Anda di halaman 1dari 25

Referat

GANGGUAN AUTISME

Oleh :

Arina Huda, S.Ked

1930912320088

Pembimbing

dr. Noorsifa,M.Sc, Sp.KJ

BAGIAN/KSM ILMU KEDOKTERAN JIWA

FK ULM-RSJIWA SAMBANG LIHUM

BANJARMASIN

September, 2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3

BAB III PENUTUP ................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 17

ii
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I

PENDAHULUAN

Tingginya kasus gangguan kejiwaan di seluruh dunia menjadi perhatian

khusus para pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan kesehatan

mental. Lebih dari 19 juta penduduk usia diatas 15 tahun terkena gangguan mental

emosional, lebih dari 12 juta orang berusia diatas 15 tahun diperkirakan telah

mengalami depresi. Sedangkan, WHO (2010) menyebutkan angka bunuh diri di

Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8% per 100.000 jiwa.1

Dalam PPDGJ, gangguan kebiasaan dan impuls termasuk kedalam F63 yang

terdiri dari : F63.0 Judi Patologis; F63.1 Bakar Patologois (piromania); F63.2

Curi patologis (kleptomania); F63.3 Trikotilomania; F.36.8 Gangguan kebiasaan

dan impuls lainnya; dan F63.9 Gangguan kebiasaan dan impuls YTT.2

Kategori ini meliputi gangguan perilaku tertentu yang tidak terrnasuk

dalam rubrik lain. Gangguan ditandai oleh tindakan berulang yang tidak

mempunyai motivasi rasional yang jelas, serta yang umurnnya merugikan

kepentingnan penderita sendiri dan orang lain (maladaptif). Penderita melaporkan

bahwa perilakunya berkaitan dengan impuls untuk bertindak yang tidak dapat

dikendalikan.Terdapat periode prodromal berupa ketegangan dengan rasa lega

pada saat terjadinya tindakan tersebut. Gangguan ini tidak termasuk: kebiasaan

memakai alkohol atau zat psikoaktif yang berlebihan (F10-F19), gangguan

kebiasaan dan impuls mengenai seksual (F65.-) atau perilaku makan (F52.-)

(buhan sekunder terhadap sindrom gangguan jiwa lain).2

1
Universitas Lambung Mangkurat
World Federation of Mental Health (WFMH) sebagai bagian dari World

Health Organization (WHO) menyatakan bahwa masalah kesehatan mental tidak

lagi dilihat secara individual, namun harus diintervensi dalam skala makro/sistem.

Oleh karena itu, pengetahuan praktis mengenai kesehatan mental selayaknya juga

dipahami oleh masyarakat. Berikut pada tinjauan pustaka kali ini akan dibahas

mengenai gangguan kebiasaan dan impuls.

2
Universitas Lambung Mangkurat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Judi Patologis

Judi patologis ditandai dengan adanya kebutuhan untuk mempertaruhkan

uang dalam jumlah uang uang yang semakin banyak dari waktu ke waktu dan

timbul gejala gelisah ketika berusaha berhenti. Saat ini perilaku tersebut

diperkirakan menimpa 3- 5 persen warga Amerika dewasa.3

Gambaran yang esensial dari gangguan ini adalah berjudi secara berulang

yang menetap (persistently repeated gantbling), yang berlanjut dan seringkali

meningkat meskipun ada konsekuensi sosial yang merugikan seperti menjadi

miskin, hubungan dalam keluarga terganggu, dan kekacauan kehidupan pribadi.

Judi patologis harus dibedakan dari:2

(a) Judi dan taruhan untuk kesenangan atau sebagai upaya mendapatkan uang;

orang ini dapat menahan diri apabila kalah banyak atau ada efek lain yang

merugikan.

