Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322696768

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MODEL GRASHA-RIECHMANN TERHADAP


PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

Article · November 2017

CITATIONS READS

0 892

3 authors, including:

Hendra Cipta
State Islamic University of Sumatera Utara, Medan Indonesia
16 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Sistem Pendukung Keputusan View project

All content following this page was uploaded by Hendra Cipta on 25 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MODEL GRASHA-RIECHMANN


TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA
Riri Syafitri Lubis1, Rina Filia Sari2, Hendra Cipta3
1,2,3
Prodi Matematika, Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Sumatera Utara Medan
1
riri_syafitri@uinsu.ac.id, 2rinafiliasari@uinsu.ac.id, 3hendracipta@uinsu.ac.id

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada dan berapa persen keefektifan model grasha-
riechmann terhadap prestasi belajar matematika pada materi segiempat siswa kelas VII SMP Negeri 17 Medan. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada keefektifan model grasha-riechmann dan berapa persen keefektifan model
Grasha-Riechmann terhadap prestasi belajar matematika pada materi segiempat siswa kelas VII SMP Negeri 17 Medan”.
Sampel penelitiannya adalah siswa kelas VII-7 SMP Negeri 17 yang berjulah 40 orang. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa tes yang berbentuk essay test. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data dari prestasi belajar
matematika siswa pada materi segiempat yang menggunakan model grasha-riechmann diperoleh rata-rata adalah 77,65
dan nilai simpangan baku adalah 6,845 sedangkan data dari prestasi belajar matematika siswa pada materi segiempat
yang menggunakan model pembelajaran konvensional diperoleh rata-rata adalah 62,12 dan nilai simpangan baku adalah
11,25. Dari perbedaan tersebut diperoleh bahwa ada keefektifan model Grasha-Riechmann terhadap prestasi belajar
matematika siswa dibandingkan siswa yang memakai model pembelajaran konvensional. Adapun besar keefektifan dalam
menggunakan model Grasha-Riechmann pada siswa dilakukan pada uji determinasi adalah 73%. Dengan demikian dapat
diambil kesimpulan bahwa model Grasha-Riechmann efektif terhadap prestasi belajar matematika atau prestasi belajar
matematika siswa yang menggunakan model grasha-riechmann lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII-7 SMP Negeri 17 Medan.

Keywords : Efektivitas pembelajaran, Grasha-Riechmann, prestasi belajar

I. PENDAHULUAN
Pendidikan dan pengajaran adalah salah satu usaha yang bersifat sadar tujuan yang
dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju ke kedewasaan anak didik.
Perubahan-perubahan itu menunjukkan suatu proses yang dilalui. Tanpa proses tujuan tidak
dapat tercapai. Pengajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing anak didik si
dalam kehidupan., yakni membimbing mengembangkan diri sesuai dengan tugas
perkembangan yang harus dijalankan oleh para siswa itu. Manusia yang hidup dan
berkembang adalah manusia yang selalu berubah dan perubahan itu merupakan hasil belajar.
Di sinilah muncul peran guru. Guru dibutuhkan untuk membimbing, memberi bekal yang
berguna. Guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer of knowledge,
tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai
pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar.
Matematika merupakan salah satu komponen dari serangkaian mata pelajaran yang
mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Matematika merupakan salah satu bidang
studi yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun sampai saat
ini masih banyak siswa yang merasa matematika sebagai mata pelajaran yang sulit, tidak
menyenangkan, bahkan momok yang menakutkan. Hal ini dikarenakan masih banyak siswa
yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam mengerjakan soal-soal matematika.
Pergeseran pandangan terhadap matematika menurut Trianto [14] akhir-akhir ini sudah
terjadi hampir di setiap negara. Dari pandangan yang semula memandang matematika sebagai
ilmu pengetahuan yang ketat dan terstruktur secara rapi ke pandangan bahwa matematika
adalah aktivitas kehidupan manusia. Hal ini berpengaruh terhadap cara memperolehnya, yaitu
dari penyampaian rumus-rumus, definisi, aturan, hukum, konsep, prosedur, dan algoritma,
yang dikenal sebagai ready-made mathematics menjadi penyampaian konsep-konsep
matematika melalui konteks yang bermakna dan yang berguna bagi siswa.
Pembelajaran matematika bukan hanya sebatas berhitung, namun membentuk logika
berpikir. Berhitung dapat dilakukan dengan alat bantu atau media belajar seperti kalkulator
atau komputer, namun menyelesaikan masalah perlu logika berpikir dan analisis. Oleh karena
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

