Anda di halaman 1dari 4

BAB II

ISI

2.1 Definisi
Agonis merupakan obat yang memiliki afinitas terhadap reseptor tertentu dan
menyebabkan perubahan dalam reseptor yang menghasilkan efek. Sedangkan
dopamin merupakan senyawa neurotransmitter endokrin pada kelas katekolamin dan
memiliki kunci yang sangat penting dalam mengontrol motorik, kognisi, kepuasan
dan gairah. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Agonis Dopamin merupakan obat
yang mengaktifkan jenis sel tertentu di otak, mereka mengaktifkan reseptor dopamin.
Meskipun cara kerjanya mirip dengan dopamin, ada perbedaan utama pada keduanya
yaitu tidak menimbulkan efek samping dan sangat bermanfaat dalam mengibati gejala
dalam jangka waktu panjang namun golongan obat ini kurang manjur dibandingkan
levodopa.
2.2 Cara Kerja
Menurut dari Gunawan dkk pada tahun 2017, Agonis dopamine bekerja
dengan menstimulasi dopamine reseptor di substansia nigra dan efektif untuk
memperlambat munculnya komplikasi motorik seperti dyskinesia jika dibandingkan
dengan levodopa. Agonis dopamine dapat diugunakan untuk mengatsi gejala motorik
pada tahap awal dan kurang baik untuk mengatasi gejala motorik stadium akhir. Hal
ini sejalan dengan Dipiro dkk pada tahun 2016, yakni agonis dopamine bekerja
dengan merangsang reseptor dopamine D1, D2, maupun D3. Obat agonis dopamine
bekerja dengan mengikat dan merangsang reseptor dopamine dalam saraf. Hal ini
menyebabkan peningkatan aktivitas dopamine yaitu sebuah neurotransmitter yang
terlibat dalam regulasi berbagai fungsi otak yang diantaranya koordinasi gerakan,
emosi, motivasi, dan persepsi kepuasan.
2.3 Indikasi
Peningkatan aktivitas dopamine dapat membantu mengurangi gejala gangguan
neurologis seperti penyakit Parkinson atau gangguan dopaminergic lainnya seperti
sindrom hiperprolaktinema dan gangguan motoric tertentu.
1. Parkinson
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang masif akibat
kematian neuron di substansia nigra pars kompakta. Respon motorik yang
abnormal disebabkan oleh karena penurunan yang sifatnya progesif dari
neuritransmiter dopamin.Kerusakan progresif lebih dari 60% pada neuron
dopaminergik substansia nigra merupakan faktor dasar munculnya penyakit
parkinson. (Gunawan et al., 2017). Penggunaan terapi farmakologis PD dapat
menggunakan agonis dopamin. Penggunaan agonis dopamin banyak digunakan
pada pasien berusia kurang dari 60 tahun. Agonis dopamin juga dapat memberikan
efek terapeutik seperti levodopa dengan risiko komplikasi motorik yang lebih
rendah (Connolly dan Lang, 2014).
2.4 Kontra indikasi
 Kontraindikasi penggunaan agonis dopamin antara lain:
 Hipertensi : tidak dapat digunakan pada pasien dengan penyakit hipertensi
yang tidak terkontrol.
 Penyakit jantung : tidak dapat digunakan pada pasien dengan penyakit jantung
yang tidak terkontrol, seperti arteri koroner atau kondisi kardiovaskular berat
lainnya.
 Gangguan kejiwaan : tidak dapat digunakan pada pasien dengan gangguan
kejiwaan yang parah, seperti skizofrenia, halusinasi, atau psikosis.
 Hamil atau menyusui : tidak dapat digunakan pada pasien yang sedang hamil
atau menyusui, dan harus menggunakan alat kontrasepsi yang efektif.
 Kemungkinan efek sedatif : tidak dapat digunakan pada pasien yang memiliki
kemungkinan efek sedatif, seperti pada penyakit jantung kongestif, keadaan
bingung, atau gangguan hati.
