Anda di halaman 1dari 16

Psikofarmaka Anti Anxietas

Indikasi penggunaan

Gejala sasaran (target syndrome): sindrom anxietas

- Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau lebih hal
yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan inimenyebabkan individu tidak mampu
istirahat dengan tenang.
- Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala gejala-gejala berikut:

Ketegangan motorik:

1. Kedutan otot atau rasa gemetar


2. Otot tegang/kaku/pegal linu
3. Tidak bisa diam
4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas otomotik:

5. Nafas pendek/terasa berat


6. Jantung berdebar-debar
7. Telapak tangan basah-dingin
8. Mulut kering
9. Kepala pusing/rasa melayang
10. Mual, mencret, perut tak enak
11. Muka panas/badan menggigil
12. Buang air kecil lebih sering
13. Sukar menelan/rasa tersumbat

Kewaspadaan berlebihan dan penangkapan berkurang:

14. Perasaan jadi peka atau mudah ngilu


15. Mudah terkejut/kaget
16. Sulit konsentrasi pikiran
17. Sukar tidur
18. Mudah tersinggung

- Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan


kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

Tatalaksana Panik

Gejala sasaran: sindrom panik

Butir-butir diagnostik sindrom panik


- Selama paling sedikit satu bulan, mengalami beberapa kali serangan anxietas berat
yang memiliki ciri-ciri berikut:
1. Serangan anxietas tersebut terjadi pada keadaan-keadaan dimana sebenernya
secara objektif tidak ada bahaya (unprovoked of episodic paroxysmal anxiety)
2. Serangan anxietas tersebut tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau
yang dapat diduga sebelumnya (unpredictable situations)
3. Terdapat keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode di
antara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga
komplikasi “anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang terjadi setelah
membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi)
- Gejala-gejala tersebut dapat terjadi dengan atau tanpa agorafobia (anxietas yang
terjadi dalam hubungan dengan tempat atau situasi: banyak orang/keramaian, tempat
umum, berpergian keluar rumah dan berpergian sendiri)
- Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan atau menganggu aktivitas
sehari-hari

Tatalaksana Fase Akut

Dalam gangguan akut, sejumlah perawatan farmakologis atau psikologis telah terbukti efektif
pada orang dengan gangguan panik. Sehingga, manajemen harus individual dan didasarkan
pada preferensi pribadi, komorbiditas, respon pengobatan sebelumnya dan tolerabilitas. Agen
farmakologis lini pertama meliputi inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan inhibitor
reuptake serotonin-noradrenalin (SNRI), keduanya juga memiliki kemanjuran antidepresan.
Sementara fluoxetine, sertraline, paroxetine, dan SNRI, venlafaxine, telah diselidiki paling
ketat, tampaknya ada sedikit perbedaan dalam kemanjuran di antara kelas-kelas obat ini.

Sebagai aturan umum, agen farmakoterapi yang dipilih harus dimulai dengan dosis yang
sangat rendah. Individu dengan gangguan panik telah ditemukan sangat sensitif terhadap efek
samping dari terapi obat dan bahkan mungkin salah mengira efek samping seperti pusing,
tremor dan takikardia sebagai gejala fisik serangan panik. Dengan demikian, untuk
mendorong kepatuhan pengobatan, penting untuk mempersiapkan pasien untuk terjadinya
efek samping, mis. gangguan gastrointestinal, efek antikolinergik dan gangguan seksual, yang
biasanya terjadi selama pengobatan dimulai. Meskipun beberapa perbaikan gejala mungkin
terbukti dalam satu minggu setelah memulai pengobatan, percobaan akut harus dilakukan
selama sekitar enam hingga delapan minggu. Selama waktu ini, dosis obat harus ditingkatkan
secara bertahap, mis. satu hingga dua minggu sekali, hingga kisaran terapeutik tercapai.

Dalam jangka pendek, adjunctive benzodiazepines, mis. pengobatan clonazepam, juga dapat
membantu dalam mempercepat respon pengobatan, terutama dalam kasus gejala yang parah.
Namun, mengingat profil efek sampingnya yang tidak menguntungkan dan masalah terkait
ketergantungan dan kegelisahan yang meningkat, benzodiazepine tidak boleh digunakan
sebagai monoterapi lini pertama untuk orang dengan gangguan panik.