itu, siswa yang belajar matematika harus memiliki pemahaman yang benar dan lengkap,
sesuai tahapannya, melalui cara yang menyenangkan.
Menurut Faizi [1] matematika mengajarkan logika berpikir berdasarkan akal dan nalar.
Pada tahap perkembangan anak berbeda-beda. Siswa khususnya sekolah dasar (7-11 tahun)
menurut klasifikasi Jean Piaget, berada pada tahap konkret operasional. Sehingga secara
natural, cara belajar mereka yang terbaik adalah dengan cara nyata, yaitu melihat, merasakan,
dan melakukan dengan tangan mereka. Untuk tingkat sekolah, seperti SMP dan SMA, siswa
sudah bisa diajak berpikir terbalik, dari konkret ke abstrak, sekalipun masih sedikit
menyulitkan bagi sebagian siswa.
Pada umumnya tujuan guru dalam proses belajar mengajar adalah bagaimana agar
bahan pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai oleh siswa secara tuntas. Sebagian guru
matematika ada yang mengeluh karena siswa kurang terampil bahkan tidak mampu
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, padahal soal-soal yang diberi biasanya
berkaitan dengan materi pelajaran. Hal ini disebabkan oleh rendahnya prestasi belajar
matematika siswa dan kurangnya keefektifan siswa saat belajar .
Dalam pengajaran matematika selain menggunakan metode ceramah seorang guru juga
perlu kiranya memberi model pendukung lainnya bagi suatu proses pembelajaran yang
efektif. Menurut Hamdani [2], ketepatan (efektivitas) penggunaan metode pembelajaran
bergantung pada kesesuaian metode pembelajaran dengan beberapa faktor yaitu tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas,
situasi kondisi dan waktu. Efektivitas berarti ketercapaian atau keberhasilan suatu tujuan
sesuai dengan rencana dan kebutuhan yang diperlukan, baik dalam penggunaan data, sarana
maupun waktunya. Dimana siswa dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentu informasi
(pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru, dan
hasil belajar tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan
keterampilan berfikir siswa. Sebagaimana Suydam dan Weaver dalam Turmudi [15]
mencatat:
“Guru dan pendidik matematika lainnya, umumnya mempercayai bahwa siswa
belajar lebih efektif manakala mereka tertarik dengan apa yang mereka pelajari dan
mereka berprestasi baik kalau mereka menyukai matematika. Karenanya, perhatian
yang terus menerus hendaknya diarahkan penciptaan, pengembangan, pemeliharaan,
dan dorongan untuk bersikap positif terhadap matematika”.
Agar siswa bersikap positif terhadap matematika perlu ada strategi yang menarik bagi
siswa, memotivasi mereka belajar , memberikan rasa aman untuk belajar, dan menyenangkan
bagi mereka. Dalam kurikulum sekolah di Indonesia terutama pada mata pelajaran eksak
(matematika, fisika, kimia) dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan
urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) diajarkan teori/teorema/definisi, (2) diberikan
contoh-contoh, (3) diberikan latihan soal-soal [2].
Pemilihan model pembelajaran merupakan usaha guru dalam menyesuaikan berbagai
tujuan. Tidak ada suatu model pembelajaran tunggal yang dapat merangkum semua tujuan.
Model pembelajaran banyak jenisnya, namun tidak semua model cocok dipergunakan untuk
setiap materi. Model pembelajaran yang baik adalah jika model tersebut dapat digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dan untuk mencapai pembelajaran
efektif, guru harus berupaya untuk menggunakan model pembelajaran yang bervariasi guna
mengurangi kejenuhan.
Model pembelajaran menurut Suyanto [13] dapat dipahami bahwa: (1) model
pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan
mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya, (2) model pembelajaran dapat
muncul dalam beragam bentuk dan variasinya sesuai dengan landasan filosofis dan pedagogis
yang melatarbelakanginya.
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

Oleh karena itu, dari beberapa model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi
model pembelajaran yang mana yang paling baik untuk mengajarkan suatu materi tertentu.
Dalam mengajarkan suatu materi (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang
paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai .Dengan demikian, merupakan hal yang sangat
penting bagi guru untuk mempelajari dan menambah wawasan tentang model pembelajaran
yang telah diketahui. Karena dengan menguasai beberapa model pembelajaran, maka seorang
guru akan merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas,
sehingga tujuan pembelajaran yang hendak di capai dalam proses pembelajaran dapat
tercapai dan tuntas sesuai yang diharapkan. Salah satunya model pembelajaran yang dapat
digunakan oleh guru adalah model Grasha-Riechmann.

