Perilaku abnormal adalah kekalutan mental & melampaui titik kepatahan mental = dikenal
sebagai nervous breakdown. (get mental breakdown). Sepanjang sejarah budaya barat, konsep
perilaku abnormal telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia waktu itu.
Contohnya, masyarakat purba menghubungkan perilaku abnormal dengan kekuatan supranatural
atau yang bersifat ketuhanan. Para arkeolog telah menemukan kerangka manusia dari Zaman
Batu dengan lubang sebesar telur pada tengkoraknya. Satu interpretasi yang muncul adalah
bahwa nenek moyang kita percaya bahwa perilaku abnormal merefleksikan serbuan/invasi dari
roh-roh jahat.
mengayun-ayunkan tanda salib, memukul, mencambuk, dan bahkan membuat korban menjadi
kelaparan. Apabila korban masih menunjukkan perilaku abnormal, maka ada pengobatan yang
lebih
kuat,
seperti
penyiksaan
dengan
peralatan
tertentu.
Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh jahat tetap bertahan hingga bangkitnya ilmu
pengetahuan alam pada akhir abad ke 17 dan 18.
Masyarakat secara luas mulai berpaling pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk
menjelaskan fenomena alam dan perilaku manusia. Akhirnya, model-model perilaku abnormal
juga mulai bermunculan, meliputi model-model yang mewakili perspektif biologis, psikologis,
sosiokultural, dan biopsikososial. Di bawah ini adalah penjelasan-penjelasan singkatnya
a. Perspektif biologis
Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal
berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini cukup memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti
Emil Kraepelin (1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun
1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik. Memang tidak
semua orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa setiap pola perilaku abnormal
merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka mempertahankan keyakinan bahwa pola
perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat
dikonseptualisasikan sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya.
b. Perspektif psikologis
Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria (1856-1939) berpikir bahwa penyebab perilaku
abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. Model
yang dikenal sebagai model psikodinamika ini merupakan model psikologis utama yang pertama
membahas mengenai perilaku abnormal.
c. Perspektif sosiokultural
Pandangan ini meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih
luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari perilaku abnormal. Penyebab
perilaku abnormal dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan
orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti
kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender,gayahidup,dansebagainya.
d. Perspektif biopsikososial
Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat dipahami hanya
dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal
dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam
penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.
Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu perilaku abnormal, antara lain:
1. Statistical infrequency
Perspektif ini menggunakan pengukuran statistik dimana semua variabel yang yang akan
diukur didistribusikan ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng.
Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas
ditunjukkan pada distribusi di kedua ujung kurva.
Digunakan dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya mengukur tekanan darah,
tinggi badan, intelegensi, ketrampilan membaca, dsb.
Namun, kita jarang menggunakan istilah abnormal untuk salah satu kutub (sebelah
kanan). Misalnya orang yang mempunyai IQ 150, tidak disebut sebagai abnormal tapi
jenius.
Tidak selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal. Misalnya seorang atlet yang
mempunyai kemampuan luar biasa tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan
informasi lain sehingga dapat ditentukan apakah perilaku itu normal atau abnormal.
2. Unexpectedness
Biasanya perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon yang tidak diharapkan
terjadi. Contohnya seseorang tiba-tiba menjadi cemas (misalnya ditunjukkan dengan
berkeringat dan gemetar) ketika berada di tengah-tengah suasana keluarganya yang
berbahagia. Atau seseorang mengkhawatirkan kondisi keuangan keluarganya, padahal
ekonomi keluarganya saat itu sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan adalah tidak
diharapkan terjadi.
3. Violation of norms
Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti normal. Sebaliknya jika
bertentangan dengan norma yang berlaku, berarti abnormal.
Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif tergantung pada norma
masyarakat dan budaya pada saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an,
homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang homoseksual tidak lagi
dianggap abnormal.
Walaupun kriteria ini dapat membantu untuk mengklarifikasi relativitas definisi abnormal
sesuai sejarah dan budaya tapi kriteria ini tidak cukup untuk mendefinisikan
abnormalitas. Misalnya pelacuran dan perampokan yang jelas melanggar norma
masyarakat tidak dijadikan salah satu kajian dalam psikologi abnormal.
4. Personal distress
Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi
individu.
Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal. Misalnya seseorang
yang sakit karena disuntik.
Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menentukan setandar tingkat distress
seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.
5. Disability
Tidak begitu jelas juga apakah seseorang yang abnormal juga mengalami disability.
Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan seksual voyeurisme (mendapatkan
kepuasan seksual dengan cara mengintip orang lain telanjang atau sedang melakukan
hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami disability dalam masalah
seksual.
tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa
dibandingkan dengan orang orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik
3) Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan
gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami
kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang
menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
4) Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah
terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang sedang sakit justru dapat
menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda
kesembuhannya.
Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal.
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana
melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab
sebagai abnormalitas. Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi
problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya
foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut
versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya foya bersama teman
temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.
b. Menurut Sumber Asalnya
Berdasarkan sumber asalnya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya
menjadi tiga yaitu :
1) Faktor Biologis
Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun
fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit
dsb. Pengaruh pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi
seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.
2) Faktor faktor psikososial
a) Trauma Di Masa Kanak Kanak
Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga
diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma
psikologis yang dialami pada masa kanak kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa
dewasa.
b) Deprivasi Parental
Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan,
kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab
misalnya:
3) Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan,
4) Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang
tua di rumah.
c) Hubungan orang tua anak yang patogenik
Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua
dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
d) Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara para
anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan
selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur
keluarga yang melahirkan gangguan pada para anggotanya:
e) Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari.
Kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau
karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya .
Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat
ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
8) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri
9) Konflik nilai
10) Tekanan kehidupan modern