Anda di halaman 1dari 21

RANGKUMAN

ANTIDEPRESAN

Oleh :

NIM.

Penguji :

dr. Hj. Anidiah Novy Hasdi, Sp.KJ

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD MOCH. ANSARI SALEH

BANJARMASIN

April 2021
BAB 21.2

ANTIDEPRESAN

1. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

Obat-obatan yang termasuk ke dalam golongan SSRI meliputi fluoxetin,

sertralin, paroxetin, fluvoxamin, citalopram, escitalopram, dan vilazodon, dengan

fluoxetin sebagai obat SSRI pertama yang dipasarkan di AS. Obat-obatan

golongan ini lebih banyak dipilih karena tidak menimbulkan efek samping dari

penggunaan obat-obatan golongan TCA dan MAOI seperti mulut kering,

konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik, dan takikardia.

Meskipun semua obat golongan SSRI memiliki efektivitas yang sama,

terdapat beberapa perbedaan dalam farmakokinetik, farmakodinamik, dan efek

samping yang dapat menimbulkan respon yang berbeda pada masing-masing

orang.

Farmakokinetik

Obat-obatan golongan SSRI memiliki waktu paruh dalam serum yang berbeda.

Fluoxetin memiliki waktu paruh yang paling lama dibandingkan obat lain (4-6

hari); dan metabolit aktifnya memiliki waktu waktu paruh selama 7-9 hari.

Sedangkan obat-obatan lain hanya berkisar selama 15-35 jam. Obat-obatan

golongan SSRI diabsorbsi dengan baik dan menunjukan puncak efeknya selama

3-8 jam kemudian. Sertralin, fluoxetin, dan paroxetin memiliki kemampuan untuk

berikatan dengan protein plasma lebih baik dibandingkan dengan obat lain. Semua

obat golongan SSRI dimetabolisme di hepar oleh enzim CYP450. Obat obatan

golongan ini dapat memperlambat metabolisme obat lain, terutama fluvoxamin.

Farmakodinamik

2
Mekanisme kerja obat golongan SSRI sehingga dapat memberikan efek terapeutik

yaitu melalui inhibisi reuptake serotonin. Peningkatan dosis tidak akan menambah

efek terapeutik tetap hanya akan meningkatkan risiko efek samping. Citalopram

dan escitalopram merupakan obat anggota golongan SSRI yang paling selektif

terhadap serotonin dan memiliki efek yang sedikit pada norepinefrin dan dopamin.

Fluoxetin berikatan dengan reseptor 5HT2C untuk mencegah reputake dari

serotonin.

Indikasi terapeutik

Depresi. Obat-obatan golongan SSRI merupakan terapi lini pertama untuk depresi

karena relatif lebih aman, efek samping yang lebih sedikit, serta bersifat broad

spectrum. Derajat keparah depresi pada semua kelompok usia akan membaik

dengan pemberian terapi dan secara signfikan berhubungan dengan pikiran

maupun upaya bunuh diri. SSRI diberikan pada wanita yang mengalami depresi

postpartum yang telah berlangsung selama lebih dari beberapa minggu atau pasien

mengalami depresi selama kehamilan. Obat-obat golongan SSRI tidak

menyebabkan malformasi kongenital pada janin yang dikandung sehingga aman

untuk tetap diberikan (kecuali paroxetin karena miningkatkan risiko kelainan

kongenital). Meskipun konsentrasi SSRI dapat ditemukan dalam ASI dalam

jumlah yang sedikit, tetapi tidak ada efek yang membahayakan bagi bayi yang

diberikan ASI oleh ibu yang mengkonsumsi obat-obatan SSRI.

SSRI aman dan dapat ditoleransi dengan baik ketika diberikan pada pasien

lansia dan pasien yang memiliki penyakit medis. Meskipun penggunaan SSRI

pada anak dan remaja dipandang kontroversial, tetapi beberapa anak dan remaja

menunjukkan respon yang baik pada pemberian SSRI untuk mengobati depresi

dan cemas, terutama fluoxetin.

3
Gangguan cemas. Fluvoxamin, paroxetin, sertralin, dan fluoxetin diindikasikan

pada pasien dengan OCD dengan usia >18 tahun. Dosis SSRI sebagai terapi OCD

lebih tinggi dibandingkan dosis yang digunakan sebagai terapi depresi. Beberapa

gangguan yang termasuk ke dalam spektrum OCD dan merespon terhadap

pemberian SSRI meliputi trikotilomania, judi kompulsif, hipokondriasis, dan body

dismorphic disorder.

Paroxetin, fluoxetin, dan sertralin diindikasikan sebagai terapi gangguan

panik dengan atau tanpa agoraphobia. SSRI efektif untuk fobia sosial dan

gangguan cemas sosial dengan mengurangi gejala dan hendaya. Selain itu, SSRI

juga memiliki efek terapeutik pada penggunaan jangka panjang untuk PTSD, fobia

spesifik, ganggua cemas menyeluruh, dan gangguan cemas perpisahan.