II. LANDASAN TEORI


A. Efektivitas Pembelajaran
Kata Efektivitas berasal dari bahasa inggris, yaitu effective yang berarti berhasil, tepat
atau mencapai sasaran sesuai yan diiinginkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang
ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau
tindakan. Cara untuk mengukur efektivitas adalah dengan menentukan transferbilitas
(kemampuan memindahkan) prinsip-prinsip yang dipelajari. Kalau tujuan dapat dicapai
dalam waktu yang singkat dengan strategi tertentu daripada strategi yang lain, strategi itu
efisien. Kalau kemampuan mentransfer informasi atau skill yang dipelajari lebih besar
dicapai melalui suatu strategi tertentu dibandingkan strategi lain, strategi tersebut lebih efektif
untuk pencapaian tujuan Jadi efektivitas berarti ketercapaian atau keberhasilan suatu tujuan
sesuai dengan rencana dan kebutuhan yang diperlukan, baik dalam penggunaan data, sarana
maupun waktunya [2].
Menurut Wragg dalam Susanto [10] mengemukakan bahwa pembelajaran yang efektif
adalah pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat,
seperti fakta, ketrampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau
suatu hasil belajar yang diinginkan. Keefektifan pembelajaran yang dimaksud di sini bukan
sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa, melainkan suatu proses kegiatan yaitu terjadi
interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan
lingkungannya. Menurut Dick & Reiser dalam Sutikno [12] menyatakan bahwa pembelajaran
efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan
spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta yang membuat siswa senang.
Menurut Joan Middenforf dalam Sutikno [12] memberikan saran tentang bagaimana
meningkatkan keefektifan pembelajaran berikut ini:
1. Siapkanlah segala sesuatunya dengan baik. Bahan ajar harus jelas, cara memberikannya
juga harus baik, bicaranya jelas, dan buatlah evaluasi agar siswa mengetahui peraturan
yang harus dipatuhi dalam mengikuti proses pembelajaran
2. Buatlah motivasi di kelas agar siswa dapat berinteraksi atau berpartisipasi dalam kegiatan
di kelas dan berikan kesempatan pada siswa untuk mengutarakan pendapatnya
3. Tumbuhkan dinamika, dalam arti, bahwa guru harus menyenangi pekerjaan sebagai
pendidik, menyenangi dan menguasai bahan ajar yang diberikan, dan juga senang
mendorong siswa untuk mempelajari tentang apa yang diberikan.
4. Ciptakan kesempatan untuk berkomunikasi dengan siswa. Guru harus meluangkan waktu
untuk siswa yang barangkali menanyakan sesuatu dari bahan ajar yang tidak mereka
mengerti. Konsultasi adalah cara yang baik bagi siswa dan juga bagi guru sendiri untuk
mengevaluasi hasil pembelajaran yang dilakukan.
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