(b) Judi berlebihan oleh penderita gangguan manik (F30 );

(c) Judi pada kepribadian dissosial (F60.2); (disini terdapat lebih banyak

gangguan dalam perilaku sosial lain yang menetap, terlihat pada tindakan-

tindakan agresif atau cara-cara lain yang menunjukkan sangat kurang peduli

terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain)2

3
Universitas Lambung Mangkurat
B. Bakar Patologis (piromania )

C. Gangguan pengendalian
impuls yang mlibatkan
adanya dorongan yang
tidak dapat
D.ditolak untuk melibatkan
pembakaran. Polanya sama
dengan kleptomania
dimana
E. muncul perasaan puas
atau lega saat api mulai
membakar.
F. Gangguan pengendalian
impuls yang mlibatkan
adanya dorongan yang
tidak dapat

4
Universitas Lambung Mangkurat
G.ditolak untuk melibatkan
pembakaran. Polanya sama
dengan kleptomania
dimana
H.muncul perasaan puas
atau lega saat api mulai
membakar.
I. Gangguan pengendalian
impuls yang mlibatkan
adanya dorongan yang
tidak dapat
J. ditolak untuk melibatkan
pembakaran. Polanya sama
dengan kleptomania
dimana

5
Universitas Lambung Mangkurat
K.muncul perasaan puas
atau lega saat api mulai
membakar.
Gangguan pengendalian impuls yang mlibatkan adanya dorongan yang

tidak dapatditolak untuk melibatkan pembakaran. Polanya sama dengan

kleptomania dimana muncul perasaan puas atau lega saat api mulai membakar.2

Gambaran yang esensial dari gangguan ini adalah:

(a) berulang-ulang melakukan pembakaran tanpa motif yang jelas, misalnya motif

untuk mendapatkan uang, balas clendam, atau alasan politis;

(b) sangat tertarik menonton peristiwa kebakaran; dan

(c) perasaan tegang meningkat sebelum melakukan, dan sangat terangsang

(intense excitement) segera setelah berhasil dilaksanakan

Bakar patologis harus dibedakan dari:2

(a) sengaja melakukan pembakaran tanpa gangguan jiwa yang nyata (dalam kasus

demikian motif-nya jelas);

(b) pembakaran oleh anak muda dengan gangguan tingkah laku (F91.1), dimana

didapatkan gangguan perilaku lain seperti mencuri, agresi, atau membolos

sekolah;

(c) pembakaran oleh orang dewasa dengan gangguan kepribadian dissosial

(F60.2), dimana didapatkan gangguan perilaku sosial lain yang menetap seperti

agresi, atau indikasi lain perihal kurangnya peduli terhadap minat dan perasaan

orang lain;

6
Universitas Lambung Mangkurat
(d) pembakaran pada skizofrenia (F20.-), dimana kebakaran adalah khas

ditimbulkan sebagai respons terhadap ide-ide waham atau perintah dari suara

halusinasi;

(e) pembakaran pada gangguan mental organik (F00-F09), dimana kebakaran

ditimbulkan karena kecelakaan akibat adanya kebingungan (confusion),

kurangnya daya ingat, atau kurangrrya kesadaran akan konsekuensi dari

tindakannya, atau campuran dari faktorfaktor tersebut.2

C. Curi Patologis (Kleptomania)

1. Definisi

Kleptomania (curi patologis) merupakan salah satu gangguan kejiwaan

yang ditandai dengan perilaku mencuri berulang. Perilaku tersebut disertai dengan

keinginan kuat yang tidak dapat dikendalikan. Umumnya barang yang dicuri

tersebut tidak berharga dan tidak diperlukan secara pribadi oleh pelaku. Barang

curian itu kemudian dibuang, diberikan kepada orang lain, dikembalikan secara

diam-diam atau dikumpulkan. Sebelum melakukan aksi mencuri, pelaku

merasakan peningkatan ketegangan dan merasakan kepuasan setelahnya.2

Istilah kleptomania dikenalkan oleh psikiatri dari Perancis yang bernama

Esquirol dan Mark pada abad ke-19.4 Kleptomania memiliki dampak psikososial

seperti penurunan kualitas hidup dan memiliki konsekuensi hukum.5

Kleptomania juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang

menolak dorongan berulang untuk mencuri barang-barang yang sebenarnya tidak

diperlukan untuk keperluan pribadi atau yang dicuri bukankarena nilai uangnya.

