Anda di halaman 1dari 4

Stimulansia

Stimulan adalah obat-obatan yang menaikkan tingkat kewaspadaan di dalam rentang waktu
singkat. Stimulan biasanya menaikkan efek samping dengan menaikkan efektivitas, dan
berbagai jenis yang lebih hebat sering kali disalahgunakan menjadi obat yang ilegal atau
dipakai tanpa resep dokter.

Stimulan menaikkan kegiatan sistem saraf simpatetik, sistem saraf pusat (CNS), atau kedua-
duanya sekaligus. Beberapa stimulan menghasilkan sensasi kegirangan yang berlebihan,
khususnya jenis-jenis yang memberikan pengaruh terhadap CNS. Stimulan dipakai di dalam
terapi untuk menaikkan atau memelihara kewaspadaan, untuk menjadi penawar rasa lelah, di
dalam situasi yang menyulitkan tidur (misalnya saat otot-otot bekerja), untuk menjadi
penawar keadaan tidak normal yang mengurangi kewaspadaan atau kesadaran (seperti di
dalam narkolepsi), untuk menurunkan bobot tubuh (phentermine), juga untuk memperbaiki
kemampuan berkonsentrasi bagi orang-orang yang didiagnosis sulit memusatkan perhatian
(terutama ADHD).

Dalam peristiwa yang jarang terjadi, stimulan juga dipakai untuk merawat orang yang
mengalami depresi. Stimulan kadang-kadang dipakai untuk memompa ketahanan dan
produktivitas, juga untuk menahan nafsu makan. Eforia yang dihasilkan oleh beberapa
stimulan mengarah kepada penggunaan rekreasionalnya, meskipun hal ini tidaklah legal di
dalam sebagian besar sistem hukum.

Kafeina, ditemui di dalam minuman seperti kopi dan minuman ringan, seperti halnya nikotin,
yang dijumpai pada tembakau, adalah salah satu di antara stimulan yang paling biasa dipakai
di dunia.

Contoh lain dari stimulan yang dikenal adalah efedrin, amfetamin, kokain, metilfenidat,
MDMA, dan modafinil. Stimulan biasa disebutkan di dalam bahasa gaul Amerika sebagai
"upper".

Stimulan yang berpotensi disalahgunakan diawasi secara ketat di Amerika dan sistem hukum
lainnya. Beberapa di antaranya bisa saja tersedia secara sah hanya melalui resep dokter
(misalnya metamfetamin, nama dagang Desoxyn, campuran garam amfetamin, nama dagang
Adderall, deksamfetamin, nama dagang Dexedrine) atau dilarang sama sekali (misalnya
metkatinon).
Antidepresive
Antidepresan efektif pada pengobatan depresi major derajat sedang sampai berat yang
meliputi depresi major yang terkait penyakit fisik dan setelah melahirkan. Obat kelompok ini
juga efektif untuk dysthymia (depresi kronik derajat rendah). Obat antidepresan tidak
seluruhnya efektif untuk depresi akut yang ringan namun percobaan dapat dipertimbangkan
pada kasus yang refrakter (tidak dapat diatasi) dengan pengobatan/ terapi psikologis.
Keamanan dan khasiat obat antidepresi dalam mengobati depresi pada anak belum diketahui
dengan pasti. Informasi keamanan penggunaan jangka panjang obat pada anak juga masih
sedikit.

Pemilihan Kelas utama obat antidepresan adalah antidepresan trisiklik dan sejenisnya, SSRI,
dan penghambat MAO
Pemilihan antidepresan sebaiknya berdasarkan kebutuhan pasien secara individual, termasuk
didalamnya kemungkinan penyakit yang diderita pada saat yang bersamaan, pengobatan yang
sedang dijalankan, risiko bunuh diri, dan respon terhadap terapi obat antidepresan
sebelumnya.
Antidepresan trisiklik lainnya dan sejenisnya dan SSRI umumnya lebih disukai karena
penghambat MAO kurang efektif dan menunjukkan interaksi yang membahayakan dengan
beberapa jenis obat dan makanan. Antidepresan trisiklik mungkin sesuai untuk kebanyakan
pasien depresi. Jika efek samping yang potensial dari antidepresan trisiklik generasi
sebelumnya merupakan masalah, maka akan lebih cocok menggunakan SSRI atau
antidepresan generasi baru. Walaupun SSRI nampaknya ditoleransi lebih baik dibandingkan
obat-obat generasi lama, perbedaannya terlalu kecil untuk bisa menetapkan selalu memilih
menjustifikasi SSRI sebagai terapi lini pertama. Dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua
(misal: amitriptilin), obat turunan trisiklik (misal: trazodon) memiliki efek samping
antimuskarinik (seperti: mulut kering dan konstipasi) yang lebih rendah. Obat turunan
trisiklik memiliki risiko kardiotoksik yang lebih rendah apabila terjadi dosis berlebih, tetapi
beberapa pasien mengalami efek samping tambahan (keterangan lebih lanjut lihat bab 4.3.1).

Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI) memiliki efek samping antimuskarinik yang
lebih rendah dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua dan juga memiliki risiko
kardiotoksik yang lebih rendah apabila terjadi dosis berlebih. SSRI, walaupun kurang efektif,
lebih disukai dalam pengobatan yang memiliki risiko dosis berlebih yang disengaja atau
apabila penyakit yang diderita pada saat yang bersamaan tidak memungkinkan penggunaan
antidepresan lainnya. SSRI juga lebih disukai dibandingkan antidepresan trisiklik untuk
mengatasi depresi pada pasien diabetes melitus. Walaupun begitu, SSRI memiliki efek
samping yang khas: efek samping pada gastrointestinal seperti mual dan muntah adalah
umum dan dilaporkan juga ada efek samping gangguan perdarahan. Untuk pasien dengan
penyakit yang berat dan pada kondisi di mana efikasi yang maksimal tidak diutamakan,
antidepresan trisiklik lebih efektif dibandingkan SSRI atau penghambat MAO. Venlafaksin,
pada dosis 150 mg atau lebih, juga terbukti lebih efektif dibandingkan SSRI untuk depresi
mayor dengan tingkat keparahan yang sedang. Pada penderita depresi berat, penggunaan
terapi elektrokonvulsif (ECT) dapat dilakukan.

Penghambat MAO akan lebih efektif dibandingkan trisiklik pada pasien rawat jalan dengan
depresi atipikal. Penggunaan penghambat MAO sebaiknya dimulai oleh klinisi yang
berpengalaman.

Walaupun gejala ansietas sering muncul pada penyakit depresi (dan mungkin merupakan
gejala yang muncul), penggunaan antipsikotik dan ansiolitik dapat menyamarkan penyakit
yang sesungguhnya. Penggunaan Ansiolitik (bab 4.1.2) dan antipsikotik (bab 4.2.1) pada
penderita depresi sebaiknya dilakukan dengan hati-hati tetapi pengobatan ini adalah
tambahan yang berguna pada pasien dengan agitasi. Lihat bab 4.2.2 untuk referensi bagi
penanganan kelainan bipolar.
Obat antidepresan tidak boleh digunakan bersama dengan St John’s Wort karena potensi
terjadi interaksi.

Hiponatremi dan terapi antidepresan. Hiponatremi (umumnya terjadi pada lansia dan
kemungkinan terjadi karena sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai) telah dikaitkan
dengan semua jenis antidepresan,akan tetapi sering dilaporkan pada penggunaan SSRIs
dibandingkan antidepresan lainnya. Dianjurkan untuk mempertimbangkan terjadi hiponatremi
jika pasien yang menggunakan antidepresan menampakkan gejala mengantuk, bingung,
konvulsi.

Penatalaksanaan. Pada awal pengobatan antidepresan, terapi pasien sebaiknya dikaji ulang
setiap 1-2 minggu. Pengobatan ini sebaiknya dilanjutkan minimal 4 minggu (6 minggu pada
lansia) sebelum mengambil keputusan untuk mengubah jenis antidepresan karena kurangnya
efikasi. Pada kasus dengan respons parsial,lanjutkan pengobatan selama 2 minggu (lansia
membutuhkan waktu yang lebih lama).
Setelah remisi, pengobatan antidepresan sebaiknya dilanjutkan dengan dosis yang sama
selama 4-6 bulan (pada lansia sekitar 12 bulan). Pasien dengan riwayat depresi berulang
sebaiknya melanjutkan perawatan minimal 5 tahun sampai seumur hidup). Litium (bab 4.2.2)
merupakan alternative lini kedua yang efektif sebagai terapi pemeliharaan. Kombinasi dari
dua antidepresan adalah berbahaya dan jarang dibenarkan (kecuali di bawah pengawasan
dokter spesialis).