5. Perbaiki terus isi atau kualitas bahan ajar, agar bahan ajar tersebut menjadi up-to-date
(mengikuti perkembangan terhadap hal-hal yang baru) atau agar tidak ketinggalan zaman.
Sebaiknya, jangan memberikan pendidikan dengan isi bahan ajar yang itu-itu saja.
Sedangkan menurut Rung Kaewdang dalam Sutikno [12] menyarankan 6 (enam) teknik
yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pembelajaran efektif (mangkus),yaitu (1) mulai
dengan kasih sayang, (2) belajar dengan melakukan, (3) bergerak dari yang mudah ke yang
sulit, (4) membelajarkan satu persatu, (5) Guru sebagai teman baik para siswa, dan (6)
membuat belajar menyenangkan.
Menurut Trianto [14] keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh
setelah pelaksanaan proses belajar mengajar sedangkan menurut Tim IKIP Surabaya dalam
Trianto, bahwa efisiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik
adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan
baik.Untuk mengetahui keefektifan mengajar, dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat
dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran.
Menciptakan kelas efektif dengan peningkatan efektivitas proses pembelajaran menurut
Hunt dalam Rosyada [5] dalam Teori Hunt ada lima bagian penting dalam peningkatan
efektivitas pembelajaran, yaitu perencanaan, komunikasi, pengajaran, pengaturan dan
evaluasi. Namun Kenneth D. Moore dalam Rosyada [5] , mengemukakan ada tujuh langkah
peningkatan pembelajaran efektif yakni perencanaan, perumusan berbagai tujuan, pemaparan
perencanaan, pembelajaran pada siswa, proses pembelajaran dengan menggunakan strategi,
penutupan proses pembelajaran dan evaluasi yang akan memberi feed back untuk
perencanaan berikutnya.
Pembelajaran efektif merupakan tolak ukur keberhasilan guru dalam mengelola kelas.
Guru yang efektif menurut Soemosasmito dalam Trianto [14] adalah guru yang menemukan
cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran
dengan presentasi waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan tanpa
menggunakan teknik yang memaksa, negatif atau hukuman. Selain itu , menurut Kardi dan
Nur [10], guru yang efektif adalah orang-orang yang dapat menjalin hubungan simpatik
dengan para siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian, memiliki
suatu rasa cinta belajar, menguasai sepenuhnya bidang studi mereka dan dapat memotivasi
siswa untuk bekerja tidak sekadar mencapai suatu prestasi namun juga menjadi anggota
masyarakat yang pengasih.

B. Model Grasha-Riechmann
Grasha-Riechmann dalam Nasution [3] memberikan penggolongan gaya belajar sebagai
berikut :
1. Siswa berdikari (independent)
Siswa ini berpikir sendiri sendiri dan bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain.
2. Siswa yang tak dapat berdiri sendiri (dependent)
Siswa ini memiliki rasa ingin tahu intelektual yang rendah, belajar hanya apa yang
ditugaskan dan diharuskan serta bergantung pada atasan untuk melakukan sesuatu.
3. Siswa yang kooperatif (coolaborative)
Mereka ini suka belajar bersama dalam kelompok.
4. Siswa yang suka bersaing (kompetitif)
Mereka ini berusaha melebihi orang lain.
5. Siswa yang suka berpartipasi (partcipant)
Mereka ini yang suka belajar bila ditugaskan atau diharuskan. Siswa yang mengelakan
pelajaran (avoidant)
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

C. Pembelajaran Grasha-Riechmann
Langkah-langkah pembelajaran setelah mengelompokkan setiap gaya belajar disusun
adalah sebagai berikut [3], [9]:
1. Menjelaskan maksud dan tujuan materi sebagai pengantar.
2. Siswa diajak untuk mengingat apa itu segiempat yang bertujuan untuk menggali konsep
segiempat yang dimiliki siswa.
3. Dari hasil diskusi ini guru dapat melihat konsep apa yang masih salah dan belum lengkap
sehingga nantinya dapat diluruskan dan dilengkapi kekurangannya.
4. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok diskusi sesuai dengan pengelompokan diskusi
dengan pengelompokan gaya belajar.
5. Siswa secara kelompok diminta melakukan percobaan pada menghitung tentang
segiempat.
6. Kelompok diskusi diminta untuk membandingkan hasil yang didapat dengan kelompok
lain.
7. Guru membimbing siswa untuk mengamati hasil diskusi.
8. Guru bersama siswa membuat kesimpulan.
9. Guru dapat memberikan suatu soal yang berkaitan dengan materi selanjutnya yang
bertujuan agar siswa dapat membaca/mempelajari materi tersebut sebelum diajarkan.

D. Pengertian Prestasi Belajar


Prestasi belajar menurut Djamarah dalam Hamdani [2]:
a. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara
individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang
tidak melakukan kegiatan
b. W.J.S. Purwadarminta berpendapat bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai
(dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).
c. Qohar dalam Jamarah mengatakan bahwa prestasi sebagai hasil yang telah diciptakan,
hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan.
d. Harahap memberikan batasan bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang
perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran
yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Sedangkan menurut Nawawi [4] mengatakan bahwa prestasi belajar adalah tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah yang ditanyakan dalam
bentuk skor (nilai) yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan
tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi -
informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai
dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan
dalam bentuk nilai atau rapor setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar.
Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita yang diukur
oleh IQ, IQ yang tinggi dapat meramalkan kesuksesan prestasi belajar. Namun demikian pada
beberapa kasus, IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin kesuksuksesan seseorang dalam
belajar dan hidup bermasyarakat.
IQ bukanlah satu-satunya faktor penentu kesuksesan prestasi belajar seseorang. Ada
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak dan kurikulum berbasis kompetensi di
sekolah dasar, faktor-faktor lain yang turut andil mempengaruhi perkembangan prestasi
belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah antara lain [5]:
a. Faktor internal (Faktor yang berasal dari siswa).
1. Kecerdasan (intelegensi)
2. Faktor Jasmaniah atau faktor biologis
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