Tatalaksana Jangka Panjang


Ketika individu telah menunjukkan respons yang memuaskan terhadap pengobatan akut,
farmakoterapi harus dilanjutkan setidaknya selama 8-12 bulan. Begitu keputusan telah dibuat
untuk menghentikan pengobatan, ini harus dilakukan secara bertahap, selama setidaknya
delapan minggu, untuk meminimalkan risiko kegelisahan yang meningkat.

Berdasarkan pedoman National Institute for Health and Clinical Exellence (NICE), pilihan
terapi terbaik bagi penderita gangguan panik adalah terapi perilaku kognitif, intervensi
farmokologi dengan antidepressan dan pertolongan diri.

Mengenai intervensi farmakologis, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) merupakan


pengobatan lini pertama, namun tricyclic antidepressants (TCAs) dapat juga diberikan.
Menurut pedoman NICE, benzodiazepin tidak boleh diberikan karena dikaitkan dengan hasil
yang kurang baik dalam jangka panjang ditambah efektivitas dari serotonin dan
norephinephrine reuptake inhibitors (SNRIs) tidak diakui. Bagaimanapun, beberapa
metaanalisis mendemonstrasikan efikasi yang sama antara antidepresan dan benzodiazepin,
antara SSRIs dan TCAs, antara benzodiazepin, SSRIs dan TCAs, meskipun benzodiazepin
memiliki tolerabilitas lebih baik daripada antidepresan, sementara SSRIs memeiliki
tolerabilitas leboh baik daripada TCAs.
Mekanisme kerja

Hipotesis: sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari “serotonergic receptors” di


SSP

Mekanisme kerja obat anti panik adalah menghambat “reuptake” serotonin pada celah
sinaptik antar neuron, sehingga pada awalnya terjadi peningkatan serotonin dan sensitivtas
reseptor (timbul gejala efek samping anxietas, agitasi, insomnia), sekitar 2-4 minggu,
kemudian seiring dengan peningkatan serotonin terjadi penurunan sensitivitas reseptor (down
regulation). Penurunan sensitivitas reseptor tersebut berkaitan dengan penurunan serangan
panik (adrenergic overactivity) dan juga gejala depresi yang menyertai akan berkurang pula.
Penurunan hipersensitivitas melalui dua fase tersebut disebut juga “efek bifasik”.

Interaksi obat

- Obat anti panik trisiklik + haloperidol/phenotiazine = mengurangi kecepatan ekskresi


dari trisiklik, sehingga kadar dalam plasma meningkat, sebagai akibatnya dapat terjadi
potensi efek samping antikolinergik (ileus paralitik, disuria, gangguan absorbsi, dll)
- Obat anti panik trisiklik/SSRI + “CNS Depressants” (alkohol, opioid,
benzodiazepine, dll) menyebabkan potensi efek sedasi dan penekanan terhadap pusat
pernapasan.
- Obat anti panik trisiklik/SSRI + MAOI tidak boleh diberikan bersamaan, dapat terjadi
“serotonin malignant syndrome”.
- Pemberian bersama SSRI dan trisiklik, umumnya meningkatkan kadar trisiklik dalam
plasma, sehingga dapat terjadi gejala overdosis (intoksikasi trisiklik).