 Kemungkinan gangguan hati : Agonis dopamin tidak dapat digunakan pada
pasien yang memiliki kemungkinan gangguan hati, seperti gangguan endokrin
atau pada orang yang memiliki riwayat kejang atau tukak lambung.
 kemungkinan gangguan ginjal : tidak dapat digunakan pada pasien yang
memiliki kemungkinan gangguan ginjal, seperti gangguan saluran cerna,
anoreksia, mulut kering.
 Kemungkinan gangguan hati : tidak dapat digunakan pada pasien yang
memiliki kemungkinan gangguan hati, seperti gangguan hati atau ginjal.
 Kemungkinan gangguan tulang : tidak dapat digunakan pada pasien yang
memiliki kemungkinan gangguan tulang, seperti gangguan tulang atau
gangguan tulang yang berlebihan.
2.5 Efek samping
Obat agonis dopamine juga dapat menimbulkan gejala efek samping seperti
mual, mengantuk di siang hari, dan edema, hipotensi ortostatik (penurunan tekanan
darah saat berdiri). Selain itu, penggunaan agonis dopamin juga dapat menyebabkan
gangguan kontrol impuls neuron sehingga memicu terjadinya halusinasi akibat
induksi obat-obatan (terutama rentan terjadi pada orang tua dengan gangguan
kognitif). Oleh karena itu, penggunaan agonis dopamin lebih baik dihindari pada
kelompok pasien dengan risiko tinggi.
Hal ini sejalan dengan pemaparan oleh dokter Fletcher dari The Walton Centre, obat
agonis dopamin memiliki efek samping diantaranya:
1. Beberapa pasien mengalami rasa kantuk yang berlebihan di siang hari dan
kecenderungan untuk tertidur secara tiba-tiba. Saat ini juga diketahui bahwa
agonis dopamin menyebabkan gangguan tidur tipe baru yang disebut sleep attack.
Rogers dkk mendefinisikan sleep attack sebagai onset tidur tiba-tiba tanpa
peringatan yang dapat menyebabkan kecelakaan. Mereka juga mengamati
terjadinya onset tidur yang tidak tertahankan selama aktivitas lain misalnya pada
pertemuan bisnis dan saat berkomunikasi melalui telepon. Peningkatan
kekantukan siang hari telah lama dikenal sebagai efek samping obat–obat
dopaminergik (Schlesinger & Ravin, 2003) . Jika hal ini terjadi mungkin perlu
untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan obat. Sangat penting untuk
segera berhenti mengemudi jika mengalami efek samping ini karena kecelakaan di
jalan raya dapat terjadi akibat efek samping ini.
2. Beberapa pasien mengalami mual dan muntah. Kadang-kadang, penawarnya
(Domperidone) diresepkan dengan agonis dopamin selama seminggu sampai
mulai terbiasa dengan obat tersebut, setelah itu tidak memerlukan Domperidone.
3. Kadang-kadang pasien mengalami kebingungan mental, halusinasi atau keduanya.
Hal ini lebih mungkin terjadi pada pasien yang lebih tua tetapi tidak selalu. Sekali
lagi biasanya perlu untuk mengurangi atau menghentikan obat jika hal ini terjadi
dan harus meminta saran dari dokter umum, perawat atau konsultan jika hal ini
terjadi.
4. Beberapa pasien (15-20%) dapat mengalami perubahan bentuk perilaku yang
dikenal sebagai "gangguan kendali impuls". Hal ini biasanya berupa perilaku
obsesif yang menimbulkan masalah seperti perjudian berlebihan, menghabiskan
terlalu banyak uang dan membeli barang-barang yang tidak diperlukan, makan
berlebihan atau meningkatnya perasaan atau perilaku seksual.
5. Beberapa pasien lain menjadi terobsesi untuk mengumpulkan barang-barang
dengan cara yang sebelumnya tidak mereka lakukan. Perilaku lain yang dapat
berkembang termasuk obsesi makan, menggambar, melukis, atau aktivitas
lainnya. Jika mengalami salah satu gejala gangguan kontrol impuls ini, harap
segera hubungi konsultan atau perawat penyakit Parkinson untuk mendapatkan
nasihat karena kemungkinan besar obat tersebut perlu dihentikan.