7
Universitas Lambung Mangkurat
Tindakannya mengikuti pola tertentu yaitu merasakan ketegangan sebelum

mencuri atau diikuti rasa puas atau lega saat pencurian dilakukan.6

2. Epidemiologi

Belum ada data pasti mengenai jumlah penderita kleptomania di

Indonesia dan di dunia. Hal ini disebabkan karena seringkali penderita

menyembunyikan kondisinya dan baru meminta pertolongan saat berurusan

dengan hukum. Di Amerika Serikat, lembaga survey epidemiologi menunjukkan

prevalensi pencurian sekitar 11,3% dan diduga prevalensi kleptomania pada

populasi pencuri tersebut sekitar 3,8 sampai 24%.7 Sebuah studi yang dilakukan

pada 791 siswa di Amerika Serikat menunjukkan terdapat 3 orang (0,38%) yang

memenuhi kriteria kleptomania.8 Dari beberapa studi menunjukkan mayoritas

penderita kleptomania adalah perempuan dengan perbandingan pelaku perempuan

dan pria 3:1.5,9 Rata-rata usia pelaku adalah usia dewasa muda (30-an), tetapi

terdapat laporan onset prilaku mencuri mulai muncul pada usia paling muda yaitu

4 tahun dan paling tua 77 tahun.10

3. Gejala Klinis

Gambaran yang esensial dari gangguan ini adalah:2

a) adanya peningkatan rasa tegang sebelum, dan rasa puas selama dan segera

sesudahnya, melakukan tindakan pencurian;

b) meskipun upaya untuk menyembunyikan biasanya dilakukan, tetapi tidak

setiap kesempatan yang ada digunakan;

8
Universitas Lambung Mangkurat
c) pencurian biasanya dilakukan sendiri (solitary act), tidak bersama-sama

dengan pembantunya;

d) individu mungkin tampak cemas, murung dan rasa bersalah pada waktu di

antara episode pencurian, tetapi hal ini tidak mencegahnya mengulangi

perbuatan tersebut.

Curi patologis harus dibedakan dari:2

a) pencurian berulang di toko tanpa gangguan jiwa yang nyata, dimana

perbuatannya direncanakan dengan lebih hati-hati dan terdapat motif

keuntungan pribadi yang jelas;

b) gangguan mental organik (F00-F09), dimana berulang kali gagal untuk

membayar barang belanjaan sebagai konsekuensi berkurangnya daya ingat

dan kemerosotan fungsi intelektual lain;

c) gangguan depresif dengan pencurian (F30-F33); beberapa penderita

depresi melakukan pencurian dan mungkin akan tetap mengulanginya

selama gangguan depresif masih ada.2

Kriteria diagnostik untuk kleptomania berdasarkan American Psychiatric

Association Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders diantaranya

adalah prilaku mencuri barang berulang dimana penderita tidak mampu untuk

mengendalikan keinginan tersebut. Barang yang dicuri biasanya tidak diperlukan

oleh pasien dan bukan untuk dijual. Penderita merasakan peningkatan ketegangan

sebelum melakukan aksinya dan merasakan kepuasan setelah berhasil melakukan

aksinya. Tindakan mencuri bukan untuk mengekspresikan kemarahan atau balas

dendam dan bukan merupakan respon dari halusinasi atau delusi. 2,11 Walaupun ada

9
Universitas Lambung Mangkurat
perasaan kepuasan dan kesenangan setelah melakukan aksinya, penderita juga

dapat mengalami perasaan bersalah atau depresi sesaat setelahnya.5

Kleptomania harus dibedakan dengan tindakan pencurian biasa. Pada

kleptomania, pencurian tidak direncanakan sebelumnya dan bukan untuk

memenuhi kebutuhan ekonomi yang kurang. Penderita kleptomania memilih

mencuri pada akses yang mudah dan target yang acak, serta mencuri benda yang

tidak berharga seperti pakaian, dan kaos kaki. Hal ini sangat berbeda dengan

pencuri lain (yang bukan kleptomania) yang membuat strategi terlebih dahulu

untuk mengambil barang yang berharga.12 Ketika penderita ditanya alasan

mengapa mencuri, maka penderita menjawab “saya tidak tahu”. Penderita tidak

dapat menjelaskan tujuan dan alasan mengapa ia melakukan pencurian. Ketika

ditangkap dan ketahuan aksinya, penderita akan mengakui bahwa dia benar-benar

melakukan pencurian. Penderita dengan kleptomania umumnya mempunyai hidup

yang layak dan kondisi keuangan yang stabil. Bahkan beberapa adalah selebriti,

mempunyai ijazah akademik yang tinggi dan status sosial yang tinggi.13

Kleptomania dapat berhubungan dengan gangguan kejiwaan lainnya

seperti depresi,14 kecanduan alcohol,15 gangguan kecemasan16 dan gangguan

obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder / OCD).17 Kleptomania

memiliki kesamaan gejala dengan adiksi seperti adanya tekanan yang kuat

sebelum keinginan tersebut dicapai, penurunan keinginan segera sesaat setelah

aksi dilakukan, adanya jeda waktu (jam, hari atau minggu) terhadap munculnya

keinginan melakukan aksi pencurian berulang, serta terdapat perasaan senang

setelah melakukan aksinya.18 Kleptomania juga dapat berkaitan dengan perubahan

10
Universitas Lambung Mangkurat
mood. Penderita kleptomania sering melaporkan gejala tersebut memburuk saat

mereka mengalami depresi. Kleptomania dapat menjadi manifestasi hipomania

atau mania pada penderita gangguan bipolar.19

Kleptomania harus dibedakan dari pencurian berulang tanpa manifestasi

gangguan psikiatrik yang direncanakan dengan lebih hati-hati serta untuk

mendapatkan keuntungan pribadi (Z03.2.), gangguan mental organik seperti

gangguan ingatan yang menyebabkan penderita lupa membayar barang belanjaan

(F00 – F09) serta pencurian yang disebabkan gangguan depresi (F30 – F33).2

Terdapat beberapa alat bantu untuk penegakkan diagnosis kleptomania

diantaranya adalah Yale Brown Obsessive Compulsive Scale Modified for

Kleptomania (K-YBOCS) dan Kleptomania Symptom Asessment Scale (K-SAS).

K-YBOSC merupakan alat ukur keparahan gejala kleptomania selama 7 hari

terakhir yang terdiri dari 10 poin mengenai pemikiran dan prilaku penderita.

Setiap poin memiliki skala 0 – 4 yang dinilai oleh klinisi. 20 Sedangkan K-SAS

memiliki 11 poin penilaian yang dapat dinilai oleh pasien sendiri yang terdiri dari

keinginan, pemikiran dan prilaku pasien selama 7 hari terakhir.5

4. Patofisiologi

Penyebab terjadinya kleptomania masih belum dipahami sampai saat ini.

Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya kleptomania diantaranya adalah teori

psikoanalitik dan teori psikoseksual. Teori psikoanalitik menghubungkan

kleptomania dengan trauma masa lalu dan mencuri merupakan simbol kehilangan

masa kecil. Teori psikoseksual menghubungkan antara kleptomania dengan

represi dan supresi seksual. 21

11
Universitas Lambung Mangkurat
Beberapa hipotesis terjadinya kleptomania yang berkaitan dengan

neurobiologis diantaranya adalah penurunan integritas white matter pada regio

frontal inferior sehingga mengganggu jalur regio limbik ke thalamus dan regio

prefrontal, gangguan transporter serotonin22 dan kerusakan sirkuit orbitofronto-

subkortikal.23 Terdapat dua laporan kasus yang menunjukkan terjadinya gejala

kleptomania setelah trauma kepala yang diduga disebabkan oleh defisit perfusi

lobus temporal.24

5. Tatalaksana

a) Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI)

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) merupakan golongan

antidepresan yang bekerja dengan meningkatkan level serotonin di otak. Serotonin

merupakan neurotransmitter yang berperan dalam memperbaiki mood,

meningkatkan nafsu makan dan membantu regulasi siklus sirkadian tubuh. Obat

golongan SSRI meningkatkan level serotonin di tubuh dengan cara mencegah sel

saraf melakukan re-uptake serotonin. Obat golongan SSRI yang pernah digunakan

untuk terapi tunggal kleptomania diantaranya adalah fluoxetine, fluvoxamine dan

paroxetine.25 Walaupun begitu masih belum ada studi terkontrol mengenai

efektivitas obat ini. Terdapat beberapa laporan kasus yang menunjukkan

fluoxetine gagal mengurangi gejala kleptomania, bahkan gejala kleptomania

dilaporkan justru meningkat pada tiga pasien yang diterapi dengan obat golongan

SSRI.26

b) Naltrexon

12
Universitas Lambung Mangkurat
Naltrexon merupakan terapi medikasi terhadap adiksi alcohol yang telah

disetujui oleh badan pengawasan obat dan makanan Amerika Serikat (FDA).