Bulimia nervosa dan gangguan makan lain. Fluoxetin diindikasikan sebagai

terapi bulimia selain psikoterapi, dengan dosis efektif 60 mg per hari. Pemberian

obat ini untuk anorexia nervosa berperan dalam mengendalikan gangguan mood

komorbid dan gejala obsesif kompulsif. Fluoxetin juga dilaporkan bermanfaat

untuk menurunkan berat badan jika disertai dengan perubahan perilaku, meskipun

pemberian awal akan menyebabkan peningkatan berat badan. Sertralin, paroxetin,

fluoxetin, dan fluvoxamin dilaporkan mampu menurunkan gejala gangguan

disforik premenstrual.

Penggunaan lain. Obat-obatan SSRI juga dapat diberikan untuk kondisi lain

meskipun bukan merupakan pilihan terapi, misalnya pada kasus ejakulasi dini,

parafilia, dan autisme.

Efek samping dan hal hal yang perlu diperhatikan.

Efek samping paling sering yang disebabkan oleh semua obat SSRI adalah

disfungsi seksual, berupa anorgasmia, gagal orgasme, dan penurunan libido.

4
Beberapa efek samping lain yang pernah dilaporkan berupa gangguan pencernaan,

pemanjangan interval QT, nyeri kepala, kecemasan, insomnia, sedasi, gangguan

tidur, tumpul emosi, kejang, gejala ekstrapiramidal, efek antikolinergik, gangguan

fungsi agregasi platelet sehingga pasien mudah lebam dan mengalami perdarahan

berlebih, gangguan glukosa dan elektrolik, reaksi endokrin dan alergi, dan

sindrom serotonin yang terdiri dari diare, diaforesis, tremor, ataxia, myoklonus,

refleks hiperaktif, disorientasi, dan mood yang labil.

Meskipun obat golongan SSRI relatif aman dibandingkan golongan lain, suatu

penelitian melaporkan kejadian overdosis pada pemberian vilazodon dengan dosis

200-280 mg yang menimbulkan gejala sindrom serotonin, letargi, gelisah,

halusinasi, dan diorientasi. Penghentian terapi SSRI terutama paroxetin dan

fluvoxamin secara tiba tiba dapat menimbulkan gejala putus obat berupa pusing,

lemah, mual, nyeri kepala, depresi rebound, cemas, insomnia, konsentrasi yang

buruk, gangguan pernapasan, parestesi, dan gejala mirip migraine.

Interaksi obat.

SSRI jarang berinteraksi dengan obat-obatan lain, tetapi sindrom serotonin dapat

terjadi pada pemberian SSRI dengan MAOI, L-triptofan, litium, atau obat

antidepresan lain yang menghambat reuptake serotonin. Beberapa obat SSRI dapat

meningkatkan konsentrasi plasma obat lain sehingga meningkatkan efek

toksisitasnya. Penggunaan SSRI dan OAINS secara bersamaan dapat menurunkan

risiko perdarahan lambung.

Dosis dan pedoman klinis.

Fluoxetin. Fluoxetin tersedia dalam sediaan kapsul 10-20 mg, tablet 10 mg,

kapsul salu enteric 90 mg untuk penggunaan sekali seminggu, dan sediaan sirup

20 mg/5 ml. Sebagai terapi depresi, dosis awal yang diberikan adalah 10 atau 20

5
mg per oral sekali sehari yang biasanya diberikan pada pagi hari karena memiliki

efek samping insomnia. Fluoxetine harus diminum bersama makan untuk

meminimalisir efek samping mual. Dosis ini telah terbukti efektif untuk

menangani depresi, dengan dosis maksimal 80 mg per hari.

Sertraline. Sertraline tersedia dalam sediaan tabley 15, 50, dan 100 mg, sirup

20mg/1 ml. Untuk terapi awal depresi, dosis yang diberikan sebesar 50 mg sehari

sekali. Untuk mengurangi efek samping gangguan pencernaan, dapat diberikan 25

mg per hari awalnya kemudian dinaikkan menjadi 50 mg setelah 3 minggu,

dengan dosis maksimal 200 mg per hari. Sertraline boleh diberikan saat pagi

maupun malam hari. Jika digunakan untuk terapi serangan panik, maka sertralin

diberikan dengan dosis 25 mg.

Paroxetin. Paroxetin lepas cepat tersedia dalam sediaan tablet 10, 20, 30, dan 40

mg, dan sirup rasa jeruk dengan sediaan 10mg/5 ml. Pasien untuk terapi depresi

diberikan dengan dosis awal 10 atau 20 mg sekali sehari dan dapat ditingkatkan

dengan titrasi 10 mg selang satu minggu jika belum terlihat efek terapeutik setelah

pemberian 1-3 minggu. Paroxetin diminum satu kali pada malam hari, dan pada

pemberian dosis yang lebih tinggi dapat dibagi menjadi dua kali sehari. Paroxetin

sediaan lepas lambat tersedia dalam tablet 12.5, 25, dan 37.5 mg dengan dosis

awal sebesar 12.5 mg per hari untuk depresi dan 12.5 per hari untuk gangguan

panik.

Fluvoxamin. Fluvoxamin merupakan satu satunya obat SSRI yang tidak disetujui

oleh FDA. Obat ini diindikasikan untuk terapi OCD dan tersedia dalam sediaan

tablet 25, 50, dan 100 mg. Dosis efektif 50-300 mg per hari, dengan dosis awal

biasanya 50 mg per hari diberikan sebelum tidur pada minggu pertama. Pemberian

dosis di atas 100 mg dapat terbagi menjadi pemberian dua kali sehari. Fluvoxamin

6
harus ditelan bersama makanan tanpa dikunyah.