Kegagalan respon. Kegagalan respon pada dosis awal antidepresan,mungkin memerlukan


peningkatan dosis, penggantian dengan antidepresan jenis lain,atau menggunakan
penghambat MAO pada kasus pasien dengan depresi major atipikal. Kegagalan respon pada
antidepresan kedua mungkin membutuhkan obat untuk memperkuat efek seperti litium atau
liotirokain (dibawa dokter spesialis), psikoterapi atau ECT. Terapi tambahan dengan litium
atau penghambat MAO hanya boleh diawali oleh dokter spesialis dengan pengalaman
penggunaan kombinasi di atas.

Penghentian obat. Apabila setelah penggunaan 8 minggu atau lebih, antidepresan (terutama
penghambat MAO) dihentikan secara tiba-tiba akan timbul efek gejala-gejala gastrointestinal
seperti mual, muntah dan anoreksia, disertai dengan rasa sakit kepala, pusing/mabuk,
kedinginan dan insomnia dan kadang-kadang disertai hipomania, rasa cemas dan extreme
motor restlessnes’. Dosis pengobatan sebaiknya diturunkan secara bertahap selama 4 minggu,
atau lebih jika muncul gejala putus obat (selama 6 bulan pada pasien yang telah mendapatkan
perawatan jangka panjang). SSRI telah dikaitkan dengan sindrom putus obat yang khas (bab
4.3.2).

Ansietas. Penanganan ansietas akut umumnya menggunakan benzodiazepin atau buspiron


(bab 4.1.2).Untuk ansietas kronik (jangka waktu lebih dari 4 minggu), mungkin lebih cocok
menggunakan antidepresan sebelum menggunakan benzodiazepin. Gangguan ansietas umum
yang tidak memberikan respon terhadap buspiron atau benzodiazepin diatasi dengan
menggunakan antidepresan. Anti-depresan seperti SSRI dan venlafaksin mungkin efektif
untuk pengobatan ansietas yang khas. Pregabilin digunakan untuk pengobatan gangguan
kecemasan yang bersifat menyeluruh.
Sediaan kombinasi antidepresan dan ansiolitik tidak direkomendasikan karena tidak
memungkinkan untuk mengatur dosis masing-masing komponen secara terpisah, karena
antidepresan diberikan secara kontinyu selama beberapa bulan sedangkan ansiolitik
diresepkan untuk penggunaan jangka pendek.

Panic disorder. Antidepresan umumnya digunakan untuk panic disorder dan fobia.
Klomipramin (bab 4.3.1) digunakan untuk obsessional and phobic states, esitalopram dan
paroksetin (bab 4.3.3) dan moklobemid (4.3.2) digunakan untuk pengobatan social phobia.
Namun pada panic disorder (dengan atau tanpa agorafobia) yang resisten terhadap terapi
antidepresan, benzodiazepin dapat diper-timbangkan (bab 4.1.2).

OBAT ANTIDEPRESIVE

1. Antidepresan trisiklik
Obat antidepresan trisiklik dan sejenisnya dapat dibagi menjadi kelompok yang memiliki
sifat sedatif dan yang kurang sedatif. Pasien dengan agitasi dan kecemasan cenderung
memberikan respon terbaik pada senyawa yang sedatif sedangkan pasien apatis dan pasien
yang mengalami penghentian obat akan lebih baik diberi terapi obat yang kurang sedatif.
Antidepresan dengan efek sedatif meliputi amitriptilin, klomipramin, dosulepin (dotiepin),
doksepin, maprotilin, mianserin, trazodon, dan trimipramin. Yang bersifat kurang sedatif
seperti amoksapin, imipramin, lofepramin dan nortriptilin.

2. Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI) dan Sejenisnya


Sitalopram, esitalopram, fluoksetin, fluvoksamin, paroksetin, dan sertralin menghambat
ambilan kembali serotonin secara selektif (5-hydroxytryptamine, 5-HT); kelompok obat ini
disebut penghambat ambilan kembali serotonin secara selektif (SSRI).

3. Penghambat MAO (Mono amin Oksidase)


Penghambat MAO reversibel Moklobemid diindikasikan untuk depresi major dan fobia
sosial; dilaporkan memiliki aksi penghambatan reversibel dari monoamin oksidase tipe A.

Anda mungkin juga menyukai