Naltrexon bekerja mengurangi kecanduan alkohol dengan cara menghambat

pelepasan dopamine pusat yang dimediasi oleh opioid. Obat dapat diberikan

secara per oral sekali sehari dengan dosis 50 mg/hari maupun dengan injeksi

sebulan sekali (rentang dosis 50 – 150 mg).27 Pemberian Naltrexon dapat

mengurangi keinginan untuk mengkonsumsi alkohol. Karena kleptomania

memiliki kesamaan gejala dengan adiksi alkohol, maka diduga Naltroxon juga

dapat mengurangi kecanduan penderita terhadap mencuri. Sebuah studi

menunjukkan mengurangi keinginan mencuri pada 23 penderita kleptomania

secara signifikan. Obat ini juga ditoleransi baik oleh penderita dengan dosis

efektif rata-rata adalah 116,7 mg/hari.28

c) Psikoterapi

Selain terapi obat-obatan, penderita kleptomania harus diterapi dengan

psikoterapi. Dokter psikiatri harus mengetahui penyebab utama penderita

melakukan hal tersebut dan membantu penderita untuk melepaskan stresnya.

Beberapa psikoterapi yang banyak dilakukan untuk penderita kleptomania adalah

Cognitive Behavioral Therapy (CBT), psikoterapi kognitif, desensitisasi sistemik

dan terapi aversi. Psikoterapi ini bertujuan untuk mengubah persepsi penderita

terhadap tindakan mencuri dan mengalihkan minat ke hal lain. Ketika penderita

mengalami keinginan untuk mencuri, maka stimulus akan diberikan untuk

menginduksi emosi yang tidak menyenangkan terhadap tindakan tersebut

sehingga keinginan mencuri penderita akan menurun. Penderita disarankan untuk

13
Universitas Lambung Mangkurat
mencatat semua aktivitas sehari-hari dalam buku harian sebagai evaluasi

mandiri.13 Selain psikoterapi dan farmakoterapi, keterlibatan keluarga juga sangat

penting untuk mengoptimalkan terapi pada penderita kleptomania sehingga

tercapai keberhasilan terapi.

D. Trikotilomania

a) Definisi

Trikotilomania adalah salah satu bentuk gangguan kompulsif yang ditandai

dengan kegiatan menarik-narik rambut berulang (di kepala, alis, bulumata, ketiak,

pubis) yang didahului dengan ketegangan kemudian diikuti dengan rasa puasa

taulega setelahnya. Kegiatan ini ditandai dengan adanya kerontokan rambut yang

mencolok dan tidak disebabkan oleh kelainan kulit kepala/rambut lain atau

kegiatan stereotipi yang lain.29,30 Trikotilomania telah dikenal sejak hampir dua

abad yang lalu dan istilah trikotilomania pertama kali dicetuskan oleh ahli kulit

asal Prancis, François Henri Hallopeau.31,32

b) Epidemiologi

Berdasarkan data epidemiologi didapatkan bahwa puncak onset

trikotilomania ini berkisar antara usia 12-13 tahun.33 Pada anak-anak tidak ada

perbandingan yang berarti antara populasi laki-laki atau pun perempuan yang

terkena trikotilomania. Pada orang dewasa ditemukan adanya prevalensi sebesar

0.6-3.4% dengan kecendrungan lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-

laki. Namun data ini masih dikacaukan dengan tipikal pencarian pertolongan yang

cenderung dimiliki perempuan dibandingkan laki-laki.34 Jumlah pasien yang

14
Universitas Lambung Mangkurat
mengalami trikotilomania di masyarakat secara relatif masih sedikit yang

diketahui.Secara klinis, mencabut-cabut rambut yang cocok dengan kriteria

trikotilomania ditemukan pada 0.6%-3.9% mahasiswa yang disurvei. Penelitian

lain menunjukkan perbedaan tingkat trikotilomania dalam pengobatan ditemukan

4.4% pada pasien psikiatri yang rawat inap dan 4.6% pada pasien gangguan

obsesif-kompulsif.35

c) Patofisiologi

Hingga saat ini penyebab trikotilomania itu sendiri masih belum jelas.

Menurut teori neurokogniti gangguan ini disebabkan oleh adanya kelainan pada

basal ganglia pasien sebagaimana diketahui bahwa basal ganglia memiliki peran

dalam membentuk kebiasaan. Kegagalan lobus frontal dalam menghambat

kebiasaan tertentu juga diperkirakan bagian dari patofisiologi gangguan ini. 36

Sebuah studi pencitraan menggunaan Magnetic Resonance Image (MRI) juga

menyatakan bahwa substansigrasia (gray matter) pasien dengan trikotilomania

lebih meningkat kapasitasnya dibandingkan yang tidak memiliki penyakit ini.

Peranan genetik terhadap penyakit ini pun tidak luput dari perhatian peneliti. Pada

suatu penelitian ditemukan adanya mutasi pada gen SLITRK1 sedangkan pada

penelitian lainnya mendapatkan adanya perbedaan pada reseptor gen serotonin

2A. Mutasi gen HOXB8 juga menunjukkan perubahan kebiasaan pada tikus

dalam menarik-narik rambut. Pendekatan ilmiah terhadap gen ini merupakan

fenomena baru namun masih belum dapat ditentukan apakah memangadakan

hubungan genetic dalam menyebabkan penyakit ini.36,37

15
Universitas Lambung Mangkurat
d) Gejala Klinis

Gambaran yang esensial dari gangguan ini adalah:

 kerontokan rambut kepala yang tampak jelas (noticeable) disebabkan oleh

berulang kali gagal menahan diri terhadap impuls untuk mencabut rambut

 Pencabutan rambut biasanya didahului oleh ketegangan yang meningkat

dan setelahnya diikuti dengan rasa lega atau puas

Diagnosis ini jangan dibuat apabila sebelumnya sudah ada peradangan kulit, atau

apabila pencabutan rambut adalah respons terhadap waharn atau halusinasi. Tidak

termasuk: gangguan gerakan stereotipi dengan mencabuti rambut (F98.4).2

e) Tatalaksana

Sampai saat ini ada tiga terapi utama yang sering dilakukan untuk

penatalaksanaan pasien trikotilomania di antaranya: Habit Reversal Therapy

(HRT), golongan farmakoterapi seperti SSRI dan Clomipramine.Berdasarkan

saran Trichotillomania Impact Project, penggunaan farmakoterapi dengan SSRI

merupakan terapi yang paling sering digunakan bahkan lebih dianjurkan

penggunaannya dibandingkan Clomiperamine.38 Pada review yang

membandingkan efikasi ke tiga metode terapi tersebut didapatkan bahwa

Clomiperamine justru memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan placebo

sedangkan tidak ada bukti yang menunjukkan efikasi yang lebih baik pada

penggunaan SSRI jika dibandingan dengan placebo. Untuk kedepannya

diperlukan penelitian yang lebih fokus pada HRT untuk menilai apakah terapi ini

16
Universitas Lambung Mangkurat
lebih efektif dalam menangani pasien dengan kasus trikotilomania yang lebih

beratserta pelaksanaannya di tempat praktik.38

BAB III

17
Universitas Lambung Mangkurat
PENUTUP

Dalam PPDGJ, gangguan kebiasaan dan impuls termasuk kedalam F63

yang terdiri dari : F63.0 Judi Patologis; F63.1 Bakar Patologois (piromania);

F63.2 Curi patologis (kleptomania); F63.3 Trikotilomania; F.36.8 Gangguan

kebiasaan dan impuls lainnya; dan F63.9 Gangguan kebiasaan dan impuls YTT.2

Dalam mendiagnosis gangguan kebiasaan dan impuls harus mengikuti

beberapa kriteria diagnosis yang telah disusun untuk masing-masing penyakit.

Tatalaksana meliputi farmakologis dan nonfarmakologis. Tatalaksana non-

farmakologis juga dianggap tatalaksana yang penting dan tidak boleh dilewatkan

dalam tatalaksana gangguan kebiasaan dan impuls.

DAFTAR PUSTAKA

18
Universitas Lambung Mangkurat
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019 [Internet] [ cited on 26
Agustus 2020]. Available from
https://www.kemkes.go.id/article/view/19101600004/pentingnya-peran-
keluarga-institusi-dan-masyarakat-kendalikan-gangguan-kesehatan-
jiwa.html

2. Muslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa Rujukan Ringkas dari


PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya; 2001.

3. Slutske, W. S., Jackson, K. M., & Sher, K. J. The natural history of


problem gambling from age 18 to 29. Journal of Abnormal Psychology.
2003;112(2):263–274.

4. MJ G. Kleptomania: making sense of the nonsensical. Am J Psychiatry.


1991;148:986–96.

5. Grant JE KS. Clinical characteristics and associated psychopathology in 22


patients with kleptomania. Compr Psychiatry. 2002;43:378–384.

6. Arnold, L. M., Auchenbach, M. B., & McElroy, S. Psychogenic


excoriation: Clinical features, proposed diagnostic criteria, epidemiology
and approaches to treatment. CNS Drugs. 2001;15(5): 351–359.

7. Blanco C, Grant J, Petry NM, Simpson HB, Alegria A, Liu SM HD.


Prevalence and correlates of shoplifting in the United States: results from
the National Epidemiologic Survey on Alcohol and Related Conditions
(NESARC). Am J Psychiatry. 2008;165(7):905–13.

8. Odlaug BL GJ. Impulse-control disorders in a college sample: results from


the selfadministered Minnesota Impulse Disorders Interview (MIDI). Prim
Care Companion J Clin Psychiatry. 2010;12(2).

9. Aboujaoude E, Gamel N KL. Overview of kleptomania and


phenomenological description of 40 patients. J Clin Psychiatry.
2004;6:224–47.

10. Childhood kleptomania: Two clinical case studies with implications for
further research. Psychol Educ — An Interdiscip J. 2002;39:19–21.

19
Universitas Lambung Mangkurat
11. American Psychiatric Association. Kleptomania: Manifestasi Klinis Dan
Pilihan Terapi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.
fourth, Te. Washington DC: American Psychiatric Association; 2000.

12. S Urso, G.Bersani, P.Roma, R.Rinaldi. Changes in impulse control


disorder features in a present kleptomania patient and importance of
rational treatment strategy on social dangerousness: a case report. J
Psychopathol. 2018;24:31–6.

13. Zhang Z, Huang F, Liu D. Kleptomania: Recent Advances in Symptoms,


Etiology and Treatment. Curr Med Sci. 2018;38(5):937–40.

14. Lejoyeux M, Arbaretaz M, McLoughlin M AJ. Impulse control disorders


and depression. J Nerv Ment Dis. 2002;190:310–4.

15. Lejoyeux M, Feuche N, Loi S, Solomon J AJ. Study of impulse-control


disorders among alcohol-dependent patients. J Clin Psychiatry.
1999;60:302–305.

16. McElroy SL, Pope HG, Jr, Hudson JI et al. Kleptomania: a report of 20
cases. Am J Psychiatry. 1991;148:652–7.

17. Presta S, Marazziti D, Dell’Osso L, Pfanner C P, S CG. Kleptomania:


Clinical features and comorbidity in an Italian sample. Compr Psychiatry.
2002;43:7–12.

18. I M. Behavioural (non-chemical) addictions. Br J Addict. 1990;85:1389–


1394.

19. McElroy SL, Pope HG, Hudson JI, Keck PE, Jr. W, KL. Kleptomania: A
report of 20 cases. Am J Psychiatry. 1991;148:652–657.

20. Kim SW, Dysken MW, Pheley AM HK. The Yale-Brown Obsessive-
Compulsive Scale: measure of internal consistency. Psychiatry Res.
1994;51:203–211.

21. Sadock BJ, Kaplan HI SV. Synopsis of Psychiatry. Tenth. Philadelphia,


PA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

22. Marazziti D, Mungai F, Giannotti D et al. Kleptomania in impulse control


disorders, obsessive-compulsive disorder, and bipolar spectrum disorder:
Clinical and therapeutic implications. Curr Psychiatry Rep. 2003;5:36–40.