Citalopram. Citalopram tersedia dalam sediaan tablet 20 dan 40 mg, dan sirup 10

mg/5 ml. Dosis awal 20 mg per hari pada minggu pertama dan kemudian

ditingkatkan menjadi 40 mg per hari. Obat boleh diminum saat pagi maupun

malam.

Escitalopram. Escitalopram tersedia dalam sediaan tablet 10 dan 20 mg, serta

sirup 5 mg/5 ml. Dosis yang direkomendasikan adalah 10 mg/hari.

Vilazodon. Vilazodon tersedia dalam sediaan tablet 10, 20, dan 40 mg. Dosis

yang direkomendasikan adalah 40 mg sekali sehari. Terapi harus dititrasi dengan

dosis awal 10 mg/hari selama 7 hari kemudian diikuti oleh 20 mg/hari selama 7

hari setelahnya, dan ditingkatkan menjadi 40 mg/hari. Vilazodon harus diminum

bersama makanan, dan tidka direkomandasikan untuk anak-anak.

Vortioxetin. Vortioxetin tersedia dalam sediaan tablet 5, 10, 15, dan 20 mg.

Vortioxetin bekerja utamanya sebagai inhibitor reuptake serotonin tetapi memiliki

profil farmakologi yang lebih kompleks dibandingkan dengan SSRI lain. Dosis

awal yang direkomendasikan adalah 10 mg/hari yang kemudian ditingkatkan

menjadi 20 mg/hari. Dosis 5 mg/hari dapat diberikan pada pasien yang tidak bisa

mentolerir dosis tinggi.

2. SNRI (Selective Serotonin–Norepinephrine Reuptake Inhibitors)

Obat-obatan yang termasuk ke dalam golonga SNRI meliputi venlavafixin,

desvenlafaxin suksinat, duloxetine, levomilnacipran, dan milnacipran. Nama

SNRI diambil dari efek terapeutik obat-obatan golongan ini yang dicapai melalui

blockade transporter uptake serotonin dan norepinefrin. SNRI juga disebut sebagai

inhibitor reuptake dual, yag memiliki cara kerja lebih luas dibandingkan obat-

obatan golongan TCA.


7
Venlafaxin dan Desvenlafaxin. Venlafaxin dapat digunakan terutama untuk

pengobatan depresi mayor, gangguan cemas menyeluruh, gangguan ansietas

social, dan gangguan panik. Indikasi lain yaitu OCD, agoraphobia, social fobia,

GPPH, dan pasien dengan diagnosis depresi dan ketergantungan kokain.

Sedangkan desvenlavaxin hanya diindikasikan untuk depresi mayor.

Venlafaxin memiliki kemananan dan profil tolerabilitas serupa dengan obat-

obatan golongan SSRI, dengan efek samping tersering yaitu rasa mual. Efek

samping lain berupa penurunan libido dan lambat orgasme/ejakulasi, nyeri kepala,

insomnia, somnolen, mulut kering, pusing, konstipasi, asthenia, berkeringat, dan

gelisah. Terapi venlafaxine dengan dosis tinggi berkaitan dengan peningkatan

tekanan darah. Penghentian kedua obat ini juga dapat menyebabkan sindrom putus

obat, dengan gejala insomnia, somnolen, mulut kering, pusing, konstipasi,

anorexia, berkeringat, diare, dan gangguan sensori, sehingga harus di taper off

dulu secara perlahan sebelum menghentikan pengobatan. Venlafaxin

dimetabolisme di hepar oleh isoenzim CYP2D6 dan dikontraindikasikan pada

pasien yang diberikan terapi MAOI karena risiko interaksi farmakodinamik seperti

sindrom serotonin.

Venlafaxin tersedia dalam sediaan tablet 15, 37.5, 50, 75, dan 100 mg serta

kapsul ER 37.5, 75, dan 150 mg. Dosis inisial yang direkomendasikan adalah 75

mg sekali sehari, tetapi kebanyakan pasien dimulai dengan 37.5 mg/hari pada 4-7

hari pertama untuk mengurangi efek samping. Penghentian obat ini harus di taper

off terlebih dahulu selama 2-4 minggu untuk menghindari gejala putus obat. DVS

tersedia dalam sediaan tablet ER 50 mg dan 100 mg, dengan dosis terapeutik yang

disarankan adalah 50 mg sekali sehari.

Duloxetin. Duloxetin dibuat dalam bentuk kampul lepas lambat untuk

8
mengurangi efek samping mual. Duloxetin dimetabolisme oleh enzim CYP2D6

dan CYP1A2 di hepar. Duloxetin dapat diberikan sebagai terapi depresi, dan nyeri

neuropatik yang berkaitan dengan diabetes, serta inkontinensia urin stress, Efek

samping yang dari duloxetine meliputi mual (yang paling umum), mulut kering,

pusing, konstipasi, rasa lelah, penurunan nafsu makan, anorexia, somnolen, dan

berkeringat banyak. Duloxetin tidak boleh diberikan pada pasien yang

mengkonsumsi alcohol, memiliki gangguan hepar, dan penyakit ginjal kronik atau

pasien dengan glaucoma sudut sempit yang tidak terkontrol. Penghentian tiba tiba

duloxetine harus dihindari karena dapat menyebabkan gejala putus obat.