Pengaturan dosis

- Cara terbaik untuk melihat apakah terdapat keseimbangan antara efek samping dan
khasiat obat adalah dengan meneliti sebaik mungkin anatara waktu pemberian obat
dan dosis, dalam hubungan dengan jumlah serangan panik dalam periode waktu
tertentu.
- Mulai dengan dosis rendah, secara perlahan=lahan dosis dinaikkan dalam beberapa
minggu untuk meminimalkan efek samping dan mencegah terjadinya toleransi obat.
Dosis efektif dicapai dalam waktu 2-3 bulan
Apabila dosis tidak dinaikkan secara perlahan-lahan, penderita tidak akan merasakan
manfaatnya, atau malah akan mundur dari perkembangan yang sudah mulai membaik
pada awal pengobatan dalam beberapa minggu.
- Dosis efektif untuk alprazolam pada umumnya sekitar 4 mg/hari, pada beberapa kasus
dapat mencapai 6 mg/hari. Untuk golongan trisiklik, dosis efektif biasanya sekitar
150-200 mg/hari.
- Alprazolam umumnya telah mulai berkhasiat dalam waktu beberapa hari setelah
pemberian obat, sedangkan trisiklik/RIMA/SSRI baru berkhasiat setelah pemberian 4-
6 minggu.
- Imipramine/clomipramine dapat dimulai dengan 25-50 mg/hari, (dosis tunggal pada
malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari dengan
selang waktu beberapa hari sampai 1 minggu, sampai tercapai dosis efektif yang
mampu mengendalikan sindrom panik (biasanya sampai sekitar 150-200 mg/hari).
Dengan efek samping obat yang dapat ditoleransi oleh penderita. Dosis efektif
dipertahankan sekitar 6 bulan, kemudian dikurangi secara perlahan-perlahan sampai
1-2 bulan.
- Dosis pemeliharaan (maintenance) umumnya agak tinggi, meskipun sifatnya
individual, imipramine/clomipramine sekitra 100-200 mg/hari dan setraline sekitar
100 mg/hari, serta bertahan untuk jangka waktu yang lama.

Lama pemberian

- Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya selama 6 bulan sampai
12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita
sudah memungkinkan (bebas gejala dalam kurun waktu tertentu).
- Dalam waktu 3 bulan setelah bebas obat, sekitar 75% penderita menunjukkan gejala
kambuh. Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi
untuk selama 2 tahun. Setelah itu dicoba lagi diberhentikan dengan perlahan-lahan
dalam kurun waktu 3 bulan, dstnya.

Tatalaksana Post Traumatic Stress Disorder


Menyusul diagnosis PTSD, intervensi farmakologis lini pertama yang
direkomendasikan adalah SSRI (sertraline, paroxetine, fluoxetine), berdasarkan
bukti Level 1 yang kuat (Brady et al, 2000; Davidson et al, 2001; Marshall et al,
2001; Marshall et al, 2001; Connor et al, 1999; Martenyi et al, 2002; van der Kolk
et al 1994). Dosis permulaan dapat rendah (fluoxetine 10mg.; sertraline, 25mg;
paroxetine, 10mg.) yang mencerminkan jenis pasien dengan kepekaan yang
berlebih terhadap isyarat kecemasan somatik atau terhadap dosis yang digunakan
dalam percobaan. (fluoxetine 20mg.; sertraline, 25-50 mg; paroxetine, 20mg).
Sementara obat yang lain dalam kategori ini mungkin menguntungkan, seperti
citalopram (LOE 3) (Seedat et al, 2001), fluvoxamine (Davidson et al, 1993;
Escalona et al, 2002), namun tidak ada bukti sama sekali dalam hal escitalopram
(LOE 4).

Berdasarkan pada data yang dipublikasikan, perbaikan statistik dan klinis yang
signifikan sering dilihat pada SSRI pada minggu kedua sampai keempat. Satu
telaah oleh Davidson et al (2002) mencatat perbaikan yang jelas pada rasa marah/
kesal setelah satu minggu mendapat sertraline, yang mungkin merupakan
prognosticator respons akhir yang berguna (LOE 1) (Davidson et al, 2004). Satu
percobaan yang memadai memerlukan waktu 6-12 minggu, tetapi kilinisi bisa
mengharapkan respon setelah 4-6 minggu dengan dosis yang cukup. Suatu telaah
bupropion (LOE 2) menunjukkan tidak ada perbedaan antara obat dan plasebo
(Davis et al, 2005).

Dua percobaan besar yang terbaru mengisyaratkan adanya harapan bagi SNRI
venlafaxine. Sampai hari ini hasil percobaan itu hanya dipublikasikan dalam
bentuk abstrak (Davidson et al., 2004a; 2004b). Hipertensi dan efek samping
kardiovaskuler lain, terutama pada dosis yang tinggi mungkin merupakan
keterbatasan.

