


a) Definisi
Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yangterjadi
secara tiba-tiba, tanpa disertai rasa nyeri. Pada beberapa pasien dapat dijumpai
amaurosis fugax, merupakan proses penurunan penglihatan secara transien yang
dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit, namun dapat pula
bertahan hingga 2 jam. Umumnya penglihatan dapat kembali seperti sebelumnya
setelah serangan amaurosis fugax berakhir. Namun pada akhirnya penurunan
penglihatan akan menetap pada salah satu mata, terutama bila oklusi terjadi pada
arteri sentral retina. Pada 90% penderita, kemampuan visus menurun hingga
menghitung jari, persepsi cahaya, bahkan kebutaan. 10% penderita oklusi arteri
retina sentral tidak menunjukkan penurunan tajam penglihatan akibat tidak
terganggunya makula lutea yang mempunyai pembuluh darah silioretina.21
b) Pemeriksaan
Setiap orang yang datang dengan penurunan tajam penglihatan secara tiba-
tiba, tanpa ada nyeri, dengan kondisi mata tenang harus dilakukan pemeriksaan
penilaian visus mata dan pemeriksaan mata lebih lanjut untuk melihat segmen
posterior mata. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
mencari faktor risiko yang ada pada pasien, misalnya EKG, pemeriksaan lab
(darah lengkap, glukosa puasa dan lipid) dan lain-lain.18
Pada CRAO ketajaman penglihatan berkisar antara menghitung jari dan
persepsi cahaya pada 90% mata pada saat pemeriksaan awal. Penurunan visus
yang berupa serangan-serangan yang berulang dapat disebabkan oleh penyakit-

11
penyakit spasme pembuluh atau emboli yang berjalan. Terkadang visus menjadi
baik kembali bila spasmenya menghilang.
Defek pupil aferen dapat muncul dalam beberapa detik setelah sumbatan
arteri retina. Pupil mata yang terkena menjadi lebar dan reaksi pupil terhadap sinar
langsung menjadi lemah disebabkan tajam penglihatan yang berkurang, sehingga
terjadi pupil anisokoria. Defek pupil ini biasanya timbul mendahului kelainan
fundus selama satu jam.21
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat
akibat edema dan gangguan nutrisi pada retina. Terdapat gambaran berupa sosis
pada arteri retina akibat pengisian arteri retina yang tidak merata. 25% mata
dengan sumbatan arteri retina sentral memiliki arteri-arteri silioretina yang
merupakan anastomose antara a. Retina sentral dan a. siliaris yang tidak mengenai
makula sehingga daerah makula masih dapat melihat maka ketajaman penglihatan
sentral masih dapat dipertahankan.19
Sesudah beberapa jam retina akan tampak pucat, keruh keabu-abuan yang
disebabkan edema lapisan dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini
akan terlihat gambaran merah ceri (cherry red spot) pada makula lutea. Hal ini
disebabkan tidak adanya lapisan ganglion di makula, sehingga makula
mempertahankan warna aslinya. Lama-kelamaan papil warnanya pucat dan
batasnya kabur. Secara klinis, kekeruhan retina menghilang dalam 4-6 minggu,
meninggalkan sebuah diskus optikus pucat sebagai temuan okular pertama.19
Sedangkan pada BRAO, pada funduskopi ditemukan retina yang keputihan
bersamaan dengan distribusi arteri yang terkena. Dapat pula ditemukan cabang
arteri yang menyempit, segmentasi dari kolum arteri, dan kadang-kadang dapat
terlihat emboli pada cabang arterinya. Pemeriksaan lapang pandang (Perimetri)
dapat ditemukan adanya defek lapang pandang sebagian.Terapi :
1. Menurunkan tekanan intraokular
Dapat diberikan obat topikal (tetes mata) golongan β-blocker ataupun
pemberian acetazolamide 4 X 500mg atau manitol secara intavena dapat
mennyebabkan penurunan TIO yang segera.
2. Ocular massage

12
Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata dan
dilepas kemudian dilakukan berulang-ulang. Diharapankan terjadi perpindahan
emboli ke distal menuju pembuluh darah dengan kaliber kecil dan menyelamatkan
sebagian daerah retina.
3. Dilatasi arteri retina sentra
Dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
a) Meningkatkan PO2 dipermukaa retina dengan cara ventilasi kembali
karbon dioksida yang diekspirasi dengan bernafas menggunakan kantong
kertas atau pun memberikan ventilasi karbogen dengan memberikan O2
95% dan CO2 5% secara inhalasi melalui masker selama 10 menit setiap 2
jam pada waktu pagi hingga sore hari dan setiap 4 jam pada malam hari
selama 48 jam.
b) Dapat juga dengan memberikan isosorbid dinitrat sublingual.
4. Pemberian aspirin oral pada fase akut sangat membantu. Pemberian
aspirin dilanjutkan selama 2 minggu.
5. Pemberian antikoagulan sistemik tidak dianjurkan.
6. Pemberian steroid hanya bila diduga terdapat peradangan.
7. Mengontrol faktor risiko yang ada pada pasien.
8. Konsul ke dokter spesialis mata untuk terapi selanjutnya secepat mungkin.

3. Oklusi Vena Retina


Pada pemeriksaan visus akan ditemukan penurunan tajam penglihatan
yang bermakna. Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex pupil
aferen relative. Pada pemeriksaan iris harus dilihat apakah terdapat
neovaskularisasi (rubeosis iridis) yang akan terbentuk pada oklusi vena retina
tahap lanjut yang dapat menyebabkan glaukoma sekunder.22
Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula
dan retina, dan perdarahan berupa titik merah pada retina. Perdarahan retina dapat
terjadi pada keempat kuadran retina. Cotton wool spot (eksudat) umumnya
ditemukan diantara bercak-bercak perdarahan dan dapat menghilang dalam 2-4
bulan. Papil merah dan menonjol (edema) dengan pulsasi vena menghilang karena

13
penyumbatan. Kadang dijumpai edema papil tanpa disertai perdarahan di tempat
yang jauh (perifer), ini merupakan gejala awal penyumbatan di tempat sentral.
Neovaskularisasi disk (NVD) mengindikasikan iskemia berat dari retina dan bias
mengarah pada perdarahan preretinal/vitreus.
Prognosis untuk oklusi vaskular retina bervariasi tergantung pada lokasi
dan keparahan penyumbatan, dan kondisi yang mendasarinya. Individu dapat
sembuh sepenuhnya tanpa intervensi apapun, atau mungkin mengalami
kehilangan penglihatan permanen parsial atau kebutaan juga dapat terjadi. Jika
intervensi tertunda, oklusi arteri retina hampir selalu menyebabkan hilangnya
seluruh penglihatan di bidang visual sentral (oklusi arteri sentral), atau sebagian
dari bidang visual perifer (oklusi cabang arteri). Biasanya hanya sekitar 10% dari
individu yang memiliki oklusi pembuluh darah retina mendapat manfaat yang
signifikan dari pengobatan, bahkan ketika diberikan segera. Pengobatan yang
tertunda dianggap tidak efektif, meskipun ada kasus yang terjadi pemulihan
spontan bahkan setelah beberapa hari kehilangan penglihatan.
Individu juga berada pada risiko terjadinya glaukoma di mata yang
terkena karena pertumbuhan berlebih dari pembuluh darah baru di retina atau iris.
Jika tekanan darah tinggi (hipertensi) atau peningkatan tekanan mata (glaukoma)
tidak terkontrol, individu terus berada pada risiko komplikasi oklusi vena retina
seperti ablasio retina atau gangguan terkait lainnya.23
4. Amaurosis Fugax
a) Definisi
Amaurosis Fugaks atau Transient Monocular Visual Loss (TMVL)
merupakan hilangnya penglihatan pada satu mata secara akut dan bersifat
sementara. Amaurosis Fugaks adalah buta sekejap atau hilangnya penglihatan
secara mendadak selama 2-5 detik yang biasanya hanya mengenai satu mata pada
saat serangan dan normal kembali sesudah beberapa menit atau jam, disertai
dengan gangguan kampus segmental tanpa rasa sakit dan tidak terdapatnya gejala
sisa. Penggunaan istilah “amaurosis fugax”, biasanya merujuk secara eksklusif
pada iskemia transien pada retina.