3. Sikap
4. Minat
5. Bakat
6. Motivasi
b. Faktor eksternal
1. Keadaan keluarga
2. Keadaan Sekolah
3. Lingkungan Masyarakat
Menurut Hamdani [2] ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan
siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar yaitu:
a. Norma skala angka dari 0-10
b. Norma skala angka dari 0-100
Angka terendah menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-
10 adalah 5,5 sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Pada prinsipnya, jika seorang
siswa dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari setengah
instrumen evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan
belajar.

III. METODE PENELITIAN


A. Populasi dan Sampel
Populasi yang dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 17 kelas VII terdiri dari 8
kelas yang berjumlah 314 orang. Dalam menentukan sampel penelitian yang menggunakan
metode komparasi dapat dilakukan dengan teknik cluster sampling. Setiap anggota yang
berada didalam cluster-cluster yang diambil secara acak tadi merupakan sampel yang
diperlukan. Setelah diadakan pengacakan maka yang menjadi sampel penelitian adalah kelas
VII-7 yang berjumlah 40 orang.

B. Instrumen Pengumpulan Data


1. Observasi
Observasi dilakukan peneliti didalam kelas pada saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Lembar observasi digunakan untuk setiap kali pertemuan pembelajaran
dilaksanakan setelah satu materi berakhir. Lembar observasi keaktifan siswa memuat 6
indikator yakni visual activities, oral activities, listening activities, writing activities, mental
activities, emosioanal aktivities yang mencerminkan keaktifan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung.

2. Tes
Test diberikan kepada seluruh sampel penelitian. Test yang digunakan untuk melihat
prestasi belajar siswa. Test ini berbentuk essay, test diambil dari soal materi segiempat
sebanyak 10 soal. Guna melihat kesahian test yang digunakan maka peneliti menghitung
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda test tersebut [6].

C. Teknik Analisis Data


1. Deskripsi Data
a. Menentukan nilai rata-rata
 f i xi
X 
n
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

b. Simpangan Baku
n( f i xi )( f i xi ) 2
2

SD 
n(n  1)

2. Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data kedua kelas sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang telah dirumuskan akan
diuji dengan statistik parametris, antara lain dengan menggunakan t-test untuk satu sampel,
korelasi dan regresi, analisis varian dan t-test untuk dua sampel. Uji normalitas dilakukan
dengan menggunakan uji liliefors dengan taraf signifikansi 5 % [6], [7], [8], [11].
Prosedur untuk menguji hipotesis pengujian kenormalan data adalah:
a. Hitung rata-rata (Mean) dan standar deviasi (SD) untuk masing-masing kelompok
data sampel
b. Mengubah skor X1 , X2 , X3 , ….., Xn menjadi angka baku dimana Z1 , Z2 , Z3 , ….,
X X
Zn dengan rumus sebagai berikut : Z i  i
SD
c. Untuk tiap angka baku, dengan menggunakan daftar distribusi normal baku dihitung
peluang : F (Zi) = P(Zskor Zi)
d. Dihitung proporsi Z1 , Z2 , Z3 , …., Zn yang lebih atau sama dengan Zi. Jika proporsi
dinyatakan dengan S (Zi), maka :
banyaknyaZ1 , Z 2 ,Z 3,....., Z n yang  Z i
S(Z ) =
n
e. Dihitung |F(Zi) – S(Zi)| dan ambil nilai |F(Zi) – S(Zi)| yang terbesar disebut Lo, lalu
dibandingkan dengan harga kritis Ltabel Liliefors pada alpha tertentu. Jika
Lhitung Ltabel maka data yang disajikan di atas berdistribusi normal.

b. Uji Anova
Untuk menentukan variabel X dan variabel Y menggunakan persamaan regresi linier
[6], [7], [8] yaitu Ŷ = 𝑎 + 𝑏X
Keterangan:
Ŷ = Nilai dari variabel terikat
X = Nilai dari variabel bebas
𝑎 = Konstanta
𝑏 = Koefisien regresi
(∑ )(∑ ) (∑ )(∑ )
𝑎 ∑ (∑ )
∑ (∑ )(∑ )
𝑏
∑ (∑ )