6. Efek samping lain terkadang terjadi. Beberapa pasien mengalami pembengkakan
(edema) pada pergelangan kaki dan harus memberitahukan hal ini pada kunjungan
klinik berikutnya jika hal itu terjadi.
7. Pada beberapa pasien, sindrom penarikan dapat dialami ketika agonis dopamin
diturunkan dan dihentikan. Gejala sindrom penarikan dapat berupa kecemasan,
nyeri, depresi, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri. Pasien harus diperingatkan
tentang kemungkinan mengalami penarikan diri ketika agonis dopamin dikurangi
sehingga jika mereka mengalami gejala-gejala ini, mereka dapat mengubah cara
penghentian obat
2.6 Hal-hal yang perlu diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada agonis dopamin antara lain:
1. Efek samping umum: obat tersebut menimbulkan efek samping yang terjadi pada
antara lain mual, konstipasi, dan nyeri kepala
2. Dosis: Kita juga perlu memperhatikan dosis agonis dopamin serta perlu
diperhatikan jangan memperlambat pengukuran kadar prolaktin setelah memulai
terapi dengan agonis dopamin
3. Penggunaan bersamaan: Jangan menggunakan agonis dopamin secara bersamaan
dengan obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar prolaktin, seperti antipsikotik
4. Keseimbangan kadar dopamin: Agonis dopamin hanya dapat menormalisasi kadar
prolaktin pada 75% pasien, dan ada risiko ke arah eksaserbasi gejala psikotik
5. Toleransi: Toleransi dapat terjadi setelah beberapa waktu, dimana kadar prolaktin
menurun setelah penggunaan antipsikotik
6. Psikoedukasi: Memberikan Psikoedukasi kepada keluarga juga sangat penting
untuk diberikan, mengenai pilihan terapi yang saat ini dilakukan, tujuan dan efek
samping yang mungkin terjadi dari terapi, serta penatalaksanaan yang akan
diambil jika terjadi efek samping
7. Pengurangan obat-obatan antiparkinson: Pengurangan obat-obatan antiparkinson
pada pasien yang mengalami delirium hiperaktif relatif lebih mudah dibandingkan
pasien dengan delirium lainnya
8. Penghentian obat: Penghentian obat amantadine, antikolinergik, ataupun agonis
dopamine secara tiba-tiba dapat menimbulkan gejala putus obat, sehingga perlu
penyesuaian dosis yang lebih hati-hati saat delirium terjadi
9. Pemberian secara bersamaan: Pemberian agen psikoaktif dapat dipertimbangkan
untuk mengurangi gejala delirium seperti agitasi, halusinasi, atau ansietas
2.7 Contoh obat
1. Pramipexole (Mirapex®)
Dosis yang Tersedia: .125 mg, .25 mg, .5 mg, .75 mg, 1 mg, 1.5 mg
Regimen Pengobatan Khas: 1,5 hingga 4,5 mg total dosis harian (3 kali per hari)
Efek Samping: mual, tekanan darah rendah, kaki bengkak, kebingungan, serangan
tidur, perilaku kompulsif seperti berjudi
Indikasi Penggunaan: Monoterapi (sendiri) atau terapi kombinasi untuk
kelambatan, kekakuan dan tremor
2. Ropinirol (Requip®)
Dosis yang Tersedia: 0,25 mg, 0,5 mg, 1 mg, 2 mg, 3 mg, 4 mg, 5 mg
Regimen Pengobatan Khas: 9 hingga 24 mg total dosis harian (3 kali per hari)
Efek Samping : mual, tekanan darah rendah, kaki bengkak, kebingungan, serangan
tidur, perilaku kompulsif seperti berjudi
Indikasi Penggunaan: atau terapi kombinasi untuk kelambatan, kekakuan dan
tremor

Anda mungkin juga menyukai