14
Amaurosis fugaks adalah istilah lama yang kurang disukai karena tidak
spesifik menunjukkan hilangnya penglihatan sementara hanya pada satu atau pada
dua mata. Amaurosis fugax adalah hilangnya penglihatan secara tiba-tiba,
sementara, parsial atau total akibat penyebab apa pun dimana kehilangan
penglihatan biasanya berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit
sebelum kembali ke normal.24
b) Etiologi
Faktor-faktor sistemik yang dapat menyebabkan TMVL diantaranya adalah:
1) Emboli: berasal dari jantung (penyakit katup jantung, endokarditis,
trombus mural, mixoma atrium), pembuluh darah besar, atheroma karotis.
2) Vaskulitis (Giant cell arteritis)
3) Hipoperfusi
4) Vasospasme
5) Hiperviskositas
6) Hiperkoagulabilitas
7) Kehilangan penglihatan yang fungsional.25

Monokular Amarurosis Fugaks dapat terjadi akibat hipotensi ortostatik, spasme


pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia, arteritis dan koagulopatia
Etiologi paling umum diantaranya adalah stenosis carotid leher, hipotensi
sistemik, idiopatik (kemungkinan vasospasme arteri retina),infark syaraf optik dan
retina yang akan terjadi, papiledema.

c) Patofisiologi
Pada sebagian besar kasus TMVL, penyebab dasarnya adalah terjadinya
iskemi pada retina atau nervus optik. Namun, terdapat beberapa penyebab lainnya
yang juga dapat menyebabkan episode hilangnya penglihatan hanya pada satu
mata yang reversibel dan dapat dengan mudah disingkirkan dengan pemeriksaan
status ophthalmikus yang seksama.26

5. Penyakit Eales
a) Definisi

15
Eales disease adalah suatu kelainan yang ditandai dengan perdarahan
retina dan badan kaca yang terjadi beulang yang terutama mengenai pembuluh
vena retina perifer akibat suatu peradangan pembuluh darah (vaskulitis).2
b) Etiologi
1) Gangguan non inflamasi dinding darah retina perifer
2) Reaksi autoimun autoantigen retina
3) Radikal bebas :
 Antioksidan rendah ( vitamin A, C, E )
 Penigkatan asam lemak bebas
 Hipersensitifitas mycobacterium tuberculosis
c) Etiopatogenesis

Penyakit Eales merupakan reaksi imunologi yang mungkin dipicu oleh


kuman eksogen. Retina S-antigen dan Interphotoreceptor Binding Protein retinoid
berperan dalam etiopatogenesis. Agen asing dalam paparan antigen
uveitopathogenic biasanya diasingkan dari sistem kekebalan tubuh, yang
menyebabkan respon kekebalan mata memulai proses suatu penyakit. Stress
oksidatif berperan penting dalam etiopathogenesis. Kekurangan antioksidan yaitu
kadar vitamin E dan C juga akumulasi akibat radikal bebas oksigen dan lipid, atau
sebaliknya dapat menjadi peradangan, neovaskularisasi dan patologi retina pada
pasien penyakit Eales. Kekurangan vitamin A juga dapat memperburuk retina.
Peningkatan lipid peroksida ditemukan pada tahap proliferatif, dimana
menginduksi sintesis sitokin dan faktor pertumbuhan neovascularization retina.24

Penyakit Eales ditandai dengan adannya tahap peradangan serta tahap


proliferasi. Sitokin memegang peranan penting dalam intraokular inflamasi.
Multiple angiogenik sitokin yang diinduksi oleh beberapa kerusakan angiogenik
oksidatif, yang berhubungan dengan jaringan hipoksia yang dapat berinteraksi
untuk terbentuknnya neovascularisasi. Selama tahap inflamasi dan proliferasi
tejadi peningkatan signifikan pada IL-1b, IL-6, IL-10 dan TNF-a.Kenaikan IL-1b
dan TNF-a pada tahap inflamasi dimana berlangsung pada tahap proliferatif.
Peningkatan IL-1b, dalam tahap inflamasi, terjadi penurunan secara signifikan

16
dalam tahap proliferatif. Terjadi peningkatan TNF-a pada tahap inflamasi,
meningkat secara signifikan pada tahap proliferatif,disini peradangan
(periphlebitis) mereda, tetapi neovaskularisasi retina dan perdarahan vitreous
dengan adannya hipoksia dan iskemia retina.24

Adannya hubungan erat antara proliferasi neovascular dalam penyakit


Eales dan ekspresi VEGF intens telah ditemukan. Peningkatan ekspresi VEGF,
dimana bila dibandingkan dengan kondisi lain mendorong neovaskularisasi,
mungkin menjelaskan keparahan pertumbuhan dari neovaskularisasi dan
perdarahan vitreous berulang pada penyakit Eales.24

d) Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ini sebagian besar tidak di ketahui. Penyakit ini
diyakini merupakan gangguan primer, gangguan non-inflamasi dari dinding
pembuluh darah retina perifer, yang dikenal shunt pembuluh darah. Hal ini
mengarah kepada oklusi vaskular, neovaskularisasi perifer, dan perdarahan vitreus
Kelainan mikrovaskular terlihat di pertautan zona perfusi dan nonperfusi retina.
Meskipun keterkaitannya dengan tuberkulosis dan multipel sklerosis
dihubungkan, namun temuan ini tidak terbukti pada penelitian lainnya.
Kemungkinan adanya keterkaitan dari eales disease dengan peradangan pada mata
dan kepekaan terhadap protein tuberkulin mungkin berhubungan dengan
fenomena imunologi yang masih belum di ketahui mekanismenya.24

e) Gejala Klinis

Umumnya penyakit ini mengenai dewasa muda, terutama pria yang


berumur 20-30 tahun. Sebagian besar memberikan gejala perdarahan pada
vitreous, seperti bercak bintik kecil pada retina, cobweb, atau penurunan tajam
penglihatan. Lainnya menunjukkan penurunan ringan tajam penglihatan namun
tanpa adanya perdarahan pada vitreous. Meskipun pada sebagian besar pasien
hanya mengeluhkan gejala tersebut pada satu mata saja, namun pada pemeriksaan
fundus pada mata yang lain menunjukkan adanya tanda perubahan juga, seperti

17
periphlebitis, vascular sheathing, atau non-perfusi perifer retina, yang dapat di
deteksi dengan angiografi fluoresen. Pada akhirnya, 50 hingga 90 % dari pasien
menunjukkan keterlibatan dari kedua bola mata.23

Tiga tanda utama dari Eales’ disease yaitu phlebitis retina, nonperfusi
retina perifer, dan neovaskularisasi retina:

1) Phlebitis retina

Ditandai dengan dilatasi vena mid-perifer, eksudat perivaskular di sekitar


vena perifer, dan perdarahan retina superfisial26

2) Non-perfusi retina perifer

Kebanyakan pasien menunjukkan derajat dari avaskular perifer retina yang


berbeda. Di temukannya garis putih yang padat mewakili sisa dari pembuluh-
pembuluh darah besar yang umumnya dapat terlihat pada area yang avaskular.
Garis-garis ini mempertahankan konfigurasi dari pembuuluh darah retina yang
normal. Pertemuan antara retina perifer anterior yang avaskular dan retina
posterior yang vaskular biasanya memperlihatkan batas-batas yang tegas.
Kelainan vaskular di pertemuan antara area yang vaskular dan avaskular termasuk
mikro aneurisma,veno-venous shunt, dan kadang-kadang eksudat dan cotton-wool
spots.26

3) Neovaskularisasi

Neovaskularisasi retina terjadi hingga 80% dari pasien. Pembuluh-


pembuluh darah baru ini terbentuk di daerah diskus optik atau pun di daerah lain
di retina. Perdarahan dari neovaskularisasi ini umum terjadi, dan biasanya
berulang, dan merupakan salah satu penyebab utama dari hilangnya penglihatan.
Beberapa hari setelah terjadinya perdarahan vitreous, darah tersebut akan
mengendap turun pada vitreous, dan gambaran fundus dapat terlihat kembali.
Pada beberapa kasus tidak terjadi kekambuhan setelah terjadinya episode
perdarahan yang pertama, meskipun pada banyak kasus lainnya terjadi
kekambuhan untuk yang kedua atau ketiga kalinya. Pada perdarahan yang

18
berulang, pada fundus akan memperlihatkan adanya darah lama, adanya jaringan
fibrotik, retinitis proliferans, atau bahkan traksi pada retina26

f) Diagnosis
1) Fundus Fluorescein Angiograph

Meskipun tidak secara rutin diperlukan untuk membedakan semua


kasusEales, fundus fluorescein angiografi (FFA) sangat bermanfaat pada
stadium iskemik.Obstruksi vena dan stasis vena dapat divisualisasikan dengan
baik oleh FFA, yang mana menunjukkan areanon-perfusi dengan lengkap, atau
dilatasi relatif dan vena distal yang berkelok kestas Area kapiler yang
menyempit, melebar dan berkelok, dan shunt vena juga dapat di lihat pada
stadium iskemik penyakit.13.14

2) Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) diperlukan untuk menyingkirkan keterkaitan ablasi
retina, baik berupa tarikan, rhegmatogenous, atau gabungan, dalam mata dengan
media buram. Pembedahan vitreus dini diindikasikan jika hal-hal tersebut terlihat.
USG biasanya memperlihatkan variasi kepadatan dari gema, tergantung pada
kepadatan dari perdarahan di vitreous. Lepasnya vitreous posterior baik tidak
lengkap dan lengkap dengan atau tanpa lepasnya retina dapat dilihat. Membran
dalam rongga vitreous, vitreoschisis, dan proliferasi fibrovascular dapat
dibuktikan. Ablasi retina yang terkait, biasanya tarikan atau kombinasi, kadang-
kadang terlihat.12,13

g) Tatalaksana

Pengobatan penyakit Eales bersifat simptomatik. Hal ini bertujuan untuk


mengurangi perivaskulitis retina dan vitritis, menurunkan resiko perdarahan
vitreous dari terbentuknya pembuluh darah baru pada retina dan atau serabut saraf
optik oleh ablasi retina, dan pembedahan pengeluaran perdarahan vitreous yang
tidak terabsorpsi dan atau membran vitreous. Sekarang ini modalitas dari
pengobatan terbatas pada kortikosteroid, terapi anti-VEGF, fotokoagulasi dengan

19
atau tanpacryoablation retina anterior, dan vitrektomi pada berbagai stadium dari
penyakit.23

1) Kortikosteroid

Merupakan terapi utama dari penyakit Eales pada stadium perivaskulitis


aktif. Kortikosteroid oral dan topikal di gunakan untuk mengontrol vaskulitis
retina. Pada awalnya, kortikosteroid oral dosis tinggi, sebagai contoh,
prednisolone (hingga 2 mg/ kgBB), diberikan dan secara bertahap di tapering saat
vaskulitis mulai berkurang. Injeksi posterior sub-Tenon dapat di pertimbangkan
pada retinal vaskulitis yang sangat aktif. Pada kasus-kasus tertentu triamcinolone
intravitreal dapat di coba.21

2) Anti-VEGF (vascular endothelial growth factor)

Terapi ini dipertimbangkan sebagai terapi definitif pada penyakit Eales,


sebuah studi terbaru mengindikasikan terdapat hubungan erat antara proliferasi
neovaskular yang mencolok dan ekspresi dari VEGF yang tinggi. Terdapat sebuah
laporan yang mengutarakan keuntungan bevacizumab intravitreal dalam regresi
pembuluh darah baru dan penurunan dari perdarahan vitreous pada 2 orang pasien
dengan penyakit Eales.

3) Fotokoagulasi

Merupakan terapi utama pada stadium proliferatif dari penyakit Eales.


Disarankan menggunakan kombinasi fotokoagulasi xenon arc dengan anterior
retinal cryopexy. Fotokoagulasi ini sangat bermanfaat untuk stadium II dan III.22

4) Vitrectomy

Episode pertama perdarahan vitreous biasanya tidak ada keluhan apa-apa


tetapi perdarahan ulangan dapat mengarah kepada traksi pada membran vitreous
24
atau retina. Perdarahan vitreous cukup sering terjadi, dan pada kenyataannya,
merupakan penyebab utama dari hilangnya atau menurunnya daya penglihatan
pasien. Indikasi utama vitrectomy yaitu perdarahan pada vitreous yang tidak

20
membaik dalam 2-3 bulan, traksi retina termasuk pada kutub posteriornya, dan
kombinasi traksional dan rhegmatogenous retina.22

3) Prognosis

Lebih dari 90% pasien dengan penyakit Eales tidak mengalami perbaikan
tajam penglihatan. Gieser dan Murphy melaporkan 67% dari pasien memiliki
tajam penglihatan 20/40, 24% dengan tajam penglihatan antara 20/50 hingga
20/200, dan sebanyak 9% dengan tajam penglihatan yang lebih buruk dari 20/250.

Penelitian lain yang dilakukan di India, 72% pasien yang menjalani vitrektomi
tajam penglihatannya hanya 20/200.22

6. Neuropati optic akut iskemik


a) Definisi
Optic neuropati adalah keadaan dimana terjadi penurunan daya
penglihatandan defek lapang pandang yang disertai pembengakakan diskus
optikus. Anterior Iskemik Optik Neuropati (AION) adalah penyebab utama akut
optik neuropati pada penderita usia lanjut. Dapat dikategorikan sebagai non-
arteritik atau arteritik yang kemudian dihubungkan degan giant cell arteritis.
Mempunyai karakteristik penurunan kemampuan penglihatan yang disertai
dengan pembengkakan diskus optikus yang menjadi pucat dan kadang terdapat
perdarahan pada lapisan neuroretinal dan juga terdapat eksudat. Kehilangan
penglihatan biasanya terjadi secara mendadak danmenetap, mungkin dapat
membaik pada beberapa minggu atau bulan setelah onset.25
b) Patofisiologi
Anterior iskemik optic neuropati diperkirakan sebagai akibat dari proses iskemik
yang mempengaruhi sirkulasi peredaran pembuluh darah posterior yang
mensuplai darah ke nervus optikus yang keluar dari mata. Hanya sel glial yang
menyusun diskus optikus di daerah tersebut dan hanya di situlah pembengkakan
dapat terjadi. Iskemik posterior juga menghasilkan kondisi serupa, tetapi tanpa
disertai pembengkakan dan disebut posterior iskemik optik neuropati.

21
c) Etiologi
Penyebab dan kondisi yang berhubungan dengan anterior iskemik optic neuropati
berdasarkan Walsh dan Hoyt’s Clinical Neuro-opthalmology adalah
1) Vascular
 Giant cell arteritis
 Post imunisasi
 Sifilis
 Radiasi nekrosis
 SLE
 Vasculitis alergi
2) Sistemik vaskulopati
 Hipertensi
 Diabetes mellitus
 Migraine
 Atherosclerosis
3) Hematologi
 Polisitemia vera
 Defisiensi G-6-PD
 Penyakit Sickle
4) Ocular
 Post katarak
 Glaucoma

d) Gejala Klinis
1) Ketajaman penglihatan yang turun mendadak disertai dengan skotoma (
defek lapang pandang) sesuai dengan gambaran serat saraf retina / kadang-
kadang altitudinal.
2) Bila disertai nyeri atau nyeri tekan kulit kepala maka diagnosis arteritis sel
raksasa.
3) Serangan-serangan gelap yang berlangsung beberapa detik atau menit yang
kemudian kembali menjadi normal (Amaurosis Fugaks).

22
4) Lempeng optik yang membengkak dan mengalami perdarahan dengan
retina dan pembuluh darah retina normal. Pada ION arteritis, lempeng
dapat terlihat pucat.
5) Lempeng pada mata kontralateral memiliki mangkuk optik yang kecil
pada penyakit nonarteritis.
6) Pada arteritis biasanya selalu didahului oleh demam dan rasa sakit kepala
yang sangat, lemah badan, disertai mialgia otot-otot, seperti: otot
bahu,leher serta tungkai atas
7) Pada pemeriksaan didapatkan edema papil saraf optik yang sekoral/tidak
menyeluruh, pada keadaan lanjut papil menjadi pucat dan edema
berkurang.27

e) Pemeriksaan penunjang
Pada pasien dengan neuropati optik iskemik nonarteritis termasuk
1) Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia.
2) Pemeriksaan tekanan darah
3) Pemerisaan gula darah
4) Led dan protein reaktif-C untuk memeriksa arteritis sel raksasa26

f) Penatalaksaan
Pada jenis non arteritik pengobatan ditujukan terhadap faktor dasar dan
faktor pencetusnya kadang-kadang ditemukan adanya perdarahan peripapil tapi
tidak pernahdikemukakan adanya eksudat pada retina. Jenis arteritis diberi
kortikosteroid yangmempunyai efek anti-inflamasi dan memodifikasi respon
imunitas tubuh.Methylprednisolone dapat menurunkan inflamasi dengan
mesupresi migrasi darileukosit PMN dan meningkatkan permeabilitas kapiler.
Diberikan secara intravena dengan dosis 1 gram selama 3 hari dilanjutkan dengan
prednisone 100 mg selama 10 hari.25

g) Prognosis

23
Penglihatan jarang memburuk secara progresif pada neuropati optik
iskemiknonarteritis dan keluaran penglihatan dalam hal lapang pandang serta
tajam penglihatansangat bervariasi. Penglihatan tidak kembali pulih bila telah
hilang. Mata kontralateral dapatterlibat dengan cepat pada pasien dengan arteritis
sel raksasa yang tidak diterapi. Selain itu juga terdapat keterlibatan mata
kontralateral yang bermakna pada bentuk nonarteritis.23

7. Retinopathy Diabetik
a) Definisi
Retinopati diabetes adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kelainan patologik
yang paling dini adalah penebalan membran basal endotel kapiler dan penurunan
perisit. Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena. Kapiler membentuk
kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma,
sedangkan vena retina mengalama dilatasi dan berkelok-kelok.15
b) Etiologi
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa
lamanya terpapar pada hiperglikemia (kronis) menyebabkan perubahan fisiologi
dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
1) Adhesif platelet yang meningkat
2) Agregasi eritrosit yang meningkat
3) Abnormalitas lipid serum
4) Fibrinolisis yang tidak sempurna
5) Abnormalitas dari sekresi growth hormone
6) Abnormalitas serum dan viskositas darah.

Retinopati diabetik dibagi menjadi :

24
1) Retinopati Diabetik Non Proliferatif, tau dikenal juga dengan retinopati
diabetik dasar (BackgroundDiabetic Retinopathy).
2) Retinopati Diabetik Proliferatif27

c) Patofisiologi
1) Retinopati diabetik non proliferatif
Retinopati diabetik non proliferatif merupakan bentuk yang paling umum
dijumpai. Merupakan cerminan klinis dan hiperpermeabilitas dan inkompetens
pembuluh yang terkena. Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler,
mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi telah diteliti adanya perubahan
endotel vaskuler (penebalan membrana basalis dan hilangnya perisit) dan
gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet). Disini
perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina (intraretinal),
terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membran internal.pat terjadi
perdarahan-perdarahan di semua lapisan retina. Perdarahan akan berbentuk nyala
api karena lokasi nya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal,
sedangkan perdarahan berbentuk titik atau bercak terletak di lapisan retina yang
lebih dalam, tempat sel-sel dan akson berorientasi vertikal.Edema makula adalah
penyebab tersering gangguan penglihatan pada pasien retinopati diabetes non
proliferatif.
Edem terutama disebabkan oleh rusaknya sawar retina darah bagian dalam
pada tingkat endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan
konstituen plasma ke dalam retina disekitarnya. Edem dapat bersifat fokal atau
difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisme dan eksudat intraretina. Dapat terbentuk zona-zona eksudat
kuning kaya lemak berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan
paling sering berpusat di bagian temporal makula. Walaupun prevalensi edem
makula adalah 10% pada populasi diabetes sebagai suatu kesuluruhan, terdapat
peningkatan mencolok prevalensi tersebut pada mata yang mengalami retinopati
berat.27

25
2) Retinopati Diabetik Proliferatif
Merupakan penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus. Pada
jenis ini iskemia yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-
pembuluh halus (neovaskularisasi) yang sering terletak pada permukaan diskus
dan di tepi posterior zona perifer, disamping itu neovaskularisasi iris atau rubeosis
iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan
menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan
darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan masif dan dapat
timbul penurunan penglihatan mendadak.
Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat
mengalami fibrosis dan membentuk pita-pita fibrovaskuler rapat yang menarik
retina dan menimbulkan kontraksi terus menerus pada korpus vitreum. Ini dapat
menyebabkan pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan
retina, terjadi ablasio retina regmatogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau
ditutupi oleh perdarahan korpus vitreum. Apabila kontraksi korpus vitreum telah
sempurna di mata tersebut, maka retinopati proliferatif cenderung masuk ke
stadium involusional atau burnet-out.27
d) Gejala Klinis
1) Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
 Melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip.
2) Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :
 Mikroanaeurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah
vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat
pembuluh darah terutama polus posterior.
 Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
 Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.

26
 Hard exudates merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu irregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat
pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna
kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi
daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
 Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak di
permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,
dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak dalam jaringan
retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca.
Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.
 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
macula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.18

e) Pemeriksan Penunjang
Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema macula
pada retinopati diabetic non proliferatif dapat digunakan stereoscopic
biomicroscopicmenggunakan menggunakan lensa + 90 dioptri.
Angiografi fluoresen sangat bermanfaat dalam mendefinisikan
mikrovaskularisasi pada retinopati diabetes. Defek pengisian berukuran besar
pada jaringan kapiler-non perfui kapiler-memperlihatkan luas iskemia retina dan
biasanya paling menonjol di mid perifer. Kebocoran zat warna fluoresen yang
berkaitan dengan edema retina dapat mengambil konfigurasi petaloid edema
makula sistoid atau mungkin difus. Kelainan fluoresen lainnya adalah lengkung-
lengkung vaskuler dan pirau intraretina.16,17

27
f) Tatalaksana
Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk
mencegah perkembangan retinopati diabetik.
1) Pencegahan
Suatu fakta ditemukan bahwa insiden retinopati diabetik ini tergantung
pada durasi menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana yang
terpenting yang dapat dilakukan oleh penderita dibetes untuk dapat mencegah
terjadinya retinopati adalah dengan mengontrol gula darah, selain itu tekanan
darah, masalah jantung, obesitas dan lainnya harus juga dikendalikan dan
diperhatikan.
2) Pengobatan
Fokus pengobatan pada pasien retinopati diabetes non proliferatif tanpa
edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik
lain yang menyertai. Suatu percobaan klinis terkontrol memperlhatkan bahwa
terapi inhibitor aldosa reduktase tidak mencegah perkembangan retinopati
diabetes.
Beberapa percobaan klinis yang baru-baru ini dilakukan memberi bukti-
bukti meyakinkan bahwa terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran
retina pada pasien yang secara klinis memperlihatkan edema bermakna
memperkecil resiko penuruna penglihatan dan meningkatkan kemungkinan
perbaikan fungsi penglihatan. Mata dengan edema makula diabetes yang secara
klinis tidak bermakna biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.
Karena adanya edema makula dapat hanya sedikit atau bahkan tidak berkaitan
dengan gangguan ketajaman penglihatan, para penyedia kesehatan primer harus
menyadari pentingnya rujukan yang segera dan dini pasien diabetes ke ahli
oftalmologi.12,15

g) Prognosis
Meski terapi laser dan bedah telah sangat meningkatkan prognosis pasien dengan
retinopati diabetik, penyakit ini masih menyebabkan kehilangan penglihatan berat
pada beberapa pasien.14

28
8. Retinopathy Hipertensi
a) Definisi
Retinopati hipertensif adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah
retina akibat tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang
besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema dan perdarahan retina
b) Etiologi
1. Essential hypertension (hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya)
2. Secondary hypertension (seperti pada preeklamsia / eklamsia,
pheochromocytoma, kidney disease, adrenal disease, coarctation
aorta).18,19

c) Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa
seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah.
Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada
tahap akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari
mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada
pemeriksaan funduskopi akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara
generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya
penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan
degenerasi hyalin. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih
berat dan perubahan pada persilangan arteri-vena yang dikenal sebagai
”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks cahaya arteriolar
yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang dikenal
sebagai ”copper wiring”. Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat,

29
yang akan menimbulkan kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos
dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina. Perubahan-
perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran mikroaneurisma,
hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang dikenal sebagai
cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan
biasanya meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat
berat.
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap
hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh
darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential.
Contohnya perubahan tekanan darah yang terjadi mendadak dapat langsung
menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami perubahan-perubahan lain
terlebih dulu.8
d) Klasifikasi
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun
1939 oleh Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang
mengkomentari sistem klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi
sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang
dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi berdasarkan derajat
keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati digunakan
dalam praktek sehari-hari.12,15

Tabel 3. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)


Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul
beberapa gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik);

30
tekanan darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala
sakit kepala, vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ
jantung, otak dan fungsi ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist,
Elschig spot; peningkatan tekanan darah secara persisten,
gejala sakit kepala, asthenia, penurunan berat badan,
dyspnea, gangguan penglihatan, kerusakan organ jantung,
otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati
hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Tabel 4. Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran
refleks arterioler retina
Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal,
tanda penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitanfokal dan difusdisertaihemoragik, copper-wire
arteries
Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries

Tabel 5. Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of


Ophtalmology
Stadium Karakteristik
Stadium0 Tiada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papiledema

31
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi
tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(1,6)

Tabel 6. Klasifikasi Retinopati Hipertensi Tergantung Dari Berat Ringannya


Tanda-Tanda Yang Kelihatan Pada Retina
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan
Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit stroke, penyakit
atau fokal, AV nicking, dinding jantung koroner dan
arterioler lebih padat (silver-wire) mortalitas kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau Asosiasi berat dengan
lebih tanda berikut : penyakit stroke, gagal
Perdarahan retina (blot, dot atau jantung, disfungsi renal
flame-shape), microaneurysme, dan mortalitas
cotton-wool, hard exudates kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan
dengan edema papil : dapat disertai mortalitas dan gagal
dengan kebutaan ginjal

e) Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi,
pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan
pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi di belakang lensa diperlukan
untuk membantu menegakkan diagnosis pasti. Pemeriksaan laboratorium juga
penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain dari hipertensi.2
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada
mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium
III atau stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis
tidak memberikan simptom pada mata.3,4,6

32
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui
pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan
perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang
ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu
atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi epitel pigmen pada tempat yang terkena
infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek
arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire.
Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan
dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada
bentuk yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena
retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang
lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang
mengindikasikan bahwa perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS
dan/ atau edema retina. Malignant hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan
dengan perjalanan waktu akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang.
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran
mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang
paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan
angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat menyebabkan anoksia dan berkurangnya
suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selain itu,
perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas
endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi perdarahan.
Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih
jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform
luar.
Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme.
Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan
koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini
peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan
autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan
kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi

33
komponen plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya
akumulasi protein. Secara histologis, yang terlihat adalah residu edema dan
makrofag yang mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai
bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran macular star
merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul akibat
orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier.
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk
pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar
hematokrit, kadar gula darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan
kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain
itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan termasuk angiografi fluorescein dan
foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat dapat berupa
pemeriksaan elektrokardiogram.5,6

f) Tatalaksana
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan
pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah
140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis,
maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi eksperimental dan
percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda retinopati hipertensi dapat
berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak jelas apakah
pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap
struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat
mengurangi kekeruhan dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak
memberikan efek apa pun terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan
gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat
badan jika sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya.
Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara
intake lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan
garam perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.
Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada pasien

34
hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Seperti yang ditunjukkan dalam
gambar dibawah, evaluasi dan management pada pasien dengan hipertensi harus
diutamakan supaya tidak terjadi komplikasi ke target organ yang lain.7,8

g) Komplikasi
Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks
cahaya arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun
dalam kondisi yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang
vena retina (BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO).
Walaupun BVRO akut tidak terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan
jam atau hari ia dapat menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat
infark pada pembuluh darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan
mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya
edema
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan
terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada
kutub posterior dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks
oranye dari vaskulatur koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih
kontras dari sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO
sering disebabkan oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa.
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang
diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan
kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi
yang paling sering, namun penyebab lain yang dapat menimbulkan kondisi ini
termasuk sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis dan kondisi inflamasi lain
yang berlangsung kronis. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi
dalam kurun waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang
terkena dan penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.9,10

35
h) Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari
proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien dengan
perdarahan retina, CWS atau edema retina tanpa papiledema mempunya jangka
hidup kurang lebih 27,6 bulan. Pasien dengan papiledema, jangka hidupnya
diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun pada sesetengah kasus, komplikasi tetap
tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.8

9. Ablatio Retina
a) Definisi
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang
retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membrane Bruch.6

b) Etiologi
1. Robekan retina
2. Tarikan dari jaringan di badan kaca
3. Desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.

c) Klasifikasi
Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan
ablasio serosa atau hemoragik.
1. Ablasio Retina Regmatogenosa
Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina
regmatogenosa dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga
cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan
retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.

36
Mata yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan
myopia tinggi, pascaretinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di
bagian perifer, 50% ablasi yang timbul pada afakia. Ablasio retina akan
memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang
terlihat sebagai tirai yang menutup, terdapatnya ada riwayat pijaran api (fotopsia)
pada lapangan penglihatan.
Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis : Robekan tapal
kuda sering terjadi pada kuadran superotemporal, lubang atrofi di kuadran
temporal,dan dialysis retina di kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan
retina multipel maka defek biasanya terletak 90 satu sama lain.
2. Ablasio Retina Traksi
Merupakan jenis tersering kedua, dan terutama disebabkan oleh retinopati
diabetes proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau
trauma mata. Ablasio retina karena traksi khas memiliki permukaan yang lebih
konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora seratta. Pada
ablasi ini lepasnya jaringan retina akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca
yang akan mengakibatkan ablasi retina, dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
3. Ablasio Retina Serosa Atau Hemoragik
Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik,
dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit
degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas pada macula termasuk
neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh berbagai macam hal, mungkin
berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.8,9
d) Diagnosis
Tabel 7. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina
Regmatogenus Traksi Eksudatif
Riwayat Afakia, myopia, Diabetes, Factor-faktor
penyakit trauma tumpul, premature,trauma sistemik seperti
photopsia, tembus, penyakit hipertensi
floaters, sel sabit, oklusi maligna,

37
gangguan vena. eklampsia, gagal
lapangan pandang ginjal.
yang progresif,
dengan keadaan
umum baik.
Kerusakan Terjadi pada 90- Kerusakan primer Tidak ada
retina 95 % kasus tidak ada
Perluasan Meluas dari oral Tidak meluas Tergantung
ablasi ke discus, batas menuju ora, dapat volume dan
dan permukaan sentral atau gravitasi,
cembung perifer perluasan menuju
tergantung oral bervariasi,
gravitasi dapat sentral atau
perifer
Pergerakan Bergelombang Retina tegang, Smoothly elevated
retina atau terlipat batas dan bullae,biasanya
permukaan tanpa lipatan
cekung,
Meningkat pada
titik tarikan
Bukti kronis Terdapat garis Garis pembatas Tidak ada
pembatas,
makrosis intra
retinal, atropik
retina
Pigmen pada Terlihat pada 70 Terlihat pada Tidak ada
vitreous % kasus kasus trauma
Perubahan Sineretik, PVD, Penarikan Tidak ada, kecuali
vitreous tarikan pada vitreoretinal pada uveitis
lapisan yg robek

38
Cairan sub Jernih Jernih atau tidak Dapat keruh dan
retinal ada perpindahan berpindah secara
cepat tergantung
pada perubahan
posisi kepala.
Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada
Tekanan Rendah Normal Bervariasi
intraocular
Transluminasi Normal Normal Transluminasi
terblok apabila
ditemukan lesi
pigmen koroid
Keaadan yang Robeknya retina Retinopati Uveitis, metastasis
menyebabkan diabetikum tumor, melanoma
ablasio proliferative, post maligna,
traumatis vitreous retinoblastoma,
traction hemangioma
koroid, makulopati
eksudatif senilis,
ablasi eksudatif
post cryotherapi
atau dyathermi.

e) Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
2. Pemeriksaan lapangan pandang
3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma
4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya
trauma.

39
5. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan
vitreous untuk mencari tanda pigmen atau “tobacco dust”, ini merupakan
patognomonis dari ablasio retina pada 75 % kasus.
6. Periksa tekanan bola mata.
7. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan
berdilatasi).

f) Penatalaksanaan
1. Scleral buckling
Setelah defek pada retina ditandai pada luar sclera, cryosurgery dilakukan
disekitar lesi. Dilanjutkan dengan memperkirakan bagian dari dinding bola mata
yang retinanya terlepas, lalu dilakukan fiksasi dengan buckle segmental atau
circular band (terlingkari >360 derajat) pada sclera. Keuntungan dari tehnik ini
adalah menggunakan peralatan dasar, waktu rehabilitasi pendek,resiko iatrogenic
yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi intraocular
seperti perdarahan dan inflamasi
2. Retinopeksi pneumatic.
Udara dimasukkan ke dalam viterus. Dengan cara ini retina dapat
dilekatkan kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah penyuntikan gas
atau koagulasi dengan laser yang dilakukan di sekitar defek retina setelah
perlekatan retina. Pelepasan dengan robekan tunggal pada retina di tepi atas
fundus (arah jam 10- jam 2) adalah kondisi yang paling bagus untuk prosedur
ini.7,8
3. Pars Plana Vitrektomi
Dibawah mikroskop, badan vitreus dan semua komponen penarikan
epiretinal dan subretinal dikeluarkan. Lalu retina dilekatkan kembali dengan
cairan perfluorocarbon. Defek pada retina ditutup dengan endolaser atau aplikasi
eksokrio.
 Keuntungan PPV:
 Dapat menentukan lokasi defek secara tepat

40
 Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous
 Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena
teknik ini dapat dikombinasikan dengan ekstraksi katarak
 Kerugian PPV:
 Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.
 Dapat menyebabkan katarak.
 Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil
 Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior
yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.
g) Prognosis
1. Apabila ablasio retina meliputi daerah macula, kemungkinan
pengembalian penglihatan sangat rendah.
2. Ablasio retina mempunyai risiko berulang.8

10. Degenerasi Makula


a) Definisi
Degenerasi makula terkait usia merupakan kondisi generatif pada makula
atau pusat retina. Terdapat 2 macam degenarasi makula yaitu tipe kering (atrofik)
dan tipe basah (eksudatif). Kedua jenis degenerasi tersebut biasanya mengenai
kedua mata secara bersamaan. Degenerasi makula terjadi sebagai akibat dari
kerusakan pada epitel pigmen retina.
Degenerasi makula menyebabkan kerusakan penglihatan yang berat (misalnya
kehilangan kemampuan untuk membaca dan mengemudi) tetapi jarang
menyebabkan kebutaan total. Penglihatan pada tepi luar dari lapang pandang dan
kemampuan untuk melihat biasanya tidak terpengaruh, yang terkena hanya
penglihatan pada pusat lapang pandang.19
b) Etiologi
Degenerasi macula dapat disebabkan oleh beberapa factor dan dapat
diperberat oleh beberapa factor resiko, diantaranya :
1. Umur

41
Faktor resiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi makula
adalah umur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada orang muda,
penelitian menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun beresiko lebih besar terjadi
di banding dengan orang muda. 2% saja yang dapat menderita degenerasi makula
pada orang muda, tapi resiko ini meningkat 30% pada orang yang berusia di atas
70 tahun.
2. Genetik
Penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah bermutasi atau
faktor komplemen H yang dapat dibawa oleh para keturunan penderita penyakit
ini. CFH terkait dengan bagian dari sistem kekebalan tubuh yang meregulasi
peradangan.
3. Merokok
Merokok dapat meningkatkan terjadinya degenrasi makula.
4. Ras kulit putih (kaukasia)
Sangat rentan terjadinya degenerasi makula di banding dengan orang
Afrika atau yang berkulit hitam.
5. Riwayat keluarga
Resiko seumur hidup terhadap pertumbuhan degenerasiMakula adalah
50% pada orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga penderita
dengan degenerasi makula, dan hanya 12 % pada mereka yang tidak
memiliki hubungan dengan degenerasi makula.
6. Hipertensi dan diabetes.
Degenerasi Makula menyerang para penderita penyakit diabetes, atau
tekanan darah tinggi gara-gara mudah pecahnya pembuluh-pembuluh
darah kecil (trombosis) sekitar retina. Trombosis mudah terjadi akibat
penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalan pembuluh darah halus.
7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet
8. Obesitas dan kadar kolesterol tinggi21

c) Klasifikasi
1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering)

42
Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering.
Kebanyakan kasus ini bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan yang
sedang. Tipe ini bersifat multipel, kecil, bulat, bintik putih kekuningan yang di
sebut drusen dan merupakan kunci identifikasi untuk tipe kering. Bintik tersebut
berlokasi di belakang mata pada level retina bagian luar. Adapun lesi klasik yang
bisa ditemukan adanya atrofi geografik. Terdapat endapan pigmen di dalam retina
tanpa disertai pembentukan jaringan parut , darah atau perembesan cairan.
Degenerasi makula terkait usia noneksudatif ditandai oleh atrofi dan
degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan
koriokapilaris dengan derajat yang bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel
pigmen retina dan membran Bruch yang dapat dilihat secara oftalmoskopis,
drusen adalah yang paling khas. Drusen adalah endapan putih kuning, bulat,
diskret, dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di
seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat
membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara
histopatologis sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik
yang terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan
pelepasan fokal epitel pigmen.
Drusen dapat di bagi berdasarkan klinik dan histopatologi yakni drusen
keras ( nodular), drusen diffus ( konfluent), drusen halus ( granular ), dan drusen
kalsifikasi . Selain drusen, dapat muncul secara progresif gumpalan-gumpalan
pigmen yang tersebar secara tidak merata di daerah-daerah depigmentasi atrofi di
seluruh makula.22,23
2. Degenerasi Makula tipe eksudatif ( tipe basah)
Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya di
bandingkan dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari semua
degenerasi makula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan. Tipe ini
ditandai dengan adanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda degenerasi
makula terkait usia yang mendada atau baru mengalami gangguan penglihatan
sentral termasuk penglihatan kabur, distorsi atau suatu skotoma baru. Pada
pemeriksaan fundus, terlihat darah subretina, eksudat, lesi koroid hijau abu-abu di

43
makula. Neovaskularisasi koroid merupakan perkembangan abnormal dari
pembuluh darah pada epitel pigmen retina pada lapisan retina. Pembuluh darah ini
bisa mengalami perdarahan dan menyebabkan terjadinya scar yang dapat
menghasilkan kehilangan pusat penglihatan. Scar ini disebut dengan Scar
Disciform dan biasanya terletak di bagian sentral dan menimbulkan gangguan
penglihatan sentral permanen.23

d) Patofisiologi
Degenerasi makula yang terkait usia tipe kering ditandai oleh adanya atrofi
dan degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan
koriokapilaris dengan derajat yang bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel
pigmen retina dan membran Bruch yang dapat dilihat secara oftalmoskopi adalah
drusen yang sangat khas. Drusen adalah endapan putih kuning, bulat, diskret,
dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di seluruh
makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar,
menyatu, mengalami kalsifikasi dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis
sebagian besar drusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinifilik yang terletak
di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan
fokal epitel pigmen.25
Walaupun pasien dengan degenerasi makula biasanya hanya
memperlihatkan kelainan non eksudatif, sebagian besar pasien yang menderita
gangguan penglihatan berat akibat penyakit ini mengalami bentuk eksudatif akibat
terbentuknya neovaskularisasi subretina dan makulopati eksudatif terkait. Cairan
serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor melalui defek defek kecil di membran
Bruch sehingga mengakibatkan pelepasan-pelepasan lokal epitel pigmen.
Peningkatan cairan tersebut dapat semakin menarik retina sensorik di bawahnya
dan penglihatan biasanya menurun apabila fovea terkena. Pelepasan epitel pigmen
retina dapat secara spontan menjadi datar dengan bermacam-macam akibat
penglihatan dan meninggalkan daerah geografik depigmentasi pada daerah yang
terkena. Dapat terjadi pertumbuhan pemubulu-pembuluh darah baru ke arah
dalam yang meluas ke koroid sampai ruang subretina dan merupakan perubahan

44
histopatologik terpenting yang memudahkan timbulnya pelepasan makula dan
gangguan penglihatan sentral yang bersifat ireversivel pada pasien dengan drusen.
Pembuluh pembuluh darah ini akan tumbuh dalam konfigurasi roda-roda pedati
datar atau sea-fan menjauhi tempat masuk ke dalam ruang sub retina.25

e) Gejala Klinis
Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi makula
antara lain :
1. Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk
2. Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian
pusat penglihatan
3. Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas
4. Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
5. Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang
6. Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi
penglihatan tanpa rasa nyeri.23

f) Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil
pemeriksaan oftalmoskopi yang mencakup ruang lingkup pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji yang mirip
dengan kertas milimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang terganggu fungsi
penglihatannya. Kemudian retina diteropong melalui lampu senter kecil dengan
lensa khusus.
2. Test penglihatan warna, untuk melihat apakah penderita masih dapat
membedakan warna, dan tes-tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat
menyebabkan kerusakan pada makula.
3. Kadang-kadang dilakukan angiografi dengan zat warna fluoresein. Dokter
spesialis mata menyuntikan zat warna kontras ini ke lengan penderita yang
kemudian akan mengalir ke mata dan dilakukan pemotretan retina dan makula.

45
Zat warna ini memungkinkan melihat kelainan pembuluh darah dengan lebih
jelas.21

g) Diagnosis Banding
Degenerasi macula khususnya tipe eksudat dapat di diagnosis banding dengan:
1. Makroneurisme
2. Vaskulopati koroid polipoid
3. Khorioretinopati serous sentral
4. Kasus inflamasi
5. Tumor kecil seperti melanoma koroid24

h) Penatalaksanaan
Tidak ada terapi khusus untuk AMD noneksudatif Penglihatan
dimaksimalkan dengan alat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan
teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meski penglihatan sentral menghilang,
penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan perifer. Ini penting karena
banyak pasien takut mereka akan menjadi buta total.
Pada sebagian kecil pasien dengan AMD eksudatif yang pada angiogram
fluorosen memperlihatkan membrane neovaskular subretina yang terletak
eksentrik (tidak sepusat) terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan obliterasi
membrane tersebut dengan terapi laser argon. Membrane vascular subfovea dapat
diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT) karena laser argon konvensional
akan merusak fotoreseptor di atasnya. PDT dilakukan dengan menyuntikkan
secara intravena bahan kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh sinar laser
nontermal saat sinar laser berjalan melalui pembuluh darah di membrane
subfovea. Molekul yang teraktivasi menghancurkan pembuluh darah namun tidak
merusak fotoreseptor. Sayangnya kondisi ini dapat terjadi kembali bahkan setelah
terapi laser.
Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau
bedah untuk pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat.
Pemakaian interferon alfa parenteral, misalnya, belum terbukti efektif untuk

46
penyakit ini. Namun apabila terdapat membrane neovaskular subretina
ekstrafovea yang berbatas tegas (200 um dari bagian tengah zona avaskular
fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser. Dengan angiografi dapat ditentukan
dengan tepat lokasi dan batas-batas membrane neovaskular yang kemudian
diablasi secara total oleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh laser.
Fotokoagulasi juga menghancurkan retina di atasnya tetapi bermanfaat apabila
membrane subretina dapat dihentikan tanpa mengenai fovea.
Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina avaskular
fovea (200 um dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan untuk pasien
nonhipertensif. Setelah fotokoagulasi membrane neovaskular subretina berhasil
dilakukan, neovaskularisasi rekuren di dekat atau jauh dari jaringan parut laser
dapat dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2 tahun. Rekurensi sering disertai
penurunan penglihatan berat sehingga pemantauan yang cermat dengan Amsler
grid, oftalmoskopi dan angiografi perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan
penglihatan sentral di kedua matanya mungkin memperoleh manfaat dari
pemakaian berbagai alat bantu penglihatan kurang.
Selain itu terapi juga dapat dilakukan di rumah berupa pembatasan kegiatan dan
follow up pasien dengan mengevaluasi daya penglihatan yang rendah. Selain itu
dengan mengkomsumsi multivitamin dan antioksidan ( berupa vitamin E , vitamin
C, beta caroten, asam cupric dan zinc), karena diduga dapat memperbaiki dan
mencegah terjadinya degenerasi makula. Sayuran hijau terbukti bisa mencegah
terjadinya degenerasi makula tipe kering. Selain itu kebiasaan merokok dikurangi
dan dan pembatasn hipertensi.26

i) Prognosis
Bentuk degenerasi makula yang progresif dapat menyebakan kebutaan
total sehingga aktivitas dapat menurun. Prognosis dari degenerasi makula dengan
tipe eksudat lebih buruk di banding dengan degenerasi makula tipe non eksudat.
Prognosis dapat didasarkan pada terapi, tetapi belum ada terapi yang bernilai
efektif sehingga kemungkinan untuk sembuh total sangat kecil.27

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Biswell R., Vaughan D.G., Asbury T., 2009,Ophtalmology Umum Ed.


14.Jakarta. EGC
2. Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta:
EGC
3. Sherwood, L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems.7thEd.
Canada: Yolanda Cossio.
4. Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem..Edisi 8.Jakarta:
EGC.
5. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology.
11thEd. Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.
6. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
11.Jakarta: EGC
7. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. Philadelphia, PA:
Saunders/Elsevier; 2011.
8. Riordan P, Eva, Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General
Ophthalmology. 16th Edition. USA : Mc Graw Hill. 2017.
9. Sidarta I. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata Edisi
kedua. Jakarta : BP-FKUI. 2007
10. Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM. Pocket Atlas of
Ophtalmology.New York :Thieme.
2016.http://en.wikipedia.org/wiki/Central_retinal_artery
11. Tatham AJ, Transient Visual Loss. 2011. Medscape. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/1435495-overview.
12. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS . The patient with transient visual loss. In
Kline, L.B., Arnold, A.C., Eggenberger, E., dkk. (ed.). Basic and Clinical
Science Course: Neuro-Ophthalmology Section 5. San Fransisco:
American Academy of Ophthalmology 2018: 171-86.
13. Ilyas S. Amaurosis Fugaks. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012. Hal 205-206.

48
14. Siregar, NH , 2013 , Papilitis Available from : www. usu.ac.id/usu/
digitallibrary/papilitis
15. Biousse V. Transient monocular visual loss. In Kidd ,D.P. ,Newman ,N.J.
,Biousse V. (ed.). Neuro-Ophtalmology. Philadelpia: Elsevier 2018: 94-
111.
16. Trobe JD. Neuro-Ophthalmology: Rapid Diagnosis in
Ophthalmology. Philadelpia: Elsevier 2008: 2-8.
17. Bacigalupi, M , Internet Jurnal Sekutu Ilmu Kesehatan dan Praktek,
ReviewAmaurosis fugax-Sebuah Tinjauan Klinis 2016 Available from
:http://ijahsp.nova.edu http://ijahsp.nova.edu
18. Khurana, A.K, Comprehensive Opthalmology, 4th edition, 2017, New Age
International. Hal 319.
19. Khaw, P.T, ABC of Eyes, 4th edition, 2006, BMJ. Hal 155
20. Sandhya, N, Approach to a Case of Transient Visual Loss, 2010. Hal 167-
173
21. Egan, Robert A, Transient Visual Loss, American Academy of Neurology,
2011
22. Sihota, R, Parsons Diseases of the Eye, 20th edition, 2007, Hal 92-94 ,
481-487
23. Caplan, L.R, The Management of Transient Monocular Visual Loss, Hal
304-311
24. Gutierrez, Jorge H, Murphy, Robert P. Duane’s Ophthalmology: Eales
disease, chapter 16. 2016. Dapat di unduh di
URL:http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3/v3
c016.html
25. B Roth, Daniel. Eales disease. 2010. Dapat di unduh di URL
:http://emedicine.medscape.com/article/1225636-overview#a0199
26. Vaughn D, Asbury T, Eva P.R, et all. 2007. General Ophtalmology
17thedition. The McGraw-Hill Companies : Newyork
27. Biswas, Jyotirmar. Eales’ disease. Dapat di unduh di URL
:http://xa.yimg.com/kq/groups/13354653/1540260301/name/madah.pdf

49
28. T Das, A Pathengay, N Hussain, J Biswas. Eales disease: Diagnosis and
Management. 2010. Dapat di unduh di URL
:http : // www. nature.com/eye/journal/ v24 /n3/pdf/eye2009315a.pdf
29. Nema HV, Text Book of Ophtalmology, Edition 4, Medical publishers,
New Delhi, 2012
30. Basic and Clinical Science Course, Retina and Vitreous, Section 12,
American-Academy of Opthalmology, United State, page 71-86.
31. Diabetic Retinopathy ,http://www.kellogg.umich.edupatientcare/conditions
/diabetic. retinopathy.html.

50

Anda mungkin juga menyukai