23. Nyffeler T RM. Kleptomania in a patient with a right frontolimbic lesion.


Neuropsychiatr Neuropsychol Behav Neurol. 2001;14:73–76.

20
Universitas Lambung Mangkurat
24. Aizer A, Lowengrub K DP. Kleptomania after head trauma: Two case
reports and combination treatment strategies. Clin Neuropharmacol.
2004;27:211– 215.

25. Grant JE PM. Impulse control disorders: Clinical characteristics and


pharmacological management. Ann Clin Psychiatry. 2004;16:27–34.

26. Kindler S, Dannon P, Iancu I, Horesh N KM. Emergence of kleptomania


during treatment for depression with serotonin selective reuptake
inhibitors. Clin Neuropharmacol. 1997;20:126–129.

27. Shantrel S. Canidate, Giselle D. Carnaby, Christa L. Cook RLC. A


Systematic Review of Naltrexone for Attenuating Alcohol Consumption in
Women with Alcohol Use Disorders (AUD). Alcohol Clin Exp Res.
2017;41(3):466–72.

28. Grant JE, Kim SW, Odlaug BL. A double-blind, placebo-controlled study
of the opiate antagonist, naltrexone, in the treatment of kleptomania. Biol
Psychiatry. 2009;65(7):600–6.

29. Chayavichitsilp P, Barrio V, Johnson B. Interdisciplinary Insight


Management of Trichotillomania. Practical Dermaology for Paediatric.
2010; 24-26.

30. Nejatisafa AA, Sharifi V. Cognitive Behavior Therapy for


Trichotillomania: Report of Case Resistant to Pharmacological Treatment.
Iran J Psychiatry. 2006; 1: 42-44.

31. Grant JE, Odlaug BL, Kim SW. N-Acetylcysteine, A Glutamate


Modulator, in Treatment of Trichotillomania. Arch Gen Psychiatry. 2009;
66(7):756-763.

32. Salaam K, Carr J, Grewal H, Sholevar E, Baron D. Untreated


trichotillomania and trichophagia: surgical emergencyin a teenage girl.
Psychosomatics. 2005; 46(4); 362-6.

33. Chamberlain SR, Menzies LA, Fineberg NA, del Campo N, Suckling
John, Craig K, et al. Grey Matter Abnormalities in Trichotillomania:
Morphometric Magnetic Resonance Imaging Study. The British Journal of
Psychiatry. 2008; 193: 216-221.

34. Flessner CA, Penzel F, Keuthen NJ. Current Treatment Practice for
Children and Adults With Trichotillomania: Consensus Among Experts.
Cognitive and Behavioral Practice. 2010; 17: 290-300.

21
Universitas Lambung Mangkurat
35. Grant JE, Odlaug BL, Kim SW. N-Acetylcysteine, A Glutamate
Modulator, in Treatment of Trichotillomania. Arch Gen Psychiatry. 2009;
66(7):756-763.

36. Chamberlain SR, Menzies LA, Fineberg NA, del Campo N, Suckling
John, Craig K, et al. Grey Matter Abnormalities in Trichotillomania:
Morphometric Magnetic Resonance Imaging Study. The British Journal of
Psychiatry. 2008; 193: 216-221.

37. Salaam K, Carr J, Grewal H, Sholevar E, Baron D. Untreated


trichotillomania and trichophagia: surgical emergencyin a teenage girl.
Psychosomatics. 2005; 46(4); 362-6.

38. Bloch MH, Lenderos-Weisenberger L, Dombrowski, Kemeldi B, Wegner


R, Nudel J, et al. Systematic Review: Pharmacological and Behavioral
Treatment in Trichotillomania. Biol Psychiatry. 2007; 1-8.

Ketidakmampuan seseorang
menolak dorongan berulang
untuk mencuri barang-
barang
yang sebenarnya tidak
diperlukan untuk keperluan

22
Universitas Lambung Mangkurat
pribadi atau yang dicuri
bukan
karena nilai uangnya.
Tindakannya mengikuti pola
tertentu yaitu merasakan
ketegangan
sebelum mencuri atau
diikuti rasa puas atau lega
saat pencurian dilakukan.
(Mc, Elroy
dan Arnold 2001).

23
Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai