Anda di halaman 1dari 5

1. Bagaimana pemberian benzodiazepin pada pasien yang sedang hamil dan pada lansia ?

Beberapa data menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat teratogenik, Oleh karena itu, penggunaannya selama kehamilan tidak
disarankan. Selain itu, penggunaan benzodiazepin pada trimester ketiga dapat memicu sindrom penarikan pada bayi baru lahir.
Pasien yang kemudian hamil saat dalam terapi benzodiazepin maka harus dilakukan tapering-off secara lengkap atau hingga dosis
terendah yang mungkin.
Obat-obatan dikeluarkan dalam ASI dalam konsentrasi yang cukup untuk mempengaruhi bayi baru lahir. Benzodiazepin dapat
menyebabkan dispnea, bradikardia, dan kantuk pada bayi menyusui.

Peresepan benzodiazepin untuk lansia harus dihindarkan karena adanya risiko terjadinya ataksia dan kebingungan yang dapat
menyebabkan jatuh dan cedera, khususnya fraktur panggul. Pengemudi yang lanjut usia juga berisiko tinggi jika diberikan
benzodiazepin.
Catat bahwa pasien atau pengasuh telah diberikan saran tentang terapi non-farmakologi untuk ansietas dan insomnia dan risiko
penggunaan benzodiazepin.
Jika diputuskan untuk meresepkan benzodiazepin untuk lansia atau individu yang secara medis rentan, maka gunakan dosis kurang
dari setengah dosis yang biasa direkomendasikan.
Lansia memiliki kerentanan terhadap reaksi efek samping karena fungsi ginjal yang menurun, metabolisme hepar yang berubah, dan
meningkatnya sensitifitas terhadap obat-obat tertentu.
Insomnia dapat disebabkan karena adanya nyeri yang kurang terkontrol, sleep hygiene yang buruk atau depresi yang melatar
belakangi. Hal-hal tersebut tidak dapat diatasi dengan obat tidur.
2. Bagaimana ciri-ciri ketergantungan pada dosis terapeutik”, “Ketergantungan pada dosis tinggi yang diresepkan” dan
“Penyalahgunaan dan ketergantungan pada dosis tinggi rekreasional?
3. Bagaimana prinsip utama penanganan adiksi benzodiazepin ?
Prinsip-prinsip utama asesmen:
 Deteksi dan intervensi sejak awal merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan terapi
 Klinisi harus mampu mengenali risiko atau potensi ketergantungan benzodiazepin pada semua kelompok diagnosis
(psikiatri maupun non- psikiatri) dan kelompok umur
 Pasien yang diketahui mengalami adiksi opiat, atau diketahui menggunakan obat-obatan terlarang, berpeluang tinggi untuk
menggunakan dan menjadi ketergantungan pada benzodiazepin dosis tinggi
 Konfirmasi diagnosis ketergantungan benzodiazepin harus ditunjang oleh hasil skrining urin yang positiF
 Menilai motivasi pasien untuk berubah merupakan komponen penting dalam manajemen ketergantungan
 Skrining terhadap misuse benzodiazepin harus disertai juga pertimbangan untuk melakukan peninjauan kembali peresepan
ulang benzodiazepin

4. Apa kontraindikasi pemberian benzodiazepin ?

 Kehamilan dan risiko kehamilan. Benzodiazepin adalah kategori D, jika sangat diperlukan suatu hipnotik maka dipilih
Zolpidem yang masuk dalam kategori B.
 Penyalahguna aktif zat, termasuk alkohol.
 Masalah medis dan kesehatan jiwa yang dapat diperparah oleh benzodiazepin, meliputi fibromialgia, chronic fatigue
syndrome, gangguan somatisasi, depresi (kecuali penggunaan jangka pendek untuk mengobati ansietas yang berkaitan dengan
depresi), gangguan bipolar (kecuali untuk sedasi yang segera pada mania akut), ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder),
kleptomania dan gangguan impuls lainnya.
 Benzodiazepin dapat memperburuk hipoksia dan hipoventilasi pada asma, sleep apnea, COPD (Chronic Obstructive
Pulmonary Disorder), CHF (Congestive Heart Failure) dan gangguan kardiopulmonari lainnya.
 Pasien yang sedang mendapat opioid untuk nyeri kronis atau terapi substitusi untuk adiksi narkotika.
 pada PTSD, meskipun benzodiazepin dapat meredakan gejala stres akut, penggunaan jangka panjang benzodiazepin dapat
menghambat pemrosesan trauma secara kognitif yang dibutuhkan untuk perbaikan gejala.
5. Salah satu golongan benzodiazepin adalah diazepam, dan diazepam sangat sering digunakan di RS, bagaimana mendiagnosis dan
menatalaksana pasien dengan ketergantungan atau adiksi diazepam ?
Diagnosis ketergantungan diazepam hanya dapat dipertimbangkan ketika beberapa masalah muncul seiring dengan adanya gejala
withdrawal yang dispesifikasi dalam ICD-10 atau DSM-IV. Penentuan ada atau tidaknya sindrom ketergantungan ini penting dalam
menentukan apa terapi farmakologi dapat diberikan atau tidak.10

Mekanisme Terjadinya Gejala Toleransi dan Withdrawal


Pengguna benzodiazepin, termasuk diazepam, cepat mengalami suatu toleransi dan mulai membutuhkan dosis yang lebih besar untuk
memperoleh efek yang diinginkan. Oleh karena itu, kebanyakan petunjuk peresepan menganjurkan untuk tidak meresepkan
benzodiazepin selama 3 atau 4 minggu berturut-turut.11
Dengan adanya toleransi:
1. Reseptor GABA dan reseptor benzodiazepin mengkompensasi adanya pengobatan yang berkelanjutan dengan menjadi kurang
rensponsif pada pengobatan (kurangnya GABA).11
2. Sistem eksitatori yang secara natural diatur oleh GABA juga beradaptasi dengan menjadi kurang rensponsif terhadap inhibisi
GABA (kurangnya GABA dan GABA yang tersisa tidak bekerja dengan baik).11
Oleh karena itu, ketika seseorang telah mengalami toleransi, maka orang tersebut membutuhkan dosis diazepam yang lebih besar
untuk mendapatkan sistem GABA berfungsi pada level yang “normal”. Jika seseorang dengan toleransi diazepam tiba-tiba berhenti
mengkonsumsi obatnya, maka aktivitas GABA akan menurun secara substansial dan menyebabkan peningkatan substansial aktivitas
sistem eksitatori otak dopamine, serotonin, noradrenalin, dll. 11
Pada beberapa kasus, seiring dengan meningkatnya toleransi, seseorang akan mulai mengalami gejala withdrawal pada dosis
yang stabil, sehingga orang tersebut akan membutuhkan peningkatan dosis harian untuk menjaga peningkatan gejala withdrawal.11
Sindrom withdrawal mulai dirasakan lebih cepat pada penggunaan benzodiazepin short-acting, seperti alprazolam, dan lebih lama
terasa apabila pasien mengkonsumsi benzodiazepin long-acting, seperti diazepam.11 Gejala withdrawal umunya ditemukan setelah
konsumsi diazepam 30-45 mg/hari secara terus menerus selama 6 minggu atau lebih lama lagi. 5 Gejala pada umumnya minimal
diawal, dan menjadi semakin parah setelah 2-10 hari pertama sejak pemberhentian konsumsi diazepam. 5,11
Gejala withdrawal diazepam beragam dari yang ringan hingga yang berat serupa dengan gejala withdrawal obat sedatif-hipnotik
lainnya. Waktu paruh yang lama dan adanya metabolit aktif menyebabkan onset gejala yang tertunda. 5 Gejala nonspesifik termasuk
depersonalisasi, mual, anoreksia, sakit kepala persisten, tremor, palpitasi, keringat berlebih, dan gejala mirip influenza. Sementara
gejala yang berat dapat berupa kejang epileptik, kejang mioklonik, gejala psikotik paranoid, delirium dan halusinasi visual dan
auditorik.
I. PENANGANAN ADIKSI DIAZEPAM
Pengurangan Dosis Secara Bertahap
Rasio tapering yang direkomendasikan untuk pasien yang mengonsumsi diazepam dosis terapi adalah penarikan bertahap sekitar
10% dari dosis harian setiap 1-2 minggu sampai mencapai 20% dari dosis awal, lalu turunkan lagi sebanyak 5% setiap 2-4
minggu.10,11 Atau dengan pendekatan yang lebih agresif, yang dikeluarkan oleh The Oregon State College of Pharmacy: Turunkan
dosis 25% tiap minggu dalam 2 minggu pertama lalu mulai dengan reduksi 12,5% tiap minggu untuk 6 minggu selanjutnya.
(Catatan: pengurangan dosis biasanya akan terasa semakin berat saat mulai memasuki dosis yang lebih kecil). Pendekatan agresif ini
tidak sesuai untuk seseorang yang telah mencoba dan gagal sebelumnya. Untuk seseorang yang seperti ini direkomendasikan
pengurangan dosis selama 6 bulan.

Akan tetapi ada beberapa hal yang harus dihindari selama proses ini berlangsung, yaitu:
1. Mengkonsumsi pil tambahan saat mengalami stress berat
2. Kembali ke dosis semula apabila dosis tersebut terasa berat
3. Menggunakan substansi lain yang memicu efek GABA (hal ini jelas merusak proses pengurangan dosis)
Penggunaan Regimen Substitusi
penanganan ketergantungan benzodiazepin dengan menggunakan substitusi benzodiazepin slow-onset, long acting seperti
clonazepam. Clonazepam memiliki onset yang lambat, waktu paruh 18-50 jam, potensi tinggi, metabolit aktif yang minimal. Karena
potensinya yang tinggi, clonazepam dapat menggantikan kerja jenis benzodiazepin yang memiliki waktu paruh yang cepat tanpa
menginduksi onset gejala withdrawal ataupun mengurangi jumlah obat yang diberikan.13

Selain dari clonazepam, terdapat beberapa jenis obat lain yang dapat digunakan sebagai alternatif dari benzodiazepin, diantaranya:
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs), Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs), dan golongan hipnotik non-benzodiazepin
seperti zopiclone dan zolpidem.

Pemberian Obat-obatan untuk Mengurangi Gejala Withdrawal


Beberapa obat-obatan yang dapat diberikan untuk mengurangi gejala withdrawal, antara lain:11
1. Propanolol – untuk mengurangi tremor dan keringat berlebih (selama 3 minggu)
2. Sedatif non-benzodiazepine seperti antihistamin atau antidepressan sedatif – untuk mengurangi insomnia (durasi singkat, sekitar
2 minggu)
3. Carbamazepine (dan antikonvulsan lainnya) – untuk mengurangi resiko konvulsi

Anda mungkin juga menyukai