Antidepresan yang lebih tua, seperti antidepresan trisiklik (TCA) dan obat
penghambat MAO (MAOI), efektif bagi veteran perang dengan PTSD (LOE 2)
(Davidson et al, 1990; Kosten et al, 1991). Di daerah di mana pertimbangan
formulari atau biaya menghalangi pemakaian SSRI atau SNRI's, trisiklik
imipramin atau amitriptilin dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan lini
pertama. Selain dua percobaan MAOI yang dapat dibalik dengan hasil beragam
pada penduduk sipil dan veteran perang (LOE 1) (Baker et al, 2000; Katz et al,
1995), obat TCA dan MAOI belum dikaji pada percobaan terkendali dengan
sampel penduduk sipil, sebagian karena adanya SSRI pada beberapa tahun yang
lalu. Masalah keracunan juga menjadi keprihatinan dengan obat-obat ini, dalam
kaitannya dengan cardiotoxicity, risiko kejang, dan efek antikolinergik dengan
TCA dan pengetatan diet serta risiko krisis hipertensi pada MAOI.
Mempertimbangkan kuatnya bukti terhadap profil keselamatan obat tersebut, kami
tidak merekomendasikan MAOI sebagai pengobatan lini pertama.
Satu keuntungan yang jelas dari antidepresan adalah kemanjurannya dalam
pengobatan depresi berat dan gangguan cemas lain yang sering komorbid dengan
PTSD. Namun, seperti disebutkan di atas, obat ini dapat dihubungkan dengan efek
samping yang menyulitkan. Sebagai contoh, efek samping umum dengan SSRI
termasuk mual, berak-berak (loose stool), sakit kepala, sulit tidur dan agitasi pada
pengobatan awal dan, setelah waktu yang lama, pertambahan berat badan dan
kelainan fungsi seksual.

Setelah 12 minggu pengobatan :

Tidak ada respon: minimal (kurang dari 25%) atau tidak ada perbaikan. Gejala
berkurang amat sedikit.
Respon parsial: gejala berkurang 25-50% atau lebih.

Respon cukup: Sedikitnya 50% perbaikan — gejala berkurang 50% atau


peringkat 1 atau 2 (sangat banyak atau banyak perbaikan) pada skala Clinical
Global Impressions of Improvement scale (CGI-I. Lihat Assesment Tools untuk
PTSD).

Setelah 3-6 bulan pengobatan, atau lebih lama lagi, banyak pasien akan mencapai
suatu keadaan remisi, yang ditandai dengan sedikitnya pengurangan 70%
keparahan gejala relatif dibanding sebelum pengobatan (i.e. “70% lebih baik”) dan
dianggap sebagai mencapai sasaran pengobatan PTSD. Remisi klinis sesuai
dengan skor 1 pada CGI-I .
Setelah 12 minggu pengobatan, banyak pasien akan mengalami kemajuan , dengan
sedikitnya pengurangan gejala 50%. Namun, kemajuan selanjutnya sering
bersamaan dengan pengobatan lanjut, dengan tambahan perbaikan pada gejala-
gejala inti PTSD, ketidakmampuan, dan keberfungsian secara keseluruhan. Tiga
telaah menunjukkan efek pencegahan kekambuhan yang kokoh untuk sertraline
(Davidson et al 2000) dan fluoxetine (Marrtenyi et al, 2002; Davidson et al, 2005)
tatkala pengobatan ini dilanjutkan selama tahun. (LOE 1) Setelah 6 bulan, kami
berharap ada pengurangan gejala sebanyak 70%, menunjukkan suatu keadaan
remisi. Karena PTSD kronis mempunyai kecenderungan untuk kambuh atau
memburuk pada 50% pasien jika pengobatan dihentikan, disarankan agar
pengobatan dilanjutkan sedikitnya satu tahun. (LOE 1)
Jika ada respon parsial terhadap pengobatan dalam 4-6 minggu, langkah kedua
adalah mengukur adanya gejala- gejala nonresponsif yang tetap, yang ditentukan
oleh profil gejala pasien dan komorbiditas. Gejala umum dan komorbiditas ini
mencakup gejala inti PTSD yang tetap (intrusi; penghindaran, penumpulan, dan
hyperarousal), gangguan tidur, gejala PTSD lain seperti sifat cepat kesal,
bermusuhan, agresif, panik, gejala psikotik, gangguan spektrum bipolar, dan
penyalah- gunaan zat. Selain itu, pada beberapa orang, SSRI mungkin sedikit
banyak bersifat ansiogenik.
Pasien dengan gangguan cemas sering lebih peka terhadap efek ini dan dalam
beberapa kasus dapat diatasi dengan dosis awal yang lebih rendah atau dengan titrasi
yang lebih lambat.
Jika setelah 4-6 minggu pengobatan dengan dosis SSRI yang sesuai (sertraline,
150 mg, fluoxetine 40 mg), ada respon parsial, klinisi perlu mengukur gejala yang
berlanjut dan memberi perlakuan yang sesuai melalui augmentasi dengan agen
kedua— e.g. prazosin (LOE 2); trazodone (LOE 3), nefazodone (LOE 2) (Davis et
al, 2004), imipramine (LOE 2), atau
amitriptyline (LOE 2) dalam dosis rendah. Setiap pengobatan ini tidak hanya
bermanfaat bagi gangguan tidur, tetapi juga aspek lain dari PTSD (LOE 2). Dalam
beberapa hal,, karena tidak ada petunjuk yang dipublikasikan, klinisi bisa memilih
untuk meningkatkan dosis dan augmentasi sekaligus. Penting untuk memastikan
bahwa gejala tidak disebabkan efek ansiogenik dari pengobatan.
Kebanyakan uji klinis dengan pengobatan untuk PTSD sudah menguji efektifitas
monoterapi dengan satu atau lain agen farmakologis. Memang, dengan
mengecualikan percobaan dengan antipsikotik atipikal, tidak ada uji klinis yang
secara sistematis mengevaluasi efektifitas relatif dari berbagai strategi augmentasi.
Oleh karena itu, rekomendasi kami untuk strategi augmentasi bagi pasien yang
memberi respon parsial adalah penegasan kembali (extrapolation) dari percobaan
monoterapi.
Jika ada respon yang parsial terhadap dosis SSRI yang memadai (sertraline, 150
mg, fluoxetine 40 mg), mengisyaratkan bahwa pengobatan awal agak berhasil
tetapi respon klinisnya kurang memadai, maka dosis harus dititrasi sampai
maksimal yang disarankan (sertraline 200mg; paroxetine, 50 mg. fluoxetine, 60
mg.)
Tatalaksana Fobia

Obat-obatan yang efektif adalah : SSRI, khususnya untuk fobia sosial umum merupakan
pilihan pertama. Benzodiazepine, venlafaxine, buspirone, MAOI, antagonis b-adrenergik
reseptor dapat diberikan satu jam sebelum terpapar dengan stimulus fobia, misalnya bicara di
depan publik.
Terapi agrofobia adalah sama seperti gangguan panik, terdiri dari obat-obatan anti ansietas,
antidepresan dan psikoterapi khususnya terapi kognitif perilaku. Terapi terhadap fobia
spesifik yang terutama adalah terapi perilaku, penggunaan anti anxietas yaitu untuk terapi
jangka pendek. Pengobatan untuk fobia sosial terbatas, dapat menggunakan obat beta blocker
seperti propanolol beberapa saat sebelum tampil di depan umum. Untuk fobia sosial umum
dapat menggunakan anti ansietas dan antidepresan.

Rekomendasi pengobatan menurut Canadian Psychiatric Association

Anxiety Disorder First-line Drugs Second-line Drugs Alternative


Generalized anxiety SSRIs Benzodiazepine Hydroxyzine
disorder Escitalopram Alprazolam Quetiapine
Paroxetine Bromazepam Citalopram
Sertraline Diazepam Flucoxetine
SNRIs Lorazepam Mirtazapine
Duloxetine Nonbenzodiazepine
Venlafaxine XR Buspirone
TCAs
Imipramine
Panic Disorder SSRIs Benzodiazepine Phenelzine
Citalopram Alprazolam Quetiapine
Escitalopram Clonazepam Gabapentin
Fluoxetine Diazepam Bupropion
Fluvoxamine Lorazepam
Paroxetine TCAs
Sertraline Clomipramine
SNRIs Imipramine
Venlafaxime XR
Post-traumatic SSRIs SSRIs Amitriptyline
Stress Disorder Fluoxetine Fluvoxamine Buspirone
Paroxetine TCAs Duloxetime
Sertraline Mirtazapine Imipramine
SNRIs MAOIs Escitalopram
Venlafaxine XR Phenelzine
Obsessive SSRIs SSSRIs Citalopram IV
Compulsive Escitalopram Citalopram Clomipramine IV
Disorder Fluxetine SNRIs Duloxetine
Fluvoxamine Venlafaxine XR Phenelzine
Paroxetine TCAs Tramadol
Sertraline Clomipramine tranylcypromine
Social Anxiety SSRIs Benzodiazepine Floxetine
Disorder Escitalopram Clonazepam Bupropion
Fluvoxamine Alprazolam Mirtazapine
Paroxetine Bromazepam Clomipramine
Sertraline SSRIs
SNRIs Citalopram
Venlafaxine XR MAOIs
Phenelzine
Specific Phobie Pengobatan untuk specific phobia biasanya fokus terhadap
pengobatan dengan teknik eksposur

1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)


SSRI biasanya diindikasikan untuk pengobatan depresi, dianggap sebagai terapi lini
pertama untuk gangguan anxietas. Kelompok obat ini diantaranya fluoxetine,
sertraline, citalopram, escitalopram, fluvoxamine, paroxetine dan vilazodone.
Mekanisme penting dari kelompok obat-obatan tersebut yaitu menghambat transporter
serotonin dan menyebabkan desensitisasi reseptor serotonin postsinaptik, sehingga
menormalkan aktivitas jalur serotonergik.
Mekanisme kerja dari SSRI adalah menghambat pengambilan 5-HT ke dalam neuron
presinaptik. Sering digunakan sebagai lini pertama karena efek samping yang
cenderung aman. Obat jenis ini memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor monoamine
tetapi tidak memiliki afinitas terhadap adrenoreseptor α, histamin, muskarinik atau
asetilkolin yang terdapat juga pada obat antidepresan trisiklik. Beberapa contoh obat
yang termasuk ke dalam golongan SSRI adalah citalopram, fluvoxamine, paroxetine,
fluoxetine, sertraline. Efek samping dari SSRI adalah sakit kepala, insomnia,
kelelahan, kecemasan, disfungsi seksual, peningkatan berat badan. SSRI dilaporkan
berinteraksi dengan 40 obat lainnya menyebabkan serotonin sindrome. Ciri ciri dari
sindrom ini adalah kekakuan, tremor, demam, kebingungan, atau agitasi. SNRI juga
dapat mennyebabkan sindorom serotonin. Namun, obat trisiklik tidak memiliki efek
samping tersebut kecuali amitriptyline.

2. Serotonin-Norephinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs)


SNRI yang menghambat transporter serotonin dan norepinefrin, termasuk
venlafaxine, desvenlafaxine, dan duloxetine. SNRI biasanya digunakan apabila terjadi
kegagalan atau respon yang tidak adekuat terhadap SSRI. Tanggapan pasien terhadap
SNRI sangat bervariasi, beberapa pasien mungkin mengalami eksaserbasi gejala
fisiologis anxietas sebagai akibat dari peningkatan sinyal mediasi norepinefrin yang
disebabkan oleh penghambatan transporter norepinefrin. Untuk pasien yang tidak
mengalami efek ini, peningkatan tonus noradrenergik dapat berkontribusi terhadap
efikasi ansiolitik dari obat-obatan ini.
SNRI bekerja dengan melakukan pengangkutan serotonin dan norepinefrin.
Pengangkutan norepinefrin secara struktur mirip dengan pengangkutan serotonin.
Pengangkutan norepinefrin memiliki afinitas ringan terhadap dopamine. Afinitas
sebagaian besar SNRI cenderung lebih besar untuk pengangkut serotonin daripada
norepinedrin. Beberapa contoh obat yang termasuk ke dalam golongan SNRI adalah
venlafaxine, duloxetine, desvenlafaxine, milnacipran, levomilnacipran.
3. Benzodiazepine
Meskipun benzodiazepin banyak digunakan pada zaman dahulu untuk mengobati
kondisi anxietas, tetapi tidak lagi dianggap sebagai terapi lini pertama karena
menimbulkan efek samping yang merugikan, jika digunakan dalam waktu yang lama
dan dosis yang tinggi. Oleh karena itu, penggunaan benzodiazepin hanya terbatas
untuk pengobatan jangka pendek anxietas akut.
Berdasarkan lama kerjanya , benzodiazepin dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok
yaitu long acting, short acting dan ultra short acting. Mekanisme kerja benzodiazepin
merupakan potensiasi inhibisi neuron yang menggunakan GABA sebagai
mediatornya. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi efek inhibitor dari GABA
sehingga meningkatkan efek GABA dan menghasilkan efek sedasi, tidur dan berbagai
macam efek seperti mengurangi kegelisahan dan sebagai muscle relaxant. Reseptor
benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi
pada korteks serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah pada medula
spinalis.
Beberapa efek samping dapat timbul selama pemakaian awal. Efek tersebut antara
lain adalah rasa kantuk, pusing, nyeri kepala, mulut kering, dan rasa pahit di mulut.
Adapun efek samping lainnya seperti hang over yaitu Efek sisa yang disebabkan
adanya akumulasi dari sisa metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan
bermotor, resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat.Amnesia
Retrograde yaitu efek samping ini bisa dimanfaatkan oleh bagian bedah untuk
menghilangkan sensasi ngeri karena melihat proses pembedahan dan gejala
paradoksal yaitu berupa eksitasi, gelisah, marah-marah, mudah terangsang, dan
kejang-kejang, serta ketergantungan yaitu efek ini biasanya lebih bersifat psikologis.
4. Tricyclic Antidepressant
Semua tricyclic antidepressants (TCAs) berfungsi sebagai inhibitor reuptake
norepinefrin, dan beberapa sebagai penghambat reuptake serotonin. Meskipun
beberapa golongan dari obat ini efikasinya sebanding dengan SSRI atau SNRI untuk
mengobati anxietas, TCA menimbulkan lebih banyak efek samping dan berpotensi
mematikan jika overdosis. Untuk alasan ini, TCA jarang digunakan dalam pengobatan
gangguan anxietas. Kecuali clomipramine yang mungkin lebih berkhasiat daripada
SSRI atau SNRI pada pasien dengan OCD. Mekanisme obat golongan trisklik ini
adalah dengan menghambat ambilan dari norephinefrin dan 5-HT, menghambat
adrenergik, kolinergik, dan reseptor histaminergik

Berdasarkan beberapa guideline mengenai rekomendasi pengobatan untuk gangguan


anxietas, pengobatan yang biasa digunakan diantaranya antidepresan (SSRIs, SNRIs,
TCAs, dan MAOIs), benzodiazepine, β-blockers, serta ada beberapa yang
menggunakan antihistamin dan atipikal antipsikotik. SSRIs direkomendasikan sebagai
first-line terapi untuk sebagian besar gangguan anxietas. Meskipun biasanya SSRIs ini
ditoleransi dengan baik setelah memulai pengobatan awal, namun sering juga terjadi
efek samping seperti sakit kepala, kelelahan, dan mual. Oleh karena itu, sebaiknya
SSRIs dikonsumsi setelah makan. Selain itu, dosis harus dijaga tetap rendah untuk
menghindari overstimulasi. SSRIs dapat membantu mengubah kadar neurotransmiter
serotonin di otak, seperti neurotransmiter lain membantu sel otak berkomunikasi
dengan yang lainnya. Fluoxetine, Sertraline, Escitalopram, Paroxetine, dan
Citalopram merupakan beberapa SSRIs yang secara umum diresepkan untuk panic
disorder, OCD, PTSD, dan social phobia. Sementara Venlafaxine digunakan untuk
pengobatan GAD. SSRIs memiliki efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan
dengan antidepresan lain.

TCAs merupakan antidepresan lama, sama seperti SSRIs digunakan untuk pengobatan
gangguan anxietas selain OCD. Meskipun TCAs telah menunjukan efikasi yang
cukup baik, namun kurang bisa ditoleransi karena memiliki kecenderungan
menimbulkan efek samping seperti mulut kering, pusing, mengantuk, serta
penglihatan kabur. Oleh karena itu, biasanya dimulai dengan dosis yang paling rendah
lalu meningkat secara bertahap. Efek samping yang terjadi biasanya dapat diperbaiki
dengan pengubahan dosis atau beralih ke obat TCAs yang lain. TCAs seperti
Imipramine biasanya diresepkan untuk panic disorder dan GAD, sedangkan
Clomipramine merupakan satu-satunya antidepresan TCAs yang berguna untuk
mengobati OCD.

Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs) merupakan obat tertua dari golongan


antidepresan. Phenelzine adalah MAOIs yang paling sering diresepkan untuk
gangguan anxietas, diikuti oleh Tranylcypromine yang digunakan untuk panic
disorder dan social phobia. Penggunaan MAOIs harus hati-hati, karena ada beberapa
makanan yang tidak boleh dikonsumsi selama pengobatan dengan MAOIs yaitu keju
dan anggur, termasuk penggunaan pil kb, obat penghilang rasa sakit, suplemen herbal,
obat alergi juga harus dihindari karena dapat meningkatkan tekanan darah yang
berbahaya. Selain itu MAOIs juga tidak bisa dikombinasikan dengan SSRIs karena
dapat menimbulkan efek yang serius seperti kebingungan, halusinasi, kekakuan otot,
perubahan ritme jantung yang berpotensi mengancam jiwa. Bekerja dengan
mekanisme meningkatkan konsentrasi norepinefrin, 5-HT, dan dopamine dalam
neuron sinaps melalui penghambatan sistem enzim monoamine oxidase (MAO).
Monoamin oksidase dalam tubuh memiliki fungsi deaminasi oksidatif katekolamin di
mitokondria. Proses ini dihambat oleh MAOI karena terbentuknya suatu kompleks
antara MAOI dan MAO sehingga mengakibatkan peningkatan kadar epinefrin,
norepinefrin, dan serotonin. MAOI tidak hanya menghambat MAO, tetapi
menghambat juga enzim lain yang mengakibatkan terganggunya metabolisme obat di
hati. Penggunaan obat golongan MAOI sudah sangat jarang dikarenakan efek toksik.
Efek samping yang sering terjadi adalah hipotensi dan hipertensi. Contoh obat MAOI
adalah isocarboxazid, phenelzine, tranylcypromine, selegiline.

Obat anti-anxietas seperti Benzodiazepin dan Buspirone dapat membantu meredakan


gejala anxietas. Penelitian menunjukkan bahwa Alprazolam, Clonazepam, Diazepam,
dan Lorazepam lebih efektif dibanding plasebo. Meskipun efikasinya cukup baik,
namun monoterapi benzodiazepin tidak direkomendasikan karena berpotensi
menimbulkan ketergantungan dan penyalahgunaan. Sehingga benzodiazepin
umumnya diresepkan untuk pengobatan jangka pendek. Alprazolam digunakan untuk
panic disorder dan GAD, Clonazepam untuk fobia sosial dan GAD, serta Lorazepam
sangat membantu dalam pengobatan panic disorder. Sementara itu Buspirone seperti
Azapirone merupakan anti-anxietas yang lebih baru untuk pengobatan GAD. Tidak
seperti Benzodiazepine, Buspirone harus dikonsumsi secara konsisten setidaknya
selama 2 minggu untuk mendapatkan efek yang diinginkan.

Selanjutnya β-blocker, yang biasanya digunakan untuk mengobati penyakit jantung,


juga bisa digunakan untuk mengurangi gejala anxietas yang mungkin muncul seperti
palpitasi, peningkatan tekanan darah, gemetar, tremor, dan sebagainya. β-blocker
seperti Propanolol digunakan untuk mencegah gejala fisik yang menyertai gangguan
anxietas, terutama fobia sosial.
Daftar Pustaka

https://www.researchgate.net/publication/271625912_The_assessment_and_treatment_of_pa
nic_disorder_in_general_practice

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6478076/#b26-cpn-17-145

https://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html

https://jkma.org/DOIx.php?id=10.5124/jkma.2010.53.10.913

https://www.semanticscholar.org/paper/A-Review-of-the-Epidemiology-and-Approaches-to-
the-Sareen-Stein/1760d6b1198ab12be8a357100b85b6bb510f54e2/figure/1

Maslim, R. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta : Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

Anda mungkin juga menyukai