Pemberian duloxetine pada wanita hamil dan menyusui harus dihindari. Duloxetin

merupakan inhibitor enzim CYP450.

Duloxetin tersedia dalam sediaan tablet 20, 30, dan 60 mg. Dosis rekomendasi

terapeutik dan dosis maksimal obat ini adalah 60 mg/hari. Dosis 20 atau 30 mg

dapat digunakan sebagai dosis inisial atau dalam dosis terbagi dua kali sehari.

Milnacipran dan Levomilnacipran. Milnacipran merupakan satu satunya obat

yang disetujui FDA sebagai terapi fibromyalgia, meskipun di beberapa Negara

lain sudah disetujui untuk digunakan sebagai antidepresan. Dibandingkan dengan

venlafaxine, milnacipran diperkirakan lima kali lebih poten untuk inhibisi

reuptake norepinefrin daripada serotonin. Milnacipran memiliki waktu paruh 8

jam, tidak memiliki metabolit aktif dan diekskresikan di ginjal. Milnacipran

tersedia dalam sediaan tablet 12.5, 25, dan 50 mg. Rekomendasi pemberian

milnacipran sebagai berikut: 12.5 mg sekali sehari pada hari pertama, 12.5 mg dua

kali sehari pada hari kedua dan ketiga, 7.25 mg dua kali sehari pada hari keempat

sampai keenam, dan 50 mg dua kali sehari pada hari ketujuh dan seterusnya.

Levomilnacipran disetujui oleh FDA sebagai poilihan terapi untuk depresi

9
mayor pada pasien dewasa, dengan dosis 40, 80 mg, atau 120 mg dua kali sehari.

Efek samping yang dilaporkan meliputi, mual, konstipasi, hyperhidrosis,

peningkatan denyut jantung, disfungsi ereksi, takikardia, muntah, dan palpitasi.

3. BUPROPION

Bupropion merupakan obat antidepresan yang menginhibisi reuptake norepinefrin

dan dopamine. Obat ini tidak bekerja terhadap system serotonin seperti SSRI

maupun SNRI sehingga memiliki risiko efek samping disfungsi seksual dan sedasi

yang lebih rendah. Obat ini juga tidak menyebabkan gejala putus obat. Meskipun

awalnya diberikan sebagai monoterapi, tetapi sebagian besar diberikan sebagai

terapi tambahan dari obat antidepresan lain terutama golongan SSRI. Bupropion

tersedia dalam tiga bentuk sediaan, immediate release (diminum tiga kali sehari),

sustained release (diminum dua kali sehari), dan extended release (diminum satu

kali sehari). Ketiga bentuk sediaan ini memiliki kandungan aktif yang sama tetapi

berbeda pada farmakokinetik dan pemberian dosisnya. Mekanisme kerja obat

bupropion untuk efek antidepresan diduga melibatkan inhibisi reuptake dopamine

dan norepinefrin. Bupropion akan berikatan dengan transporter dopamine di otak.

Bupropion diindikasin sebagai terapi depresi, pengehentian merokok

bersamaan dengan modifikasi perilaku, gangguan bipolar, GPPH, detoksifikasi

kokain, dan gangguan gairah seksual hipoaktif. Efek samping yang paling umum

dari penggunaan bupropion adalah nyeri kepala, insomnia, mulut kering, tremor,

dan mual. Efek samping lain yang dapat terjadi juga berupa gelisah, agitasi, dan

iritabilitas, dan risiko kejang yag berkaitan dengan dosis. Pasien dengan ansietas

yang berat atau gangguan panic tidak boleh diberikan bupropion. Karena memiliki

efek dopaminergic, maka bupropion dapat menimbulkan gejala psikotik.

Bupropion dilaporkan dapat mempengaruhi farmakokinetik obat lain yaitu

10
venlafaxine (SNRI), penggunaan bersama fluoxetine pernah dilaporkan dapat

menyebabkan panic, delirium, dan kejang, kombinasi dengn litium meskipun

jarang dapat menyebabkan toksisitas SSP termasuk kejang. Bupropion juga tidak

boleh diberikan dengan MAOI karena dapat menyebabkan krisis hipertensi.

Karbamazepin dapat menurunkan konsentrasi plasma bupropion dan bupropion

dapat meningkatkan konsentrasi plasma asam valproate. Bupropion memiliki efek

inhibisi yang signifikan terhadap CYP2D6.

Bupropion IR tersedia dalam sediaan tablet 75, 100, dan 150 mg. Bupropion

SR tersedia dalam sediaan tablet 100, 150, 200, dan 300 mg. Bupropion ER

tersedia dalam sediaan tablet 150 dan 300 mg. Dosis inisial untuk bupropion IR

pada pasien dewasa dengan depresi adalah 75 mg dua kali sehari, dan pada hari

keempat dapat ditingkatkan menjadi 100 mg tiga kali sehari. Dosis yang

direkomendasikan adalah 300 mg/hari, dengan dosis maksimal 450 mg/hari yang

diberikan 3x150 mg. Bupropion SR memiliki dosis maksimal 400 mg dengan

pemberian dua kali sehari, dengan dosisi inisial 100 mg sekali sehari. Dosis untuk

penghentian merokok dimulai dengan dosis 150 mg bupropion IR selama 10-14

hari sebelum berhenti merokok. Pada hari keempat dosis dinaikan menjadi 150

mg dua kali sehari dengan lama pengobatan selama 7-12 minggu.

4. MIRTAZAPIN

Mirtazapin merupakan obat yang unik diantara antidepresan yang lain yang

meningkatkan norefineprin dan serotonin melalui blockade reaktif (seperti

trisiklik dan SSRI) atau melalui inhibisi monoamine oksidase (seperti MAOI).

Mirtazapin mampu mengurangi gejala mual dan diare melalui efek terhadap

reseptor serotonin 5HT3. Mirtazapin bekerja sebagai antagonis reseptor

presinaptik alfa adrenergic sentral dan blockade reseptor post sinaptik 5HT2 dan
11
5HT3. Mirtazapin juga merupakan antagonis poten terhadap reseptor histamine

H1 dan reseptor alfa adrenergic dan muskarinik-kolinergik.

Mirtazapin efektif sebagai terapi depresi, dan dengan efek sedasinya cocok

untuk pasien dengan insomnia yang berat. Mirtazapin terutama diberikan pada

pasien usia lanjut dengan depresi, dan populasi pasien depresi yang menjalani

kemoterapi. Mirtazapin tidak memiliki interaksi farmakokinetik yang signifikan

dengan antidepresan lain dan biasanya dikombinasikan dengan SSRI atau

venlafaxine untuk mengurangi efek samping mual, agitasi, dan insomnia. Efek

samping paling umum dari penggunaan mirtazapine adalah somnolen sehingga

harus hati hati jika diberikan pada pasien yang akan mengemudi atau

mengoperasikan mesin mesin berbahaya, sehingga. Untuk alasan yang sama pula,

mirtazapin direkomendasikan untuk diberikan sebelum tidur Efek samping lain

yang dilaporkan adalah mulut kering, peningkatan nafsu makan, konstipasi,

peningkatan berat badan, pusing, myalgia, dan mimpi buruk. Mirtazapin dapat

meningkatkan potensi sedasi alcohol dan benzodiazepine, dan tidak boleh

diberikan bersamaan dengan MAOI.

Mirtazapin tersedia dalam sediaan tablet 15, 30, dan 45 mg. Jika pasien tidak

berespon terhadap pemberian 15 mg sebelum tidur maka dapat ditingkatkan

dosisnya hingga dosis maksimal 45 mg sebelum tidur.

5. NEFAZODON DAN TRAZODON

Nefazodon dan trazodon merupakan kedua obat yang strukturnya berkaitan dan

dapat digunakan sebagai terapi depresi. Nefazodon memiliki waktu paruh 2-4 jam.

Suatu metabolit nefazodon yaitu meta-klorofenilpiperazin memiliki efek

serotonergic sehingga menyebabkan migraine, cemas, dan penurunan berat badan.

Nefazodon berperan sebagai antidepresan dan anticemas melalui mekanisme

12
antagonis terhadap reseptor serotonin 5HTA. Nefazodon juga merupakan

antagonis lemah terhadap reseptor alfa1 adrenergik dan inhibisi terhadap reuptake

norepinefrin. Nefazodon efektif dalam dosis 300-600 mg per hari dan memiliki

risiko yang lebih rendah untuk menyebabkan inhibisi orgasme dan disfungsi

seksual. Meskipun efektif sebagai anticemas, nefazodon tidak bermanfaat sebagai

terapi OCD. Nefazodon juga diberikan pada pasien dengan PTSD dan sindrom

fatig kronik. Obat ini dapat menjadi pilihan bagi pasien yang resisten pada

pemberian antidepresan lain. Efek samping yang tidak diinginkan pada pemberian

nefazodon meliputi sedasi, mual, pusing, insomnia, kelemahan, agitasi, dan

gangguan fungsi hepar. Nefazodon tidak boleh diberikan bersamaan dengan

MAOI dan memiliki interaksi dengan triazolobenzodiazepin triazolam dan

alprazolam. Nefazodon dapat memperlambat metabolism digoxin dan

haloperiodol, sehingga dosis kedua obat ini harus diturunkan jika diminum

bersamaan dengan nefazodon. Nefazodon juga dapat mengeksaserbasi efek

samping litium karbonat.

Nefazodon tersedia dalam sediaan tablet 50, 100, 150, 200, dan 250 mg.

Dosis awal yang direkomendasikan yaitu 100 mg dua keali sehari, tetapi dosis 50

mg dua kali sehari juga dapat ditoleransi terutama pada pasien lanjut usia. Dosis

awal kemudian ditingkatkan perlahan menjadi 200-300 mg/hari dengan interval

kurang dari seminggu. Beberapa penelitian merekomendasikan pemberian satu

hari sekali saat malam hari sebelum tidur. Sama seperti antidepresan lain, efek

terapeutik nefazodon baru terlihat setelah pengobatan selama 2-4 minggu. Pasien

dengan sindrom premenstruasi dapat diberikan dosis 250 mg/hari.