3. Uji Hipotesis
a. Uji Korelasi
Untuk menguji korelasi dapat digunakan dengan rumus [6], [7], [11]:
N  XY   X  Y 
rxy 
N  X 2

  X  N  Y 2   Y 
2 2

b. Uji t Fisher
Untuk menghitung uji regresi dapat digunakan dengan rumus [6], [7]:
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

r n2
t hitung 
1 r2
Kriteria pengujian adalah jika thitung > ttabel dengan taraf signifikan 5% maka H0
diterima.

c. Uji Determinasi
Untuk menentukan besar pengaruh digunakan uji determinasi dengan rumus [6], [7]:
D  rxy   100%
2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Data Penelitian
Sebelum dianalisis mengenai persamaan regresi dan seberapa besar pengaruh prestasi
belajar, terlebih dahulu disajikan deskripsi hasil penelitian.
Tabel 1. Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation
Model GrashaRiechmann 40 76.4000 5.10304
Test Prestasi Belajar 40 77.6500 6.84461
Valid N (listwise) 40

Dari tabel distkriptif diatas dapat disimpulkan bahwa:


a. Rata-rata nilai model Grasha-Riechmann adalah sebesar 76,4000 dengan standard deviasi
5,10304.
b. Rata-rata tes prestasi belajar siswa adalah 77,6500 dengan standart deviasi 6,84461.

B. Uji Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji liliefors. Untuk menerima
atau menolak hipotesis dengan cara membandingkan Lo maks dengan L kritis yang diambil
dari daftar nilai kritis uji liliefers pada taraf signifikan α = 0,05. Hasil perhitungan uji
normalitas memperoleh harga Lo maks yang lebih kecil dari L tabel liliefors pada taraf
signifikan 5% yaitu sebesar 0,140 sehingga dapat dinyatakan bahwa data tersebut memiliki
distribusi yang normal.

Tabel 2. Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Test Prestasi Belajar .129 40 .092 .967 40 .298

Tabel diatas menujukan hasil perhitungan uji normalitas diketahui Lo maks yaitu
0,129 < Ltabel yaitu 0,140 pada taraf signifikan 5% maka data tersebut dikatakan memiliki
distribusi yang normal.
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

b. Uji Anova
Uji linieritas ini dilakukan untuk mengetahui linier atau tidak setiap variabel bebas
dan terikat, yang merupakan syarat untuk menggunakan teknik statistik analisis regresi.

Tabel 3. Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
24.366 5.207 4.680 .000
.728 .071 .858 10.303 .000

Dari tabel coefficients diatas dapat menunjukkan bahwa persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 𝑎 + 𝑏X (1)

Y = 24,366 + 0,728X (2)
Dimana :
X : Model Grasha-Riechmann
Y : Prestasi Belajar
Konstanta sebesar 24,366 menyatakan jika tidak ada kenaikan nilai dari variable model
grasha-riechmann (X), maka nilai prestasi belajar (Y) adalah 0,728. Koefisien regresi sebesar
0,728 menyatakan bahwa setiap penambahan (karena tanda +) satu skor atau nilai model
Grasha-riechmann (X) dan memeberikan peningkatan skor sebesar 0,728.

Tabel 4 ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1334.613 1 1334.613 106.146 .000a
Residual 477.787 38 12.573
Total 1812.400 39

Sebagai mana tabel statistic F pada = 0,05, maka dengan dkpembilang = 1 dan dkpenyebut = 38.
Untuk uji kelinieran di dapat Fhitung = 106,146 dengan tingkat signifikan 0,000 jauh lebih
kecil dari signifikan 0,05 F(0,05 : 1 : 38), sehingga dari hasil analisis varians (ANOVA) diatas
disimpulkan bahwa keefektivan antara model Grasha-Riechmann (X) dengan prestasi belajar
matematika (Y) adalah sangat signifikan dan linier.