Trazodon memiliki waktu paruh 5-9 jam, dimetabolisme di hepar, dan 75%

dari metabolitnya diekskresikan di urin. Trazodon merupakan inhibitor lemah

13
reuptake serotonin dan antagonis yang poten terhadap reseptor serotonin 5HT2A

dan 5HT2C. Sama seperti nefazodon, metabolit trazodon yaitu meta-

klorofenilpiperazin memiliki efek serotonergic sehingga menyebabkan migraine,

cemas, dan penurunan berat badan. Indikasi utama pemberian trazodon adalah

sebagai terapi depresi mayor dan merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi

insomnia. Penggunaan trazodon memiliki risiko priapismus sehingga dapat

diberikan sebagai terapi gangguan ereksi. Indikasi lain dapat digunakan untuk

mengendalikan agitasi yang berat pada anak anak dengan gangguan

perkembangan dan pasien lansia dengan demensi dalam dosis rendah (50

mg/hari), gangguan cemas menyeluruh pada dosis 250 mg/hari, dan mengatasi

insomnia serta mimpi buruk pada pasien PTSD.

Efek samping paling umum pada pemberian trazodon adalah efek sedasi,

hipotensi ortostatik yang dialami 4-6 jam setelah meminum obat, pusing, nyeri

kepala, dan mual. Beberapa pasien mengeluhkan efek samping mulut kering atau

iritasi lambung. Penggunaan trazodon dikontraindikasikan pada wanita hamil dan

menyusui, dan harus diberikan secara hati hati pada pasien dengan ganggual hepar

dan ginjal. Trazodon meningkatkan potensi efek depresan SSP dari obat obatan

lain, dan dapat meningkatkan kadar digoxin dan fenitoin. Trazodon tersedia dalam

sediaan tablet 50, 100, 150, dan 300 mg, dengan dosis awal 50 mg/hari sebelum

tidur dan dinaikkan 50 mg setiap 3 hari jika tidak ada gangguan terkait sedasi dan

hipotensi ortostatik. Dosis terapeutik trazodon berkisar antara 200-600 mg dalam

dosis terbagi, dan dosis 300-600 mg merupakan rentang dosis terpeutik maksimal.

6. TRISIKLIK DAN TETRASIKLIK

Obat-obatan yang masuk ke dalam golongan trisiklik dan tetrasiklik meliputi

imipramin, desipramin, trimipramin, amitriptilin, nortriptilin, protriptilin,

14
amoxapin, doxepin, maprotilin, dan klomipramin. Imipramin, obat golongan

trisiklik pertama yang digunakan sebagai antidepresan bekerja melalui blockade

reuptake norepinefrin. Meskipun dapat menimbulkan beberapa efek samping yang

tidak disukai, efek antidepresan kedua golongan obat ini masih dinilai unggul

dibandingkan golongan obat lain.

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

TCA memiliki waktu paruh yang bervariasi, berkisar antara 10-70 jam, dengan

kadar puncak plasma selama 2-8 jam. TCA dimetabolisme di hepar dengan

system enzim CYP450 dan interaksi dengan obat lain umumnya terjadi. TCA

menghambat lokasi transporter untuk norepinefrin dan serotonin sehingga mampu

meningkatkan konsentrasi sinaptik dari kedua neurotransmitter ini. Efek sekunder

TCA berupa antagonism terhadap asetil kolin muskarinik, histamine H1, dan

reseptor alfa 1 dan 2 adrenergik.

Indikasi Terapeutik

Indikasi pemberian TCA mirip dengan SSRI, sehingga TCA banyak digantikan

oleh TCA, tetapi TCA dapat menjadi pilihan terapi pada beberapa pasien yang

tidak bisa mentolerir efek samping SSRI. Indikasi tersebut meliputi depresi

mayor, gangguan panic dengan agoraphobia, gangguan cemas menyeluruh, OCD,

nyeri neuropatik kronis dan profilaksis nyeri kepala migraine. Imipramin dapat

digunakan untuk terapi enuresis pada anak anak, doxepin dapat diberikan untuk

penyakit ulkus peptikum melalui efek antihistaminergiknya, Klomipramin juga

dapat digunakan untuk mengobati ejakulasi dini, gangguan gerak, dan perialku

kompulsif pada anak dengan autism. Tetapi karena penggunaan TCA dilaporkan

menyebabkan kematian mendadak pada beberapa anak dan remaja, maka

penggunaan TCA pada anak dan remaj asudah tidak lagi direkomendasikan.

15
Indikasi lain seperti narkolepsi, mimpi buruk, PTSD, GPPH, gangguan tidur

berjalan, gangguan cemas perpisahan, dan sleep terror.

Efek samping dan hal hal yang perlu diperhatikan

Efek samping TCA meliputi gangguan psikiatri yang dapat memicu mania dan

hipomania dan mengeksaserbasi gangguan psikotik pada beberapa pasien, efek

antikolinergik yang tinggi dalam konsentrasi plasma dapat menyebabkan kondisi

delirium terutama terjadi pada pasien lansia, mulut kering, konstipasi, penglihatan

kabur, dan retensi urin, takikardia, pemanjangan interval QT, flattened gelombang

T, dan depresi segmen ST, sedasi, efek neurologis seperti tremor, parestesi,

gangguan bicara, ataxia, dan peroneal palsy, ruam eksantem, peningkatan

konsentrasi serum transaminase, peningkatan berat badan, mual, muntah, dan

hepatitis. Efek samping otonom lain meliputi hipotensi ortostatik, keringat

berlebih, palpitasi, dan peningkatan tekanan darah. Penggunaan TCA pada ibu

hamil dapat menimbulkan gejala putus obat pada neonatus karena TCA melewati

plasenta, menimbulkan gejala takipneu, sianosis, iritabilitas, dan reflex sucking

yang buruk pada neonatus. TCA juga diekskresikan di ASI sehingga

penggunaannya harus diperhatikan, serupa pada penggunaan untuk pasien dengan

gagal ginjal atau hepar.

Interaksi Obat

TCA tidak boleh diberikan bersamaan dengan MAOI. TCA menghambat efek

terapeutik dari obat anti hipertensi, sedangkan jika diberikan bersamaan dengan

obat obat antiaritmia seperti quinidine akan meningkatkan efek antiaritmiknya.

TCA juga berinteraksi dengan antagonis reseptor dopamine, depressan SSP, agen

simpatomimetik, kontraseptif oral, dan banyak obat-obatan lain.

16
Dosis dan Pedoman Klinis

Tabel 1. Sediaan TCA

Pasien yang akan memulai pengobatan dengan TCA harus melakukan pemeriksan

fisik dan laboratorium rutin, termasuk pemeriksaan EKG. Pemberian TCA

dikonttraindikasikan pada pasien dengan QTc yang lebih dari 450 ms. Terapi

TCA harus dimulai dengan dosis yang rendah kemudian dinaikkan secara gradual.

Pasien pada kelompok usia lanjut dan anak-anak lebih rentan mengalami efek

samping TCA dibandingkan kelompok usia dewasa muda sehingga pemberiannya

harus diawasi dengan ketat. Semua obat TCA harus dimulai dengan dosis awal 25

mg/hari kecuali protriptilin (15 mg). Dosis teraputik bervariasi tergantung masing

masing obat dengan kisaran 50-400 mg dengan dosis rata rata 150 mg/hari.

Pemberian dengan dosis terbagi dapat mengurangi keparahan efek samping,

meskipun disarankan untuk diminum sebelum tidur jika obat yang digunakan

adalah obat dengan potensi sedasi yang kuat seperti amitriptilin. Penghentian TCA

harus dilakukan dengan taper off secara perlahan untuk menghindari hipomania

dan sindrom rebound kolinergik dengan gejala mual, nyeri perut, berkeringat,

nyeri kepala, nyeri leher, dan muntah. Pemeriksaan untuk menentukan kadar
17
konsentrasi plasma harus dilakukan setelah pengobatan selama 5-7 hari untuk

melihat dosis efektif, kepatuhan pasiden, dan menilai kegagalan pengobatan.

Overdosis TCA dapat berakibat fatal, sehingga tidak boleh diresepkan untuk

penggunaan lebih dari 1 minggu terutama pada pasien dengan risiko bunuh diri.

Amoxapin merupakan obat yang memiliki risiko paling tinggi menyebabkan

kematian jika terjadi overdosis. Gejala overdosis TCA meliputi agitasi, delirium,

kejang, reflex hiperaktif, paralisis bowel dan bladder, disregulasi tekanan darah

dan suhu, dan midriasis. Pasien kemudian berlanjut menjadi koma hingga depresi

nafas dan berujung pada kematian.

7. MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitors)

MAOI merupakan golongan antidepresan pertama yang ditemukan. Meskipun

efektif sebagai antidepresan, tetapi efek letal hipertensi dan keharusan restriktif

diet menyebabkan obat golongan ini tidak lagi dijadikan sebagai terapi lini

pertama. Saat ini MAOI hanya diberikan pada kasus-kasus yang resisten terhadap

pengobatan dengan agen lain. MAOI yang tersedia saat ini adalah fenelzin,

isokarboksid, tranilsipromin, rasagilin, moklobemid, dan selegilin.

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Fenelzin, isokarboksid, dan tranilsipromin langsung diabsorpsi setelah diminum

dan mencapai konsentrasi puncak di plasma setelah 2 jam. Meskipun waktu

paruhnya di plasma selama 2-3 jam, waktu paruh di jaringan jauh lebih lama

hingga 2 minggu pada agen MAOI yang irreversible. MAOI reversible (RIMA)

seperti moklobemid memiliki waktu paruh 0.5-3.5 jam dan tidak bertahan lama

seperti agen MAOI irreversible. Enzim monoamin oksidasi ditemukan pada

membrane luar mitokondria, dimana enzim tersebut mendegradasi

neurotransmitter mnoamin seperti norepinefrin, serotonin, dopamine, epinefrin,


18
dan tiramin. MAOI bekerja pada SSP, sistem saraf simpatis, hepar, dan saluran

cerna. Terdapat dua jenis MAO, yaitu MAO A dan MAO B, dimana MAO A

utamanya memetabolisme norepinefrin, serotonin, dan epinefrin, sedangkan MAO

B memetabolisme dopamine dan tiramin.

Indikasi Terapeutik

MAOI digunakan untuk mengobati depresi, dan dikatakan lebih efektif

dibandingkan TCA untuk terapi gangguan bipolar. Pasien dengan gangguan panik,

fobia social, bulimia nervosa, PTSD, nyeri angina, nyeri wajah atipikal, migraine,

GPPH, hipotensi ortostatik idiopatik, dan depresi yang terkait dengan cedera

kepala traumatik juga berespon pada pemberian MAOI

Efek samping dan hal hal yang perlu diperhatikan

Efek samping yang paling umum dari penggunaan MAOI adalah hipotensi

ortostatik, insomnia, peningkatan berat badan, edema, dan gangguan seksual.

Parestesia, myoclonus, dan nyeri otot juga dilaporkan terjadi pada pasien yang

diobati dengan MAOI. Pemberian MAOI harus diperhatikan pada pasien dengan

gangguan ginjal, jantung, atau hipertiroidisme. MAOI dikontraindikasikan pada

wanita hamil dan menyusui.

Efek samping yang paling mengkhawatirkan dari penggunaan MAOI adalah

krisis hipertensi yang diinduksi oleh tiramin. Makanan yang mengandung tiramin

seperti keju, ikan, minuman beralkohol harus dihindari sampai 2 minggu setelah

dosis terakhir yang diminum. Penghentian MAOI harus ditaper off secara

perlahan selama beberapa minggu untuk mencegah gejala putus obat. Overdosis

MAOI ditandai dengan agitasi yang berlanjut kepada koma dengan hipertemi,

hipertensi, takipneu, takikardi, midriasis, dan reflex hiperaktif. Gejala ini muncul

setelah 1-6 jam overdosis.

19
Interaksi obat

Obat-obatan golongan MAOI dapat berinteraksi dengan banyak obat lain dan tidak

boelh diberikan bersamaan dengan obat antidepresan lain terutama obat obatan

serotonergik karena dapat memicu sindrom serotonin. Reaksi fatal dapat terjadi

jika MAOI diminum dengan meperidin atau fentanyl. Jika akan mengubah jenis

obat antidepresan dari MAOI, maka pasien tersebut harus menunggu setidaknya

14 hari (5 minggu jika akan menggunakan fluoxetin) sebelum memulai obat

golongan lain untuk menghindari interaksi obat. Obat obatan MAOI memiliki

dosis terapeutik yang bervariasi dari 0.5-60 mg/hari untuk MAOI irreversible dan

300-600 mg/hari untuk RIMA.

8. PREPARAT HORMON TIROID

Preparat hormon tiroid seperti levotiroksin dan liotironin dapat digunakan sebagai

antidepressan, tetapi banyak ahli tidak menyetujui penggunaan preparat hormon

tiroid sebagai antidepresan karena risiko osteoporosis dan aritmia. Mekanisme

hormon tiroid sebagai agen antidepresan masih belum diketahui dengan jelas,

tetapi diduga karena hormon tiroid berikatan dengan reseptor intraselular yang

meregulasi transkripsi berbagai gen untuk pembentukan neurotransmitter.

Preparat hormon tiroid digunakan sebagai terapi adjuvant dan bukan merupakan

terapi lini pertama untuk depresi. Dosis liotironin yang direkomendasikan adalah

25-50 mikrogram/hari sebagai terapi adjuvant TCA. Efek samping pemberian

preparat hormon tiroid adalah nyeri kepala transien, penurunan berat badan,

palpitasi, gelisah, diare, kram abdomen, berkeringat, takikardi, peningkatan

tekanan darah, tremor, dan insomnia. Osteoporosis dapat terjadi pada penggunaan

jangka panjang. Preparat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit

jantung, angina, hipertensi, tirotoksikosis, dan insufisiensi adrenal yang tidak

20
terkontrol. Preparat hormon tiroid aman diberikan pada wanita hamil dan

menyusui.

Hormon tiroid dapat meningkatkan potensi efek warfarin dan antikoagulan

lain. Hormon tiroid tidak boleh diberikan bersama agen simpatomimetik,

ketamine, dan maprotilin. Liotironin tersedia dalam sediaan tablet 5, 25, dan 50

mikrogram. Levotrioksin tersedia dalam sediaan tablet 12.5-, 25-, 50-, 75-, 88-,

100-, 112-, 125-, 150-, 175-, 200-, dan 300-μg, serta tersedia dalam sediaan

parenteral 200 dan 500 mikrogram. Jika pemberian liotironin sukses, maka

diteruskan selama 2 bulan dan kemudian di taper off 12.5 mikrogram per hari

selama 3-7 hari.

9. AGEN ANTIDEPRESAN BARU

Terdapat beberapa agen antidepresan baru yang telah disetujui untuk digunakan,

seperti antagonis reseptor NMDA (ketamine) dan modulator allosteric GABA A

(brexanolon). Ketamin merupakan agen anestetik yang jika diberikan pada dosis

yang lebih rendah dibandingkan dosis anestetik akan menimbulkan efek

antidepresif segera. Obat yang menyerupai ketamine adalah esktamin. Brexanolon

merupakan obat baru yang disetujui di AS pasa tahun 2019 yang terutama

diberikan untuk pengobatan depresi postpartum. Obat ini merupakan agen

neurosteroid yang memodulasi secara positif reseptor GABAA. Sama seperti

ketamine, obat ini dapat menimbulkan efek antideoresif segera, biasanya 2-3 hari

setelah pemberian. Kekurangan dari obat ini, adapun, adalah penggunaan jangka

panjang yang belum diketahui dan harganya yang mahal.

21

Anda mungkin juga menyukai