C. Uji Hipotesis
a. Uji Korelasi
Uji korelasi digunakan untuk mengukur kekuatan keefektivan antara dua variabel yakni
variabel X dan variabel Y. Uji ini menggunakan teknik korelasi pearson product moment.
Tabel 5. Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .858a .736 .729 3.54589

Dari hasil output tabel diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Nilai rxy = 0,858 dan nilai rtabel = 0,140 maka HO ditolak jika rhitung < rtabel dan Ha diterima
jika rhitung > rtabel
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

2. Karena rhitung > rtabel (0,858 > 0,140) maka Ha diterima, hal ini menunjukkan bahwa
adanya korelasi antara model belajar terhadap prestasi belajar siswa.

b. Uji t Fisher
Keefektifan antara model Garsha-Riechmann terhadap prestasi belajar siswa di
analisis dengan menggunakan regresi linier sederhana dan korelasi sederhana. Untuk menguji
kebenaran koefisien korelasi X dan Y maka statistik student (t) dengan rumus alpha:
r n2 0,858 40  2
thitung = = = 10,285 dan 𝑡tabel = 2,024
1 r 2 1  0,736
Berdasarkan hasil perhitungan uji t diatas yang menggunakan taraf signifikan = 0,05
dan n = 40 diperoleh thitung = 10,285 dan ttabel = 2,024. Maka thitung > ttabel dan dapat
disimpulkan bahwa ada keefektivan model Grasha-riechmann terhadap prestasi belajar
siswa.

c. Uji Determinasi
Analisa korelasi antara X dan Y dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 6. Model Summary b
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .858a .736 .729 3.54589

Analisis koefisien determinasi sebesar r2 = 0,736 hal ini berarti bahwa 73% varians
yang terjadi pada prestasi belajar matematika siswa ditentukan oleh aktivitas siswa dengan
mengunakan model Grasha-Riechmann melalui persamaan regresi Ŷ = 24,366 + 0,728X.
Kemudian Standart Error of The Estimate (SEE) adalah 3,54589. Artinya bahwa pada
penelitian ini model Grasha-Riechmann berpengaruh sebesar 73,6% terhadap prestasi
belajar matematika siswa, sedangkan 26,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak peneliti
teliti.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data prestasi belajar matematika siswa pada materi
segiempat yang menggunakan model Grasha-riechmann diperoleh rata-rata adalah 77,65
dan nilai simpangan baku adalah 6,845 sedangkan data dari prestasi belajar matematika
siswa pada materi segiempat yang menggunakan model pembelajaran konvensional
diperoleh rata-rata adalah 62,12 dan nilai simpangan baku adalah 11,25. Dari perbedaan
tersebut diperoleh bahwa ada keefektifan model Grasha-riechmann terhadap prestasi
belajar matematika siswa di bandingkan siswa yang memakai model pembelajaran
konvensional. Untuk mengetahui berapa persen keefektifan prestasi belajar dengan
menggunakan model Grasha-riechmann dilakukan uji determinasi. Dari pengujian yang telah
dilakukan, didapat sebesar 73,6% keefektifan yang terjadi.
Seminar Nasional Matematika dan Aplikasi 2017

DAFTAR PUSTAKA
[1] Faizi, Mastur, 2013. Ragam Metode Mengajarkan Eksakta Pada Murid, Yogyakarta: DIVA Press.

[2] Hamdani, 2011. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia.

[3] Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar, Bandung: Bumi Aksara.

[4] Nawawi, Hadari, 1990. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, Jakarta.

[5] Rosyada, Dede, 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis, “Sebuah model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan”, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

[6] Sudjana, 2005. Metode Statistika Edisi Ke-6, Bandung: Tarsito.

[7] Sudjana, Nana, 2005 Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.

[8] Supangat, Andi, 2007. Statistika Dalam Kajian Deskriftif, Inferensi, dan Nonparametrik, Bandung: Kencana Prenada Media Group.

[9] Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.

[10] Susanto, Ahmad, 2013. Teori Belajar Dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

[11] Syahrum dan Salim, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Citapustaka Media.

[12] Sutikno, Sobry, 2013. Belajar Dan Pembelajaran “Upaya Kreatif Dalam Mewujudkan Pembelajaran Yang Berhasil”, Lombok:
Hollistica.

[13] Suyanto dan Asep Jihad, 2013. Bagaimana Menjadi Calon Guru Dan Guru Profesional, Yogyakarta: Multi Pressindo.

[14] Trianto, 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progressif “Konsep, Landasan Dan Implementasinya Pada KTSP”, Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.

[15] Turmudi, 2009. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika Berparadigma Eksploratif dan Investigatif, Jakarta: PT.
Leuser Cita Pustaka.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai